Title: Pink Letter
Pair: Naruto x Honami
Rate: T
Genre: Romance, Family
Summary: Tidak tahan dengan perilaku sahabatnya, Kei memutuskan untuk memberi 'dorongan' pada Honami. Tapi metode yang dia gunakan justru membuatnya geleng-geleng kepala. Naruto tiba-tiba saja mendapatkan surat misterius dari 'pengagum rahasia'nya. #ValentineDay #14Feb
Happy Reading.
START
Suara peluit dan teriakan mewarnai lapangan hijau sekolah yang sedang cukup ramai. Ramai dalam artian sedang banyak pemain yang sedang berlatih dikomandoi oleh seorang tidak lain adalah Kakashi Hatake. Kakashi adalah pelatih tim sepak bola Tokyo High School (THS). Tim sepak bola THS termasuk salah satu tim bergengsi yang selalu masuk ke dalam kualifikasi turnamen Interhigh setiap tahunnya. Hari ini tim tersebut sedang berlatih untuk babak pertama pertandingan Winter Cup melawan Kyoto, tetapi sebelum itu besok mereka akan melakukan latih tanding dengan salah satu tim sepak bola universitas swasta dalam Tokyo.
Para pemain, atau murid laki-laki THS, berlatih dengan cukup giat dan mengikuti seluruh arahan dari Coach Kakashi. Sama seperti pemain lainnya, Naruto juga sedang ikut berlatih bersama mereka. Dia sedikit bersemangat karena namanya masuk ke dalam daftar pemain starting eleven ketika tim Kyoto bertamu menghadapi tim THS.
"Ah, ada Ichinose-san!"
"Psst! Jangan hilang fokus! Kembali berlatih!"
Naruto menoleh menuju celetukan salah satu temannya. Kemudian dia melihat seberang lapangan. Benar saja, terlihat seorang gadis dengan rambut merah muda panjang dengan mata berwarna violet sedang melihat ke arah mereka. Tim THS memang sedang berlatih pada waktu yang sama dengan klub ekstrakurikuler yang lain, yaitu dari siang menuju sore hari. Sehingga bukan hal tidak biasa ketika ada siswa THS yang menonton acara latihan mereka.
Naruto tentu tahu siapa itu Ichinose, Honami Ichinose, adalah siswi yang menjabat sebagai seksi olahraga kesiswaan sekolah THS. Tim olahraga THS tentunya tidak hanya sepak bola saja, namun ada juga baseball, voli, dan renang. Namun, komentar yang selalu dia dengar ketika ada yang menyebut Ichinose adalah dia merupakan salah satu gadis tercantik di sekolahnya. Naruto sendiri mengakui kalau Ichinose Honami memang memiliki wajah yang rupawan bak bunga sakura di atas pohon yang sangat tinggi.
Naruto, Naruto Uzumaki, juga termasuk laki-laki muda. Tetapi, meski memiliki pemikiran seperti itu mengenai gadis seusianya, Naruto berpikir dia tidak mungkin satu level dengannya. Naruto ini hanya pemain biasa, sedangkan Ichinose Honami adalah gadis dengan perilaku sangat baik serta memiliki banyak teman. Figur yang terlalu sempurna bahkan untuk ukuran seorang siswi.
Naruto juga bermain sebagai pemain bertahan, tepatnya pemain belakang sebelah kiri (fullback). Pemain bertahan biasanya tidak akan terlalu diapresiasi karena yang menjadi bintang utama di lapangan adalah pemain tengah atau pemain menyerang yang selalu mencetak gol. Benar, apalagi pemain yang mencetak gol. Pemain seperti Naruto tidak akan selalu memiliki tujuan mencetak gol, tetapi lebih membantu menyerang dan bertahan. Meski dia tahu, semua posisi dalam sepak bola adalah posisi yang penting untuk suatu tim.
"Hei, fokus berlatih! Kita tidak punya banyak waktu sampai pertandingan Winter Cup!"
Suara Kakashi masuk ke dalam gendang telinganya. Naruto kembali berlatih seperti biasa. Pemuda kuning melirik sekali lagi ke arah seberang lapangan. Ichinose masih di sana, tersenyum. Dia merasa aneh, entah ini hanya perasaannya saja atau memang tatapan Ichinose sedang tertuju ke arahnya? Tidak mungkin.
'Asalkan namaku sudah berada dalam starting eleven, aku sudah sangat senang bermain demi tim.'
Berkas sedang berada di tangannya dan harus dia bawa menuju ruang kesiswaan. Ketika sedang menuju ke sana, langkahnya terhenti pada salah satu sisi sekolah yang menghadap ke lapangan hijau. Dia berhenti dan menonton sebentar latihan para pemain yang sedang ditemani oleh cahaya sore kala itu.
Lalu menemukan salah satu sosok di sana.
Sedang menggiring bola dengan cekatan dan rapi. Rambut pirangnya bergoyang seiring dengan langkah berlari dari laki-laki itu. Mata birunya seolah bercahaya di bawah matahari sore. Peluh juga tak lupa mewarnai setiap gerakan yang sedang dilakukannya.
'Uzumaki-kun..'
Beberapa pasang mata pemain tertangkap olehnya. Namun hanya laki-laki itu, laki-laki berambut pirang itu, yang selalu dia perhatikan. Gadis itu tahu sedikit tentang sepak bola, bahkan dia adalah salah sedikit perempuan yang mengetahui apa itu peraturan offside. Dan hanya Uzumaki muda yang selalu mencuri perhatiannya.
"Honami-chan, kamu memperhatikan adikku lagi.."
Honami tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang sedang berbicara dengannya, senyum masih terpatri pada wajahnya, "Sedikit saja tidak apa-apa kan? Apalagi dia terlihat semangat begitu."
Kei, Kei Uzumaki, adalah anggota seksi kesenian kesiswaan sekolah KHS yang merupakan kakak perempuan dari Naruto. Sedang membawa berkas yang mirip dengan apa yang sedang Honami bawa. Kei mau tidak mau juga ikut berhenti dan menatap lapangan hijau itu. Dari semua pemain yang ada, Honami selalu memperhatikan adiknya. Dia sangat senang sih jika Naruto memiliki penggemar. Maksudnya, ada banyak pemain yang memiliki penampilan lebih menarik dibandingkan oleh laki-laki pirang itu, menurutnya loh ya.
Seperti Sasuke Uchiha yang memiliki posisi penyerang, dia adalah ujung tombak serangan tim THS dan mencetak banyak gol. Selain itu, Sasuke juga memiliki banyak penggemar perempuan dari sekolahnya sendiri maupun luar.
Atau Yosuke Hirata yang memiliki posisi pemain tengah. Dia juga menurut Kei memiliki penampilan sangat menarik dan memiliki penggemar juga, meski tidak sebanyak Sasuke.
Dan Honami lebih memperhatikan laki-laki bernama Naruto Uzumaki itu. Tapi, namanya setiap orang pasti memiliki selera masing-masing kan? Lagipula mungkin ada alasan lain kenapa Honami, dalam tanda kutip, 'tergila-gila' dengan Naruto Uzumaki. Berpikir objektif, Naruto menurutnya termasuk dalam kategori penampilan 'di atas rata-rata', terima kasih terhadap rambut pirang dan mata birunya, namun dia selalu melihat kalau Naruto jarang berbicara dengan temannya yang lain.
Benar, Naruto Uzumaki adalah orang yang pendiam dan tidak memiliki teman. Tunggu, salah, Naruto Uzumaki memiliki teman tetapi hanya sedikit. Bahkan Sasuke masuk dalam lingkaran pertemanan Naruto kalau dia tidak pernah salah lihat. Tapi intinya! Kei selalu melihat Naruto sendirian. Yang juga dia sendiri kasihan dengan adiknya itu, maka dari itu terkadang dia yang sering menemaninya.
"Kalau kamu memang menyukainya, kenapa tidak utarakan saja perasaanmu?"
Kei memperhatikan reaksi sahabatnya dengan seksama. Sesuai dugaannya, dia memerah, "A..aku sudah bilang kan kalau aku ingin dia fokus dengan mimpi sepak bolanya itu!"
Kei membuang napas, selalu seperti ini. Kalau begini terus, sampai kapan Honami akan menggantungkan perasaannya? Dia harus membantu. Sebagai sahabatnya (atau sebagai kakak bagi Naruto) ketika melihat Honami seperti ini, dia harus melakukan sesuatu.
Ketika berkas-berkas sudah dirapikan pada tempat seharusnya berada, Kei menghadap langsung Ichinose. "Honami-chan."
"Eh? I..iya? Ada apa?"
"Berjanjilah padaku, kamu akan mengutarakan perasaanmu pada Naruto."
"Uhh..tapi.."
"Tidak ada tapi! Ketika tim sekolah kita menang pada turnamen Winter Cup, kamu harus utarakan perasaanmu."
"Ka..kalau menangkan?"
"Benar. Kalau pun kalah kamu juga harus mulai berbicara dengannya."
"Ehhh!?"
Hal yang membuat Kei jengkel selama ini adalah Honami sama sekali belum pernah berbicara terhadap Naruto. Benar, sama sekali tidak pernah. Honami hanya selalu melihat Uzumaki Naruto dari jauh ketika sedang berlatih atau sedang bertanding.
Ketika Naruto ingin mengambil sepatunya yang berada di loker depan. Di atas sepatunya ternyata terdapat sebuah kertas berwarna merah muda yang terlipat.
'Surat? Jaman begini masih pakai surat…'
Pemuda itu menengok ke kanan dan ke kiri, tidak ada siapapun karena sebagian siswa sudah pulang. Lalu mulai membaca surat itu.
Aku mengagumimu, Uzumaki Naruto-kun. Meskipun kamu bukan pemain yang mencolok, tapi aku sangat mendukungmu dalam pertandingan selanjutnya. Semoga tim kalian bisa menang di Winter Cup!
"Umm, tidak ada nama…Jangan-jangan…"
'...pengagum rahasia?'
"Tidak mungkin kan?"
Kei sedang melakukan ritual rebahan setelah membersihkan badannya sambil membuka ponsel untuk menghabiskan waktunya. Handuk yang masih dililitkan di atas kepalanya menandakan dia sedang mengeringkan rambutnya.
*Tok! tok!*
"Naruto?"
Pintu terbuka menampilkan sang adik pada tangan kanannya terdapat sebuah kertas.
"Umm, Nee-chan. Kalau aku dapat ini, artinya apa?"
Naruto selalu tidak tahu menahu tentang hal semacam ini, oleh karenanya Kei selalu memberinya petunjuk dan agar Naruto bisa mendapatkan banyak teman. Meski pemuda pirang itu tidak banyak berubah.
Kei mengambil kertas tersebut, lalu melihat isinya. Kemudian bergumam, "Ahh, begitu rupanya."
"Ada apa, Nee-chan?"
Kei memberikan kertas itu lagi, "Hohoho, tidak apa-apa, Naruto. Mungkin memang benar kamu dapat penggemar rahasia."
Naruto mengedipkan matanya beberapa kali, "Tapi, itu tidak mungkin kan? Mungkin saja surat ini untuk satu tim sepak bola ku. Apalagi Nee-chan juga tahu kalau aku itu-"
"Naruto."
Kei menaruh telunjuk pada bibir adiknya yang lebih tinggi darinya itu, "Kamu harus berhenti merendahkan dirimu sendiri. Kamu itu orang yang hebat, Naruto. Adikku ini adalah pemain sepak bola yang hebat. Kamu bahkan masuk dalam tim utama kan? Apa kamu tidak tahu betapa susahnya itu? Kamu harus mulai positif dengan dirimu sendiri!"
"Nee-chan…"
Satu hal lain yang tidak disukai Kei mengenai Naruto, selalu merendahkan dirinya sendiri. Kei berharap ini adalah yang terakhir kalinya, selain itu Naruto juga mendapat penggemar rahasia. Yang itu artinya tidak hanya dirinya saja yang mengetahui kehebatan Naruto Uzumaki.
"Pokoknya, kamu harus mulai percaya diri! Paham?"
Naruto hanya menggaruk rambutnya, "Entahlah Nee-chan.."
"Jawab yang tegas!"
"B-baik!"
Kei tersenyum ke arahnya sembari menepuk pucuk kepala Naruto sambil berjinjit, "Nah, begitu dong. Itu baru adikku!"
Naruto sama sekali tidak tahu bagaimana caranya menjawab surat tersebut, oleh karenanya yang dia lakukan adalah mengambil secarik kertas lain lalu menuliskan sesuatu di sana. Kemudian menaruhnya ke dalam loker sepatunya sendiri.
'Uhh..aku seperti memberi pesan pada diriku sendiri. Entah dia akan memberi surat itu lagi atau tidak.'
Terima kasih sudah mendukungku. Aku benar-benar mengapresiasikan itu, sungguh. Tapi, kalau aku boleh tahu. Siapa namamu? Apakah kita bisa bertemu?
Naruto meninggalkan kertas tersebut bersamaan ketika mengambil sepatunya saat pagi hari. Latih tanding hari ini memang bukan pertandingan yang penting, namun Kakashi mewajibkan untuk seluruh pemainnya datang karena demi menjaga kebugaran dan ketajaman permainan. Kemudian dia melanjutkan aktivitas sekolahnya seperti biasa.
Pertandingan antara tim sepak bola THS melawan universitas swasta Tokyo diwarnai kemenangan tipis dengan pesta gol 4-3. Dengan bermain pada salah satu stadion lokal yang diisi hampir penuh dari pendukung tim sepak bola THS, hasil ini cukup meyakinkan bagi Kakashi yang ingin timnya melaju sampai final Winter Cup.
Naruto yang sudah berada di ruang ganti bersama anggota tim yang lain, mengalihkan perhatiannya pada Coach Kakashi.
"Meskipun kita menang hari ini, tapi jangan lupa kalau ini hanyalah latih tanding biasa. Pertandingan yang tidak ada beban. Ujian sesungguhnya akan menanti pada pekan selanjutnya, yaitu babak pertama Winter Cup. Harus aku akui kalau peluang kalian untuk sampai final termasuk besar. Oleh karena itu, aku ingin konsistensi dari permainan kalian dan jangan berpuas diri. Kita jadikan pemenang Winter Cup tahun ini adalah milik kita. Mengerti kalian semua?"
""BAIK!""
Ketika Naruto sudah mengemas barangnya sendiri dan mau keluar dari ruang ganti, Kakashi memanggilnya.
"Naruto, kerja bagus tadi. Lanjutkan performa apik mu di lapangan."
"Ah, terima kasih Coach." ucap pemuda itu datar.
"Dari mata orang awam, memang pemain sepertimu tidak terlalu terlihat. Tapi, menurutku pemain terbaik untuk hari ini adalah kau, Naruto. Kita bertemu lagi di saat latihan dan Winter Cup."
Kakashi menepuk pundak pemuda pirang itu lalu pergi. Naruto tidak mengatakan apapun, lalu mengangguk pada dirinya sendiri. "Yosh."
'Ah iya, suratnya belum kubaca dari dia.'
Sebelum menuju pertandingan, Naruto sudah sempat menerima sebuah surat itu kembali, surat berwarna merah muda tersebut. Namun karena saat itu sedang terburu-buru, dia belum sempat membacanya sama sekali.
Pemuda itu pun membuka kertas tersebut dari dalam tasnya.
Kamu membalas suratku! Aku jujur juga tidak tahu bagaimana caramu akan membalasnya, namun terima kasih sudah menjawab suratku. Untuk pertanyaanmu, maaf sekali aku masih belum bisa mengatakannya. Tetapi aku berjanji, aku akan bertemu denganmu ketika kamu sudah memenangkan Winter Cup! Aku akan menonton pertandingan hari ini, jadi bersemangatlah!
Sekali lagi, maaf jika kamu mungkin merasa terganggu dengan cara seperti ini. Tapi, aku bukan penguntit kok! Jadi kamu tidak perlu merasa takut!
Naruto sedikit tertawa dengan surat tersebut. Jadi, dia tadi menonton? Naruto sama sekali tidak tahu siapa orang dibalik tulisan surat ini, namun rasanya ternyata dia sangat bahagia ketika ada seseorang yang mengagumi dirinya. Meski tersadar dengan perkataan Kakashi sesaat kemudian.
"Kalau begitu. Harus aku menangkan Winter Cup…"
Kei berjalan dari kamar mandi setelah menggosok giginya. Ketika melewati pintu kamar sang adik, Kei mendapati Naruto sedang tiduran sambil mengangkat kertas berwarna merah muda itu di atas kepalanya, seperti membaca sambil rebahan.
"Kamu dapat surat itu lagi?" ujarnya pada daun pintu. Bersandar pada salah satu sisi.
"Iya, aku hanya ingin tahu siapa yang menulis surat ini untukku. Menurutmu, apakah yang menulis itu perempuan?"
"Fufufu~ Adikku ternyata sudah mulai percaya diri ya." Kei pun mendekatinya lalu mengambil kertas tersebut.
"Apa sih? Padahal kau sendiri yang marah waktu itu padaku."
"Iya juga ya, ahaha…" Lalu gadis itu mulai membaca isinya seperti kemarin, "...ini sih tidak salah lagi."
"Apanya yang tidak salah lagi?" Naruto menyilangkan tangannya di belakang kepalanya.
'Ups, hampir aku sebut namanya.' pikir Kei selagi menghela napas lega dalam hati.
"Maksudnya benar yang menulis ini perempuan. Lihat ini? Tulisan ini begitu rapi dan juga warna kertasnya sangat feminim sekali. Jadi aku seratus persen yakin."
"O..ohh, baiklah." Naruto memalingkan wajahnya dari sang kakak, tetapi telinganya yang memerah tidak terlewatkan dari Kei.
"Ehhh~ Apa ini? Apa adikku sedang tersipu malu?"
"Berisik ah! Sudahlah, aku mau makan." Naruto menyambar kertas tersebut untuk menyimpannya. Kei masih tersenyum padanya.
"Oh iya, tadi aku nonton loh. Kamu tadi bermain bagus kan?"
"Tidak perlu memujiku, Nee-chan. Aku tahu kau hanya ingin menonton Sasuke."
"Hei! Setidaknya aku sudah memperlakukanmu dengan baik!" Tetapi perkataan tersebut tidak digubris oleh Naruto yang hanya melambaikan tangannya sambil keluar dari kamar.
"Baka Otouto!"
"Sudah aku duga kalau surat itu kamu yang menulisnya."
"Ahaha, aku hanya tidak tahu cara lain lagi selain ini."
"Tidak masalah juga sih menurutku. Karena Naruto juga ternyata cukup senang dengan surat itu."
"Benarkah?"
"Hei! Lepaskan tanganku! Lagipula, kenapa tidak bicara langsung saja sih?"
"A-aku hanya merasa belum siap. Apalagi aku juga cukup sibuk. Tapi, tenang saja! Kalau Uzuma…bukan, kalau Naruto-kun bisa menang, aku pasti akan berbicara padanya. K-kamu jangan bilang-bilang padanya ya tentang surat itu!"
"Tentu saja. Aku juga sebenarnya cukup suka melihat sikapnya yang sedikit kebingungan itu. Tapi yah, apa serunya jika aku membocorkan semuanya, iya kan?"
"Terima kasih, Kei-chan!"
Naruto dan si 'pengagum rahasia' selalu saling bertukar pesan meski tidak setiap hari. Namun, Naruto selalu menantikan kertas berwarna merah muda itu ketika hari pertandingan Winter Cup. Karena di surat tersebut yang pasti pemuda itu akan mendapat kata-kata semangat dari 'pengagum rahasia' itu. Ketika hari-hari biasa, mereka hanya membicarakan hal-hal 'membosankan' yang terjadi saat sekolah atau sekedar sebagai sarana curhat.
Hal lain yang Naruto sadari adalah Kei selalu datang memperhatikan ketika dia sedang latihan bersama timnya yang lain. Bukan Kei sih, lebih tepatnya Ichinose. Mungkin gadis itu datang karena ingin mengemban tanggung jawabnya sebagai seksi olahraga atau semacamnya, juga mengingat tim THS sedang dalam turnamen Winter Cup. Kei seperti biasa hanya akan melambai padanya, yang tentu saja Naruto balas lambaian itu.
Naruto selalu mendapat perasaan aneh itu. Tidak, itu tidak mungkin. Tidak mungkin gadis sesempurna Ichinose akan menatapnya ketika latihan. Dia juga tidak boleh merasa besar kepala. Ya, nasihat dari Kakashi kembali terngiang di dalam kepalanya, "Disaat kamu merasa berpuas diri, di situlah kamu mulai regresi."
Pernah suatu ketika dia mendengar gosip dari teman-temannya, jika antara Ichinose atau Kei sedang menyukai salah satu laki-laki di tim sepak bola THS. Hei, Naruto meskipun jarang berbicara, dia juga tentu saja ikut berbaur dengan teman satu tim yang lain terutama Sasuke. Tentu saja gosip ini hanyalah pembicaraan internal sebagai sesama teman satu tim. Seperti yang selalu Kakashi katakan, "Sepak bola bukan hanya soal teknik dan taktik, tapi juga chemistry dan kekompakan, yang bisa dibangun dengan waktu dan kebersamaan."
Tentu Naruto pernah ditanya mengenai Kei oleh teman satu timnya, namun Naruto selalu mengatakan kalau Kei tidak pernah berbicara apapun soal laki-laki atau hal tentang percintaan dengannya.
'Iya juga ya. Apa Nee-chan punya pacar?'
Kemenangan beruntun dari tim THS membawanya menuju ke semifinal Winter Cup. Pertandingan semifinal akan bertemu dengan tim dari Saitama, lawan yang cukup membuat tim THS kesulitan saat Interhigh.
Naruto mendapatkan surat itu lagi, sebelum pertandingan dengan Saitama. Naruto sebelumnya menulis sesuatu yang selalu membuatnya penasaran, seperti
…apa tidak ada petunjuk kau itu siapa? Aku bukan merasa tidak nyaman, tapi aku hanya selalu penasaran…
Lalu Naruto akhirnya membaca kertas merah muda itu.
Matchday untuk semifinal! Tim kalian ternyata memang hebat! Tapi setelah melihat semua pertandingan sebelumnya, aku mengetahui kalau kamulah pemain terbaik di tim THS! Apa rahasianya hingga kamu bisa seperti itu, Naruto-kun? Ah iya, yang terpenting semoga kalian bisa menang sampai final!
Kamu penasaran sekali ya! Hihihi! Hmm…aku tidak bisa menceritakan secara detail. Tapi, aku adalah teman dari kakakmu, yaitu Kei-chan! Itu saja petunjuknya!
'Temannya Nee-chan? Hmm…teman dia banyak sekali sih. Jadi tidak kepikiran juga siapa. Tapi, setidaknya aku sedikit tahu tentang dia. Atau Nee-chan tahu siapa orangnya?'
Mengesampingkan hal tersebut untuk nanti, Naruto bersiap dengan pertandingannya melawan Saitama. Dengan perjuangan yang cukup berat, tim THS menang dengan hasil tipis 1-0 dengan Sasuke sebagai pemain yang mencatatkan dirinya pada papan skor.
Naruto melakukan tugas bertahan dan menyerangnya secara baik dan hasil ini juga menaikkan percaya diri untuk tim THS.
Ketika setelah keluar dari stadion, Kei memeluknya erat yang hampir membuat pemuda itu terjatuh.
"Kamu berhasil menang, Naruto! Selamat berhasil mendapat tiket final!"
Naruto tersenyum dan membalas pelukan tersebut, "Terima kasih, Nee-chan. Dukungan kalian juga membantu kok. Tadi memang benar-benar luar biasa."
Suasana pertandingan tadi memang sangat panas. Pendukung tim THS yang hampir seluruhnya memang berasal dari sekolahnya sendiri selalu menyuarakan chanting yang ikut memberi kemeriahan pada pertandingan tersebut.
"Kalau begitu, Kei-chan. Kalian bersenang-senang ya! Naru...Uzumaki-kun juga."
Naruto baru menyadari ada orang lain di dekatnya, yaitu Ichinose yang sedang berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Kei yang masih mengalungkan tangannya pada Naruto juga berbalik, "Oke, Honami-chan! Final juga ikut nonton ya!"
"Tentu saja! Selamat untuk tim kalian ya, Uzumaki-kun."
"Ah iya, terima kasih. Ichinose-san."
Naruto dan Kei pun pergi bersama menuju destinasi mereka, yaitu kedai ramen yang dekat dengan rumahnya sebagai janji yang mereka buat jika Naruto bisa menang pada semifinal.
"Nee-chan, kau tidak ajak Ichinose-san untuk ikut bersama kita?"
"Hmm~? Bukan kamu yang ingin makan bareng Honami-chan?"
Naruto sedikit memerah, "Bu-bukan seperti itu! Agak aneh saja kalian kan bersahabat."
"Dia sedang sibuk sebagai seksi olahraga, Naruto."
Kei terkikik pelan dengan reaksi Naruto.
Ketika Naruto sedang melakukan beberapa exercise kecil di kamarnya, dia mendengar ketukan pintu.
"Apa itu kau, Nee-chan?"
Pintu itu terbuka dan menampilkan sang kakak sedang membawa sebuah piring kecil. Naruto menatapnya bingung.
"A-apa kamu mau mencobanya, Naruto?"
Naruto mendekatinya dan melihat jika di atas piring tersebut terdapat beberapa biskuit coklat. "Biskuit?"
Kei mengangguk dengan mata penuh harap seperti menantikan sesuatu. Naruto tidak tahu jika kakaknya bisa membuat biskuit, namun tidak ada salahnya mencoba.
"Hmm…rasa coklatnya begitu menyeluruh dengan rasa tepung yang begitu seimbang. Rasa manis yang menyebar secara sempurna dan juga-"
"Bahasamu terlalu belibet! Jadi enak atau tidak?!"
"Enak kok, Nee-chan. Kenapa bikin biskuit?"
"Ha-hanya eksperimen saja. Terima kasih sudah memberi feedback!" Lalu setelah itu dia keluar begitu saja, meninggalkan piringnya masih di sana. Mungkin memang diperuntukkan bagi Naruto. Naruto hanya mengedikkan bahu dengan perilaku kakaknya. Toh rasanya memang enak.
Naruto mendapatkan suratnya lagi pada hari dimana tim THS akan bertemu dengan tim dari Yokohama pada partai final Winter Cup. Tapi, berbeda dengan surat-surat sebelumnya, pada bagian depan lipatan kertas pink itu terdapat sebuah tulisan 'Bukalah setelah final selesai'. Naruto tentu menghormati permintaan tersebut dan menyimpannya pada tas.
Naruto bersama timnya sedang dalam mood dan suasana yang baik. Kakashi meminta seluruh perhatian timnya.
"Kalian sudah berusaha baik sampai menuju final. Kerahkan seluruh kemampuan kalian dan bersenang-senanglah! Kalian lah peran utama dalam turnamen ini!"
""BAIK!""
Pertandingan ini dibuka di Stadion Tokyo yang berkapasitas 50.000 penonton. Ketika memasuki lapangan hijau, Naruto dapat melihat tiga perempat dari total kursi penonton sudah terisi sehingga kemeriahan ini begitu lebih terasa dibanding saat semifinal. Dan juga ini merupakan final pertama bagi Naruto dalam tim THS. Jujur dia merasa gugup, namun kesempatan bermain pada laga final adalah pengalaman yang tidak boleh terlewatkan. Naruto lalu mencoba mengarahkan matanya pada salah satu podium.
Matanya bertemu dengan Kei dan juga Ichinose yang berada di sebelahnya. Kei yang menyadari tatapan Naruto, melambai kuat dan meneriakkan sesuatu. Mungkin semacam "bersemangatlah!" atau "kau bisa melakukannya, Naruto!". Sedangkan ketika matanya bertemu dengan mata violet Ichinose, gadis berambut merah muda panjang itu tersenyum ke arahnya dan melambai pelan. Naruto hanya mengangguk pada mereka berdua.
Pertandingan tersebut juga membuat Naruto berhasil mencetak gol pertamanya untuk tim THS dari tendangan bebas. Namun sayang, tim THS menelan kekalahan pada laga final dengan skor 2-1. Meski begitu, Kakashi sama sekali tidak kecewa dengan penampilan tim asuhannnya.
"Kalian bekerja dengan sangat baik. Aku sama sekali tidak kecewa terhadap kalian, justru sebaliknya. Naruto, tadi itu gol yang bagus sekali. Performamu juga sangat bagus di lapangan. Yang lain juga. Tidak apa-apa boys, masih ada pertandingan Interhigh dan Winter Cup tahun depan! Sekarang, naikkan kepala dan tegakkan badan! Kalian hadapi suporter yang sudah mendukung kalian dan berikan terima kasih pada mereka."
Seluruh anggota sepak bola tim THS mengucapkan terima kasih sambil membungkuk pada podium penonton yang diisi oleh suporter tim THS. Aksi itu dilanjutkan dengan standing applause dari penonton dan juga anggota THS. Anggota THS pun tidak luput ada yang menangis karena tidak berhasil memenangkan Winter Cup.
Naruto sendiri merasa sudah melakukan semua usahanya dengan baik, Sasuke mendekatinya, "Gol yang bagus, kawan." Lalu melakukan fist bump dengan pemuda emo itu. Kei yang berada di podium berteriak, "Gol yang bagus, Naruto! Tidak apa-apa kalian tidak menang! Masih ada kesempatan lain!"
Naruto tersenyum padanya dan memberikan sinyal jempol, namun ketika pemuda itu mengedarkan pandangannya, Ichinose tidak berada di dekat Kei.
Pemuda itu akhirnya membuka surat tersebut ketika sedang sendirian pada ruang ganti.
Final untuk tim THS! Aku sangat menantikannya! Sesuai janji, ketika kamu sudah menang pada final, aku akan menunjukkan siapa diriku yang sesungguhnya. Datanglah pada tempat ini ketika sudah selesai!
Semoga kalian bisa menang! Karena aku yakin kepadamu, Naruto-kun!
Mata safir pemuda itu jadi sendu. Mencengkram sudut surat tersebut, Naruto mendesis, "Tapi aku tidak menang pada final…Maaf."
Apakah itu artinya dia tidak akan tahu siapa selama ini yang sudah mendukungnya. Apakah dia kecewa terhadapnya? Apakah dia tidak akan mendukungnya lagi setelah ini?
Dengan langkah pelan, Naruto bertemu dengan Kei pada luar stadion.
"Nee-chan…"
"Kenapa mukamu sedih begitu?"
"Umm..itu..aku mau pergi ke suatu tempat."
"Hm?"
Naruto pada akhirnya tetap datang pada tempat yang sudah ditujukan pada kertas itu. Sebuah taman kecil dengan pohon besar di tengahnya. Pohon itulah tempat di mana seharusnya dia bertemu dengan 'pengagum rahasia' yang selama ini ingin dia temui.
"Aku akan tetap coba datang ke sana, Nee-chan. Meskipun aku tidak tahu dia akan datang atau tidak."
Nada suaranya menyiratkan kekecewaan, namun Kei hanya mengusap pipi bergaris dari adiknya itu, "Tidak apa-apa, Naruto. Aku akan tetap di sini meskipun nanti tidak ada siapapun yang akan datang."
Pemuda itu tersenyum lemah padanya, Kei juga merupakan pendukung setianya sampai saat ini, "Terima kasih, Nee-chan."
Naruto bersandar pada pohon tersebut untuk sementara waktu sembari menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.
Lalu berdesah pelan, "Maaf, aku tidak memenangkan finalnya."
.
"Tidak perlu meminta maaf, Naruto-kun~"
"!"
Naruto terkejut dan berbalik, di hadapannya adalah gadis yang selama ini menjadi pujaan dari segala laki-laki di sekolahnya, Ichinose Honami.
"I-Ichinose-san?"
"Apa benar surat-surat yang kuberikan memberi semangat untukmu?"
"A-apa!? Surat itu…kau yang menulisnya?"
Ichinose tersenyum lembut padanya, lalu melangkah lebih maju dan menangkup wajah tan dari Naruto.
"Tidak perlu kecewa ketika tim kamu kalah, Naruto-kun. Justru aku sempat khawatir kamu tidak akan datang ke sini."
Naruto masih saja gelagapan, semua hal ini terasa berlalu begitu cepat, "Eh, ta-tapi kan kau bilang kalau harus menang-"
"Shhh.." Telunjuk lentik itu menutup bibir dari pemuda pirang. "..kan yang aku tulis dalam surat itu kalau 'kamu menang' kan? Bukan 'tim kamu menang' kan? Apalagi gol itu sangat menakjubkan. Aku sampai terkejut."
Kemudian Honami tertawa, bahkan suara tawa dari gadis itu seperti nyanyian untuk telinganya. Naruto masih tidak mengerti situasinya sekarang.
"Ja-jadi, itu benar dirimu dalam surat?"
"Kamu masih tidak percaya? Aku cukup sedih loh."
"Bukan seperti itu maksudku. Ugh…mungkin iya aku masih tidak percaya."
"Mou, aku minta maaf karena tidak pernah berbicara denganmu. Karena aku juga memiliki masalahku sendiri."
Naruto pun mengangguk pelan, mencoba memahami semua ini.
"Apa kamu tahu kita pernah bertemu di sini?"
"Hm? Benarkah?" Naruto sama sekali tidak mengingat apapun mengenai hal itu.
"Iya, waktu itu kamu bercerita ingin sekali masuk dalam skuad utama tim THS sambil berlatih dengan bola milikmu."
Pemuda itu membulatkan matanya, "I-itu!? Saat itu, kau yang berbicara padaku?"
"Iya, karena itu Naruto-kun…" Mata violet gadis itu menatap lurus safir biru, "...aku sudah mengagumi dirimu sejak saat itu. Aku suka dengan semua hal tentangmu dan juga mimpimu. Maukah…maukah kamu jadi pacarku?"
Ichinose sampai harus menutup matanya dengan semburat merah menghiasi kedua sisi wajahnya. Naruto tidak mempercayai ini.
"Yess! Dia mengatakannya!"
"Huh?"
Naruto mendapati Kei ternyata sedang mengintip pada salah satu kursi panjang taman tersebut. Karena sudah ketahuan oleh sang empu, sang kakak pun keluar dari persembunyiannya.
"Nee-chan, sedang apa kau?"
"Kei-chan?"
"Ehehe, maaf ya mengganggu acara kebersamaan kalian. Habisnya aku juga kesal dengan Honami-chan!"
Kei menyilangkan tangan di depan dadanya, "Menulis pakai surat? Apa-apaan itu? Kenapa dia tidak pernah berbicara secara langsung? Aku selalu memberitahunya selama ini, Naruto!"
"Uhh, apa hubungannya denganku?"
"Naruto…" Kei menepuk pundak pemuda itu, "...jaga Honami-chan baik-baik ya. Kalau kamu berani sekali saja membuatnya menangis, aku tidak akan memberi ampun."
"Ta-tapi aku belum bilang akan menerimanya!?"
Naruto dan Honami akhirnya pulang hanya berdua. Naruto berinisiatif untuk mengantarnya pulang. Tangan mereka bertautan dan ini membuat Naruto sangat gugup. Sedangkan Ichinose memasang senyum merekah di wajahnya.
"Oh iya, aku lupa memberimu sesuatu."
Kemudian Ichinose mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah bungkusan kecil berwarna merah, kemudian dia berikan pemuda itu.
"Kamu tahu hari ini hari apa, Naruto-kun?"
"Hm? Hari ini tanggal 14 Feb…uh oh…"
"Benar! Hari Valentine!"
"Te-terima kasih, Ichinose-san."
"Ah! Kamu memanggilku Ichinose lagi! Tadikan kamu sudah berjanji!"
"Ma-maaf, Ho..Honami."
"Nah begitu dong! Ne, Naruto-kun. Ba-bagaimana kalau kamu menginap di rumahku? A-aku sudah menginginkan dirimu sejak lama.."
Honami mengatakan hal tersebut sambil memerah. Naruto tentu saja mengerti maksud terselubung dari 'ajakan berani' dari gadis tersebut. Membuat Naruto juga ikut jadi kepiting rebus.
"Eh?"
Bersamaan dengan itu, sebuah ponsel bergetar menandakan sebuah pesan masuk pada ponsel milik pemuda itu.
from Kei-nee-chan
: Terima ajakannya! Jangan lupa pengaman!
Semakin memerah, "NEE-CHAN!"
END
Sumpah ini dibuat dengan sangat buru-buru. Maaf banget kalau ini terkesan sangat cepat pacenya. Tapi kalian bisa review agar siapa tahu bisa diperbaiki! Peace
