20 Desember 2025

Pagi hari yang mendung mewarnai kota Denpasar. Meskipun begitu, bus rombongan wisata sekolah dari seantero Indonesia masih tetap mendatangi Pulau Dewata ini tak peduli apapun kemungkinan cuaca yang diramal. Puluhan pesawat yang berasal dari seluruh dunia juga datang membawa turis. Tak peduli dari negara manapun itu, semua boleh mendatangi Pulau ini asalkan mereka datang untuk wisata saja, begitulah rules of thumb nya.

Meskipun beberapa bagian dunia sedang sibuk dan berpikir mengenai apakah yang harus dilakukan terhadap Rusia atas intervensinya terhadap Perang Saudara Ukraina antara Rezim Viktor Pereshenko dan Revolusioner, situasi di belahan dunia yang lain masih aman terkendali, sentosa nan sejahtera.

Mayor Jenderal Andi Ramadhan Avriansyah, pemimpin baru untuk Kodam Udayana sedang memeriksa rumah barunya di tengah kota itu.

"Hmm, agak beda sama yang di Diponegoro. " Ucapnya setelah melihat-lihat sebentar.

"Barang yang ini mo tarok di mana?" Tanya istrinya, Nadiya Putri Ardani Lubis, adik temannya dari Discord.

Meskipun sulit untuk dipercaya, tetapi memang begitulah ceritanya dia bisa bertemu dengan istrinya ini. Panjang namun menarik ceritanya.

"Taruh aja di kamar dulu. Aku mau pergi ke markas dulu untuk pengurusan, kamu bisa di markas atau jalan-jalan ke lokasi sekitar."

"Ya," balas istrinya singkat.

Setelah beres menaruh barang-barang mereka di lokasi sementara, sang suami langsung pergi ke markas sementara sang istri menelepon seseorang.

"Kiara," sapanya singkat.

"Iya ada apa Nadiya?" Balas orang yang disebut sebagai Nadiya, jelas adalah cewek.

"Aku udah pindah ke Denpasar ini sekarang."

"O, bagus. Jadi?"

"jumpa yuk, aku mau jajain Mixue nanti."

"Oh, okeh, gas!"

"Ok cies, jumpa di Mixue Ahmad Yani tengah, mau gak?"

"Okelah."

Setelah beres membahas lokasi ketemuan mereka, sang istri langsung berganti baju dan mengambil dompetnya sebelum kemudian memesan Grab.

Kekaisaran Tasa

???, Wilayah Administrasi Bagian Timur

20 Cavimbar 1915

Sebuah pegunungan nampak menjulang tinggi ke angkasa, dilanjut membentang dari utara ke selatan seolah menjadi benteng pemisah. Pegunungan Lamansky namanya, adalah pegunungan yang diyakini terbentuk oleh ular raksasa yang meninggal di atas benua ini karena dipanah oleh Dewa dari langit menggunakan panah khusus yang mengubahnya menjadi batu. Setidaknya begitulah asal muasal pegunungan ini menurut legenda.

Di wilayah Kekaisaran Tasa, nampak beberapa jembatan dan terowongan telah dibangun dalam beberapa tahun belakangan ini lengkap dengan perluasan dan pemadatan jalan. Semuanya, untuk suatu alasan yang tidak diketahui, mengarah ke dalam pegunungan ini. Badan Intelijen milik negara sebelah awalnya menduga bahwa ini adalah langkah awal dalam persiapan invasi ke negara mereka, namun nyatanya bukan. Dua tahun setelahnya mereka langsung membuang asumsi itu dan memilih untuk lanjut menyelidikinya, namun tak ada hasilnya sama sekali.

Penumpukan prajurit dalam beberapa minggu belakangan menarik perhatian mereka lagi dan kemungkinan invasi kembali muncul. Namun, untuk satu Combined Arms Army, tentulah itu tidak mungkin terjadi. Invasi setidaknya akan membutuhkan 10 Combined Arms Army untuk tahap awal. Namun satu?

Itu jelas mencari mati.

Program latihan khusus, begitulah kesimpulan mereka. Meskipun latihan di pegunungan terasa agak aneh, tetapi mengingat geografi perbatasan kedua negara praktis hampir seluruhnya berupa pegunungan, maka mereka memutuskan untuk mengirimkan laporan ini ke pusat. Tidak ada kemungkinan lain yang lebih masuk akal selain ini.

Sayangnya, sungguh sedikit sekali yang mereka ketahui mengenai tujuan dan niat asli dari seluruh persiapan dan penumpukan pasukan ini.

"Semua sudah siap, Pak!" Ucap seorang perwira tinggi, yang membuyarkan lamunan pemimpin mereka.

Adalah Letnan Jenderal Evgeny Vasilyevich, pemimpin formasi 20th Combined Arms Army yang disiapkan untuk memasuki dunia sebelah. Lelah membaca rincian dunia dan target mereka sejak dua bulan yang lalu, dia telah kehilangan konsentrasi dan fokusnya. Terakhir, dia duduk melamun membayangkan bagaimanakah pemandangan dunia sebelah yang katanya masih primitif itu. Pasti masih hijau dan segar alamnya, begitulah pikirnya. Dan saat dia sadar, semua perwira ternyata telah berkumpul di depannya.

"Aku mengerti. Apakah Komando pusat telah memberikan izin?" Tanyanya memastikan.

"Ya, Komando Pusat dan Regional telah memberikan lampu hijau!"

"Aku mengerti." Ucapnya sebelum kemudian berdiri tegak dan memandangi seluruh perwiranya satu demi satu.

"Aku nyatakan, Primitivnyy Mir Operatsii, telah dimulai!"

Segera setelah itu, perintah mulai disampaikan ke setiap unit. Unit Magis Khusus memulai langkah-langkah untuk membuka gerbang kuno itu, unit logistik memastikan kembali apakah suplai mereka cukup, dan unit kombatan menuju posisi mereka masing-masing. Dan yang berdiri langsung di depan gerbang adalah nobav N-5, kendaraan tempur lapis baja terbaru mereka.

Para kru menahan nafas mereka saat melihat gerbang kuno yang tinggi dan lebarnya melampaui imajinasi mereka itu mulai bersinar terang dengan cahaya putih dan hitam menerangi ornamen, lukisan dan guratan yang terdapat di sekujur gerbang itu. Tak lama kemudian, pintu gerbang itu mulai terbuka ke arah luar secara perlahan-lahan. Setelah terbuka sepenuhnya, apa yang ada di hadapan mereka adalah terowongan yang entah ujungnya ke arah mana namun yang pasti, mereka bisa melihat sebuah sinar putih di ujungnya, tanda bahwa gerbang di ujung sana, yaitu dunia lain juga telah terbuka.

Sang Komandan Nobav, yang juga bertugas sebagai pemimpin unit, secara perlahan mendekatkan mic di helm tempur ke mulutnya dan berkata, "Maju!"

Mesin yang telah hidup pun digas dan rombongan nobav N-5 disusul truk dan kendaraan tempur lainnya secara perlahan namun pasti mulai berbaris untuk memasuki gerbang itu menuju dunia lain. Para kru, semuanya nampak tegang dan wajah mereka penuh oleh rasa penasaran mengenai dunia yang akan mereka datangi ini. Meskipun dikatakan bahwa dunia ini masih primitif, namun mereka tidak terlalu yakin dengan hal itu.

Mixue Jalan Ahmad Yani Tengah

Denpasar, Bali

Ni Luh Made Kiara Parmika Hernawati, itulah nama seorang wanita yang tengah duduk di hadapan Nadiya. Parasnya yang cantik khas wanita Bali dengan tubuh sedang membuat dirinya agak cemburu. Meskipun dia juga bisa dibilang cantik, namun suaranya Kiara halus dan lembut, bertolak belakang dengan suaranya yang tegas dan keras. Untuk bagian itu, dia menyalahkan kakaknya, Radja, yang sungguh sangat menyebalkan dan membuat mereka sering adu mulut hampir setiap hari.

"Rasanya lebih enak ya dari yang biasanya,kan?" Tanya Kiara membuyarkan fokus Nadiya ke handphonenya.

Yang ditanya langsung menaruh handphonenya dan menatap balik. Kawan online yang beberapa kali sudah ketemuan di beberapa kesempatan ini sudah dia anggap kawan dekat meski baru ketemu beberapa kali di dunia nyata. Memang hebat internet ini, batinnya.

"Dibanding sama yang di Medan, ya. Ada itu ruko Mixue di Jalan Sumatera, masih ingat aku rasanya. Tapi dah lama aku terakhir makan ni es, mungkin resepnya dah berubah sikit."

Kiara mengangguk. Kemudian dia menyodorkan sebuah gambar Pentagram.

"Eh, kamu tahu gak kalau ini toko terletak di tengah Pentagram Mixue versi Denpasar?"

"...hah?"

Dia langsung memperhatikan gambar itu dengan lebih jelas. Di titik tengah garis pentagram adalah ruko Mixue Ahmad Yani Tengah, di tengah adalah Mixue Ahmad Yani Utara, di titik bawah Mixue Ahmad Yani Selatan, dan seterusnya.

"Jadi?" Tanyanya heran.

"Ya gapapa, cuma pas banget kamu milih lokasinya." Balas Kiara sembari tertawa kecil.

"Oh, hahaha. Iya ya. Tapi toh, gak mungkin juga kan bakal ada sesuatu yang terjadi disini."

"Haha bener si-"

Belum juga ucapannya selesai, tiba-tiba seluruh wilayah di sekitar mereka bermandikan cahaya putih terang disana-sini.

Sebuah cahaya yang menyilaukan tiba-tiba saja muncul di tengah jalan Ahmad Yani itu. Seluruh kendaraan langsung berhenti dan banyak orang berkerumun sembari merekamnya. Tak lama kemudian, cahaya terang itu menghilang, menunjukkan sebuah gerbang raksasa yang menutupi keseluruhan jalan dari sisi utara maupun selatan. Akses jalan terputus total, termasuk trotoar disekelilingnya.

Tak lama kemudian, gerbang itu terbuka. Tak ada yang keluar, namun mereka bisa mendengar suara kendaraan menggema dari dalam gerbang itu.

Nadiya dan Kiara masih terdiam mematung, namun entah dari mana muncul dua orang prajurit ADRI yang berlari menghampiri mereka. Pintu Mixue langsung dibuka, dan seorang dari mereka langsung berhenti di depan Nadiya.

"Bu, maaf menganggu namun kita harus segera pergi dari sini!" Tegas prajurit itu.

"Ka-kamu siapa?" Tanya Nadiya.

"Saya dan kawan saya ini ditugaskan oleh suami ibu untuk menjaga anda dari jauh. Tidak ada waktu, insting kami mengatakan akan ada hal buruk yang terjadi!"

Merasa bahwa ucapan prajurit itu ada benarnya, mereka pun langsung bergegas memasukkan barang-barang mereka dan pergi dari dalam Mixue. Namun, belum jauh mereka berlari, keluarlah sebuah kendaraan tempur yang disebut sebagai tank. Tak hanya satu, namun nampaknya puluhan, mengingat suara mesin yang terdengar seperti berasal dari puluhan tank.

Wajah komandan nobav N-5, yaitu Leonid, tidak bisa dikata-katakan dengan jelas, begitu pula para kru yang lain, baik dari nobavnya maupun nobav lain di belakangnya yang telah berhasil keluar dari gerbang.

"Berhenti!" Perintahnya.

Rahangnya turun kebawah, disusul oleh ekspresi wajah yang persis seperti orang yang tak bisa menerima kenyataan. Apa yang dihadapannya bukanlah dunia primitif, malah lebih tepatnya setara dengan mereka malahan. Mobil, tiang jalan, aspal, dan bahkan pesawat! Dia jelas melihat pesawat terbang di langit, matanya jelas tidak berbohong saat melihatnya, karena meskipun dia menutup dan membuka matanya berkali-kali, dikucek, maupun mencubit pipinya, itu jelas nyata.

Dia tidak mengerti, ataupun terlalu paham dengan fungsi kabel-kabel yang menjuntai di sekitaran tiang, rumah, dan gedung-gedung ini, namun dia tidak terlalu ambil pusing dengan itu. Yang jelas, bayangannya mengenai dunia ini sudah hancur berkeping-keping.

Dia pun mulai meragukan keberhasilan operasi ini.

Sementara rombongan tank itu berhenti di hadapan penduduk yang penasaran, kedua personil ADRI tadi langsung bersembunyi di balik sebuah gang kecil.

"Erik awasi terus, aku akan menghubungi markas," Ucap prajurit satunya.

"Oke War."

Prajurit yang dipanggil War itu langsung mengambil alat komunikasinya dan mulai menghubungi markas.

"Markas, Cepu izin melapor, rombongan tank dari negara tak dikenal muncul di Jalan Ahmad Yani secara tiba-tiba!"

"Markas ke Cepu, apa yang Anda maksud dengan tiba-tiba?"

"Cepu ke Markas, mereka muncul dari balik sebuah gerbang yang muncul secara ajaib. Saya tak dapat menjelaskan lebih lanjut, hanya itu yang dapat saya katakan."

"Markas ke Cepu, laporan diterima. Lanjutkan tugasmu. Selesai!"

War langsung menyimpan alat komunikasinya dan memperhatikan sekitar lagi. Nampak jelas bahwa gang ini memiliki ujung dan tidak buntu karena baru saja dia melihat motor melaju dari arah utara ke selatan.

"Erik, Ibu, ayo kita lanjut bergerak!"

Yang dipanggil langsung mengangguk semua dan mereka kembali bergerak.

Sementara itu, di Nobav N-5 komando milik Tasa yang masih berhenti di Jalan Ahmad Yani, Leonid masih berbincang-bincang dengan komando Regional.

"Bahasa apa itu?" Tanya seorang penduduk heran.

"Kayak...bahasa Rusia gak sih?" Balas penduduk di sebelahnya.

"Tidak, saya sendiri juga tidak terlalu paham dengan apa yang dia ucapkan." Ucap seorang pria berkulit putih yang tingginya melebihi penduduk lain di sekitarnya.

"Lah, orang Rusia saja tidak paham, lalu bahasa apa yang mereka ucapkan ini?"

"Tidak sepenuhnya. Saya bisa mengerti satu dua kata, tetapi maksud dari dia itu, saya tidak bisa memahaminya sepenuhnya. Aksennya, itu masalahnya. Secara keseluruhan, saya bisa mengerti secara kasar. Itu saja."

Semuanya langsung mengangguk. Orang Rusia ini, mereka kenal jelas siapa dia. Adalah bapak Sergei, orang Rusia dari Saint Petersburg yang pindah kemari karena sudah pensiun. Sejak awal, dia sudah menikahi seorang wanita Bali untuk mempermulus izin tinggalnya. Mengenai kenapa dia memilih pindah kesini, "Saya sudah bosan tinggal di Rusia," katanya.

Meskipun yang lain masih heboh dan penasaran, Sergey malah memasang wajah khawatir saat mendengar kalimat dari Leonid barusan.

"Tembak...orang?" Gumamnya.

Setelah mendengar kelanjutannya, dia langsung berbalik menghadap ke kerumunan penduduk yang masih heboh merekam dan mengabadikan momen ini.

"Semuanya lari, selamatkan diri kalian!" Teriaknya histeris.

"A-ada apa pak?" Tanya penduduk di sampingnya yang tadi bertanya.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskan, kita akan ditembak intinya,lari!"

Sontak para penduduk langsung bubar. Yang tidak membawa kendaraan berlari di jalanan dan trotoar, sementara yang membawa kendaraan bergegas menyalakan kendaraannya sebelum kabur. Namun kemacetan yang terjadi, ditambah padatnya jalanan membuat mereka mengurungkan niatnya dan memilih untuk berlari.

Leonid yang menyaksikan hal itu masih diam menunggu konfirmasi perintah untuk menembak. Setelah konfirmasi datang dari pusat dan pasukan infanteri yang telah diturunkan dari truk jauh dibelakang sudah menyeberangi gerbang, dia mengangguk tanda paham.

"Tembaki mereka!" Perintahnya dengan nada tegas bercampur ragu-ragu.

Meriam tank N-5 pun mulai ditembakkan ke ujung jalanan, sementara pasukan infanteri menembaki secara acak menggunakan senapan Avtomat Serdyukov 99, atau disingkat sebagai AS-99.

Perasaan getir menghinggapi Leonid saat memikirkan respon balasan dari negara yang mereka invasi saat ini, dengan kemungkinan nama adalah Madzhapahit ini. Bahkan meskipun perintah menembaki hanyalah beberapa saat saja sebagai intimidasi, dia meragukan keefektifannya.

Sementara itu, sebuah mobil dengan plat nomor ADRI nampak sedang terjebak di jalan Ahmad Yani. Mereka yang menaikinya adalah prajurit dan perwira dari Markas Kodam Udayana untuk memastikan kebenaran laporan itu. Meskipun di twitter juga sudah viral, namun mereka ingin memastikannya sendiri. Dan saat sudah melihatnya, mereka ingin memutar balik, namun terjebak oleh para penduduk yang mendadak berlarian melawan arah mereka.

"Ada apa ini?" Tanya sang perwira.

Tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan jawabannya karena tank didepan sana mulai menembak ke arah mereka disusul oleh tembakan senapan dari para infanteri musuh.

"Ap-semua turun, kita balas mereka, beri waktu bagi penduduk!" Perintahnya sembari mengkongkang senapan Pindad SS-1 V1 miliknya.

Supir, Perwira dan dua orang prajurit lainnya langsung bergegas turun dari mobil dan menembaki para pasukan invasi, kecuali supir yang karena tidak membawa senjata apapun langsung lari juga bersama para penduduk.

"Kalian ke gang sana, berlindung, saya akan ke belakang mobil disana. Cepat, akan ku berikan tembakan perlindungan!"

Segera setelah diperintahkan, kedua prajurit langsung lari ke arah gang di kiri mereka, sementara pasukan infanteri musuh yang ditembaki masih berlarian mencari perlindungan.

Leonid yang melihat perlawanan kecil itu cukup takjub melihatnya. Alih-alih kabur, mereka malah melawan balik. Menyebabkan dirinya agak khawatir dengan proses invasi ini, terlebih saat dia sudah mengidentifikasi jenis senapan yang dipakai itu bukanlah senapan karabin seperti yang diperkirakan.

"Gunner, arah jam 1, mobil!" Ucapnya memberi petunjuk.

Meriam diarahkan ke mobil yang dimaksud. Dan setelah sang gunner mengatakan siap, Leonid langsung memberikan perintah, "Tembak!"