"Peek A Boo" by jennetchs

Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta

Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku)


Chapter 0 : Prologue


"KAMU HAMIL?!"

Wanita berpashmina plisket bewarna pink itu hanya menunduk saat lawan bicaranya berteriak heboh sebagai respon mengenai sesi curhatnya.

Yasmine Andriyana—atau kerap dipanggil Yaya—tidak berani menatap mata sahabatnya, Yue Jie Ying yang kini tampak masih terkejut mendengar pengakuannya.

Ying, perempuan berdarah tiongha berkacamata itu menghela nafas ketika melihat reaksi sang sahabat yang tetap diam. Perlahan, perempuan bersurai biru raven itu memegang kedua pundak Yaya, membuat Yaya mendongak dan menatap matanya. Ying dapat melihat ada sebuah ketakutan yang kuat di mata hazel milik sang sahabat. Ia bahkan bisa menebak bahwa beberapa hari ini kemungkinan Yaya tidak dapat tidur dengan nyenyak yang dapat ia lihat dari lingkaran hitam di bawah mata perempuan itu.

"Apa kamu tahu siapa ayah dari anak yang ada dikandunganmu itu?" tanya Ying, kali ini intonasi suaranya tidak sekeras tadi dan terkesan lebih lembut.

Yaya tidak menjawab. Perempuan itu langsung memeluk erat Ying kemudian menangis dengan kencang di dalam pelukan gadis berdarah tiongha tersebut. Tangisannya terdengar sangat pilu dipendengaran Ying. Bahunya semakin naik-turun dan terdengar nafas yang tersengal-sengal, seperti orang sesak nafas.

Ying tidak tahan melihat Yaya seperti itu. Sahabatnya yang biasanya selalu tersenyum dan kuat kini sedang dalam kondisi titik terendahnya. Air matanya tanpa sadar ikut tumpah. Ying ikut menangis dalam pelukan mereka sambil sesekali tangannya mengelus punggung Yaya.

"Aku–hiks–udah–hiks–kotor–hiks, Ying...,";celetuk Yaya yang masih menangis. "Aku–hiks–nggak pantas–hiks–hidup..." tambahnya masih dengan terisak-isak.

Ying menggeleng dalam pelukan mereka. Ia dengan cepat melepaskan pelukan tersebut dan memaksa Yaya menatapnya.

"Kamu nggak kotor, Ya. Kamu suci, itu bukan salah kamu. Kamu korban di sini, kamu dan anakmu pantas hidup!" ucapnya dengan lantang.

Yaya menggeleng, "Aku udah jadi aib bagi keluargaku, hiks. Aku gagal jadi putri yang dibanggakan oleh Ibuku, aku gagal menjadi penolong Ayahku di surga, dan aku gagal jadi kakak yang baik buat Otoi. Aku nggak pantas hidup, hidup aku udah hancur, Ying! Dan ini semua gara-gara bayi yang ada di dalam sini!" raungnya sambil memukul-mukul perutnya yang masih datar.

"Ya Tuhan, Yaya! Istighfar Yaya, ingat Tuhan Ya!"

Ying dengan cepat menghentikan kedua tangan Yaya yang memukul perutnya. Tangisannya semakin kencang melihat kondisi Yaya seperti ini. Ia tak menyangka, sahabatnya akan diuji oleh Tuhan dengan permasalahan sebesar ini. Ia sangat tidak percaya bahwa ujian yang diberikan Tuhan kepada gadis sholeha seperti Yaya adalah diperkosa hingga ia mengandung anak dari orang yang memperkosanya, yang bahkan Yaya sendiri tidak mengenal siapa pria membuatnya dalam kondisi seperti ini.

"Aku nggak pantas hidup, Ying. Aku udah gagal menjaga diriku sendiri, aku udah gagal Ying," racau Yaya yang kini tatapannya tampak kosong. Air matanya masih berjatuhan membasahi pipinya walaupun kini suara rengekannya sudah berhenti.

Ying menggelengkan kepalanya, ia perlahan bangun dan membantu sahabatnya itu berdiri dan dibawanya ke kamar untuk beristirahat. Sesampai di kamar, Ying dengan perlahan membaringkan tubuh Yaya kemudian menarik selimut hingga menutupi sampai dada perempuan yang kini berstatus berbadan dua itu. Yaya sudah berhenti merengek, walaupun begitu perempuan itu masih tidak tertidur. Ying pun inisiatif duduk di samping ranjang Yaya, mengelus wajah Yaya yang masih dibasahi air mata. Setelah Ying perhatikan, kondisi Yaya memang tampak menyedihkan dan memilukkan.

Wajahnya yang dulu berisi dan tampak chubby, kini tampak tirus dengan mata panda yang mengerikan di bawah masing-masing matanya. Bibirnya biasanya merah merekah kini tampak kering dan pecah-pecah. Pandangan Ying beralih pada salah satu telapak tangan Yaya yang tanpa sengaja terkeluar dari selimut, dapat ia lihat banyak garis-garis bekas sayatan berada di telapak tangan Yaya. Dada Ying mencelos melihat kondisi Yaya seperti ini, ia masih tak menyangka akan melihat kondisi Yaya semengerikan ini.

Perhatian Ying kembali beralih ke wajah Yaya. Kali ini Yaya tampaknya sudah tenang dan tertidur. Senyum sedih tampak terukir di bibir Ying. Perempuan bersurai biru raven yang kini dicepol dua itu menghapus air mata yang masih mengalir di wajah Yaya.

"Jangan menyerah Ya, aku tahu kamu kuat. Jangan menyerah, aku bakal selalu ada buat kamu. Aku janji, aku bakal tetap bantu kamu buat besarin anak kamu. Jadi, jangan menyerah, Ya..." gumam Ying sambil memegang erat telapak tangan Yaya yang sudah tidak halus lagi.

"Mimy ... tolong keluarin aku dari sini, Mimy..."

Kedua bola mata biru Ying membulat. Ia menatap Yaya yang masih tampak tidur dan sepertinya sedang mengigau di dalam tidurnya. Yang membuatnya terkejut adalah, mengapa Yaya memanggil nama Mimy—sepupu jauh gadis itu—padahal Yaya tidak pernah berhubungan baik pada Mimy. Ada masalah apa diantara mereka berdua? Apakah Mimy pelaku utama yang membuat Yaya harus menderita seperti ini?


Pria berkemeja biru langit itu tampak sibuk mengurus beberapa berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Sebagai Chief Marketing Officer (CMO),sudah menjadi tugasnya mengurus berkas-berkas mengenai terkait pengembangan strategi untuk periklanan, branding perusahaan serta penjangkauan pelanggan. Dan kebetulan kali ini ia disibukkan dengan laporan para bawahannya yang membludak untuk minta diperiksa. Seharusnya berkas -berkas berisi laporan itu sudah harus selesai diperiksa Minggu kemarin. Namun, entah mengapa Taufan Al Mechamato—kerap dipanggil Taufan itu tidak dapat menyelesaikannya dan malah berujung tertidur. Dan sialnya, di dalam tidurnya, Taufan bisa-bisanya bermimpi basah sedang bersenggama dengan perempuan bersurai coklat sepunggung yang wajahnya terblur dalam mimpinya itu. Mimpi tersebut telah mengganggu waktu tidurnya dalam waktu seminggu ini.

Hal itu membuat Taufan setiap terbangun karena mimpi tersebut, ia akan langsung merasa sesak dibagian celananya yang membuatnya harus melakukan ritual pelepasan. Sungguh hal tersebut membuatnya jadi harus bekerja keras untuk melupakan mimpi tersebut.

'BRAK!'

Bunyi pintu yang didobrak itu membuat Taufan yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya menoleh ke arah pintu. Di sana, keenam saudara kembarnya tampak menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, terlebih lagi kembaran tertuanya, Halilintar Glen Mechamato yang kini berjalan mendekatinya dengan aura ingin membunuh disusul oleh kembarannya yang nomor 3 Gempa Duwila Mechamato yang hanya diam. Sedangkan 4 orang yang lain, duduk di sofa yang tersedia di ruangan Taufan.

"Ada apa ya? Tumben banget kalian pada kemari?" tanya Taufan dengan alisnya satu ternaik.

Halilintar, pria bermata seperti batu rubi itu dengan cepat merampas sebuah amplop yang dipegang oleh Gempa dan melemparkannya ke atas meja Taufan. Taufan yang tak mengerti menatap heran keenam saudaranya.

"Apaan nih?" tanyanya, memegang amplop itu dengan kebingungan.

"Buka aja dulu, Fan," sahut Gempa datar.

Taufan yang mendengar suara datar adiknya yang tidak memanggilnya abang kali ini pun menurut. Ia kemudian mau mencari pisau pembuka amplop, namun kegiatannya terhenti ketika dengan tiba-tiba Halilintar menarik kerah kemejanya. Membuat tubuhnya kini terangkat ke atas meja kerjanya dan kini ia saling berpandangan dengan Halilintar yang sangat menatapnya dengan aura membunuh.

"Lo kenapa sih, bang?" tanya Taufan, ia masih kebingungan dengan tingkah Halilintar—sih kakak dan anak tertua tersebut. "Gue salah apalagi? Perasaan gue udah nggak pernah gangguin lo!"

Hening. Tidak ada yang menjawab. Baik Halilintar, Gempa, dan keempat kembarannya yang lainnya.

"Lepasin gue, dasar orang ngggak jelas!" sungutnya sambil melepaskan tangan Halilintar dari kerah kemejanya. Namun belum sempat ia melepaskan kerah kemejanya, kini wajahnya sudah di tinju oleh Halilintar, membuatnya harus terhuyung ke belakang dan menabrak dinding dengan keras.

"BERENGSEK, LO KENAPA SIH BANG?!"

Taufan berteriak dan menatap marah Halilintar yang hanya diam setelah memukulnya. Pandangannya ia alihkan ke Gempa yang masih tetap diam dan tidak berbunyi sedari tadi untuk membela dirinya.

"LO KALAU NGAJAK BERANTEM, JANGAN SEKARANG! LO GAK LIAT GUE LAGI SIBUK, HAH?! DAN GEMPA, LO KENAPA GAK NGEHALANGIN BANG LINTAR?!"

"Bang Gempa nggak ada hak buat ngebela cowok berengsek kayak lo, bang Fan," celetuk Blaze Adhitama Mechamato yang disetujui oleh ketiga kembaran yang duduk di sampingnya.

Taufan mengalihkan pandangannya ke Blaze, menatap bingung pria itu. "Apa maksud lo?"

Gempa yang sedari tadi menyimak dengan cepat mengambil amplop di tangan Taufan. Pria dengan iris sewarna amber itu menderetkan semua berbagai potretan dari dalam amplop itu ke meja kerja Taufan, membuat atensi pria bermata safir tersebut beralih pada berbagai foto itu.

Taufan yang melihat banyaknya berbagai potret dirinya yang sedang tertidur tanpa busana bersama seorang perempuan dengan rambut coklat sepunggung seperti dalam mimpinya terdiam kaku. Wajah perempuan dalam foto itu di blur, entah apa maksudnya. Tapi Taufan yakin, foto tersebut pasti diambil tepat dengan kejadian memalukan yang menimpa dirinya sebulan yang lalu. Mungkin beberapa jam ketika terjadinya aktivitas panas dirinya dan wanita tak dikenal itu sebelum akhirnya ia terbangun sendiri pada pagi hari dengan keadaan bugil total dan beberapa lembar uang dan catatan kecil yang terletak di atas nakas hotel.

Saat itu, Taufan benar-benar marah membaca catatan tersebut. Dirinya terlihat seperti gigolo yang sengaja dipesan oleh wanita tak dikenal dan tidak tahu diri itu.

"Jelasin ke kita, siapa perempuan itu?" Gempa akhirnya bersuara. Sebagai anak ketiga, ia yang paling bijaksana dan tenang dalam menghadapi masalah.

"Gue nggak kenal, Gem. Sumpah," tutur Taufan.

"Lo nidurin cewek yang nggak lo kenal? Berengsek benar lu, bang Fan," ketus Solar Haidar Mechamato yang sedari tadi juga diam.

"Bang, gue kecewa sama lu." Thorn Janu Mechamato, si bungsu nomor 2 ikut berceletuk diangguki oleh sih anak kembar nomor 5 yang pendiam dan tenang, Ice Galen Mechamato.

"Jika ada berita buruk mengenai skandalmu ini dan memengaruhi keluarga kita, terlebih lagi jika terdengar oleh bunda terlebih dahulu, aku akan menghajarmu, Fan," ancam Halilintar yang kemudian pergi dari ruangan Taufan meninggalkan para saudaranya.

Hening. Taufan tidak menjawab hingga kelima saudaranya yang lain kemudian ikut keluar dari ruangannya. Iris safirnya menatap berbagai foto itu dengan tatapan jengkel dan kesal. Tangannya mengambil salah satu foto itu, kemudian membalikkan foto itu ke belakang. Matanya terbelalak membaca tulisan yang ada pada foto tersebut.

Bagaimana hadiah dariku, Fan? Apa kau menyukainya? Oh ya, ngomong-ngomong kau ternyata buas juga ya menggagahi perempuan yang telah ku sewakan untukmu. Sepertinya omonganmu yang mengaku padaku masih perjaka itu hanya bualan semata ya. Aku bahkan merasa kasihan pada gadis perawan yang telah kau gagahi itu, kondisinya sangat menyedihkan. Kau memang pria liar ya, Taufan Al Mechamato.

PS : Aku juga telah merekam kegiatan panas kalian dan akan mengedarkannya. Selamat menunggu hari kejatuhanmu, Taufan.

"SIALAN!" Taufan dengan marah meremukkan foto yang ada ditangannya.

Tulisan itu Taufan sangat mengenalnya. Itu tulisan mantan pacarnya, Mimy, yang ia putuskan secara sepihak karena ia benar-benar sudah lelah dengan perilaku manja dan matre sang mantan kekasih. Sepertinya perempuan itu menjadi dalang dirinya terbangun sendiri tanpa busana kejadian sebulan yang lalu.

"ARGHHH, DASAR WANITA JALANG!"


Peek A Boo

Chapter 0 : Prologue

To be continued


Author's notes :

Assalamualaikum! Halo, kali ini jenn bawa fanfic TauYa dengan rating M dan bakal multichap(?). Fanfiksi ini aku buat sebenarnya bertujuan buat bacaan pribadi, tapi pas aku ubek-ubek fanfic yang kapalnya Taufan x Yaya itu dikit—bahkan bisa dibilang jarang(?), maka akhirnya aku memutuskan buat publish fanfiksi ini.

Oh ya aku juga mau ngasih tahu nih, ceritanya udah aku kasih rate 18, but adegan dewasanya nggak bakal kumasukkan. Sebenarnya ini fanficnya pernah aku upload di wattpad dan juga ratingnya 18 termasuk ada adegan dewasanya, but aku mutusin buat upload ulang aja di dengan revisi besar-besaran sih. Oh ya, aku juga mau ngasih trigger warning nih buat yang punya trauma dengan rape, please jangan baca ya. Aku takut memicu trauma kalian.

Oke cukup sampai di sini aja aku banyak cincongnya, sampai jumpa di next chapter~. Jangan lupa reviewnya ya~~

with love

jennetchs