There's nothing can replace

By :

.

Sasuke tidak pernah merasa bahwa Hinata adalah kesalahan yang pernah ada. Mungkin, Tuhan memang mentakdirkan dirinya bertemu dan saling memberi rasa.

Musim dingin bulan dimana HInata lahir adalah kali pertama mereka bertemu. Ketika rona wajahnya yang sehangat musim semi berpadu menatap wajahnya yang sedingin musim salju. Perasaan yang jika bertemu akan memberi kerinduan yang memabukkan.

Tidak ada yang menerka semua hal akan berjalan sejauh itu, hingga Sasuke sadar, bahwa bukan seperti ini seharusnya.

.

Sasuke juga merasakan hal yang sama dengan seseorang yang saat bersumpah bersamanya seumur hidup.

Dan apakah salah jika ia merasakannya juga dari orang lain?

.

Tiada yang menyangkal akan perasaan yang hadir ini. Terlebih kenangan yang selalu terpatri hampir pada setiap momentum yang indah. Baik Sasuke maupun Hinata, mereka menikmatinya. Walau nyaris saling melukai satu sama lain dengan kondisi yang tidak seharusnya.

.

Hingga di penghujung waktu. Ia sadar untuk harus segera Kembali. Pada seseorang yang lebih dahulu memberi hangatnya. Yang lebih dahulu memberi hampir seluruh rasa padanya yang nyaris memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Seorang yang sangat ia kasihi. Wanita dengan gaun putih diatas altar, yang bersumpah sehidup semati dengannya.

Lantas mengapa bisa ada kehangatan yang memabukkan mampir kepadanya?

.

.

Sasuke memutuskan untuk memangkas benang rasa yang tercipta. Mengabaikan segala bentuk warna yang hadir.

Sedari awal memang bukan Hinata yang memulai. Tapi pada akhirnya harus merasakan bagaimana sakitnya rasa yang candu nan memabukkan itu harus di tebas,

Senyum manisnya kini memudar, bahkan rona pipi yang selalu memikatnya tak pernah terlihat.

Sasuke merenung dan menatap gelas berisi kopi pahit panasnya. Oh, begini kah rasanya melayukan bunga yang mekar?

.

.

Sasuke memutuskan untuk Kembali, dan menata ulang kepingan-kepingan yang hilang dari sosok Wanita yang tengah menunggunya kembali pulang.

"Terimakasih atas semuanya." Ujar Sasuke pada Hinata dengan pandangan yang nanar, "Aku akan berangkat." Sambungnya dengan menaiki gerbong kereta yang siap melaju meninggalkan kota tersebut.

Sasuke tidak Kembali menoleh pada Hinata yang ia rasa masih menatapnya pilu. Ada yang hampa dan hilang. Tapi sudah menjadi keputusannya untuk kembali pulang dan memperbaiki kesalahan yang ia ciptakan.

Suara uap kereta api berbunyi, sudah waktunya ia pergi.

Perlahan kendaraan itu bergerak menjauhi stasiun. Sayup-sayup ia mendengar tangisan yang pecah dari seseorang yang ia bisa pastikan itu Hinata.

Masih terngiang di dalam pikiran Sasuke, kalimat terakhir yang disampaikan Hinata, "… tolong sampaikan maafku pada dia."

Dan itu mengiris hatinya begitu perih.

Ahh… betapa pengecutnya dia hingga seolah Hinata yang salah.

.

.

Semuanya berakhir, dan tidak ada yang bisa menggantikan rasa manis yang pernah tercipta antara mereka berdua.

Walau ia harus kembali, Hinata tetap memiliki tempat di sudut kecil hatinya.

Tentu, tidak ada yang bisa menggantikannya.

.

.

.

.

.