Ghost Whispering In My Dreams
Rate T
Kimetsu No Yaiba milik Koyoharu Gotoge-sensei. Author hanya meminjam karakternya untuk asupan.
WARNING! OOC, tidak jelas, alur lompat-lompat, POV pihak ke tiga serba tahu. Female! Giyuu (karena dia cantik HAHAHA). Slight Kyojuro x Giyuu.
Itu aja, kurasa. Selamat membaca!
.
.
.
Kocho Shinobu melangkah keluar dari ruangannya, bersiap untuk memeriksa para pasiennya yang baru saja datang kemarin karena berhadapan dengan iblis bulan atas tiga.
Kamado Tanjiro terkena tusukan dari seorang korban, sedangkan Pillar Api, Rengoku Kyojuro patah tulang rusuk dan beberapa luka internal. Untungnya, Hashibira Inosuke dan Agatsuma Zenitsu baik-baik saja.
Shinobu berhenti di depan kamar Kamado Tanjiro ketika melihat Tomioka Giyuu, Pillar Air yang membawa Kamado bersaudara dibawah sayapnya. "Ara, halo, Tomioka-san. Apakah kau ingin mengunjungi Tanjiro-kun?"
Di belakang kepalanya, ada suatu perasaan yang mengganjal ketika melihat sang Pillar Air di depannya. Seperti seolah-olah wanita itu tidak seharusnya berada disini, sekarang.
Shinobu tidak sempat memikirkannya karena Tomioka-san sudah menjawabnya lebih dulu.
"Mn. Aku berpikir ingin menghabiskan waktu bersamanya selama beberapa saat. Apa kau mengizinkannya?"
Pertanyaan itu membuat Shinobu terkejut. Tomioka-san tidak biasanya mau berbicara banyak, lebih lagi meminta secara terang-terangan untuk menghabiskan waktu bersama Tanjiro-kun.
"… tantu-tentu, Tomioka-san. Tapi aku harus memeriksa Tanjiro-kun lebih dulu dan dia masih harus banyak beristirahat.'
Tomioka hanya mengangguk, dan sesuatu di dalam hati Shinobu menjerit bahwa ini salah. Ada sesuatu yang salah. Tapi matahari sedang bersinar, dan Tomioka tidak berbeda dari yang biasanya. Tidak ada yang aneh.
"Kocho? Kau tidak jadi memeriksa Tanjiro?"
Shinobu mengerjap, agak terkejut karena tanpa sadar sudah melamun. "Ya-ya, tidak sabar sekali, Tomioka-san." Jawabnya dengan tenang, kemudian membuka pintu kamar Tanjiro-kun.
"Oh! Shinobu-san!" sapa Tanjiro-kun, tersenyum lebar. Disampingnya, Kamado Nezuko dengan tubuh balitanya duduk sambil melambaikan tangan. "Dan Tomioka-san!"
"Mm, bagaimana keadaanmu, Tanjiro?" tanya Tomioka-san, dengan lembut melangkah mendekat dan membawa Nezuko yang merentangkan tangan kedalam gendongannya. Wanita itu juga mengusap puncak kepala Tanjiro-kun dengan ekspresi lembut yang tidak pernah Shinobu lihat sebelumnya.
"Aku baik-baik saja, Tomioka-san!"
Shinobu mengerjapkan mata dari keterkejutannya dan mulai bekerja memeriksa Tanjiro-kun. Setelah puas dengan hasilnya, dia pamit untuk pergi memeriksa yang lainnya. Lagipula, Tomioka-san sepertinya ingin membicarakan sesuatu dengan Tanjiro-kun.
.
.
.
Tanjiro menatap Tomioka-san yang duduk di sebelahnya dalam diam. Sesuatu didalam dadanya menjerit bahwa ada sesuatu yang salah. Tapi Tanjiro dapat mencium aroma Tomioka-san dan juga Nezuko. Tidak ada yang salah dan dia sedang berada di kediaman kupu-kupu bersama teman-temannya.
"Tanjiro, kudengar kau melakukan pernapasan lain selain pernapasan air." Tomioka-san membuka suara, dan Tanjiro dengan takut melihat mata biru milik Tomioka-san, bersiap melihat kemarahan didalam kedua mata itu.
Tapi kedua mata Tomioka-san hanya memperlihatkan kelembutan dan sedikit rasa penasaran, membuat Tanjiro rileks karena Tomioka-san tidak terlihat kecewa dengannya.
"Tubuhku sepertinya tidak cocok dengan pernapasan air, Tomioka-san, tapi aku tidak tahu pernapasan apa yang ku gunakan. Yang aku tahu, gerakannya berasal dari hinokami kagura yang diturunkan oleh keluargaku."
Alis Tomioka-san bertaut, dan aromanya seperti tidak senang bercampur dengan kecanggungan. "Giyuu. Sensei menganggap semua muridnya sebagai anaknya sendiri… jadi kurang lebih kau adalah adikku… kalau kau ingin?"
Tanjiro mengerjapkan mata, melihat Tomi—Giyuu-san yang melihatnya dengan ragu-ragu. "Aku…" dia melihat Nezuko yang menatap Giyuu-san dengan tatapan lembut, dan tersenyum lebar.
Dia tidak menyadari sejak kapan air mata berkumpul di pelupuk matanya, tapi Tanjiro tahu bahwa hatinya penuh dengan kebahagiaan sekarang. "Aku… ya, kami akan sangat senang, Giyuu-nee-chan."
Tanjiro tidak tahu bahwa Giyuu-nee-chan akan memeluknya erat, tapi dia menerimanya, membiarkan dirinya dipenuhi aroma dari keluarganya.
Beban yang tidak dia sadari ada di pundaknya perlahan terangkat dan Tanjiro membuang jauh-jauh perasaan asing di dalam kepalanya.
"Tanjiro, sepertinya aku tahu teknik apa yang kau gunakan." Giyuu-nee-chan mengusap pipinya, dengan serius menatapnya tepat di mata. "Dengarkan baik-baik."
Dan kemudian Tanjiro mendengarkan Giyuu-nee-chan bercerita tentang pemilik teknik pernapasan pertama, Tsugikuni Yoriichi, yang bergabung dengan pemburu iblis karena leluhur keluarga Rengoku-san. Tentang seorang ahli pedang yang hampir mengalahkan Kibutsuji Muzan, namun diasingkan dari pemburu iblis karena mengampuni satu iblis.
Giyuu-nee-chan bercerita tentang seorang ahli pedang dengan mata yang sedih, namun hati yang murni. Tentang seseorang dengan tanda dan anting-anting hanafuda. Tentang bagaimana para pemburu iblis pada masa Sengoku yang mendapatkan tanda yang mirip dengan iblis dan menjadi lebih kuat berkat bantuan Tsugikuni Yoriichi.
Disaat Giyuu-nee-chan selesai bercerita, langit yang tadinya oranye sudah berubah menjadi gelap. Nezuko sendiri sudah hampir tertidur berselimutkan haori Giyuu-nee-chan. Tanjiro sedikit merasa tidak enak, tapi Giyuu-nee-chan hanya menggeleng lembut dan mengusap kepala Nezuko.
"Kanzaki pasti akan membawakanmu makan malam setelah ini."
Tanjiro melihat bahwa Giyuu-nee-chan akan segera pergi, dan merasa sedih karenanya. "Kau akan pergi?"
"Mn. Waktuku sudah hampir habis. Sebelumnya, aku ingin memberimu berkat… aku tahu ini terlambat… um, sensei memberimu topeng kitsune, dan aku juga ingin memberi kalian berdua sesuatu…"
Tanjiro tertegun ketika Giyuu-nee-chan menarik kalung berbandul bunga berwarna biru dari lehernya dan juga melepas kedua anting-anting yang berbentuk sama dengan bandul kalungnya.
"Semoga kau berumur panjang, Tanjiro, Nezuko. Berlatihlah dan bertambah kuatlah." Giyuu-nee-chan tersenyum kecil dan memasangkan kalungnya di leher Tanjiro, sedangkan kedua anting-antingnya dipasangkan pada telinga Nezuko. "Semoga berkatku terus menyertai kalian dan dewa melindungi kalian."
Nezuko yang sudah terbangun sejak Giyuu-nee-chan mulai melepas kedua aksesorisnya berkedip dan merentangkan kedua tangannya untuk meminta pelukan, seolah-olah tidak ingin Giyuu-nee-chan pergi.
Tanjiro sendiri tidak dapat menahan air matanya. Ada sesuatu yang salah dan dia tidak tahu apa itu. Sesuatu didalam hatinya berkata bahwa mereka tidak akan melihat Giyuu-nee-chan lagi setelah ini. "Giyuu-nee-chan…"
Tapi Giyuu-nee-chan hanya menatapnya dengan senyum kecil yang mengatakan bahwa dia mengetahui apa yang Tanjiro rasakan. Kedua tangan Giyuu-nee-chan membawa Tanjiro dan Nezuko kedalam pelukan erat sebelum melepas mereka, "aku harus pergi sekarang. Istirahatlah, kalian berdua. Jaga diri kalian,"
Giyuu-nee-chan mengecup puncak kepala mereka berdua, kemudian keluar dari ruangan sebelum Tanjiro maupun Nezuko sempat bereaksi. Haori Giyuu-nee-chan bahkan masih berada di pangkuan Tanjiro.
Perasaan aneh kembali menghantam Tanjiro. Hatinya mengatakan bahwa ada yang salah. Ada sesuatu yang mengatakan pada Tanjiro bahwa Giyuu-nee-chan tidak seharusnya ada disana beberapa saat yang lalu.
Ketukan di pintunya menyadarkan Tanjiro dan dia mendongak, melihat Kanzaki-san yang masuk membawa makan makamnya.
Gadis itu menatapnya dan Nezuko dengan aneh, terutama pada haori Giyuu-nee-chan di pangkuannya. "Tanjiro-kun, kenapa haori Tomioka-san ada disini?"
.
.
.
Rengoku Kyojuro baru saja meletakkan mangkuk terakhirnya dan mengucapkan terima kasih atas makanannya ketika pintu kamarnya diketuk.
"Masuklah!"
Kyojuro mengerjap ketika pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Tomioka dengan rambut terurai dan tanpa haori hijau-merah yang biasa dipakainya. "Oh, Tomioka! Bagaimana kabarmu?"
Tomioka berkedip, dan mata birunya memperhatikan Kyojuro dengan tatapan… lega?
"Bagaimana keadaanmu?"
Kyojuro menghembuskan napas, sedikit sedih karena Tomioka tidak menjawab pertanyaannya. "Kau tidak menjawab pertanyaanku. Tapi aku baik-baik saja! Hanya beberapa patah tulang dan lecet!"
Diam-diam, didalam hatinya Kyojuro merasakan ada yang aneh. Sesuatu sepertinya tidak seharusnya ada disini. Tomioka seharusnya tidak ada disini sekarang.
Kyojuro mencoba mengingat apa yang salah, tapi tidak berhasil menemukan apapun.
Tomioka menatapnya dengan mata birunya yang dalam sebelum mengatakan sesuatu yang memutus pemikiran Kyojuro. "Tolong jaga mereka, Rengoku. Aku percaya padamu."
"Hm?"
"Tanjiro, dan Nezuko. Tolong jaga mereka."
'Kenapa Tomioka tiba-tiba membuat permintaan seperti ini?' pikir Kyojuro, bingung dengan sifat Tomioka yang mendadak berubah. Tapi dia tetap menjawab dengan senyuman. "Pasti! Aku akan menjaga mereka! Mereka adalah anak yang baik!"
Kyojuro tertegun ketika melihat senyuman lembut di bibir Tomioka. Ini adalah pertama kalinya dia melihat Tomioka tersenyum. "Terima kasih, Rengoku. Aku harus pergi sekarang, jaga dirimu."
"Huh? Kau sudah mau pergi—"
"Dan Rengoku…" potong Tomioka, menatapnya dengan tatapan aneh yang tidak dapat Kyojuro artikan. "… jangan menyalahkan dirimu sendiri karena kematianku. Itu bukan salahmu."
Kata-kata itu seperti menampar Kyojuro.
Dia ingat apa yang tidak seharusnya dilupakan.
Misi terakhirnya.
Misi kereta api Mugen tidak berakhir seperti yang mereka harapkan.
Iblis bulan atas ketiga yang muncul.
Tomioka yang muncul dan menyelamatkan nyawanya.
Tomioka yang mati karena menerima serangan fatal yang seharusnya diterima Kyojuro.
Napas Kyojuro tercekat di tenggorokannya. 'Bagaimana bisa aku melupakannya?' pikir Kyojuro, merasa sangat bersalah tiba-tiba dan juga ngeri karena melupakan pengorbanan Tomioka untuk menyelamatkannya.
"Aku mencintaimu, Rengoku Kyojuro. Tolong jaga dirimu, dan jangan tenggelam dalam rasa bersalah atas kematianku, karena itu bukanlah salahmu. Tidak pernah salahmu."
"Tomi—!" Kyojuro menatap tempat Tomioka berdiri sebelumnya, tapi tempat itu kini kosong, seolah-olah tidak pernah ada siapapun disana.
.
.
.
Kocho Shinobu mengerjapkan mata ketika mendengar ketukan lembut di pintu ruangannya. Sepertinya dia jatuh tertidur tanpa sadar karena kelelahan.
"Kocho?"
Shinobu mengusap matanya, kemudian berdiri. "Masuklah, Tomioka-san."
"…"
"Ada yang kau butuhkan?" tanya Shinobu ketika melihat Tomioka-san yang hanya berdiri di pintu masuk.
"… bisakah aku meminta tolong?"
Shinobu mengangkat alis. "Tidak biasanya kau meminta tolong, Tomioka-san."
Tomioka-san hanya mengerutkan alis padanya, tapi tetap tidak mengatakan apapun hingga Shinobu mendesah lelah. "Keras kepala. Tapi baiklah. Pertolongan seperti apa yang kau butuhkan, Tomioka-san?"
"… bisakah kau mengambil kotak kayu di kediamanku? Letaknya dibawah tatami di kamarku… tolong berikan pada Tanjiro… um, dan jurnal berwarna biru kehitaman pada Rengoku?"
"Dan kenapa kau tidak memberikannya sendiri, Tomioka-san?"
Tapi Tomioka-san menolak menjawabnya dan hanya menunduk, membuat Shinobu mendesah. "Baiklah, kau menolak memberitahunya. Lagipula aku akan segera mengetahuinya."
Mengingat bahwa Shinobu yang akan mengambil kotak itu, dia dapat melihat isinya dan mengetahui apa yang Tomioka-san rencanakan—atau bahkan pikirkan dengan permintaan anehnya ini.
"Terima kasih, Kocho. Dan terima kasih karena sudah merawat mereka."
Perkataan itu membuat Shinobu terkejut. Tomioka-san benar-benar bertingkah aneh, dan Shinobu hampir merasa curiga.
"Terima kasih, Kocho. Kau teman yang baik." Diluar dugaan, Tomioka-san mendekat dan memeluk Shinobu sekilas, membuat tubuh Shinobu membeku, baik karena perkataan Tomioka-san yang tiba-tiba maupun karena perilakunya yang aneh. "Jaga dirimu."
Belum sempat Shinobu menjawabnya, Tomioka-san sudah melangkah menjauh dan pergi, meninggalkan Shinobu yang masih bingung dengan ucapan anehnya.
"Guru?"
Shinobu mengerjap, menyadarkan dirinya sendiri dari keterkejutan. "Ya, Aoi-chan?"
Anak didiknya itu kini berhenti di depan pintu ruagannya, bergerak gelisah. "Guru, Tanjiro-kun… sepertinya dia terkena serangan panik."
"Oh?"
"Um, aku membawakannya makan malam dan menemukan haori Tomioka-san dipangkuannya. Saat aku bertanya kenapa haori milik Tomioka-san bisa berada disana, dia tiba-tiba saja menangis kencang."
Sesuatu berdering dibelakang kepala Shinobu. Sesuatu yang seharusnya sudah diketahuinya. Sesuatu yang salah. Tapi Shinobu masih belum bisa menemukannya.
"Aku, um, sudah memberinya obat penenang, tapi sekarang suhu tubuhnya mulai naik dan Tanjiro-kun masih menangis memanggil nama Tomioka-san… aku rasa dia masih terguncang karena kematiannya dua hari yang lalu…"
SNAP!
Bagai kabut yang tiba-tiba saja menghilang, Shinobu mendadak menyadari apa yang menganggunya sejak tadi siang.
Tomioka Giyuu sudah mati dua hari yang lalu. Dengan tidak percaya Shinobu menyadari kenyataan itu.
Tomioka Giyuu tidak seharusnya ada disini, berbicara dengannya dan juga Kamado bersaudara.
"Terima kasih, Kocho. Kau teman yang baik." Suara Tomioka-san beberapa saat yang lalu berdering di kepalanya.
"Guru!"
Shinobu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aoi-chan, apa kau melihat Tomioka-san tadi siang? Atau sebelum kau masuk kedalam ruanganku?"
Aoi-chan menatapnya dengan ekspresi bingung, "tidak, tidak sama sekali, guru. Apa yang terjadi?"
"… aku akan menemui Tanjiro-kun. Tolong periksa pasien lainnya, Aoi-chan." Shinobu menepuk pundak Aoi-chan, berusaha menenangkan anak didiknya itu sebelum melangkah menuju kamar Tanjiro-kun.
"… bisakah aku meminta tolong?"
"… bisakah kau mengambil kotak kayu di kediamanku? Letaknya dibawah tatami di kamarku… tolong berikan pada Tanjiro… um, dan jurnal berwarna biru kehitaman pada Rengoku?"
Suara Tomioka-san lagi-lagi berputar di kepalanya, dan Shinobu bertanya-tanya apakah itu adalah permintaan terakhir Tomioka padanya.
'Aku akan mengambilnya untukmu, Tomioka-san.' pikir Shinobu, melangkah masuk kedalam kamar Tanjiro dan melihat bahwa anak itu sedang meringkuk, menangis bersama Nezuko didalam pelukannya sambil memegang erat haori Tomioka-san.
Shinobu tidak mengatakan apapun. Dia tidak dapat mengatakan apapun sehingga dapat duduk di kursi di sebelah ranjang Tanjiro-kun dan mengusap-usap punggung anak itu dalam diam.
"Terima kasih, Kocho. Kau teman yang baik."
"Jaga dirimu."
Shinobu ingin tertawa kosong. 'Bagaimana bisa kau menganggapku sebagai temanmu, Tomioka-san? Teman seperti apa yang melupakan kematian temannya?' pikirnya, diam-diam membiarkan setetes air mata jatuh membasahi pipinya.
.
.
.
END.
.
.
.
Omake.
Kyojuro dan Tanjiro menatap isi kotak yang dibawa oleh Shinobu dari kediaman Pillar Air dengan ekspresi tidak percaya.
Didalam kotak itu berisi tumpukan kertas surat yang tidak pernah Tomioka Giyuu kirimkan. Ada beberapa jurnal usang, dan juga tumpukan surat yang diterima Tomioka Giyuu selama ini.
Shinobu berkata bahwa Tomioka Giyuu juga mengunjunginya dan memintanya mengambil kotak ini untuk diberikan pada Tanjiro. Shinobu juga mengambil buku berwarna biru kehitaman dari dalam kotak itu dan memberikannya pada Kyojuro, menjelaskan bahwa Tomioka Giyuu ingin Kyojuro menerimanya.
Tanjiro kembali menangis, terutama ketika membaca jawaban Tomioka Giyuu atas surat-suratnya selama ini. Sedangkan Kyojuro tertegun ketika membuka asal halaman jurnal yang diberikan Tomioka Giyuu padanya.
"Aku akan meninggalkan kotaknya disini. Simpan dengan baik, Tanjiro-kun." Shinobu bangkit dan keluar, meninggalkan Tanjiro yang kini menangis dan Kyojuro yang terpaku pada kalimat yang ditulis oleh Tomioka Giyuu.
.
.
.
xx-xx-xxxx
Aku jatuh cinta pada Rengoku Kyojuro.
Aku tidak tahu kapan dan bagaimana caranya, tapi dadaku selalu berdebar ketika bersama dengannya.
Aku tidak dapat mengatakannya pada Rengoku, mungkin dia akan membenciku seperti yang lainnya jika aku mengatakannya, dan aku tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya.
Dia adalah orang yang cerah, Rengoku Kyojuro. Seperti matahari, menghangatkan jiwaku yang sudah lama membeku.
xx-xx-xxxx
Dia mengajakku makan dan berbicara. Aku sangat senang, tapi aku tidak tahu bagaimana cara menanggapi perkataannya.
… dia terlihat kecewa.
Maaf, aku tidak tahu harus mengatakan apa, tapi aku suka mendengarnya berbicara.
Kyojuro menutup jurnal Tomioka Giyuu. Dia akan membacanya disaat dia sedang sendirian. Hal yang dikatakan oleh mendiang Pillar Air didalam jurnal itu terlalu privasi dan Kyojuro tidak tahu harus menyesal atau sedih.
'Maaf, Tomioka, aku menghargai perasaanmu, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa membalasnya atau tidak.' Pikir Kyojuro, menepuk puncak kepala Tanjiro dan pergi untuk menjernihkan pikirannya. 'Satu yang pasti, aku berharap semoga kau bahagia, Tomioka. Terima kasih, dan maafkan aku karena gagal melindungimu.'
.
.
.
END.
A/N;
Oke, awalnya aku ingin Giyuu yang tidak menyadari kalau dia sudah mati, tapi setelah dipikir lagi, sepertinya bagus kalau dia datang dan mengucapkan salam perpisahan.
Fanfiksi ini bisa dibilang sebagai bagian dari [Tomioka Giyuu And Prisoner Of Fate], tapi bisa juga tidak karena ada beberapa hal yang jelas berbeda.
Endingnya sangat gantung, karena aku sendiri tidak tahu harus memberi ending yang seperti apa. Dan jujur saja aku ngebut membuat fanfiksi ini (aku mulai mengetiknya di jam 17.35 WIB tadi dan sekarang sudah jam 20.30 WIB).
Baiklah, itu saja. Terima kasih sudah membaca fanfiksi ini dan sampai jumpa di fanfiksi lainnya.
Salam,
Ziandra Amaela.
5 Juli 2023.
