Chanyeol X Baekhyun

Romance, Enemies to Lovers, Songfict

MusicalActor!CB

.

.

Song:

IU - Between the Lips (50 cm)

.

.

oOo

.

Orang-orang tidak mengenal Park Chanyeol. Tidak seujung kuku pun. Pria itu tidak sama sekali sama dengan sosoknya yang kerap ditampilkan di atas panggung atau di depan kamera. Seorang pemerdaya ulung. Sekali saja itu terbongkar, Baekhyun yakin setidaknya tiga perempat dari seluruh penggemarnya yang jumlahnya tidak main-main itu akan langsung berpaling.

Baekhyun mengayunkan pedangnya lagi, sedikit melenceng dari yang sudah dilatih berdasarkan naskah dan latihan. Senyum miring terukir untuk waktu yang sangat singkat di bibirnya. Hanya mengisi waktu saat dia berputar membelakangi penonton.

Sementara itu Chanyeol hampir gagal mengimbangi. Sekali lagi Baekhyun menyalahi script dan berpotensi menghancurkan penampilan mereka, Chanyeol akan benar-benar menemui Direktur untuk mem-blacklist orang itu dari daftar penampilan yang ada selama berbulan-bulan lamanya.

Dia gesit menghindar. Seharusnya pertarungan mereka sebagai dua orang prajurit dari kerajaan yang berbeda berakhir setelah Chanyeol menghunus diam ujung pedangnya ke bawah dagu pria pendek itu. Bukannya ditambah detik-detik pertarungan bonus seperti sekarang ini. Chanyeol jadi harus memutar otak untuk membuat akhir pertarungan lain sebagai akibat dari improvisasi Baekhyun. Adalah aturan tidak tertulis untuk memberi 'aba-aba' kepada lawan main sebelum melakukan improvisasi script, dan Baekhyun tidak mematuhinya.

Satu perangai buruk yang menjadi salah satu hal yang Chanyeol benci dari Byun Baekhyun, musuhnya sejak mereka berada di akademi teater yang sama.

Satu menit kemudian, Chanyeol berhasil membuat Baekhyun terkapar di lantai panggung. Menempelkan ujung pedangnya di leher pria itu.

Napas keduanya memburu. Berpeluh lebih dari yang seharusnya. Satu menit durasi tambahan untuk akting bertarung sebagai hasil dari improvisasi Baekhyun menghabiskan sangat banyak tenaga.

Di akhir penampilan saat seluruh pemain bergandengan untuk membungkuk memberi salam penutup diiringi letusan confetti, Chanyeol sempat melempar tatap tajamnya untuk aktor yang mengenakan kostum yang tak jauh beda darinya itu. Seperti dendam luar biasa.

Baekhyun yang menyadarinya tetap tersenyum ke arah penonton lalu membungkuk bersama pemain lain. Satu misi balas dendamnya berhasil.

.

oOo

.

"An American in Paris?"

Sutradara Shim Gitak mengangguk. Wajahnya mengulas ekspresi seolah baru saja mengatakan ide paling brilian yang pernah ada.

Dahi Baekhyun berkerut dalam, sekali lagi membaca judul dari draf cetak naskah An American in Paris yang diberikan padanya barusan. Sutradara yang juga mengarahkan musikal terakhirnya kemarin memanggilnya—dan juga Chanyeol—untuk mendiskusikan tawaran pemeran utama di musikalnya yang akan datang. Dan naskah yang pria itu bilang akan mereka gunakan adalah adaptasi musikal Amerika tahun 1950-an, yang saat ini sudah ada di tangan Baekhyun dan Chanyeol.

"Kenapa menggunakan dua aktor pria untuk musikal ini?" Giliran Chanyeol yang bertanya. Pria itu sudah mulai meneliti baris-baris pertama pada naskah di tangannya. Karena, dia tahu An American in Paris diperankan oleh sepasang pria dan wanita sebagai pemeran utama.

"Ayolah, apa serunya dari sesuatu yang mainstream? Naskah ini harus disajikan dengan gaya baru agar jadi lebih menarik. Itu dia kenapa dia disebut 'adaptasi'." Si Sutradara menjelaskan dengan bersemangat. Dia kemudian menaik-turunkan alis ketika menatap Chanyeol dan Baekhyun bergantian. "Bagaimana? Kita bergerak sedikit lebih cepat kali ini, jadi tolong segera putuskan."

Daripada mempertanyakan kenapa harus dua orang aktor pria yang diusung sebagai pemeran utama, Baekhyun lebih ingin menyoroti tentang kenapa harus dia dan Chanyeol yang dipilih.

Di awal hingga tengah mungkin masuk akal, tapi An American in Paris membutuhkan chemistry dan keintiman yang luar biasa dari pasangan pemeran utama yang terlibat hubungan romantis—dan itu terkonfirmasi langsung ketika Baekhyun memeriksa isi naskah, walaupun memang banyak detail yang tidak sama dengan versi orisinalnya. Seperti modifikasi pada mayoritas adegan yang melibatkan tarian jazz dan ballroom, absennya pas de deux dengan balet murni,serta dua pemeran utama yang diisi oleh aktor pria. Baekhyun hanya berpikir semuanya akan menjadi terlalu kacau kalau harus dia yang memerankan bersama dengan si Park-menyebalkan-Chanyeol. Persetan dengan profesionalisme.

"Aku setuju."

Apa?!

Chanyeol menyunggingkan senyum miring ke arah Baekhyun, sebentar sekali sebelum menatap sang sutradara yang sudah lebih dulu tersenyum sumringah.

"Bagus!" Shim Gitak bertepuk tangan satu kali. "Bagaimana denganmu, Baekhyun?"

Dalam hati Baekhyun berdecak. Sinis dia membalas tatapan Chanyeol yang seolah berkata 'Ada apa? Kau takut?'. Dan semudah itulah dia tertantang.

Baekhyun lantas memberi anggukan, menutup naskah yang ia pegang. "Aku akan melakukannya."

Satu tepuk tangan lagi dari si sutradara yang menjadi paling antusias di antara mereka. Pria itu menjabat tangan Chanyeol lalu Baekhyun.

"Kalau begitu lusa kita masuk ke pembacaan naskah."

.

oOo

.

Harus mempelajari kembali dasar-dasar balet untuk bisa menari dengan baik di An American in Paris sudah cukup sulit bagi Baekhyun, dan kelakuan Park Chanyeol menambah beban hidupnya dalam rangka mempersiapkan penampilan mereka.

Baekhyun mendorong Chanyeol kencang-kencang. Jantungnya berdetak bertalu-lalu setelah Chanyeol dengan seenaknya melampaui dari apa yang tertulis di naskah. Pria itu hampir menciumnya—Baekhyun harap dia memang hanya salah sangka—saat seharusnya mereka hanya bertukar tatap di tengah pelukan intim saat jeda di antara tari pada salah satu puncak adegan epilog.

Apa yang pria itu lakukan? Mereka tidak memiliki yang tadi itu di naskah. Ini bahkan baru latihan dan belum satu kali pun mereka berhasil menyempurnakan adegan puncak ini sesuai dengan naskah. Untuk apa berimprovisasi macam-macam?

"Byun Baekhyun!"

Karena secara tidak langsung Baekhyun-lah yang membuat latihan harus diulang lagi, dia mendapatkan teguran dari sutradara. Entah mereka menyadari atau tidak kalau kesalahannya ada pada Chanyeol.

Baekhyun menatap Chanyeol yang kini berdiri pada jarak tidak lebih dari dua meter darinya. Kalau saja matanya adalah mata pisau, sudah Baekhyun pastikan tajamnya mendarat langsung kepada pria itu.

Dan tebak apa? Park Chanyeol mendapatkan pujian atas improvisasinya yang dianggap meningkatkan intimasi adegan. Sesuai dengan yang berusaha diwujudkan sutradara.

Sebelum kembali mengambil posisi masing-masing untuk mengulang adegan, Baekhyun berbisik tajam pada lawan mainnya itu.

"Lakukan dengan benar, sialan."

Latihan untuk adegan utama diulang lagi. Tarian pada adegan ini dinyanyikan oleh penyanyi latar pada awalnya, dan akan disambung oleh Baekhyun dan Chanyeol di akhir. Berdasarkan arahan awal dari Sutradara Shim, banyak hal yang harus mereka camkan baik-baik pada drama ini. Tempo semua lagunya berkisar antara Largo dan Adagio, dan mereka dituntut untuk membuat setiap langkah bahkan napas dengan tempo yang persis sama. Untuk hampir setiap adegan kecuali menuju adegan klimaks dan klimaks itu sendiri. Alasannya, untuk menciptakan atmosfer sesuai dengan yang ingin disampaikan penulis naskah.

Berusaha mengingat semua catatan dari sutradara saja sudah cukup menjadi momok, maka dari itu Baekhyun tidak mau hal-hal di luar itu mengganggunya. Seperti kebodohan Park Chanyeol tadi misalnya.

.

.

Sayang sekali sepertinya Park Chanyeol tidak memiliki pikiran yang sama sepertinya. Terbukti dari beberapa kali pria itu kembali melewati batas yang ditentukan naskah dengan spontanitasnya yang tidak perlu. Dan Baekhyun lagi yang harus berada di posisi tidak menguntungkan karena selalu dia yang lebih dulu tersulut emosi.

"Aku bilang agar kau melakukannya dengan benar, sialan! Bukannya kau yang lebih dulu menerima tawaran ini dengan begitu yakin? Kenapa tidak satu pun adegan yang bisa kau lakukan dengan benar?!"

Baekhyun hanya melebih-lebihkan tentang tidak ada satu pun adegan yang bisa Chanyeol lakukan dengan benar, tapi setelah berkali-kali harus mengulang adegan yang sama hanya karena dirinya yang terpancing emosi oleh improvisasi Chanyeol, dia tidak peduli walau harus mengumpati setiap tindakan pria itu. Mengatainya sepuas hati kalau perlu.

Chanyeol memberikan reaksi yang tampaknya sedikit tertunda entah untuk alasan apa. Dia tersenyum meremehkan—seperti yang sering kali dia lakukan.

"Kupikir kau adalah master improvisasi, Tuan Byun? Kau sering melakukannya di penampilan kita."

Itu tidak salah tapi tak sepenuhnya benar. Seumur-umur mereka terlibat dalam satu drama yang sama, mungkin baru tiga kali Baekhyun pernah iseng melakukan adegan di luar naskah sekadar untuk menantang Chanyeol untuk mengimbanginya pada penampilan langsung.

Siapa sangka Chanyeol akan menggunakannya sebagai senjata untuk menyerangnya balik kali ini. Dia bahkan sengaja memberi penekanan pada kata 'kita'. Cukup juga menjadi bukti bahwa pria itu sengaja mempermainkannya selama latihan tadi.

Temaram dan hening suasana belakang panggung membuat Baekhyun seolah bisa mendengar dengan jelas napasnya sendiri yang memburu tak sabar. Dia ingin sekali meninju wajah Park Chanyeol yang terus-terusan tersenyum meremehkan itu.

"Kalau sampai di latihan berikutnya kau masih saja seenaknya, aku akan benar-benar menghajarmu." Baekhyun mengatakannya bersama amarah yang berusaha dia tahan. Lantas dia berbalik pergi sebelum emosinya semakin meledak-ledak karena Chanyeol yang tampak selalu menunjukkan ekspresi santai seolah mencemooh keadaan. Yang mana tanpa Baekhyun ketahui, langsung luntur begitu ia pergi dari hadapan pria itu.

Chanyeol membasahi bibirnya. Sudah tidak tersisa senyum miringnya di sana. Memijat pangkal hidung dengan dua mata terpejam, berusaha menenangkan isi kepalanya yang mulai semakin kacau.

Dia juga tidak bisa menerima apalagi mengakui, bahwa semua kesalahan yang dia lakukan tadi adalah tidak disengaja.

Chanyeol juga mulai mempertanyakan kewarasannya. Itu semua terjadi hanya dalam satu malam. Saat dia tiba-tiba saja 'berinisiatif' memperbesar wajah Baekhyun pada foto penutupan penampilan musikal terakhir mereka bersama barisan penampil yang lain. Dan tanpa sadar dia melakukan itu untuk setiap foto di mana ada Baekhyun di dalamnya, terus sampai sesuatu akhirnya berhasil menariknya kembali ke kenyataan. Saat itu sampai langsung dilemparnya ponsel hingga benda itu memantul di permukaan kasur tempatnya duduk bersantai.

Sesuatu pastilah berjalan dengan tidak semestinya di dalam kepalanya.

.

oOo

.

Hari ini latihan terakhir. Dan Baekhyun sudah mendapatkan setidaknya empat kali teguran karena dianggap tidak bisa melakukan apa yang sutradara inginkan.

"Baekhyun! Adagio, adagio! Jangan melangkah terlalu cepat!"

Oke. Itu yang kelima. Tidak tanggung-tanggung, sutradara meneriakinya sampai urat-urat tercetak jelas di pelipis dan leher pria itu.

Baekhyun menegakkan tubuh. Bertolak pinggang. Membuang napas gusar. Dia sudah berusaha sebaik mungkin, demi Tuhan! Tapi sutradara terus mengatakan dia tidak bisa menangkap tempo langkah dansa yang seharusnya.

Entah bagian mana yang salah. Rasa-rasanya, Baekhyun sudah mengikuti arahan sutradara dan melatih langkahnya sesuai dengan tempo lagu.

Tapi dia memang menampik fakta bahwa Park Chanyeol mengganggu konsentrasinya. Pria itu bersikap aneh sampai Baekhyun sulit menjaga fokus. Meski, yang Chanyeol lakukan hanyalah berlatih dengan serius sesuai naskah.

Dan ya, Chanyeol memang berlatih dengan serius kali ini sampai pria tinggi itu merasa perasaan milik tokoh utama yang dia perankan terhadap lawan mainnya sudah sepenuhnya merasuki dirinya. Menumbuhkan harapan dalam diam untuk membuatnya kenyataan. Hal yang tak sengaja memengaruhi aktingnya itu kemudian turut memengaruhi Baekhyun juga yang merasa Chanyeol terlalu menghayati untuk ukuran aktor yang selalu dia remehkan kemampuannya.

Apa yang pria itu lakukan dengan benar—yang notabene merupakan hal yang Baekhyun minta kemarin-kemarin—kini justru terasa salah bagi Baekhyun. Ada baiknya jika Park Chanyeol kembali menjadi menjengkelkan bersama senyum miring penuh cemoohnya.

Tapi Baekhyun benar-benar tidak menemukan itu lagi bahkan sampai semua pemain berkumpul untuk mendapatkan pengarahan final, lalu pergi makan malam bersama. Belum lagi reaksi konyol yang muncul di tubuhnya sendiri setiap kali bertemu mata dengan Chanyeol. Pria itu seperti terlalu sering memasang matanya dan tidak berusaha menutupi itu bahkan setelah tertangkap basah. Darah yang berdesir tak normal sampai kepada gelitik yang merambati perut dan sepanjang tulang punggung adalah reaksi tubuh yang Baekhyun sebut dengan konyol. Luar biasa konyol.

"Hey." Chanyeol menahan Baekhyun ketika ia melintasi lorong restoran dan akan pergi keluar mencari taksi. "Mau pulang bersama?"

Kesimpulan cepat; Park Chanyeol sudah gila atau ada sesuatu yang pria itu rencanakan terhadap Baekhyun.

Baekhyun berdiri berhadapan dengan Chanyeol setelah menghentikan langkah. Menyipit menatap pria itu. Masih ada jarak sekitar 2 meter di antara mereka.

"Apa pun yang sedang kaurencanakan, kuharap kau cukup bijaksana untuk tidak menghancurkan penampilan besok. Semua orang sudah bekerja keras untuk ini."

Menelengkan kepala, Chanyeol berusaha memahami apa yang Baekhyun maksudkan. "Apa?"

"Jangan pikir aku tidak menyadari sikap anehmu. Apa pun itu, lakukan panggung besok dengan baik. Simpan rencana licikmu untuk lain kali," kata Baekhyun lagi. Wajahnya sarat kewaspadaan.

Begitu berhasil menangkap maksud Baekhyun, Chanyeol tertawa kecil pada permukaan karpet beledu di kakinya sebelum kembali menatap lawan bicaranya itu.

"Begitu, ya," gumamnya. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana, senyumnya teredam, lalu hilang. "Ada yang ingin kukatakan padamu."

Koridor yang sama sekali kosong selain mereka berdua, nada bicara dan ekspresi wajah Park Chanyeol yang terlampau serius, atau dirinya sendiri yang sedang terlalu berlebihan menanggapi sesuatu, Baekhyun tidak tahu mana yang menjadi penyebab munculnya degup kencang di jantungnya yang semula berdetak normal. Lalu menyadari Chanyeol mengambil langkah maju ke arahnya, kepanikan menyerang bagian dalam diri Baekhyun.

"Tu–tunggu." Baekhyun menarik napas, berusaha menenangkan detak jantungnya yang menggila sebelum hal itu bisa mewujud ke perilaku yang tampak dari luar. "Apa ini berkaitan dengan pekerjaan?"

Chanyeol memainkan bibir, lalu menjawab langsung, "Um, tidak."

"Kalau begitu kau bisa mengatakan apa pun-itu setelah penampilan besok. Aku tidak mau mendengar apa pun darimu sekarang," ujar Baekhyun cepat. Terlalu cepat. "Aku pergi." Dia berbalik cepat, mengabaikan satu panggilan yang dilontarkan pria di belakangnya itu.

Sialan. Semua ini gara-gara Park Chanyeol.

.

oOo

.

Penayangan perdana. Untuk hanya dua kali penayangan, teater terbesar di ibukota digunakan. Naskah yang dimainkan kali ini digadang-gadang sebagai salah satu yang terbaik yang pernah penulisnya rilis, sehingga lakonnya pun menjadi edisi penampilan spesial yang terbatas. Hanya dua kali penampilan dalam dua minggu.

Bangku penonton teater terisi penuh. Berbagai kalangan mulai dari public figure dan pengamat seni turut hadir. Sejak berita resmi dirilis, An American in Paris ini memang menimbulkan keramaian dan antusiasme tak terduga.

Narator sudah memulai bagiannya. Semua penampil bersiap untuk giliran masing-masing. Cerita beranjak begitu Jerry Mulligan, seorang yang diceritakan sebagai mantan tentara Perang Dunia II masuk dan lantang menyanyikan bait pertamanya. Berbicara pada replika pesawat perang di langit-langit, dan menyanyikan niatnya untuk mencari takdir yang berbeda dengan pergi ke Paris.

Park Chanyeol melakukannya dengan baik. Baekhyun yang memperhatikan dari balik bayang-bayang tirai di samping panggung tidak bisa mengabaikan reaksi penonton yang terkesima sejak detik pertama kemunculan pria itu.

Kursi-kursi dibawa oleh limabelas penampil ke tengah panggung. Latar berganti ke sebuah bar di Paris. Setengah adegan berjalan dengan Mulligan yang menari bersama seorang sahabat dan para pengunjung bar, itulah waktu bagi bagian Leon Bouvier—nama Lise Bouvier yang pada adaptasi ini diperankan oleh Baekhyun—yang pertama.

Pada dasarnya An American in Paris memiliki kombinasi yang apik antara impian, persahabatan, dan cinta. Ketukan lagu-lagunya cenderung santai dengan suasana yang cukup menyenangkan untuk disimak.

Untuk itulah, penulis dan sutradaranya memasukkan elemen-elemen baru yang sebelumnya sudah disadari oleh kedua pemeran utama selaku yang pertama menerima tawaran.

Mulligan dan Bouvier melakukan tarian pertama mereka di bar. Sampai bagian itu dan beberapa adegan selanjutnya, ritme penceritaan masih stagnan. Sampai kepada perpisahan Mulligan dan Bouvier, atmosfer kegembiraan cerita menurun. Kedua pemeran utama harus berpisah karena Bouvier yang harus menikah dengan pria lain, dengan alasan utang budi terhadap seorang yang sudah menyelamatkannya saat perang.

Shim Gitak mengamati jalannya pertunjukkan sekaligus reaksi dari setiap penonton yang bisa terlihat oleh matanya. Bagus. Ide untuk menyatukan dua aktor pria dalam An American in Paris sepertinya menimbulkan dampak yang luar biasa. Dua aktor pilihannya membawakan peran lebih dari sekadar baik.

Tempo lagu turun dari Adagio ke Largo. Cerita memasuki epilognya. Adegan puncak yang menjadi penentuan kesuksesan panggung pertama An American in Paris kali ini.

Oh darling, don't cross it

The distance between two lips is still 50 cm

Dengan tempo langkah persis menyamai lagu, Mulligan dan Bouvier berdansa berdua sebagai perwujudan fantasi Mulligan tentang Bouvier yang kembali padanya. Hanya titik-titik lampu yang memerani bintang yang menjadi penerangan bagi waktu Mulligan dan Bouvier berdua. Paris di malam hari. Beratapkan langit mereka berdansa.

With sweet words, obvious words, trying to entice the innocent me

Don't do it

Park Chanyeol bermain dengan sangat baik. Terlalu baik. Sampai kepada titik Baekhyun merasa seperti Lise Bouvier yang sesungguhnya. Dia kesulitan memisahkan diri dari perannya sebagai Bouvier. Park Chanyeol memesonanya.

Love, this love will be perfect

Largo, adagio, don't be in a rush

Slowly, baby slowly, very slow

In a slow tempo

Chanyeol tidak masalah mendapatkan label 'gila' dari Baekhyun jika memang itu yang Baekhyun pikirkan tentangnya. Sebab, dia benar-benar mengaku telah jatuh kali ini. Naskah masih menjadi pedomannya untuk bergerak sekarang, mengambil langkah yang seirama dengan Baekhyun sebagai lawan mainnya, berdansa seolah berada di tepi sungai Seine. Tapi, semua perasaan cinta dan keintiman yang sutradara beritahukan padanya untuk dia tunjukkan selama penampilan sebagai Mulligan adalah sejati. Chanyeol tidak perlu susah payah memalsukannya.

Dia sudah termakan perkataannya sendiri tentang betapa Byun Baekhyun adalah rival paling tidak mau kalah, di mana tidak akan pernah sekalipun dia berteman dengan pria itu. Tekad yang saat ini terkabul lewat cara yang berbeda.

Chanyeol tidak bisa berteman dengan Baekhyun. Dia ingin Baekhyun menjadi kekasihnya.

Oh darling, don't cross it

The distance between two lips is still 50 cm

With honest words, those words, until I can feel your pure heart

The distance is 50 cm

Persetan dengan pertanyaan yang memenuhi kepala Baekhyun tentang apakah sosok Park Chanyeol memang seperti ini adanya. Selama pertunjukan mereka berjalan dengan baik, tidak masalah, kan, kalau Baekhyun menikmati setiap kontak kulit yang terjadi di antaranya dan Chanyeol, juga tatap mendamba yang pria itu tujukan untuknya.

Ini semua bagus untuk kelancaran pertunjukan. Baekhyun akan mengurus perasaannya sendiri setelah ini. Tubuhnya yang secara otomatis bereaksi sesuai naskah tanpa harus Baekhyun usahakan, jantungnya yang berdegup dan perutnya yang seperti dipenuhi kupu-kupu, itu semua persis seperti yang sutradara jelaskan. Yang oleh Chanyeol, dimunculkan pada diri Baekhyun tanpa harus pria Byun itu palsukan.

Our love, this love will be electrifying

Love ya, baby love ya

My red lower lip on your upper lip

When they're about to meet

You might also like

Chanyeol menahan tubuh Baekhyun yang hendak menjauh dengan sebuah lingkar posesif lengannya di pinggang pria itu. Seperti Mulligan yang tak ingin Bouvier pergi lagi. Meminta waktu untuk mereka habiskan bersama sebentar saja, untuk berbagi pelukan dan ciuman yang manis.

Please don't cross it

The distance between two lips is still 50 cm

With sweet words, those words

Please don't make me an ordinary man

Lagu masih terputar di latar, mengiringi langkah-langkah terakhir dari satu babak dansa antara Mulligan dan Bouvier.

Menuju akhir, satu kalimat menjadi bagian Chanyeol untuk ia nyanyikan. Pada kunciannya yang kesekian terhadap Baekhyun agar pemeran Leon Bouvier itu tidak menjauh lagi darinya. "Cherish me a little, still 50 cm between two lips."

Hush, hush, baby

Push me, oh baby

Berikutnya Baekhyun. Gilirannya menyanyikan bagian terakhirnya pada lagu ini, untuk menyatakan bahwa ia hanya ingin meyakinkan Mulligan bahwa dia tidak akan pergi ke mana-mana lagi.

Bahwa ia hanya ingin Mulligan bersabar, sebelum mereka bisa meluapkan dan mengungkapkan perasaan mereka sepenuhnya nanti. "Please just do me this small favor."

Hush, hush, baby

Cherish me, baby

Berbeda dari kali pertama mereka berlatih, kali ini Baekhyun tidak mendorong Chanyeol yang berusaha menciumnya. Bahkan ketika bibir mereka benar-benar bertemu.

Baekhyun berdalih dalam hatinya bahwa ini semua tidak menyalahi naskah. Toh improvisasi Chanyeol masih sejalan dengan suasana yang terbangun, dan sutradara pernah memujinya untuk ini. Dia menerima ciuman Chanyeol dan bahkan menginisiasi satu lumatan sebelum itu berakhir.

Ketika dansa diakhiri dan satu adegan lagi ditampilkan, semua pemain, kru, dan sutradara sudah tahu panggung ini sukses besar. Cukup dengan melihat satu-dua mimik penonton di depan sana. Dan terbukti, teater bergetar saking riuhnya penonton bertepuk tangan dan bersorak saat penampilan diakhiri.

.

.

Baekhyun tidak berusaha melawan saat dalam diam, Chanyeol menariknya ke salah satu ruang ganti yang kosong. Lampu-lampunya padam, kecuali deretan bohlam pada beberapa meja rias di sana. Beberapa orang mungkin baru saja menggunakan ruangan ini tadi.

Chanyeol mencium Baekhyun tanpa aba-aba begitu pintu tertutup. Tidak peduli mereka berdua masih memiliki riasan di wajah mereka. Dan mengabaikan fakta yang sama, Baekhyun membalas dan melingkarkan kedua lengannya di leher Chanyeol. Membiarkan pemulas bibirnya tersapu dan bergeser jejaknya ke mana-mana. Itu terus berlangsung sampai hampir satu menit lamanya.

Pada jeda yang tercipta kala sekalinya tautan bibir terlepas, mata mereka bertemu. Keduanya sama terengahnya.

"Jelaskan." Jarak yang tercipta sesungguhnya tidak sama sekali ada artinya. Hidung masih menempel. Hanya butuh sedikit gerakan untuk menghapusnya kembali secara sempurna. Tapi Baekhyun mencoba mendapatkan jawaban pada kesempatan ini. Walaupun, dia sama gilanya dengan memiliki keinginan untuk kembali menyambar bibir Chanyeol.

"Later. Let me kiss you again for now."

Dan Baekhyun lagi-lagi tidak menolak saat Chanyeol kembali mendorongnya dengan bilah milik pria itu. Menyambung yang sempat terjeda dengan menggebu.

Patut dipertanyakan apa yang membuat Baekhyun, atau juga Chanyeol, mendapatkan dorongan sekaligus keberanian untuk bertindak sedemikian liar. Mereka tidak sedekat itu. Mereka adalah rival alih-alih sepasang burung cinta. Hanya saja saat semua ini terlanjur terjadi, dari detik pertama, efek adiktifnya dengan segera mengambil alih. Seperti baru saja dicekoki zat sampai kecanduan dan mabuk kepayang.

Baekhyun sudah duduk di meja rias dengan kedua kaki yang melingkar di pinggul Chanyeol saat tersadar. Dua tubuh menempel lekat. Tarik napas terburu cepat, mencari oksigen untuk mengisi relung yang dibuat meronta akibat terlalu lama dibiarkan kosong demi melanjutkan kegiatan empunya.

Kini bukannya mencari jawaban lagi, Baekhyun malah ingin kembali memperpanjang durasi pergumulan mereka. Ingin mendapat yang lebih kalau bisa. Berubah tidak peduli pada alasannya.

Tapi saat dia hendak menyambar bibir Chanyeol lagi, pria itu menahannya. Membuatnya kesal sekaligus tersinggung. Alisnya berkerut tidak suka semerta-merta.

"Kau meminta penjelasan tadi. Benar?" tanya Chanyeol. Sungging senyum miringnya tampak menyebalkan di mata Baekhyun.

Membuang napas, Baekhyun hendak menarik dua lengannya yang masih melingkar di leher Chanyeol. Demikian pula kedua kakinya. Menggelikan sekali sudah terbawa oleh perlakuan seorang Park Chanyeol.

Tapi pria itu menahan lengan dan kakinya pada posisi itu. Bahkan semakin merapatkannya. Dan yang paling membuat Baekhyun terkejut sampai matanya terpejam akibat sensasi yang ditimbulkan, adalah ketika pria itu membuat gesekan kecil dengan sesuatu miliknya yang menonjol di bawah sana.

Chanyeol menyapukan lidahnya di telinga Baekhyun, menyempurnakan efek yang terjadi pada pria yang lebih pendek darinya itu.

"Kelihatannya kau lebih ingin menuntaskan ini daripada mendapatkan penjelasan, huh?" kekeh Chanyeol. Saking hampir tak berjaraknya tubuh mereka, bisik seperti itu pun terdengar begitu jelasnya. Baekhyun meremang hanya dengan tambahan suara berat milik Chanyeol yang merambati langsung pendengarannya.

Baekhyun menggeram kecil. Chanyeol pasti tengah mempermainkannya, dan dia kesal dengan reaksi tubuhnya sendiri yang terlalu berlebihan. Juga Chanyeol yang menggodanya sedemikian rupa seperti itu. Jadi tanpa banyak berpikir, dia mengarahkan tangannya ke bawah sana. Menyentuh milik Chanyeol yang menggembung di balik kain celananya dan membuat pria itu mengeluarkan reaksi yang sama dengan dirinya barusan.

Tapi karena perbuatannya itulah dia membuat Chanyeol menjadi lebih liar lagi. Pria Park itu mengisap lehernya. Baekhyun bahkan bisa merasakan gigi pria itu di sana. Sampai satu desah pelan lolos dari mulutnya.

"Aku bisa menghabisimu sekarang juga kalau kau mau."

Suara dalam Chanyeol kembali membuat Baekhyun merinding. Pria itu seperti mengurung dan enggan melepaskannya sekarang. Dia terdorong sampai punggungnya hampir mencium cermin rias.

"Ke tempatku. Setelah ini."

Maka dengan pengendalian diri yang seadanya, mereka pergi dari sana secepat mungkin. Menyelesaikan evaluasi singkat bersama sutradara, kru, dan pemain lain yang terasa seperti selamanya dan berkendara ke tempat Baekhyun dengan hampir saja melakukan seks di dalam mobil.

Di apartemen milik Baekhyun, mereka melakukannya dengan keras. Berkali-kali. Seolah tak ada hari esok lagi dan tak pernah puas hanya dengan satu-dua kali pelepasan.

.

.

Dini hari, keduanya memilih beristirahat di sofa yang ada di sudut kamar Baekhyun setelah membersihkan diri. Mereka sudah terlampau mengotori permukaan ranjang.

Baekhyun menyamankan diri pada posisinya yang bersandar di dada Chanyeol. Duduk menyamping seperti halnya pria itu dengan kedua kaki yang diluruskan. Secangkir teh hangat ia genggam dengan kedua tangannya. Sementara itu, Chanyeol memilih mengabaikan cangkir teh miliknya di atas meja dan melingkarkan lengan di perut Baekhyun.

Kau bertanya bagaimana mereka bisa berakhir seperti ini? Itu memang harus dipertanyakan, mengingat sampai beberapa jam lalu, keduanya masihlah terpaku pada persepsi bahwa mereka adalah musuh abadi.

"Pinggangku sakit," kata Baekhyun setelah menyesap sedikit isi cangkirnya.

"Oh ya? Bagian mana? Di sini?" Chanyeol, dengan senyumnya yang tidak pernah luntur sejak mereka menyelesaikan 'kegiatan' mereka beberapa menit lalu, meraba pinggang Baekhyun untuk mencari bagian mana yang pria itu maksudkan.

Gumaman kecil Baekhyun berikan sebagai jawaban. Chanyeol memberi pijatan kecil di bagian itu.

Beberapa menit lagi terlewati dalam diam. Baekhyun sudah hampir tertidur. Dia sudah meletakkan cangkirnya ke meja, dan tangannya kini terkulai nyaman di atas tangan Chanyeol.

"Kau sudah tidur?" tanya Chanyeol.

"Hmm."

Chanyeol mendengus geli. "Masih berkenan mendengarkan sesuatu? Ada yang mau kukatakan."

"Apa?" Suara Baekhyun berubah sedikit serak. Selain sudah sangat mengantuk, dia juga terlalu banyak menggunakan suaranya hari ini. Menyanyi dan melafalkan dialog, ditutup dengan mendesah dan berteriak selama permainannya dengan Chanyeol.

Tak kunjung mendengar Chanyeol bicara lagi, Baekhyun hampir menolehkan kepala sebelum akhirnya pria itu kembali bersuara.

"Aku tidak pernah menyabotase penampilan pertamamu."

Huh?

Kantuk Baekhyun seperti tersirap begitu saja oleh sesuatu yang tak kasat mata. Dengan segera dia perbaiki posisi duduknya. Bergeser dan berputar untuk menghadap Chanyeol.

"Apa maksudmu?" Baekhyun berkerut dahi. Dia refleks mencari gurat kebohongan di wajah Chanyeol namun tak menemukan apa-apa.

"Bukan aku yang menghancurkan kostum dan sepatumu waktu itu."

Ingatan Baekhyun dibawa pada hari penampilan pertamanya sebagai peran utama dalam drama musikal yang sesungguhnya. Saat itu dia masih menjadi mahasiswa di akademi. Saat itu Baekhyun menemukan kostumnya rusak tergunting di sana-sini, pun dengan sepatunya. Penampilannya yang tinggal setengah jam lagi mau tidak mau terdampak. Walaupun dia diberikan kostum yang lain, mentalnya terlanjur kacau. Dan itu memengaruhi penampilannya di atas panggung. Pengalaman yang sampai kapan pun tidak akan pernah Baekhyun lupakan. Dia menyalahkan Chanyeol yang saat itu mendapat peran pembantu di musikal yang sama atas kecelakaan itu berdasarkan kesaksian salah seorang teman.

Baekhyun begitu marah saat itu, sehingga kali ini ketika Chanyeol kembali mengungkitnya, kemarahan itu turut bangkit.

"Kau pikir aku akan percaya?" tanyanya skeptis.

Chanyeol menghela napas. Dia tahu akhirnya akan seperti ini. Hanya saja tidak juga enggan membiarkan hal ini berlarut-larut. "Apa aku tampak seperti sedang berbohong sekarang?"

Sekali lagi Baekhyun berusaha mencarinya. Gurat kebohongan itu. Tetapi sama. Dia tidak menemukannya. Lalu kenapa?

"Dan kenapa kau tidak pernah menjelaskan apa pun padaku?" tuntut Baekhyun. Dia berusaha menguasai dirinya sendiri walaupun ingatan akan masa itu benar-benar membawa kembali semua perasaan yang tidak menyenangkan.

Yang sebenarnya adalah Chanyeol sudah pernah mencoba membela dirinya. Tapi kala itu, Baekhyun mungkin terlalu murka untuk mau menerima pembelaan dan Chanyeol pun tidak pernah lagi berusaha lebih dari itu. Chanyeol yang juga marah telah dituduh secara sepihak memilih membalas Baekhyun dengan mengerjainya berkali-kali. Itulah yang menjadi awal mula permusuhan mereka.

Baekhyun mengembuskan napas kasar. Dia membuang muka dari Chanyeol. Hendak bangkit berdiri. Chanyeol sigap menahan.

"Tunggu. Aku tidak bermaksud membuatmu marah."

Seingin apa pun Baekhyun untuk menghardik tangan Chanyeol yang menahan pergelangannya, sentuhan pria itu sesungguhnya memang merambatkan hal lain yang menenangkan. Sampai seketika saja dia langsung urung pergi meninggalkan kamar ini. Kembali menyamankan duduk dengan bersandar pada sandaran sofa.

"Ini sudah tujuh tahun, demi Tuhan.."

Tujuh tahun berlalu dan selama itu juga Baekhyun mengira Chanyeol-lah yang menghancurkan penampilan perdananya dan membuat mereka terlibat permusuhan konyol yang tak ada gunanya—jika apa yang Chanyeol katakan itu memang benar. Tapi diusahakan pun, Baekhyun tidak bisa menemukan tanda-tanda kebohongannya. Bahkan kalau boleh jujur, Baekhyun memang menyimpan kecurigaan pada orang lain walaupun tipis sekali.

"Aku bisa membantumu mencari tahu pelakunya kalau kau mau."

Baekhyun menoleh pada Chanyeol tanpa mengangkat kepalanya dari sandaran sofa. "Bagaimana?"

Senyum miring yang khas milik pria itu muncul lagi. Tapi kali ini, Baekhyun tahu itu bukan ditujukan untuk mencemoohnya.

"Itu mudah."

.

oOo

.

Dan seperti kata Chanyeol, menemukan pelakunya sungguh sangat mudah. Lebih mudah dari yang Baekhyun kira. Mereka cuma perlu menghubungi beberapa orang yang terlibat di musikal perdana Baekhyun dulu yang untungnya kesemuanya berkarir tak jauh-jauh dari industri hiburan dan melontarkan beberapa pertanyaan—dan sedikit ancaman, sebenarnya.

Lalu ketemu. Meski tidak sama dengan dugaan Baekhyun pada awalnya, mereka bisa menemukan pelakunya.

Im Hayoon. Itu gadis cemerlang di akademi teater mereka dulu, yang saat ini juga terkenal sebagai bintang musikal dengan gelarnya 'Nation's Musical Princess'. Memuakkan.

Maka pada situasi paling kebetulan yang bisa Baekhyun dan Chanyeol dapatkan, mereka memutuskan untuk mengatur balas dendam kecil-kecilan. Yang sederhana saja supaya tidak perlu memancing perhatian publik berhubung Im Hayoon memiliki popularitas yang tidak terkira.

Wanita itu mengadakan acara private dining untuk orang-orang penting di jagat hiburan teatrikal, dengan Baekhyun serta Chanyeol sebagai salah satu daftar undangannya. Terima kasih kepada An American in Paris yang sukses besar, sehingga pamor mereka naik drastis dan bahkan disebut-sebut sebagai pasangan aktor musikal yang paling ditunggu penampilannya.

Rencana balas dendam mereka sederhana; datang jauh lebih awal dari siapa pun, dan mengacaukan ruang makan malam itu.

Satu setengah jam sebelum acara, Chanyeol dan Baekhyun sudah siap menghadiri acara yang diadakan di mansion mewah milik wanita itu. Mereka berias dan berpenampilan dengan baik walaupun pada akhirnya akan pergi sebelum acara itu dimulai. Baekhyun dengan jaket bulu merah jambu dan riasan memukaunya, serta Chanyeol dengan setelan satin biru mewahnya.

Hanya butuh beberapa pengaturan saja untuk menciptakan kesempatan, dan mereka menyapu bersih isi meja makan sampai semua barang pecah belah beserta isinya di sana jatuh berserakan tepat sebelum para tamu undangan datang. Tanpa pemilik rumah itu sendiri mengetahui (yang setelahnya, menjerit murka dan kerepotan untuk mengatur ulang ruang makan tersebut).

Baekhyun tertawa puas, pun dengan Chanyeol yang ikut senang karena ada bagian dari dendamnya juga di sini. Karena wanita itu, dia tidak bisa memiliki hubungan yang baik dengan Baekhyun.

Mereka berlari meninggalkan mansion itu. Masuk ke mobil dan pergi dari sana. Masih sesekali melepas tawa puas. Daripada menghadiri acara itu, mereka akan mengadakan private dining untuk mereka sendiri dan membuat alasan untuk tidak hadir di acara milik Im Hayoon.

Balkon hotel menjadi tempat bagi mereka membuat 'acara' makan malam yang walaupun bukan di restoran mewah apalagi mansion, tetap diatur sedemikian rupa agar layak. Tak lupa sentuhan seperti lilin dan menu-menu yang disiapkan langsung oleh juru masak khusus. Dalam rangka merayakan keberhasilan menuntaskan dendam lama yang sebetulnya sepele, mereka sudah menyiapkan ini sebelumnya.

"Jadi? Kita sudah bisa jadi sepasang kekasih sekarang?"

Pertanyaan Chanyeol yang pria itu lontarkan tanpa tedeng aling-aling langsung memancing emosi Baekhyun.

"Begitukah caramu meminta seseorang untuk jadi kekasihmu?" tanyanya, lantas berdecih. Lanjut menuangkan anggur ke gelasnya.

Dengus tawa Chanyeol tak tertahan. Betapa mudahnya membuat Baekhyun kesal.

Pria tinggi itu kemudian berdiri. Menarik sesuatu dari saku celana panjangnya. Dia mengambil gelas dari tangan Baekhyun, meletakkannya kembali ke atas meja setelah satu teguk pria itu sesap.

Baekhyun baru ingin bertanya ketika tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh Chanyeol untuk pria itu sisipkan sesuatu di jari tengahnya.

"Aku tidak pandai merayu," kata Chanyeol, membenahi posisi cincin yang baru saja ia pasangkan di jemari lentik milik Baekhyun. "Bagus tidak?" tanyanya, meminta Baekhyun ikut melihat bagaimana cincin yang Chanyeol sematkan di jarinya tampak begitu cantik dan cocok dengannya.

Tanpa menarik tangannya dari topangan tangan besar Chanyeol, Baekhyun memandangi benda berkilau itu. Melingkari jemarinya dengan pas dan cantik. Senyum kecil tak lagi bisa dia tahan. Dia mengangguk, menyetujui cincin itu bagus dan bahwa dia menyukainya.

Dengan tangannya yang baru saja menerima hadiah itu, Baekhyun menarik tangan Chanyeol agar pria itu merunduk padanya. Demi membubuhkan kecupan singkat di bibirnya.

"Kali ini aku mengampuni pengakuanmu yang tidak romantis," katanya, yang bila diterjemahkan; Baiklah, mari menjadi sepasang kekasih.

Akibat tindakan Baekhyun, Chanyeol menariknya berdiri dan kembali menciumnya. Dan alih-alih makan malam, mereka justru kembali ke dalam dan menutup rapat pintu balkon serta tirainya. Membiarkan lilin pada meja makan malam romantis itu padam tertiup angin. Memilih menyalakan 'api' yang lain di atas ranjang.

.

fin

.

.

What is this…. Sorry….. /run/