Tomato Shortcake

by

acyanokouji

.

Summary: Menjelang hari kasih sayang, para murid mulai bergosip tentang hadiah apa yang mereka inginkan. Khususnya para siswa, mereka harap-harap cemas pada nasib diri sendiri. Apakah mereka menarik di mata para siswi? Jawabannya ada di tanggal 14 Februari.

.

All characters belong to Masashi Kishimoto

Warn: OOC, ide pasaran, typo(s), and so on!

Special for valentine's day, selamat membaca!

.

.

.

"Oi, oi, menurut kalian, tahun ini siapa yang akan paling banyak mendapatkan coklat?" Kiba mulai bicara antusias. Sekarang para murid laki-laki kelas 3-B sedang berkumpul di sudut kelas.

"Ah, paling Sasuke atau Gaara lagi." Lee menimpali. Yang dibicarakan, Sasuke Uchiha, ada di bangku belakang kelas. Para siswa pun melirik Sasuke sekilas. Laki-laki raven itu telihat tidak peduli dan tidak minat bergabung dengan para siswa.

"Tapi, guru Kakashi juga lumayan terkenal, 'kan? Tahun lalu jumlah coklat yang diterimanya beda satu saja dengan Sasuke." Shikamaru bicara acuh tak acuh. Sebagai orang yang lebih suka memerhatikan sekeliling, ia melihat gurunya kepayahan membawa tumpukan coklat tahun lalu.

"Aku yakin, tahun ini aku yang akan mendapat banyak coklat!" para siswa menoleh pada Naruto. Kiba, Lee, bahkan Chouji, menahan tawa mereka.

"Naruto? Kau mendapat banyak coklat?" Kiba bicara seolah-olah terkejut. "Mending kau bicara dengan Sasuke sana! Atau minimal minta diajarkan Gaara deh, temanmu di kelas sebelah itu!"

"Kalau kau mau, aku bisa memasak untuku, Na-ru-to~" Chouji bicara mengejek. Naruto menggeram kesal. Ia hendak menimpali tapi seseorang membelanya lebih dulu.

"Bisa jadi. Naruto bulan lalu 'kan memenangkan lomba basket." Naruto tersenyum senang pada Shikamaru. Akhirnya, ada orang yang membelanya juga!

"Woah, Shika! Kau memang yang paling pengertian!" Naruto menempel pada Shikamaru yang terlihat risih. Tadi-tadi, mending jangan Shikamaru bela saja.

"Memangnya kau ingin coklat seperti apa, Naruto?" Kiba memancing pertanyaan lagi. Sebenarnya, tidak ada yang peduli pada obrolan mereka kecuali seorang perempuan berambut indigo yang kebetulan bangkunya di samping Sasuke, masuk deretan paling belakang.

"Eh, memang coklat seperti apa?" Naruto bingung sendiri. Kiba mengambil ancang-ancang.

"Yah, siapa tahu kau mau request coklat rasa ramen pada calon penggemarmu. Hahaha." suara riuh ejekan Kiba terdengar seisi kelas. Murid-murid lain mulai memberikan antensi pada sekumpulan cowok-cowok hopeless di pojok kelas.

"Sialan kau, Kiba!" Naruto siap-siap ingin berkelahi dengan Kiba. Tiba-tiba, Sasuke berdiri dari bangkunya.

"Kalau Sasuke, suka coklat seperti apa?" Shikamaru bertanya dengan suara cukup nyaring. Murid raven itu menghentikan langkahnya dan berbalik pada kumpulan anak-anak cowok. Sekilas, hanya sekilas, pandangan Sasuke bertemu dengan pandangan Hinata yang meliriknya takut-takut.

"Sasuke tidak suka makanan manis." Naruto yang menjawab. Ia sudah tidak berselera menghajar Kiba. "Semua coklatnya tahun lalu, aku yang habiskan!" Naruto bicara dengan bangga. Tanpa sadar para murid perempuan menatap tak suka padanya.

"Woooo curang, Naruto! Kalau kau dapat coklat tahun ini, berarti kau dapat double dong nanti!" Kiba teriak tidak terima. Lee ikut tersulut. Keributan mulai lagi antara ketiga murid.

"Tomat." Sasuke menggumam. Seketika satu kelas hening. Mereka mendengarkan ucapan Sasuke dengan seksama. "Eh, kau bicara apa, Sasuke?" Naruto yang tersadar lebih dulu.

"Aku suka tomat." kata Sasuke lagi. Melalui ekor matanya, ia menatap seseorang yang berharap mendengarkannya. Detik selanjutnya, Sasuke pergi keluar kelas. Keadaan menjadi heboh. Para murid perempuan saling berbisik dan mulai menyebarkan gosip di grup penggemar Sasuke. Sedangkan kumpulan cowok-cowok tak menyangka Sasuke akan menjawab pertanyaan iseng Shikamaru.

"Memangnya bisa membuat coklat rasa tomat?" Naruto dan Kiba bertatapan. Mereka melupakan fakta jika mereka sempat adu urat tadi.

.

.

Beberapa hari menjelang tanggal 14 Februari, para murid perempuan mulai membeli coklat-coklat yang dijajakan di supermarket. Coklat berukuran kecil, sedang, besar, dan berbagai bentuk terjual habis. Dibeli untuk para kekasih mereka.

"Sakura, kau kenapa beli banyak sekali sih?" Ino mengeluh pada Sakura yang sedang ikut antre di kasir. Ia menatap sebal pada troli Sakura yang isinya coklat hampir penuh. "Kau mau kena diabetes atau apa?"

"Ish, kau ini sembarangan, Ino! Aku beli banyak untuk disebarkan. Pada Sasuke, Gaara, guru Kakashi, atau murid-murid dari sekolah lain juga tidak papa." ujar Sakura.

"Untuk apa? Beli beberapa hanya untuk orang yang paling kau suka juga pilihan yang bagus." Ino merujuk pada Sasuke dan Sai, si murid pindahan yang duduk di bangku sebelahnya. Bagi Ino, cukup menebar kasih pada dua orang saja. Satu yang utama, satu cadangan.

"Ah, sudahlah. Ini uangku, jadi sah-sah saja mau aku apakan!" Ino melambai-lambaikan tangannya tak peduli. Mereka kembali terdiam sambil menunggu antrean yang tak kunjung bergerak.

Ino menghela napas bosan. Ia memalingkan wajahnya dan melihat seseorang yang dikenalinya. "Loh, Hinata?" panggil Ino. Mendengar perkataan Ino, Sakura pun ikut menoleh. "Kau di sini juga?" Hinata yang tak sengaja melintas pun menghentikan langkahnya. Ia mengangguk pada Ino. Sudah jelas kan dia ada di sini?

Ino dan Sakura melirik troli Hinata yang terisi setengahnya. Kelihatannya Hinata sedang belanja bulanan. Terlihat dari barang-barang yang dibelinya merupakan barang rumah tangga seperti sabun, shampo, odol, deterjen, bahan-bahan dapur, sereal, dan sebagainya.

"Eh, kau mau membuat kue, Hinata?" Sakura menangkap adonan kue dan perasa coklat yang terselip.

"I-iya. Aku mau memasak cookie." jawab Hinata.

"Heee untuk siapa?" Ino dan Sakura menggoda bersamaan. Mereka sedikit mencondongan diri pada Hinata yang terlihat kelabakan. "Bu-bukan siapa-siapa, kok." Hinata mengangkat kedua tangannya.

"Onee-san, tolong bantu naikan tomatnya ke atas troli. Uh, berat sekali." seorang remaja perempuan mendekat pada Hinata. Rambut perempuan tersebut berwarna coklat dengan iris mata yang sama seperti Hinata. Dengan kedua tangannya, si perempuan menyeret plastik berisi tomat.

"Hai, Hanabi!" Sakura menyapa remaja tersebut, adik Hinata. Hanabi pun menoleh dan tersadar jika kakaknya sedang bertemu teman.

"Untuk apa kau beli tomat sebanyak itu, Hinata? Keluargamu akan mengadakan makan-makan?" Ino bertanya dengan penasaran. Hinata makin gelagapan. Ia harus segera mengalihkan perhatian.

"Eh, antreannya sudah maju." Hinata menunjuk ke depan. Ino dan Sakura pun mau tidak mau harus melangkahkan kaki mereka. "Maaf, aku harus belanja barang-barang lain." Hinata menarik Hanabi dan kembali masuk di antara rak-rak supermarket. Huh, hampir saja.

.

.

Akhirnya hari yang ditunggu tiba juga. Para siswa murid kelas 3-B berdiri di deretan loker mereka. Pintu loker mereka terbuka dan siswa-siswa itu melihat ke dalam isi loker masing-masing. Kiba menoleh ke kiri, ia mengangguk sebagai aba-aba. Secara serempak, para siswa menutup loker mereka.

"Bagaimana hasilnya?" Kiba bertanya pada teman-temannya. Lee dan Chouji menggeleng sedih. Tidak ada satu pun coklat di loker mereka. Kiba menghela napas, ia pun demikian. "Kalau kau, Shika?" Kiba menatap Shikamaru yang ada di sisi kanannya.

Shikamaru mengangkat bahu. Kiba anggap jika Shikamaru juga sama tidak terkenalnya. "WOW!" sebuah suara terdengar dari samping kanan Shikamaru. Naruto menatap lokernya tak percaya. Ia mengambil sesuatu dari dalam loker dan menunjukkannya pada teman-temannya.

"Lihat, aku mendapat dua batang coklat!" Naruto berbinar. Ketiga temannya menatap tak percaya. Siapa orang bodoh yang memberikan hadiah pada Naruto?

"Kau lihat kan, Kiba? Aku sudah mulai dikenal!" Naruto menggaruk hidungnya. Ia tersenyum sombong sambil bersidekap. Kiba berdecak sebal, dirinya kalah dari Naruto. Kemudian, Sasuke melintas di koridor. Berjalan terus tanpa memeriksa lokernya.

"Oi, Sasuke! Kau tidak mau membawa coklatmu?" Kiba sedikit berteriak. Sasuke mengabaikan ucapannya dan terus berjalan menuju kelas. "Coklatmu sampai-sampai terjatuh tuh!"

Benar, itu bukan bualan semata. Loker Sasuke penuh diisi coklat-coklat. Pintu lokernya sudah hampir terbuka dan terlihat beberapa coklat yang berserakan di lantai. Tentu mereka yakin coklat itu milik Sasuke. Tidak mungkin Shino, si murid pendiam yang lokernya di bawah loker Sasuke, mendadak punya penggemar banyak, 'kan?

"Sial. Andai aku lahir di keluarga Uchiha atau Sabaku." Kiba menggerutu sejak masuk kelas. Ia sudah tidak semangat memulai pelajaran. Dengan kasar, Kiba melempar tas sekolahnya ke atas meja.

"Kenapa, Kiba? Masih belum terkenal juga, ya?" Sakura mengejek sambil memainkan kuku. Sesama anak dari orangtua bekerja sebagai dokter, Sakura mengenal Kiba di klinik kesehatan ibunya.

"Kenapa tidak kau beri satu dari ratusan coklatmu, Sakura? Kasihan Kiba. Delapan belas tahun hidupnya belum ada yang memberi hadiah valentine." Ino menimpali. Ia adalah tim tidak suka Kiba yang berisik, sama-sama seperti Naruto. Tapi Naruto masih mending karena jadi tim basket sekolah.

"Enak saja kalian mengejekku! Lihat saja, awas kalau kapan-kapan kalian berebut ingin mendapat perhatianku!" Kiba mengernyit kesal. Chouji yang ada di sampingnya menatap nanar. Kapan itu kapan?

"Kiba, kemarilah." Hinata memanggil dari bangku belakang. Ia berdiri dari kursinya dengan sebuah bungkusan di atas meja.

"Ada apa, Hinata?" Kiba berjalan santai ke arah Hinata. Ia bisa melihat Hinata yang sedang merogoh ke dalam bungkusan berwarna krem. "Ini." Hinata menyerahkan sebuah biskuit coklat pada Kiba.

"Hi-Hinata, ini..." Kiba memandang tak percaya. Apa Hinata...

"Untukmu." murid-murid lain terbelalak. Hinata dan Kiba? "Aku membuatkan satu untukmu dan Shino. Kalian temanku sejak SD." Hinata tersenyum lembut. Di bangku ketiga ada Shino dan sebuah biskuit di atas mejanya. Para murid menghela napas lega. Hanya coklat persahabatan.

"Terima kasih, Hinata." Kiba meraih tangan Hinata. Matanya berkaca-kaca, ia mulai terisak. Senang karena seseorang masih memerhatikannya.

"Untukku tidak ada, Hinata?" Naruto manyun.

"Eh? Maaf, Naruto. Aku hanya membuat untuk Kiba dan Shino." Hinata menunduk tak enak. Naruto berdeham kecewa. Ia menusuk-nusuk tas krem Hinata. "He? Ini masih ada di dalamnya." Naruto mengambil tas Hinata dan merogoh ke dalamnya.

Hinata melotot. Ia bergerak hendak menghentikan Naruto tapi laki-laki itu lebih cepat darinya. "Kue?" Naruto menaruh sebuah kue di atas meja. Kiba dan teman yang lain menengok. "Katanya kau hanya membuat untuk Kiba dan Shino saja, Hinata?"

"Eh, itu... itu..."

Kiba meneleng-nelengkan kepalanya. Ia memerhatikan kue ukuran kecil yang Hinata buat. "Kue tomat? Aneh sekali. Memangnya siapa yang suka tomat sebegitunya?"

Hening. Keadaan kelas menjadi canggung karena ucapan Kiba. Kiba dan Naruto yang berdiri di depan meja Hinata saling berpandangan. Perempuan indigo membuka-menutup mulutnya gugup. Tak lama ia berlari keluar ruangan kelas.

"Kiba bodoh." Shikamaru berbisik pelan. Ia menoleh ke belakang bangkunya, tempat si maniak tomat sedang duduk. "Kau tidak ingin mengejarnya?" tanya Shikamaru.

.

.

Hinata merasa seperti seorang pecundang. Ia melarikan diri karena malu jadi pusat perhatian. Sekarang, ia bingung musti bereaksi apa di depan teman-temannya. Kelas juga akan segera di mulai, tapi Hinata malah bersembunyi di sudut perpustakaan.

"Kenapa kau lari?" sebuah suara terdengar. Hinata menoleh dengan cepat. Seorang murid laki-laki berjalan pelan ke arahnya. Hinata semakin meringkuk, memeluk lututnya sendiri. Ia sudah ketahuan.

"Kau suka aku?" si murid laki-laki berjongkok di depan Hinata. Ia melirik sebentar pada rok sekolah Hinata yang sedikit tersingkap. Sial.

"Ke-kenapa kau kemari? Sa-Sasuke?" tanya Hinata. Seperti yang Kiba tanyakan. Memangnya siapa yang suka tomat sebegitunya selain Sasuke Uchiha? Yang secara gamblang mengakui kecintaannya pada tomat minggu lalu.

"Aku yang bertanya lebih dulu padamu," kata Sasuke. Kini Sasuke berpindah dan duduk di samping Hinata sambil berselonjor. "Jadi, kenapa kau lari? Apa karena kau suka aku?" Sasuke bertanya sambil menoleh pada Hinata.

Perempuan di sampingnya menggeleng. Sasuke mengangkat alis. "Kau tidak suka aku?"

"Bu-bukan begitu," bantah Hinata.

"Berarti kau suka, ya?" Sasuke tersenyum miring pada Hinata yang mulai memerah. "Lalu, kenapa kau lari?"

"Aku malu." Hinata menenggelamkan wajahnya ke dalam dekapan dirinya. Sasuke menarik kepala Hinata agar terangkat dan menatapnya. "Lihat aku, Hinata."

"Kenapa tidak bilang saja kalau kau suka padaku?" Hinata cemberut. Kalau semudah itu mengakui perasaannya, tidak mungkin orang-orang memilih jadi anonim di hari valentine, 'kan?

"Kalau aku bilang, apa kau mau menolakku?"

Sasuke menggeleng. "Kenapa aku harus menolakmu?" Hinata menatap penuh harapan. "Kau juga menyukaiku?" tanya Hinata.

"Entah." Sasuke mengedikkan bahu. "Tapi kau memang menarik atensiku. Kukira kau ada maksud sendiri duduk di sebelah bangkuku."

Hinata mengerucutkan bibirnya. Iya sih dia memang ada maksud tertentu. Tapi, kenapa ia yang harus selalu memulai?

"Kenapa kau tertarik padaku, Sasuke?"

"Karena kau seorang Hyuuga? Dan seorang perempuan?"

"Jadi kau tertarik pada keluargaku, ya?" Hinata menunduk sedih. Tak lama Sasuke kembali mengangkat dagunya.

"Bukan begitu maksudku." Sasuke berputar ke samping. Ia menyilangkan kedua kakinya dan menghadap Hinata dengan wajah serius. "Aku memang tertarik pada keluargamu. Hyuuga salah satu perusahaan terbesar di negeri ini. Tanpa sadar aku mulai memerhatikanmu yang sekelas denganku sejak kelas satu. Oke, kalau kau ingin mendengarnya, mungkin aku menyukaimu."

Hinata tersenyum. Ia tidak mengaku lebih dulu. Juga ini pertama kali ia mendegar Sasuke bicara panjang lebar, selain saat presentasi di kelas. "Jadi, kau juga suka padaku kan, Hinata?"

Sasuke dan egonya sebagai Uchiha. Ia tidak ingin mengaku sendirian. Hinata menganguk pada Sasuke. "Aku suka padamu, Sasuke." Hinata bergumam pelan, hampir seperti mencicit. Namun, Sasuke sudah cukup jelas mendengarnya.

"Oke, kita pacaran. Dan sekarang adalah kencan pertama kita."

Hinata menahan lengan Sasuke yang hendak menariknya. "Bagaimana dengan pelajaran sekolah?"

Sasuke tersenyum miring. "Bolos saja."

SREKKK

Pintu ruang kelas bergeser. Seluruh murid dan guru Kakashi menatap pintu masuk. Sasuke dan Hinata berjalan masuk sambil menggandeng tangan satu sama lain. Hinata yakin wajahnya sudah memerah karena diperhatikan. Tanpa bicara apapun, Sasuke mengambil kue tomat yang ada di atas meja Hinata. Setelahnya ia membawa tas dan kembali menarik Hinata yang juga sudah siap dengan barang-barang miliknya. Mereka pun keluar kelas sambil bergandengan tangan. Mengabaikan tatapan terkejut teman-temannya, mengabaikan guru Kakashi yang marah karena tidak dihargai.

"Sasuke Uchiha?! Hinata Hyuuga?!"

.

.

.


Selamat Hari Kasih Sayang!