Family

Summary: Walau tidak sedarah, Naruto hidup dengan nyaman bersama keluarga angkatnya.

Disclaimer: Naruto. Date a Live. Hanya dimiliki oleh pembuatnya masing-masing.

Warning:

Summary hampir gak sesuai dengan isi cerita. Adult scene. Lemon. Lime. OOC. Anal. Squirting. Alternative Universe.

I Hope You All Enjoy This Story :)

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dalam rumah ini pada sore hari, Naruto terlihat menyaksikan acara lucu di televisi seraya duduk di sofa. Kebetulan karena dia tidak mempunyai kegiatan apapun, maka bersantai adalah pilihan yang tepat menurutnya. Kemudian, dua orang gadis datang menghampirinya dengan membawa buku tulis, mereka adalah adik angkatnya.

"Nii-san, bisa tolong bantu kami dengan ini?"

"Kami kesulitan, Nii-sama."

Naruto tersenyum pada mereka. "Tentu saja, Mukuro, Mio, coba tunjukkan pekerjaan rumah kalian padaku."

Mereka adalah Mio dan Mukuro, adik angkatnya. Keduanya datang ke rumah ini bersama ibu mereka yang kebetulan menikah lagi dengan ayah Naruto.

Namun, secara mengejutkan, ayah Naruto meninggal dunia setelah seminggu menikah karena penyakit jantung. Meski begitu ibu angkatnya, Reine, tidak keberatan merawat Naruto. Karena sudah besar dan pengertian, Naruto juga telah menerima Reine sebagai ibu keduanya.

Dengan kata lain, keluarga ini hidup aman dan bahagia tanpa ada konflik di antara mereka.

"Ya."

"Baiklah."

Mio dan Mukuro menunjukkan isi buku mereka dengan sepenuh hati. Sambil memegang pensil, Naruto memeriksa setiap jawaban mereka, mencoret yang salah dan menambahkan rumus yang kurang. Naruto menyerahkan buku ini kepada pemilik aslinya.

"Aku sudah menandai mana yang salah dan mana yang perlu ditambahkan rumus lagi. Jika ada yang tidak dimengerti tanyakan saja lagi padaku."

Mereka berdua mengangguk dengan antusias. Mio dan Mukuro mengecup pipi Naruto.

"Terima kasih banyak, Nii-san."

"Nii-sama, terima kasih atas bantuannya."

Naruto tertawa kecil.

"Sama-sama. Kita ini keluarga jadi wajar membantu satu sama lain," katanya.

Mukuro dan Mio tersenyum lebar lalu beranjak ke kamar mereka. Setelah kepergian keduanya, Reine berjalan melewati Naruto dengan membawa keranjang pakaian. Naruto memperhatikan hal ini.

"Biarkan aku saja yang angkat jemuran, Kaa-san istirahat saja."

"Tidak masalah, Naruto. Kaa-san bisa mengatasi ini."

"Khusus hari ini. Ya? Ya?"

Reine menghela nafas, tapi senyum tipis terlihat di wajahnya. Reine menyerahkan keranjang pakaian pada putra angkatnya itu.

"Kau terlalu baik terkadang," ujarnya.

Naruto menerima keranjang pakaian itu. "Aku hanya berniat berbakti pada orang tua saja. Tidak ada yang salah, bukan?"

"Hmm, ketika kau memikirkan dari sudut pandang lain, Kaa-san pikir kau benar."

Naruto menyengir, pergi keluar dan mengambil setiap tipe pakaian yang ada, kembali masuk ke dalam sebelum menyerahkan keranjang pakaian pada Reine.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

Reine melangkah menuju tangga, berniat ke lantai atas untuk menyetrika pakaian. Naruto kembali menyaksikan televisi.

Beberapa waktu terlewat, Naruto mematikan TV dan melihat kedua adiknya itu turun tangga dengan pakaian rapi. "Wah, ada yang mau double date rupanya."

Mukuro dan Mio cemberut.

"Nii-san, candaanmu itu tidak lucu."

"Humormu buruk, Nii-sama."

Naruto menggaruk pipinya, mengatakan.

"O-Oh, maaf, aku salah rupanya, tapi jujur saja, kalian sudah mencapai usia di mana punya kekasih itu hal yang wajar. Kalian itu cantik, jadi lelaki mana saja pasti senang bisa punya pacar seperti kalian."

Mereka tersenyum dengan ekspresi senang.

"Meski benar begitu, tapi kami hanya milik Nii-san seorang. Benar begitu, Mukuro?"

"Benar sekali, Mio."

Naruto tertawa canggung.

"Sekarang siapa yang punya humor buruk di sini."

Mereka masih tersenyum sebelum pergi ke pintu depan. Naruto mengamati kepergian mereka lalu menghela nafas.

"Tadi itu hampir saja," gumamnya.

Mengenai hubungannya dengan dua adiknya, Naruto memang pernah berhubungan badan dengan Mukuro dan Mio, tapi itu setelah kejadian di mana dirinya menyelamatkan mereka dari penjahat kelamin dulu.

Mungkin karena hal tersebut, Mukuro dan Mio menjadi jatuh hati kepada kakak angkatnya itu, dan tidak keberatan melakukan aktivitas seksual dengannya. Akan tetapi, Naruto sedikit was-was dengan mereka berdua, karena tidak jarang Mukuro dan Mio terlalu agresif saat melakukan seks dengannya.

Oleh sebab itu, Naruto terkadang mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan sesuatu, dan sampai sekarang metode ini cukup berhasil.

Menunggu sejenak, Naruto mengamati jam dinding, berdiri dari sofa sebelum melangkah keluar dari ruang tamu. Naruto menatap ke jendela dan menyadari kalau kedua adiknya sudah pergi jauh.

'Sekarang tinggal mencari Kaa-san.'

Naruto berjalan ke ruang dapur. Di sini, dia melihat Reine sedang minum sembari duduk di kursi, menyadari kehadirannya lalu meletakkan cangkir di meja. Reine bertanya.

"Mio dan Mukuro sudah berpamitan tadi?"

"Ya, mereka bilang akan pergi nonton film bersama teman-teman perempuan mereka," jawab Naruto.

"Hmm."

Reine membuka pintu kulkas dan 'melihat' isinya. Merasa 'penasaran', Naruto mendekati Reine, berdiri tepat di belakang ibu angkatnya itu. "Kaa-san sedang mencari apa?"

Reine memeriksa setiap sudut, lalu berbicara.

"Sosis, tapi sepertinya tidak ada. Apa kau punya 'sosis', Naruto?"

Naruto menurunkan celananya, bergerak sedikit lebih dekat, lalu menggesekkan 'sosis'nya pada bokong Reine yang masih dibalut celana panjang.

"Aku punya, tapi memangnya ini 'sosis' yang dicari Kaa-san?"

Menutup kulkas, Reine memutar badan sebelum melihat 'sosis' yang dibicarakan Naruto, lalu mengangguk.

"Ya."

Reine tanpa ragu mengocok penis Naruto dengan tangan kanannya. Mendesah pelan, Naruto bergerak mundur lalu duduk, menyukai bagaimana jari lentik Reine memanjakan alat kelaminnya. Belum cukup, Reine mencium Naruto tepat di bibirnya. Mereka berciuman dengan lembut dan penuh kasih. Sudah lama seperti itu, Reine berlutut kemudian mengulum penis Naruto. Naruto gemetar saat merasakan penisnya diisap oleh ibu angkatnya itu.

"K-Kaa-san, mulutmu hebat seperti biasanya, 'ttebayo."

Reine menyembunyikan senyumannya, lebih memilih fokus menikmati 'sosis' yang sedang diisapnya ini. Merasa cukup, Reine mengeluarkan penis Naruto dari mulutnya, mengocok itu sambil bertanya.

"V atau mulut?"

"V-V."

Mengangguk, Reine segera menurunkan bawahannya dan membiarkan itu jatuh di lantai, naik ke pangkuan Naruto sebelum membanting pinggulnya ke bawah. Mereka mendesah saat penyatuan ini berhasil. Setelah beberapa saat, Reine mulai bergerak, menggerakkan pinggulnya secara naik-turun dan menciptakan sensasi nikmat pada alat kelamin masing-masing. Membiarkan Reine berbuat sesuka hatinya, Naruto memutuskan untuk melakukan hal lain. Reine mendesah sedikit tapi senyumannya muncul.

"Mmnn, jangan berhenti, Naruto~"

Naruto menyengir dan meneruskan aksinya; yaitu meremas pantat seksi ibu angkatnya itu. Masih menggerakkan pinggangnya, Reine mengecup bibir Naruto lagi, tapi kali ini jauh lebih agresif dari sebelumnya. Mereka berciuman sambil menjilat lidah masing-masing. Karena kebutuhan oksigen, Naruto dan Reine menghentikan aksi mereka. Naruto berbicara.

"Kaa-san, bagaimana kalau kita pindah posisi?"

"Hmm, baiklah."

Berhenti bergerak, Reine turun dari pangkuan putra angkatnya itu sebelum berdiri menghadap meja makan, kemudian secara 'tidak sengaja' menggoyangkan bokong seksinya. Naruto menjadi lebih bergairah dan menampar pantat Reine sebagai responnya. Reine mendesah pelan saat diperlakukan seperti itu.

"Kalau dipikirkan lagi, bokong Kaa-san terlalu berbahaya, 'ttebayo."

"Maksudmu berbahaya untuk kesehatan 'sosis'mu?"

"Yup."

Merasa cukup, Naruto mengarahkan penisnya ke arah liang kewanitaan Reine, dengan sekali percobaan akhirnya masuk seutuhnya. Terdiam sebentar, Naruto secara perlahan menggerakkan pinggulnya maju-mundur, menyentuh lokasi kenikmatan yang hanya bisa disentuh Naruto junior saja. Reine menerima penetrasi yang dilakukan anak angkatnya itu, karena saat ini, dia yang memegang kendali atas permainan nakal mereka. Semakin lama, Naruto semakin keras menggenjot liang kewanitaan Reine, menyukai sensasi hangat dari vagina yang menjepit kuat penisnya. Tak jarang Reine mengerang ketika Naruto mencapai titik sensitifnya.

Plak. Plak. Plak.

"Ahh~ ah~ ahn~"

Plak. Plak. Plak.

"Ah~ mmn~ ahh~"

Plak. Plak. Plak.

"Ahn~ ahh~ ahh~"

Pada akhirnya, keduanya merasakan sesuatu.

"K-Kaa-san, aku akan keluar."

"Y-Ya, bersama-sama."

Mereka mendesah panjang ketika orgasme bersamaan. Ekspresi puas nampak di wajah mereka. Dengan hati-hati, Naruto mengeluarkan penisnya lalu memperhatikan cairannya menetes dari sela klitoris Reine. Reine ikut memperhatikan hal ini.

"Mungkin aku harus mandi setelah ini, setelah membersihkan lantai tentunya," ujar Reine.

"Aku juga belum mandi," sahut Naruto.

"…"

"…"

Naruto dan Reine melirik satu sama lain. Senyuman berkembang di wajah mereka.

.

.

.

"Kaa-san, oppaimu yang terbaik."

"Y-Yeah, Kaa-san senang kalau kau suka."

Dalam ruang kaca ini, dengan kondisi tak ada sehelai benang pun di badan mereka, Naruto meremas payudara besar Reine dari belakang. Tak hanya meremas, Naruto juga memilin bagian puting susu Reine, dia melakukan ini demi meningkatkan gairah ibu angkatnya itu. Di sisi lain, Reine hanya menerima perlakuan mesum Naruto terhadap tubuhnya, sama sekali tidak keberatan dengan ini semua.

"Mmn, remas mereka lebih kuat, putraku~"

"Siap nona seksi."

Dengan sigap, Naruto meremas buah dada ibu angkatnya itu dengan lebih keras dan agak kasar, menghasilkan desahan nakal dari mulut Reine. Karena di sini terdapat kaca, Naruto bisa melihat ekspresi wajah Reine dengan begitu jelas, dan hal tersebut membuatnya terangsang sekali. Membiarkan payudaranya dimainkan seperti itu, Reine menyelipkan jarinya ke bawah, menggosok celah vaginanya yang terabaikan dari tadi. Mereka seperti ini untuk beberapa saat.

Setelah cukup lama, Reine berpikir ini sudah waktunya.

"Karena sudah sejauh ini, mungkin sudah saatnya kita ke menu utama sekarang."

Ketimbang merespon, Naruto masih fokus meremas payudara besar Reine, menyukai betapa menggodanya mereka. Reine kebingungan dengan sikap anak angkatnya itu.

"Naruto? Kenapa kau diam saja?"

Seiring waktu berjalan, Reine mulai merasakan sensasi gatal di liang kewanitaannya, lalu mencoba menghilangkan itu dengan jarinya. Namun, sebanyak apapun Reine mencoba, rasa gatal ini tidak berkurang dan berubah menjadi tidak nyaman.

"S-Sayang, apa kamu tidak mau m-merasakan lubang hangat Kaa-san lagi?"

Naruto hanya diam, tetap meremas buah dada Reine dan kali ini menggelitik bagian puting susunya. Pada titik ini, Reine semakin menderita karena sensasi gatal yang terasa, dan itu ditunjukkan dengan sedikit cairan yang keluar dari celah vaginanya.

"N-Naruto, Kaa-san sudah tidak tahan lagi. Kaa-san ingin penismu mengacak isi vagina Kaa-san sekarang. Kaa-san mohon-AHH!"

Naruto langsung mendorong penisnya masuk ke dalam liang kewanitaan Reine. Tanpa memberi peringatan, Naruto menggenjot vagina ibu angkatnya itu dengan kencang dan brutal. Diserang kenikmatan bertubi-tubi, Reine tidak mampu melakukan apapun kecuali mendesah sangat keras, dirinya bahkan tak memikirkan volume suaranya yang terlalu kencang saat ini.

Plak. Plak. Plak.

"AHH! AHN! AH!"

Plak. Plak. Plak.

"AHH! MMN! AHH!"

Plak. Plak. Plak.

"AH! AH! AKU KELUAAAAAAR!"

Tubuh Reine bergetar pertanda dirinya sudah keluar. Meski begitu, desahan ibu angkatnya itu tidak berhenti begitu saja, bahkan semakin menjadi-jadi tatkala Naruto mengganti target lain, yaitu lubang bokongnya. Naruto memeluk Reine sambil menggenjot anusnya tanpa ampun.

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"AHH! AHN! AH! AHN! AHH!"

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"AHH! MMN! AHH! AH! AHH!"

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"AH! AHN! AHH! AH! AHHHHH!"

Reine keluar lagi untuk kedua kalinya.

Tanpa ragu, Naruto menurunkan pinggang Reine hingga berada di atas tubuhnya, dengan cepat mengisi kembali lubang bokongnya tapi kali ini menggenjot ke atas. Ibu angkatnya itu merespon dengan membanting pinggulnya seirama dengan Naruto. Meski begitu, desahan Reine tak berkurang sama sekali, terlebih kondisinya sekarang yang terlihat di kaca dengan rambut berantakan, rona merah di pipi, dan keringat mengalir di antara belahan dadanya. Semua itu tampak seksi di mata Naruto.

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"AH! AHN! AHH! AHN! AHH!"

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"MMN! AHH! AH! AH! AHH!"

Plak. Plak. Plak. Plak. Plak.

"AHH! AHN! AHH AH! AHHHHHHHHHH~!"

"OHHHHHHHH!"

Naruto keluar di dalam anus Reine, di saat bersamaan, Reine ikut keluar dengan air yang tiba-tiba keluar dari vaginanya. Naruto memahami kejadian tersebut sebagai squirting.

"Haah … haah … haah …"

Reine kelelahan, tapi kepuasan terpancar dari wajahnya.

"K-Kaa-san, bisakah kau berdiri?"

"Y-Ya, sebentar."

Reine memaksakan dirinya untuk berdiri. Kemudian, dia mengerang pelan saat sesuatu mengisi liang kewanitaannya.

"N-Naruto…"

"I-Ini tidak akan lama."

Naruto menggenjot vagina Reine, tapi tidak seperti sebelumnya, ini tampak pelan dan lembut. Reine merasakan kehangatan di bawah sana.

"Haah, selesai juga akhirnya."

Naruto mengeluarkan penisnya dari vagina ibu angkatnya itu, mengabaikan cairan yang menetes keluar dari sana. Reine beralih pada Naruto dengan sebelah alis terangkat. "Kau belum puas sampai mengisi dua lubang Kaa-san, hm?"

Naruto tertawa canggung. "Aku jarang memakai yang bokong, jadi kupikir tak ada salahnya kali ini."

"Bahkan sampai membuat Kaa-san memohon. Anak yang kejam sekali kau ini."

"Hehe, bilang begitu tapi Kaa-san menyukainya, bukan?"

Reine menghela nafas, tapi kemudian tertawa kecil.

"Sudahlah, kita kemari untuk mandi, bukan untuk olahraga keringat."

"Siap Kaa-san."

Mereka berciuman ketika shower menyala.

.

.

.

Berada di ruang tamu, Naruto dan Reine menyaksikan film sambil duduk di sofa. Posisi mereka tampak romantis, dengan Reine meletakkan kepalanya di bahu Naruto, dan mereka berpegangan tangan satu sama lain.

Kalau boleh jujur, alasan mengapa Reine menikahi ayah Naruto karena dirinya berpikir bahwa dua putrinya masih membutuhkan figur seorang ayah. Ayah Naruto juga menikah dengan Reine sebagai hubungan bisnis, bahkan saat malam pertama pernikahan mereka, dia lebih memilih pergi bekerja ke luar kota daripada menghabiskan waktu dengannya.

Akan tetapi setelah dicari tahu, rupanya ayah Naruto mempunyai kekasih simpanan, dan itu berjumlah lebih dari satu. Meski begitu, usai kematian ayah Naruto, semua kekasih simpanannya datang berkunjung ke rumah ini dan 'menagih' harta warisan.

Namun, karena mereka bukan pasangan sah dan hanya teman ranjang, Naruto dengan mudah mengusir mereka dengan bukti kotor dan ancaman yang tidak main-main. Sehingga pada akhirnya, mereka menjadi takut dan tidak berani menginjakkan kaki mereka ke rumah ini lagi.

Kembali ke topik, setelah hanya ada Naruto saja di rumah sebagai satu-satunya laki-laki, entah mengapa Reine menjadi lebih terikat dengan putra angkatnya itu.

Tidak hanya sudah dewasa, Naruto juga sudah bekerja sebagai seorang pembuat komik dan mampu meringankan beban Reine dalam urusan finansial mereka. Ini tidak membantu ketika Naruto lebih perhatian dengan mereka bertiga ketimbang ayahnya.

Sampai suatu ketika, Reine menjadi lebih berani mendekati Naruto dan berhubungan badan dengannya, dan itu membuatnya menyadari kalau dirinya sudah jatuh hati terhadap putra angkatnya tersebut.

Reine mengerutkan alis.

"Aneh, kenapa ada humor jeruk makan jeruk di kartun anak-anak?"

Naruto menggaruk pipinya. "Setidaknya ini hanya iklan, entah apa yang terjadi kalau dibuatkan versi lengkapnya."

Reine menghela nafas, mendengar bunyi telepon rumah lalu mendekati meja sebelum mengangkat panggilan. Tidak lama kemudian, Reine duduk lagi dan memberitahu Naruto.

"Mio dan Mukuro bilang mereka akan menginap di rumah teman mereka."

"Oh, begitu rupanya."

Mereka menonton lagi. Setelah film tamat, Reine beralih ke jam dinding lalu beranjak dari sofa. Naruto memperhatikan hal ini.

"Kaa-san mau tidur?" tanya Naruto.

"Ya, hari sudah malam dan Kaa-san juga sedikit mengantuk."

"Kebetulan aku juga mengantuk."

Reine terangkat sebelah alisnya, tapi kemudian tersenyum. Naruto menyengir sebagai balasannya.

"Baiklah."

Keduanya pindah ke salah satu kamar tidur di rumah ini. Setelah melepas pakaian, Reine naik ke pangkuan anak angkatnya itu, sementara Naruto duduk di tepi kasur. Naruto mengisap puting susu kanan Reine dengan antusias, tidak lupa meninggalkan beberapa cupang. Mengerang, Reine menekan kepala Naruto lebih dekat dengan buah dadanya.

Naruto dikejutkan dengan pintu yang tiba-tiba terbuka.

"Kami juga mau ikutan!"

Mio dan Mukuro berdiri tanpa sehelai benang pun di tubuh mereka. Naruto gelagapan saat ini.

"E-Eh? B-Bukannya kalian menginap di rumah teman?"

Mio berseri.

"Kami menipumu. Benarkan, Mukuro?"

"Benar itu, dan Muku juga senang saat Kaa-san mau membantu kami."

"Kaa-san?!"

Reine hanya tersenyum ke arah putra angkatnya itu.

"Jangan khawatir. Kami hanya akan memperkosamu semalaman."

Naruto menelan ludah, terlebih lagi ketika dia melihat Mio dan Mukuro berjalan ke arah kasur dengan ekspresi lapar di wajah mereka.

Bukan tanpa alasan dia selalu menghindari kontak fisik dengan Mio dan Mukuro. Namun, kali ini, Naruto tidak bisa kabur lagi seperti dulu.

"Bersiaplah, Nii-san~"

"Nii-sama, Muku datang~"

Mereka menerjang Naruto.

"KYAAAAAAAAAAAAAAA!"

...

Dengan antusias, Mio membanting pinggulnya ke bawah, dan dirinya keluar untuk kesekian kalinya. Sementara itu, Mukuro dan Reine bekerja sama dalam memberikan banyak cupang di badan Naruto, anus dan vagina mereka berdua tampak menetes dengan cairan sperma.

"K-Kapan ini selesainya?"

Walau demikian, Naruto terlihat pucat wajahnya. Mereka tersenyum lebar pada Naruto.

"Sampai kami puas tentunya~" kata mereka dengan nada aneh.

Naruto hanya tertawa canggung.

Ini akan menjadi malam yang sangat panjang baginya.

Pasti itu.

[E-N-D]

A/N: definisi keluarga bahagia, mungkin, wkwk ;)