Author's note: Tanpa banyak bacot, inilah halaman kedua kisah kumpulan mahasiswa madesu kita! Semoga kalian menyukainya.
.
.
Attack on Titan/Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime
LANTAI 13 APARTEMEN LOKE © La Maylani
Characters: Ada enam tokoh utama dalam fanfic kita kali ini. Pertama, sang Flower Boy alias Armin Arlert. Kedua, salah satu anggota trio Marley, sang Barbarian Girl alias Annie Leonhart. Ketiga, The Rock(?) versi kekurangan maskulin alias Connie Springer. Keempat, Luffy versi wanita (kalau soal makan) alias Sasha Blouse. Kelima, wanita paling narsis di dunia alias Hitch Dreyse. Terakhir, sang Nadeshiko-chan alias Frieda Reiss.
Karakter-karakter lain menjadi tokoh pembantu dalam menyempurnakan aksi gila keenam orang ini. Penulis tak bisa menyebutkan siapa saja mereka satu per satu karena Penulis malas ngetik.
Notes: Peringatan dari Penulis, para pembacaku tersayang. Beberapa tokoh punya sifat seperti di anime, tapi juga ada yang OOC (Out of Character). Katakanlah supaya tidak terpaku pada karya pengarang aslinya. Meski begitu, dilarang protes, ya. Jika ada yang protes, Penulis akan smackdown pelakunya. Kita hanya perlu bersenang-senang!
Jangan malu-malu berkomentar. Kenapa? Umm... lebih baik baca profil Penulis, deh. Biar langsung paham. Oh, Penulis akan senang sekali jika kalian meng-klik follow dan favorite.
Tidak boleh memposting ulang fanfic ini dan fanfic Penulis lainnya di media sosial manapun atau dengan cara apapun tanpa izin Penulis, La Maylani. Dulu nama pena Penulis itu Josephine Rose99. Kenapa diganti? Tak ada alasan. Ingin saja :D!
.
.
.
.
.
LANTAI 13 APARTEMEN LOKE
HALAMAN DUA
MISI SUCI FRIEDA
By La Maylani
.
.
.
Biasanya Frieda tidak pernah selelah ini setelah pulang dari kampus. Ya, thanks to bocah-bocah jahanam yang melakukan hal-hal jahanam di tengah malam jahanam. Sialan. Hampir saja dia tidur cantik di tengah kuliah. Mana mungkin dia merelakan statusnya sebagai mahasiswi teladan berkat satu kesalahan sepele. Untung saja trik menarik kelopak matanya dengan penjepit berhasil seratus persen. Walau jadinya dia dipandang sweatdrop oleh teman-temannya.
Bicara soal teladan, gadis ceria dan energik sepertinya tak lupa memenuhi tanggung jawabnya selaku pemilik apartemen. Selalu mengerjakan pekerjaannya sebagai pemilik apartemen seperti mengatur bawahan membersihkan lorong lantai, membuang sampah, atau tugas lainnya seusai berganti pakaian begitu kembali. Ternyata oh ternyata, kali ini dia harus menunda semua itu berkat satu kewajiban dan tanggung jawab lain yang tidak pernah absen dari daftar tugasnya setelah mewarisi apartemen ini dari sang Ayah.
Meningkatkan kekebalan telinga terhadap keluhan penghuni.
"Frieda, ini tidak bisa dibiarkan lagi! Lakukan sesuatu pada lima bocah sialan itu! Kami sampai menjuluki lantai tempat mereka tinggal dengan lantainya para preman, tahu!" belum lagi dirinya melangkah masuk ke lantai satu, dia sudah dicegat oleh kumpulan massa yang sudah pegal berdiri menunggu kepulangannya di luar. Walhasil, jadilah ini bengong persis keledai dungu.
Serius? Secepat inikah dia harus menghadapi demo Ibu-Ibu? Dia bahkan belum meletakkan tas dan mengganti pakaiannya yang sudah dipenuhi aroma keringat busuk.
Sebenarnya apa yang dilakukan bocah-bocah itu selagi dia di kampus?
Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk menanyakannya. Maksudnya, sudah dapat dipastikan ulah apa yang mereka perbuat, 'kan? Makanya Frieda otomatis bungkuk-bungkuk minta maaf sampai Penulis yang melihatnya pun ikutan pegal.
"Ma-maafkan saya! Maafkan saya! Saya akan membicarakan ini dengan mereka!" ujarnya penuh rasa bersalah dan hasrat membunuh.
Eh? Hasrat membunuh? Tolong jangan salah paham. Hasrat membunuh itu bukan ditujukan pada kaum Ibu-Ibu tersebut, melainkan pada dalang kerusuhan ini.
"Kamu adalah pemilik apartemen ini 'kan, Frieda-chan? Mungkin mereka lebih mendengarkan kata-katamu daripada kami."
Kemudian keluhan pun datang satu per satu.
"Lihat ini! Saya sampai menumpahkan sup ikan lautku gara-gara Leonhart sialan itu menginjak-injak lantai kamarnya lagi! Saya kaget, tahu!" ucap seorang wanita emosi sembari menunjukkan pakaiannya telah ternoda oleh sup berkat ulah laknat Annie.
"Mahasiswa botak itu juga hampir menabrak saya pagi ini! Lagian kenapa dia terus-terusan naik sepeda setiap kali turun lantai, hah?" disusul dengan makian wanita lainnya yang menunjuk jidatnya yang benjol akibat nyaris tertabrak sampai kejeduk tembok.
"Dalam dua hari terakhir ini saya juga sering dengar suara ledakan! Itu pasti kerjaan tolol si Arlert! Bisa tidak minta dia melakukan penelitian yang aman tentram bagi penghuni lain?!"
"Tidak, tidak. Itu semua masih lebih baik! Yang lebih laknat itu HITCH! GADIS SIALAN ITU! DIA MEMBELI MAJALAH-MAJALAH PORNO LAGI, YA!? DAN KALAU MEMANG INGIN MEMBELI, SETIDAKNYA BAWA BUKU-BUKU NISTA ITU KE KAMARNYA! KENAPA PULA DIA TINGGALKAN DI MEJA TAMU LANTAI LAIN!? SAYA SHOCK MELIHAT ANAK-ANAK PENGHUNI LAIN MEMBACA BUKU ITU TANPA TAHU TUJUANNYA APA!" no comment kalau untuk satu ini.
"Apa maksudmu? Sasha juga, ya! Makanan buatannya yang sering dia bagikan itu lebih beracun daripada makanan kedaluarsa! Belum lagi masakan gagalnya yang dia letakkan di penampungan sampah di depan apartemen! Saya yang tinggal di lantai satu tidak nyaman dengan bau busuk dari sana!"
Ohooo. Jadi itu lagi masalahnya? Tak ada variasi tapi tak pernah berhenti.
Mati-matian Frieda menahan setetes mainly tears untuk mendramatisasi situasi ini. Hanya mampu tersenyum pahit sekaligus memikirkan rentetan rencana pembantaian demi menyelamatkan kondisi psikologis semua penghuni di gedung tersebut. Termasuk dia tentunya. Tidak lucu 'kan, kalau mahasiswi jurusan psikologi malah gila duluan sebelum lulus?
"Bocah-bocah sialan itu! Kenapa tidak ada satu hari penuh kedamaian dalam hidupku sejak aku mengurus apartemen ini!?" Frieda mengirim sumpah serapah dalam hati, "Pokoknya aku harus cepat. Kalau aku memang ingin hidup bahagia disini, aku harus segera mengurus lima tokek kayu lapuk itu!"
Sekadar informasi, Frieda rupanya sudah memiliki rencana begitu selesai mengurus kelima mahasiswa sinting itu dini hari tadi. Dia memikirkan rencananya seharian bersama 'seseorang' di kampus. Dia tidak mau menunda lagi. Hari ini juga, dia akan mulai mengeksekusi rencana sederhananya, namun punya dampak dahsyat.
Pertanyaannya sekarang...
Apakah akan berhasil semudah itu?
...
~o0o~
...
.
Kamar no. 118 Lantai 13 Apartemen Loke. Pukul 17.10 waktu setempat.
Kediaman Annie Leonhart.
.
Oke, sekarang Annie masuk mode bête.
Apa-apaan ini? Tiba-tiba saja Frieda mengumpulkan mereka berlima alias seluruh penghuni lantai 13 di kamarnya tanpa pengumuman. Masuk seenaknya ke setiap kamar, lalu menyeret mereka satu per satu untuk duduk melingkar di dunia kecilnya ini. Menyebalkan sekali. Padahal dia ingin tidur setelah menyelesaikan tugas lukisan abstraknya. Apa Frieda ini sebuta itu sampai tidak bisa melihat mata Annie sudah satu spesies dengan mata panda?
"Jadi? Apa maumu mengumpulkan kami, Nee-san?" Connie menjadi perwakilan dari setiap suara hati manusia di ruangan itu.
"Dan haruskah di kamarku?" sambung Annie ogah-ogahan.
Mendengar nada kurang menyenangkan dari gadis blondie cuek itu, Frieda mau tak mau melirik jengkel padanya, "Annie, aku tak ingin meladeni protesmu sekarang," katanya sambil menunjuk wajah Annie dengan jari telunjuknya. Mana kuteksnya belum dihapus lagi. Hampir saja mata sinis Annie kecolok jari kotor itu, "Nah, tujuanku mengumpulkan kalian berlima disini adalah demi kelangsungan hidup bertetangga di lantai 13 apartemen ini. Niatku suci, 'kan? Suci, 'kan?" lanjut Frieda lagi, kali ini menebahkan dada seolah memberikan bukti bahwa betapa tulusnya dirinya ingin membawakan perdamaian di lantai 13.
Sedangkan Armin lain sendiri. Dia langsung menyingkirkan kepercayaan diri Frieda dengan melirik tajam ke arah Annie, "Hidup bertetangga di lantai ini akan terwujud setelah wanita gaib ini pergi dari sini," ejeknya malah memperkeruh atmosfer.
Mengetahui bahwa identitas 'wanita gaib' itu adalah dirinya, Annie langsung senewen, "Boleh aku membunuhnya sekarang?"
"Oi, Armin, Annie! Kalian bisa diam dulu, tidak?" sergah Frieda pamer gigi monster sebelum dua orang tersebut siap saling bantai, persis Ibu-Ibu melerai anak-anaknya, "Kalian tidak lihat wajah seriusku ini? Masalah ini lebih penting dibanding pertengkaran kalian, tahu! Lagipula kenapa kalian selalu bertengkar setiap kali bertemu pandang? Kalian ingin memberiku penyakit hipertensi atau apa?"
"Sepenting itukah? Mengganggu istirahatku saja..." Hitch benar-benar tidak bisa memantau situasi, saudara-saudara. Kalimat cari matinya ini akhirnya disambut lemparan high heels Frieda yang menancap telak di lubang hidungnya. Jadilah gadis ini bercucuran darah di lantai.
Dasar lima bocah ini. Tidak ada satupun mau menaruh hormat padanya! Frieda pun menggeram. Hampir saja emosinya meledak dalam satu serangan jika dia tidak mengucapkan mantra menenangkan batin. Lama-lama dia perlu menemui Ayahnya untuk menghapusnya dari garis suksesi apartemen terkutuk ini.
"Aku lapaaaaarr..."
Benar saja. Baru saja dia berpikir begitu, di ujung sana Sasha tidak menaruh perhatiannya sama sekali pada kata-katanya karena sibuk mengelus perutnya. Gadis itu benar-benar tidak peduli. Empat persimpangan merah akhirnya muncul di dahi Frieda.
Sama seperti Frieda, Connie juga merespon kasar, "Kau baru makan lima menit lalu, gadis kentang!"
"Kau bicara apa, Connie? Sepiring cumi-cumi bakar, sebungkus kentang goreng, dan lima bungkus keripik kentang barusan itu hanya cemilan. Itu bukan hidangan utama."
"Hah!? Apa kau tidak bisa melihat perutmu sudah membengkak sekarang? Sebenarnya standar konsumsimu itu bera—"
"SUDAAAAAARRRRGGGGGHHHH!" jiah. Frieda malah nge-rock di saat paling tidak tepat, "Dengarkan aku, dasar anak-anak iblis! Aku mendengar laporan dari penghuni kamar lain tentang kalian yang tinggal di lantai ini! Apa kalian tahu? Lantai ini sampai dijuluki lantainya para preman! Buat malu! Makanya kalian perlu saling mengakrabkan diri supaya julukan jelek itu hilang seiring waktu!" lanjutnya sambil mengatai kawanan juniornya yang dia sebut anak-anak iblis.
Mendengar julukan absurd tersebut membuat Connie harus berpikir ulang 1000 kali. Dia yang sudah dicap buruk di kampus sebagai pria tidak laku, kali ini dia tidak mau dicap buruk di bidang lain. Ini bisa memengaruhi popularitasnya (kalau ada)! "Serius, Nee-san? Oke, sudah kuputuskan! Kurasa lebih baik aku pindah saja dari lantai ini!"
"Tenanglah, Connie. Ini tak ada hubungannya dengan nomor mitos. Kau tak perlu pindah. Tetaplah disini," buru-buru Armin menghalangi niat Connie yang meninggalkannya sendirian. Ya, secara jika Connie pergi, berarti hanya Armin laki-laki yang tinggal di lantai ini, "Lagipula aku yakin lantai ini dijuluki seperti itu berkat keberadaan Annie," sembur Armin judes sambil melemparkan pandangan sinis pada gadis yang kini ikut melotot padanya.
"Haaaaahh?"
Annie kemudian langsung mengaktifkan aura membunuh. Dia berdiri mengambil ancang-ancang, siap menabok wajah memuakkan sang jenius seantero PIT dengan tinju saktinya. Namun sebelum tinju itu mendarat fantastis di wajah Armin, Frieda lebih dulu menahan lengannya.
"Stop! Stop! Tahan dulu dirimu, saudariku! Dilarang pakai kekerasan di apartemen keluargaku ini!" lerai Frieda hampir jantungan. Serius, mode sangar Annie ini tak pernah mengeluarkan aura bersahabat pada makhluk hidup apapun.
Masa' sih dia harus menyewa ambulans untuk menjamin keselamatan mereka kalau gadis ini tiba-tiba mengamuk begini? Yah, walaupun sumber masalahnya disini adalah Armin yang tak henti-henti menyindirnya.
Setelah Frieda menarik Annie duduk kembali, dia berkata, "Oke, intinya aku punya ide untuk bisa mewujudkannya. Kita akan bermain sebuah permainan ciptaanku. Permainan kejujuran."
Permainan kejujuran, katanya?
Heeee... permainan konyol dimana pemain mengatakan hal jujur terhadap sesuatu? Apakah itu maksudnya? Benar-benar permainan bocah. Ya, tak heran sih mengingat ini ide Frieda. Maklum, hanya tubuhnya saja yang dewasa, namun level otaknya tak beda jauh dari bocah-bocah yang suka main kelereng di depan apartemen.
Armin menatap Frieda datar, sedatar ketika dirimu menghadapi guyonan garing dari orang-orang tolol di sekitarmu, "Permainan kejujuran?"
"Tulis pendapat jujur terhadap salah satu dari kalian secara bergantian. Segala hal yang kalian ketahui tentangnya. Jadi kita bisa menemukan apa masalahnya kenapa kita tak bisa akrab. Dari kelemahan tiap masing-masing orang, aku bisa memutuskan cara terbaik untuk menyatukan kalian. Mengerti?" sahut Frieda kalem dan (tumben) berwibawa. Ya, dia berwibawa begini karena berpikir lima junior di depannya akan memberi reaksi wow atau terpana, lalu dengan senang hati melaksanakan misi sucinya.
Sayangnya, semua mimpi itu hancur berkeping-keping saat mendengar jawaban mereka, yaitu sebagai berikut:
"Cih. Permainan omong kosong," Connie langsung tepar di lantai dan bersiul-siul tidak jelas.
"Buang-buang waktu tidurku saja," disambung Annie yang melempar dirinya ke ranjang dan segera menarik selimut.
"Aku masih harus melanjutkan eksperimenku," Armin menyusul dengan bangkit dari duduknya, siap meninggalkan tempat kejadian perkara dan pergi menuju lab pribadi.
"Aduh. Laparnyaaaaa..." hiraukan makhluk yang dari tadi asyik kelaparan ini.
"Sudahlah, Nee-san. Daripada melakukan game tidak bermutu ini, bagaimana kalau aku mengundang kalian semua menonton film 21+ terbaru di kamarku?" ini sih Hitch malah sibuk menebarkan virus-virus mesum.
Brengsek.
Mereka bilang apa tadi? Apa mereka barusan memberikan komentar yang telah melukai kokoronya?
BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK!
Mungkin inilah keuntungan Frieda selalu membawa pentungan satpam setiap kali menginjakkan kaki ke lantai terkutuk ini. Selain berfungsi maksimal dalam patroli dadakan, benda jahanam ini juga bisa bermanfaat dalam menampol setiap wajah kelima anak setan. Dan berhasil. Berkat geplakan saktinya barusan, seketika semua pendapat berubah.
"Dengan senang hati, Onee-san!"
"Sejujurnya aku paling suka dengan game begini! Serius!"
"Kurelakan jiwa dan ragaku hanya untukmu seorang, Nee-san."
"Oke, teman-teman! Hari ini juga kita akan akrab satu sama lain!"
"Ja-jadi siapa target pertama kami, Nee-san?"
Akhirnya dia didengar oleh anak-anak sialan ini. Hampir saja dia ingin melancarkan niatnya untuk lompat dari lantai 15. Frieda pun menarik napas panjang. Mengambil keheningan beberapa detik.
"Baiklah. Target permainan kejujuran kita dimulai dari Sasha. Setelah dia, kemudian Armin. Begitu terus searah jarum jam," katanya menunjuk Sasha dan Armin yang duduk di sampingnya.
Disisi lain Sasha terkejut. Siapa sangka dia akan menjadi tumbal pertama dalam permainan buang-buang waktu ini?
"Aku yang pertama?"
"Ini. Selembar kertas dan pena untuk kalian. Masing-masing dapat satu," menghiraukan Sasha yang asyik melongo, Frieda membagikan kertas-kertas HVS beserta pena pada seluruh peserta. Benar-benar persiapan matang, Frieda-sama!
Hitch mengibas-kibaskan kertas tersebut. Memandang ke langit-langit kamar Annie sembari bergumam, "...Pendapat jujur tentang Sasha, ya?"
...
1. Sasha
Hitch: Sasha itu adalah perwujudan tong sampah. Karena bagaimana, ya? Apapun jenis makanannya, itu bisa masuk plus muat ke dalam perutnya. Sampai sekarang saja aku bertanya-tanya; apa ada makhluk di dunia ini yang lebih rakus darinya? Oke, memang ada orang yang hobi makan, tapi tetap saja dia itu memang tak tahu malu. Why? Dulu pernah sekali dia mengatakan padaku kalau dia itu ahli kuliner sejati yang mendedikasikan diri pada kelezatan rasa. Bleh! Bullshit! Apanya yang ahli kuliner? Dia pikir aku tak tahu kalau dia suka mencomot hasil masakan chef setiap kali dia ikut praktikum memasak?
Dia juga suka tuh bawa kentang rebus kemana-mana. Padahal orang-orang adanya juga bawa uang kemana-mana, dia malah bawa kentang. Alasannya sih klise. Supaya dia bisa minta uang dengan puppy eyes setiap kali kelaparan pada makhluk hidup apapun yang berada di sekitarnya. Mending wajahnya tambah chubby atau cute. Wajahnya justru tambah hancur. Tak ada cocok-cocoknya buat ekspresi imut.
Intinya? Intinya bersama Sasha itu hanya membuatmu kehilangan harga diri dan menghilang dari peradaban.
Connie: Nama lengkap bucin makanan itu adalah Sasha Blouse. Keahliannya adalah bisa makan makanan normal sampai makanan abnormal sekalipun. Suka banget bawa kentang rebus kemana-mana. Udah mirip banget dengan Dora the Explorer yang bawa ransel kemanapun dia pergi. Bedanya, tokoh kartun penderita rabun jauh sekaligus budek akut itu bawa barang-barang berguna. Sasha sih out of question. Terus dia itu jauh lebih bego dan rakus dariku dan ini membuatku bersyukur. Bedanya dariku, jika aku selalu ngamuk dikatai bodoh, perempuan itu malah senyum-senyum gila. Pada dasarnya Sasha memang kurang waras.
Jadwal tidurnya sekitar jam 10 malam dan bangun di jam 6 atau 7 pagi, itupun kalau dia tidak mematikan alarm. Sudah begitu, tidurnya mendengkur pula. Tambah lagi, dia juga suka mengupil dimana saja dan kapan saja. Tidur dimana saja dan kapan saja. Bahkan si bodoh ini sering tidur di kelas atau saat di tengah ujian! Pernah sekali diriku mengunjungi wilayah jurusan Sasha dan tak sengaja berpapasan dengan seorang dosen. Tapi ketika aku menyadari sang dosen membawa sekarung bola baseball, aku jadi bingung. Ini sejak kapan kampus kuliner ganti lapak jadi jurusan olahraga? Apalagi setelah aku memberanikan diri bertanya pada si dosen tentang alasannya bawa sekarung bola itu, otak satu digitku semakin tak mengerti setelah si dosen menjawab, "Ini rutinitas saya tiap minggu. Ada mahasiswi saya merelakan diri untuk membantu saya melempar bola strike.". Jujur, aku mendengarnya seolah seperti... what the hell?
Walhasil, aku jadi penasaran, bukan? Dan benar saja. Saat kuikuti diam-diam dari belakang untuk melihat kondisi kelas dosen tersebut, kulihat dosen itu beneran latihan lempar bola dengan kepala Sasha yang tidur di kursinya sebagai sasaran. Gadis kentang yang awalnya tidur malah pingsan. Ck ck ck ck.
Armin: Dulu aku sering menghakimi Eren bahwa tak ada orang di dunia ini yang lebih bodoh darinya, namun aku salah. Setelah kebodohan Sasha 'menyerang', pemikiran itu pun hilang. Terkadang dia juga suka mengikuti tren pakaian para gadis kota yang tak cocok untuknya. Sok imut padahal amit-amit. Paling tak menghargai uang! Setiap mendapat uang jajan lebih, 80%-nya sudah ditransfer ke restoran terdekat. Tapi kalau kita membicarakan Sasha, maka kerakusan adalah sesuatu yang paling mendeskripsikan dirinya. Ini hanya saran, tapi jangan sekali-sekali mentraktir Sasha dalam kondisi apapun. Apa kalian tahu bagaimana rasanya dipandang aneh oleh orang-orang ketika kalian duduk disamping perempuan yang terus meminta menu makanan lain sementara perutnya sudah membuncit layaknya Ibu-Ibu hamil? Serius, itu pengalaman terburuk bagiku. Buat trauma. Jadi sebaiknya kalian pura-pura miskin saja di depannya. Supaya dia tak mengemis makanan setiap kali kentang rebus yang dia bawa kemana-kemana itu habis.
Annie: Hmmm... Begini. Sejujurnya aku tidak sedekat itu dengan Sasha. Makanya aku kesulitan menggambarkan dirinya itu seperti apa. Yah, aku tahu dia sangat rakus. Mulutnya bahkan lebih lebar dari mulut kuda nil kalau soal makan. Apalagi ya sifat Sasha yang paling terkesan menurutku? Argh. Entahlah. Terlalu banyak karakter norak dan tololnya sampai aku merasa bahwa kertas ini bahkan tak cukup untuk menampungnya. Jadi jika kalian begitu ingin tahu soal Sasha, kusarankan cari saja di buku catatan harian Connie. Instingku mengatakan mereka berdua sangat dekat dan sering pergi kemana-mana berdua persis pengantin baru. Dijamin catatan harian itu lebih lengkap dari Attack on Titan Wiki. Baik dari nama lengkap, tanggal dan tempat lahir, sampai hari siklus datang bulan.
Hmmm... apalagi yang kutahu soal Sasha? Oh, dia itu berotak jongkok. Tengkurap malah. Soalnya aku yakin dari 365 hari selama setahun, dia hanya menggunakan otaknya hanya pada saat ujian tengah semester dan ujian semester. Itu pun tidak penuh karena gadis itu punya prinsip 'tidak mencontek sama dengan mati'. Singkatnya? Singkatnya kemampuan otak Sasha Blouse dalam berpikir bahkan lebih menyedihkan daripada seekor Chihuahua.
...
.
"APA-APAAN INI!?" kedua mata Sasha melotot horor, hampir keluar dari tempatnya. Kemudian dia berdiri dan menatap jengkel pada keempat orang nista yang menulis hal-hal nista tentangnya, "KALIAN BERPIKIR AKU SERAKUS ITU SELAMA INI!?"
"Cara makanmu itu seperti babi, tahu. Kau tidak sadar, ya?" Connie menatap Sasha datar tanpa merasa bersalah.
"Apa maksudmu mengatakan itu!?"
"Kenapa kau marah begitu? Memang fakta, 'kan? Tingkat laparmu diatas manusia normal," sahut Hitch kalem.
"Diam kau, Hitch! Kau sendiri bagaimana? Setiap kali kau ikut kencan buta, kau pasti minta ditraktir pihak sana, 'kan? Kau pikir aku tidak tahu? Itu juga rakus namanya!" Sasha menunjuk Hitch dengan jari tengah. Sungguh tidak senonoh, para pembaca.
Tapi bukan Hitch namanya jika dia langsung terpancing oleh provokasi begitu, "Itu lain soal. Sudah sewajarnya laki-laki mentraktir wanita saat kencan," kemudian Hitch pura-pura terkesiap, menutup mulutnya seolah dia baru saja membongkar aib secara tidak langsung, "Ah, maaf. Kau tak mungkin tahu karena kau tak pernah berkencan, 'kan?" begini katanya menghina.
Wajah Sasha memerah. Antara malu atau marah. Mungkin karena sindiran Hitch tepat sasaran. Maklum, gadis penggila makan sepertinya selalu masuk daftar gadis yang harus di-black list setiap kali ada kencan buta dadakan. Sponsor kencan ogah mengeluarkan uang lebih banyak untuk melayani nafsu makan monster gadis ini.
"Hiiiiiitcchhh..." geram Sasha sembari mengkretek-kretekkan jarinya, siap menyerang gadis sialan itu.
Sayangnya niatnya tersebut harus dibatalkan gegara Connie tiba-tiba mengalihkan topik.
"Oi, Annie! Apa-apaan yang kau tulis ini!? Kenapa kau malah membawa namaku di sesi Sasha ini, hah!?" ujarnya melotot sambil menunjuk kertas Annie. Lagipula, apa maksudnya 'pengantin baru' itu? Harga dirinya yang dari awal sudah rendah, semakin direndahkan oleh gadis barbar jurusan Seni ini.
Sedangkan Annie hanya menatapnya malas, "Mau protes? Apa yang kutulis memang benar. Kalian selalu pergi kemana-mana berdua."
"Ya, tapi bukan berarti kami pengantin baru, dasar gadis badak!"
"Siapa yang kau sebut gadis badak itu tadi!?"
"DIAAAAAAAAAAMM!" Sasha langsung menyela dengan teriakan ganas, "Kau tidak ada hak untuk protes, botak sialan! Kau juga sama saja dengan Annie! Berani-beraninya kalian tidak mau menulis hal positif tentangku satupun!"
"Positif? Apa kau bercanda? Hanya orang bodoh yang bisa melihat hal positif darimu! Dan kenapa kau demo soal itu sementara Armin mengejekmu seperti Ibu-Ibu hamil!?" Connie yang tidak terima terus disalahkan, segera menjadikan Armin sebagai kambing hitam.
Disisi lain, Armin shock tiba-tiba dibawa dalam pertengkaran absurd seperti ini. Maka seperti cara Connie, dia juga ikut menyeret tulisan orang lain supaya dia tidak menjadi korban sendirian, "Tunggu! Bagaimana dengan Hitch!? Dia menyebut Sasha tong sampah! Itu lebih buruk dariku!"
Hitch langsung melempar pandangan tidak suka ketika namanya disebut.
"Sasha tak bisa protes karena apa yang kutulis memang benar!" sahut Hitch menaikkan nadanya satu oktaf.
BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK!
Dan lagi-lagi pentungan Frieda memberi gamparan telak kepada setiap kepala bocah-bocah tersebut.
"Ouch!" Annie mengelus-elus kepalanya yang benjol. Kemudian dia melempar pandangan membunuh pada si pemilik pentungan, "Apa yang kau lakukan, perempuan brengsek!?"
BLETAK!
Kembali lagi takdir kepala Annie berakhir di pentungan sakti. Walhasil, gadis itu sekarang tepar tak berdaya. Ck ck ck ck.
Sedangkan Frieda hanya berdiri masa bodoh. Dia tidak memedulikan nasib Annie yang entah masih hidup atau tidak dan justru menyemprot keempat mahasiswa lain, "Kalian ini minta dihajar, ya? Aku sudah katakan tujuan permainan ini adalah untuk membuat kalian semakin akrab, 'kan? Kenapa kalian malah saling berteriak persis Ibu-Ibu tetangga yang tidak terima digosipi satu sama lain?"
"Ta-tapi... Onee-san..." Sasha mencoba membela diri, tapi keburu dipelototi Frieda.
"Dan kamu, Sasha. Teman-temanmu menulis hal jujur tentangmu. Sadar diri sana! Kamu itu memang rakus, tahu! Bisa-bisanya kamu protes tentang kebenaran begitu!" rasanya Sasha bisa mendengar suara imajiner 'jlebb' tepat mengenai dadanya tatkala mendengar Frieda berkata begini.
"Bisakah kita lanjutkan saja, teman-teman? Semakin cepat permainan tak jelas ini selesai, semakin cepat pula kusingkirkan kalian dari kamarku," ini sih Annie tidak bosan-bosannya menantang maut. Beruntung dia berhasil berkelit dari the second attack of gaplokan sakti Frieda.
Sial. Jadi memang tidak ada jalan selain menyelesaikan permainan maut ini. Terpaksa peserta lain ngedumel tidak jelas, menyesali keputusan tidak jelas mereka mengikuti ide tidak jelas Frieda sampai akhir.
"Berarti selanjutnya..." Hitch tidak mampu melanjutkan kata-katanya ketika menyadari bahwa target mereka selanjutnya adalah si pemilik otak terjenius sepanjang sejarah PIT.
Armin yang tahu bahwa seluruh pandangan tertuju padanya bisa merasakan angin dingin datang menyerang. Ditambah senyuman jahat dari Connie, Sasha, Annie, dan Hitch, dia hanya mampu berdo'a semoga pendapat jujur mereka tidak membuatnya berakhir sama seperti Sasha.
...
2. Armin
Connie: Bicara soal Armin, sudah pasti kita membicarakan kejeniusan melebihi Einstein. Tapi sesungguhnya biar aku mengungkap tabir aibnya, yaitu girly. Yup, girly! Armin itu hampir tak ada macho-machonya. Kurasa Ibunya dulu mengidam anak perempuan, namun yang lahir malah laki-laki. Jadilah produknya seperti itu. Laki-laki dengan sifat seperti perempuan. Pernah aku menasihatinya supaya tampil lebih maskulin, tapi dia stay cool. Dia menolak dan kukuh bahwa dia ingin jadi dirinya sendiri. Jujur ya, menurutku itu nonsense banget. Mungkin saja sebenarnya dia itu sudah lama menyimpang dan mengikuti jalan yang ditunjukkan Elton John.
Yang buat aku heran adalah begitu-begitu Armin cukup populer. Fans-nya banyak! Sampai Penulis fanfic nista ini juga ikut sebagai fans garis kerasnya! Benar-benar tak terhitung! Dari fans cewek-cewek kece sampai cowok-cowok girly. Dari muda sampai tua. Dari fans normal sampai fans LGBT. Katanya sih dia kawai. Memang apa yang kawai soal Armin? Ibuku saja bilang aku yang paling kawai sedunia! Karena itu aku berpikir Armin itu seorang homo terselubung. Sederhana sekali, teman-teman. Setahuku sampai sekarang Armin itu tidak pernah jatuh cinta padahal fans-nya bertebaran diluar sana. Hhhh...
Hitch: Di antara lima peserta permainan nista ini, dialah yang paling normal. Dia bisa berpikir jernih, bijak, dan mengoceh tentang teori yang membuat IQ satu digitku linglung. Tapi selain normal, satu hal yang muncul di pikiranku tentang Armin adalah; girly. Baiklah, memang banyak laki-laki girly diluar sana, namun mereka bisa garang sesekali. Rawr~! Masalahnya Armin itu sama sekali tak bisa garang. Gara-gara itu dia sering dicegat cowok-cowok di lingkungan kampus. Seperti; 'Aaaah! Armin-sama, minta nomor teleponnya dong!', atau 'Halo, cantik. Sendirian saja. Mau ditemani?', atau 'Hei, sayaaang~. Kamu menggoda sekali hari ini~'. Sumpah, apa aku salah pilih kampus saat pendaftaran dulu? Ini kenapa lingkungan kampus jadi dipenuhi fans-fans maniak Armin!?
Ada lagi satu pendapat jujurku soal Armin. Ini terkait penelitiannya. Serius, aku ingin bertanya. Apa Armin ini keturunan teroris yang dulu sempat diburu FBI? Karena alasannya sangat jelas, saudara-saudara. Orang ini selalu saja hobi mengebom lab pribadinya sendiri! Dia itu berniat menghancurkan apartemen ini atau apa? Jantungku lelah mendengar dentuman suara dari lab keramatnya itu! Mana ledakannya selalu diikuti getaran gempa lagi! Alasan ini juga yang membuatku bingung terhadap Kak Frieda yang masih membiarkan makhluk itu tinggal di lantai ini. Atau mungkin jangan-jangan mereka berdua berasal dari satu jaringan? Hhhh... entahlah. Memang sulit menemukan kewarasan ketika dirimu tinggal seatap bersama makhluk-makhluk gaib seperti mereka. Kecuali aku tentunya, hahahahaha!
Sasha: Terkadang kalau melihat Armin, aku merasa gagal menjadi perempuan. KENAPA DIA BISA PUNYA WAJAH SE-KAWAII ITUUU!? AKU SAJA KALAH KAWAI DARINYA! Apalagi tingginya juga tak sampai 170 cm. Sejak melihat Armin pertama kali, aku pun belajar tata cara memakai make up, tapi tak pernah berhasil. Karena kata orang-orang di dekatku, kebodohanku tak bisa ditutupi dengan make over. Memang benar, ya? Hhhh... entahlah. Intinya kalau aku berjalan bersama Armin, cowok-cowok berotot malah mendekatinya dan bukan aku. Pakai kedip-kedip nakal segala lagi. Armin hanya bisa tertawa hambar dan cengar-cengir tak jelas saat itu, tapi dia tak mengetahui bahwa hatiku telah retak kemudian hancur menjadi serpihan debu.
Oh ya, Armin itu jenius, lho! Dia selalu mendapat IPK sempurna tiap semester! Mau tahu rahasia dia mendapat IPK itu? Katanya sih dia belajar sambil berguru di gua batu selama 7 hari 7 malam. Dan menurutku bisa saja pihak agensi Victoria Secret menculiknya dan dijadikan model pemotretan. Habisnya, dia feminim dan manis begitu. Eh, tapi dia pendek, ya? Kalau begitu gagal audisi, dong! Hahahaha!
Annie: Tampaknya kita harus kilas balik jika kalian ingin tahu pendapatku soal Armin, yaitu pertemuan pertama kami. Suatu ketika aku tak sengaja berpapasan dengannya di toilet kampus. Aku sangat shock melihat dia melenggang santai masuk ke toilet laki-laki. Dan benar saja. Lima detik kemudian, beberapa laki-laki buru-buru keluar dari toilet sembari memasang ekspresi tak kalah shock dariku. Mereka masih bengong melihat Armin kemudian keluar dari toilet lagi dan Armin juga ikut bingung melihatku yang berdiri di luar toilet serta laki-laki lainnya. Sampai akhirnya salah satu dari mereka bertanya padanya kenapa dia masuk ke toilet laki-laki. Dan saat kami mendengar suaranya, rasanya kami terbanting saat itu juga. APA-APAAN SUARA FEMINIM ITU!? SERIUS DIA LAKI-LAKI!?
Belum lagi kalau dia bicara, terkadang dia menunduk malu-malu menatap orang (tertentu) di depannya. Seketika imej cerdasnya langsung hilang. Oh, man. Dia sadar tidak sih kalau dia terkesan jadi cowok melambai? Mana suaranya juga mendukung a.k.a seperti cewek banget lagi. Untung aja dia selalu pakai celana. Kalau tidak, aku pasti sudah salah kaprah menilai kaum mana dia berasal. Walau Armin cowok melambai, aku kagum padanya mengingat dia adalah pemilik nilai sempurna berturut-turut dan memiliki IQ diatas 200. Ternyata kita tak bisa menilai seseorang dari perawakan, ya? Mau bagaimana lagi? Dia feminim begitu. Bahkan aku kalah feminim darinya. Mungkin aku harus berguru padanya jika ingin kembali ke jalan perempuan tulen.
...
.
Betapa bodohnya tadi dirinya sempat berharap bahwa dia takkan terkena serangan right in the kokoro. Karena setelah membaca tulisan-tulisan jahanam ini, Armin menyadari bahwa harapannya hanyalah ilusi semata.
Apakah kalian berpikir seorang Armin Arlert akan menangis jerit? Oh, tidak. Tentu tidak. Dia hanya bisa menatap kertas-kertas lecek itu dengan datar, sedatar ketika dirimu melihat Kira dari fandom sebelah tobat dari aksi-aksinya. Sayangnya dia tidak bisa membohongi diri sendiri karena Armin yang paling mengetahui betapa terlukanya hatinya sekarang.
Armin mengangkat wajahnya, menatap satu per satu peserta sekaligus si pemilik ide permainan tidak jelas ini yang kini menatapnya sweatdrop.
"Satu pertanyaan untuk kalian semua," Armin berujar tenang dan penuh penekanan, "Apa aku terlihat se-girly itu?"
"Sangat," komen semuanya kecuali Frieda.
Kemudian pada detik selanjutnya, Armin merampas pentungan sakti dari tangan Frieda dan mendaratkan serangan pada wajah-wajah dedemit yang seenaknya menghinanya lewat permainan ini.
BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK!
"Auw!"
"Ittai!"
"Aduh!"
"Sial! Apa-apaan kau, banci pirang!?" teriak Annie tidak terima kepalanya menjadi sasaran (lagi).
"Seharusnya aku yang bilang begitu!" sahut Armin mengacungkan pentungan di tangannya tepat di wajah Annie, "Banyak hal luar biasa tentangku yang bisa kalian tuangkan! IPK-ku, prestasiku, atau penelitianku bersama professor-professor terkenal! Tapi kalian justru mengataiku girly sebagai pendapat jujur kalian!"
"Apa kau buta, Armin? Apa kau tak melihat aku dan Sasha membahas IPK-mu di kertas kami?" Annie pun akhirnya senewen. Dia langsung mengambil kertasnya dan Sasha, lalu menunjukkan kalimat yang dia maksud dengan penuh emosi.
Tentunya Armin tidak langsung tertipu, "Ya, tapi hanya satu kalimat! Selebihnya hanya hinaan!"
Sasha di ujung sana hanya menyeringai bodoh.
Setelah reaksi terhadap tulisan Annie dan Sasha, sekarang giliran Connie yang penasaran pada tulisan Hitch, "Hitch, aku baru tahu kalau mahasiswa-mahasiswa di kampus kita bersikap begini pada Armin. Kau serius dia sering dicegat dan digoda oleh mereka?"
"Ya, jelas aku tahu," ucap Hitch mendengus, "Salah satu teman sekelasku adalah fans maniak ini. Dari dirinya aku tahu," lanjutnya lagi menunjuk Armin yang dia katai maniak, "Kau sendiri bagaimana? Kau sampai tahu kalau Armin punya fans club berisikan orang normal sampai abnormal sekalipun."
Connie garuk-garuk kepala, "Itu... aku pernah lihat saja mereka membawa spanduk bertuliskan 'Armin-sama, We Love You!' setiap kali Armin mengikuti kompetisi di kampus. Karena penasaran, aku mencari tahu. Ternyata benar kalau Armin punya fans club," ternyata Connie sempat menjadi stalker, saudara-saudara.
Armin yang mendengar pernyataan itu semua hanya menunduk. Dia mengepalkan tangannya erat. Giginya bergemeretak. Berusaha mati-matian menahan malu. Ya, kali dia bangga pada klub penggemarnya. Jika klub itu berisikan penuh gadis-gadis manis, mungkin dia takkan sungkan memamerkannya pada Connie, Sasha, dan Annie. Supaya harga diri manusia-manusia minim fans dan sirik seperti mereka anjlok ke posisi terbawah. Namun masalahnya klub itu juga dihiasi kaum humu yang mana membuat Armin tidak mampu berkata apa-apa lagi. Hiks.
Melihat reaksi Armin, Annie spontan terkekeh iblis. Gadis ini melempar pandangan ke arah lain, kemudian memberikan ejekan yang berhasil mengguncang iman pemuda jenius tersebut, "Cowok melambai..."
"Hahahaha! Cowok melambai!" Sasha tertawa setan. Ikut memperkeruh suasana.
Tak tahan terus dihina, akhirnya Armin meledak juga, "Huh! Bilang saja kalian iri padaku yang punya banyak fans! Maksudku, mana mungkin di dunia ini ada yang mau menggemari orang dengan tampang seperti kalian!"
"Apa katamu!?"
"Aaaaaarghh! Hentikan! Kalian ini terlalu kekanakan, dasar kurang ajar!" telinga Frieda tak tahan mendengar sahutan teriakan tak henti-hentinya terjadi. Jadilah dia maju untuk melerai, "Bukankah kukatakan di awal kalau aku berniat membuat semua penghuni lantai ini semakin akrab? Dari tadi kalian pasti protes pada apa yang ditulis! Permainan ini menuntut kejujuran, jadi tak usah banyak bacot!"
"Apanya yang semakin akrab? Malahan setelah permainan ini selesai, akan ada pembantaian besar-besaran di lantai terkutuk ini..." gumam Sasha pelan.
Frieda menghela napas pasrah. Dia harus segera mengganti atmosfer ini sebelum memburuk, "Nah, daripada kalian saling bunuh, lebih baik kita lanjutkan."
Dasar Frieda sialan.
Mudah sekali dirinya mengganti topik. Armin masih belum terima. Seorang Armin Arlert, calon ilmuwan dunia masa depan sedang dilecehkan disini dan dia hanya mengatakan 'lanjutkan'? Armin memajukan bibirnya, mulai bête pada peserta lainnya. Singkatnya sekarang dia sedang merajuk.
"Kalian semua tidak bisa disebut teman. Deskripsiku oleh kalian tak ada yang bagus. Soal IQ hanya dibahas sekilas info saja. Seharusnya bahas lebih tentang kejeniusanku, prestasiku, atau apapun itu. Bukannya perawakanku..." Armin belum bosan protes tampaknya.
Tapi sahutan serius dari Annie menambah mood Armin untuk semakin merajuk, "Membahas itu terlalu membosankan, Armin. Bertanya pada siapapun, mereka semua tahu bahwa kau jenius. Tapi jarang ada yang mau membahas betapa femininnya dirimu, 'kan?"
"Aku paling tidak mau mendengar itu darimu!" balas Armin gahar, "Lihat saja! Aku akan laporkan ini semua pada fansku dan kalian semua akan iri padaku!"
"Huh! Untuk apa iri pada fans yang isinya hanya cowok-cowok homo?"
Argh. Berisik sekali.
Kenapa dari tadi mereka berdua yang terus beradu mulut?
"Heh, duo pirang. Tahan pertengkaran suami-istri kalian. Kita lanjutkan permainan tidak berguna ini," sama seperti Penulis, Hitch juga tidak suka mendengar ocehan Armin dan Annie terlalu lama. Sampai-sampai dia tidak sadar bahwa akibat perkataannya barusan, kepalanya menjadi sasaran gamparan pentungan kayu (lagi).
Setelah menurunkan emosi masing-masing dalam keheningan cipta(?), permainan dilanjutkan.
"Siapa selanjutnya?" tanya Connie ogah-ogahan. Dia hanya ingin tidur dan minggat dari kamar Annie!
Seketika pandangan mengasihani layaknya menatap manusia minim pendidikan dilayangkan oleh kawanan Frieda.
"..."
Connie yang ditatap seperti itu menjadi bingung, "Hah? Kenapa kalian melihatku seperti itu?" begini katanya belum sadar.
"SELANJUTNYA ITU KAMU!" semprot yang lain kompak.
Sang mahasiswa botak plontos pun langsung menganga idiot, mengundang kumpulan lalat untuk bersarang disana. Uh huh, tentunya dia juga merasakan hawa-hawa busuk menyeruak dari sekitarnya.
Pertanda buruk?
.
.
.
TO BE CONTINUED
.
.
Author's note: Sampai jumpa di halaman selanjutnya!
THANKS A LOT, MINNA-SAN ^_^!
