"Peek A Boo" by jennetchs

Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta

Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc.


Chapter 2 : Trapped (flashback #2)


Yaya meneguk ludahnya dengan susah payah, pegangannya pada ujung sweater oversized yang dikenakannya semakin mengerat. Jujur saja, dirinya benar-benar sangat gugup saat ini. Bagaimana tidak? saat ini ia harus berhadapan dengan pemilik mobil mewah yang hampir celaka seminggu yang lalu karena kecerobohannya. Dan pemilik mobil mewah itu adalah sepupunya sendiri.

Mimy Cakrawidana. Tentu saja, sebagai orang yang juga senang membuat berbagai macam kue dan biskuit, Yaya mengenalnya. Sebelum namanya melejit karena dirinya digadang-gadangkan akan menjadi calon menantu keluarga Mechamato, Yaya sudah terlebih dahulu mengenal sosok Mimy. Perempuan itu adalah sosok sepupunya dan juga pâtissier yang disegani oleh Yaya. Walaupun sekarang hubungan mereka tidak begitu baik, ia masih sering menonton acara televisi masak-memasak yang dipandu oleh wanita di depannya ini. Sudah cantik, manis, dan pembawaannya yang ramah—setidaknya itu adalah kesan pertama yang diberikan Yaya saat mengenal Mimy di acara besar keluarga mereka di waktu kecil.

Namun, untuk sekarang kesan pertama itu mendadak hilang. Mimy yang berada di depannya sangat jauh berbeda dengan yang ia lihat saat kecil. Yaya menarik kembali ucapannya yang mengatakan wanita itu ramah, karena untuk saat ini di depannya, Mimy menatap dingin dirinya.

Yaya tak menyangka ia hampir membuat pâtissier terkenal sepulau Rintis yang merupakan sepupu jauhnya dan juga calon menantu keluarga tersohor Mechamato hampir mati diakibatkan kecerobohannya.

Saat itu Yaya cukup lega begitu mengetahui bahwa sepupunya tampak sedang terburu-buru dan tidak mempermasalahkannya. Sudah seminggu sejak kejadian itu terjadi, Yaya mengira semua sudah beres dan sepupunya memaafkannya. Namun kenyataannya kali ini ia dihubungi oleh perempuan itu. Untung saja hari ini Yaya mendapatkan jatah liburnya sehingga bisa bertemu dengan Mimy. Jadi sekarang apa? Apa Yaya diminta untuk ganti rugi? Oh... untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja ia masih sulit, dan sekarang ia harus membayar kepada sepupunya karena sudah membuat body mobil mewah gadis itu lecet? Yaya hanya bisa berharap satu hal.

Semoga sepupunya itu bisa diajak kompromi agar dirinya bisa mengganti rugi dengan cara tagihannya dicicil.

"Bagaimana kabarmu?" Yaya dengan senyum merasa bersalahnya mulai bertanya.

Hening. Mimy tidak menjawab pertanyaannya.

"Anu... itu, aku ingin meminta maaf..." kata Yaya masih dengan senyum merasa bersalahnya.

Mimy mendengus. Dengan angkuhnya, perempuan itu bersedekap dada, memamerkan kilauan emas di pergelangan tangannya yang membuat Yaya meringis.

"Aku mengajakmu berbicara seperti ini bukan ingin mendengar permintaan maaf darimu, lho," kecam Mimy, ia tersenyum miring menatap Yaya yang langsung menghilangkan senyum di wajahnya.

Oh, tentu. Tentu Yaya sangat mengetahui hal itu. Lagi pula, ia mengucapkan kata 'maaf' itu hanya untuk berusaha berbasa-basi. Hubungan sepupu antara mereka sudah lama merenggang, bahkan ini adalah pertemuan pertama dalam bentuk dewasa mereka setelah 10 tahun hubungan antar sepupu itu merenggang. Yaya hanya mengetahui bahwa Mimy sekarang sudah terkenal. Jika bukan karena insiden tadi, mereka hanya akan menganggap orang asing bagi mereka masing-masing.

"Anu..., jadi—"

"Aku minta kau mengganti kerugian atas lecetnya body mobil mewah kesayanganku." Perkataan Yaya dipotong dengan cepat, tanpa basa-basi. Dalam hati, Yaya mencoba beristighfar untuk tidak memaki perempuan menyebalkan di depannya.

Menarik nafasnya perlahan kemudian membuangnya, Yaya mulai memaksakan senyum pada Mimy. "Berapa uang yang harus ku bayar?" tanyanya, berusaha bersikap tenang, meskipun hatinya kini sudah berdegup kencang seperti habis dikejar.

Mimy berdengus sembari tersenyum meremehkan Yaya yang berada di depannya. Ia lalu menyerahkan bon yang membuat kelereng karamel itu membola. Sungguh, bahkan jika Yaya bekerja sampai 2-4 tahun lamanya pun di kafe milik Kuputri, ia yakin uang yang dihasilkannya tidak akan mampu membayar kerusakan body mobil mewah itu. Setidaknya ia perlu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang yang lebih besar, maka dalam rentang waktu tersebut ia bisa mengganti kerugiannya.

"Ya Allah ... ini mahal banget," gumaman Yaya membuat Mimy terkekeh sinis. Padahal Mimy jelas-jelas melihat Yaya tampak menantang dirinya.

"Bukankah tadi kau terlihat seperti sedang menantangku? Kenapa sekarang kau tampak ciut begini, heh?"

Yaya hanya menggigit bibir bawahnya saat mendengar ejekan di depannya. Nada bicara Mimy sarat akan meremehkannya.

"Ini harus saya bayar cash...? Anu, itu... apa nggak bisa dicicil aja? Ak–Aku janji nggak bakalan kabur, kok! Ka–kau bisa pegang MyKad milikku deh...!" Dengan cepat Yaya membuka tas selempangnya, ia pun mengeluarkan dompet dan mengambil sebuah kartu tanda penduduk yang kemudian diserahkannya pada Mimy.

Mimy menatap datar gadis muslimah di depannya. Tangannya mendorong kembali MyKad itu ke meja Yaya, membuat gadis itu termangu.

"Aku nggak menerima pencicilan," ucapnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa. Matanya melirik Yaya dari atas sampai bawah, membuat sosok yang ditatap merasa tidak nyaman.

"Kalau begitu, aku harus bagaimana..."

Mimy menegakkan kembali tubuhnya. Matanya menatap Yaya lekat-lekat, sebuah senyum tipis terpatri di bibirnya. "Aku punya pilihan lain untukmu," tawarnya.

Yaya mengerjapkan kedua bola matanya. Ia menatap Mimy bingung.

"Pi-pilihan lain?"

Mimy mengangguk."Ya. Apa kau mau?"

Mendengar itu, Yaya tentu saja mengangguk cepat. Hal itu membuat Mimy tersenyum miring.

"Kau harus ikut terlibat dalam rencanaku."

Yaya semakin bingung, perempuan itu menyerngitkan dahinya. Rencana? Memang rencana apa yang disiapkan oleh Mimy hingga ia juga harus terlibat?

Mengetahui bahwa gadis di depannya tampak bingung, Mimy kembali bersuara. "Sebelum itu, aku ingin bertanya. Kau tahu siapa kekasihku, kan?" tanyanya, dan ia merahasiakan kepada gadis itu bahwa dirinya sudah putus dengan Taufan.

Yaya mengangguk antusias. Tentu saja ia mengenal siapa kekasih Mimy, walaupun ia tidak memiliki ponsel yang canggih, bukan berarti dirinya tidak tahu siapa Taufan Al Mechamato itu. Apalagi Taufan dan keenam saudaranya itu sering terpampang di majalah, koran, bahkan televisi nasional, tidak mungkin ada orang yang tidak mengenal mereka, setidaknya di Malaysia ini.

Dan lagipula Yaya bukanlah perempuan munafik. Ia pernah bermimpi ingin menjadi istri salah satu kembaran Taufan, terutama sih Halilintar Glen Mechamato—yah, walaupun mimpinya itu harus kandas karena pria itu sudah menikah setahun yang lalu dan memiliki istri yang sangat cantik dan berbeda dengan dirinya. Selain itu, dia juga ingin hidup tentram. Yaya sangat tahu bagaimana mengerikannya kehidupan orang-orang elite. Tentu saja tidak jauh dari yang namanya perselingkuhan, perjodohan bisnis atau politik, dan masih banyak lagi. Memikirkan itu saja, ia sangat bersyukur tidak harus terlibat dengan hal mengerikan tersebut. Di sisi lain, Mimy tersenyum lebar melihat respon Yaya.

"Taufan Al Mechamato, kan?" tanya Yaya, mencoba memastikan kembali dan diangguki oleh Mimy. "Apa yang harus aku lakukan sampai harus ditanya soal pacarmu?"

"Sabtu nanti, kau harus ikut aku ke hotel Rosemary di dekat perumahan susun untuk bertemu pacarku,"

Yaya terdiam, ia masih mendengarkan ucapan Mimy. Hanya saja ia heran, mengapa orang kelas atas seperti Mimy dan Taufan harus bertemu di hotel yang tidak sesuai dengan kelas mereka? Apakah ada pembicaraan yang sangat rahasia?

"Aku akan membuatmu menjadi pelayan hotel di sana sementara. Tugasmu yang kuberikan adalah mengantarkan minuman yang sudah kucampur obat tidur kepada kekasihku. Jika obatnya berhasil bereaksi, kau bisa langsung membawanya ke kamar 133. Di sana, aku akan menunggumu."

Kedua bola mata Yaya membola. Dia menatap tak percaya Mimy yang masih tetap tersenyum setelah mengatakan idenya itu. Baik Mimy ataupun Taufan, Yaya sebenarnya tidak ingin terlibat diantara mereka.

"Maaf Mimy, tapi aku nggak berani—"

"Kalau begitu, kau bayar cash saja ganti rugi untuk mobilku." Perkataan Yaya langsung dipotong dengan cepat, membuat perempuan itu terdiam.

"Bagaimana? Apa kau ingin menerima tawaranku atau mengganti dengan cash?"

Yaya menatap lekat Mimy yang tersenyum tipis. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya ia tidak memiliki pilihan. Jika disuruh memilih, Yaya lebih baik berurusan dengan Mimy dibandingkan dengan keluarga Mechamato. Tapi walaupun begitu, jujur saja masih ada rasa takut di dirinya jika ia terlibat masalah keluarga Mechamato, mengingat sepertinya Mimy melibatkan pacarnya dalam rencananya.

"Kalau begitu izinkan aku bertanya," Mimy menaikkan satu alisnya. "Kenapa kamu memilihku? Bukankah kamu bisa meminta bantuan yang lebih profesional dibandingkan orang awam sepertiku?" Mimy dibuat tersenyum mendengar pertanyaan Yaya. Sepertinya ia lupa bahwasanya perempuan di depannya ini tidak sepolos dan sebodoh yang ia pikirkan. Yaya terlihat sangat mempertimbangkan semua tawarannya, membuat Mimy harus memutar otak untuk mengakali sepupunya yang berotak cerdas di depannya ini.

"Tentu saja karena hutangmu itu. Selain itu, jasa yang biasa aku gunakan tidak bisa digunakan untuk minggu ini," sahut Mimy. "Lagipula, aku sudah mempertimbangkan untuk memilihmu, Yaya," lanjutnya sembari tersenyum manis. Membuat Yaya menatapnya curiga.

"Pertimbangan seperti apa?"

"Jika aku memakaimu, aku tidak perlu mengeluarkan uang dengan nominal besar hanya untuk memakai jasa orang lain. Selain itu kau juga cekatan, jadi kurasa pekerjaan seperti itu cocok untukmu," ucapnya masih dengan senyumnya. "Lagipula kau tenang saja, kau tak akan terseret apa pun. Akan kupastikan, identitasmu akan aman."

Yaya hanya diam. Sepertinya Mimy memiliki dendam kepada kekasihnya, dapat dilihat dari matangnya persiapannya untuk menjebak kekasihnya.

"Jika kau ingin tidur dengan pacarmu, tidak harus menggunakan cara kotor seperti ini, kan?" tanya Yaya dengan cukup vulgar. Mendengarnya, membuat Mimy mengangkat alisnya. "Maksudku, kalian pasti sudah sering melakukannya, kan? Apalagi ini Taufan lho, tidak mungkin ia menahan diri dengan wanita secantik dan memiliki body impian para wanita sepertimu. Lagipula, kalian juga suka sama suka, bahkan mau menikah juga, kan? Aku lihat-lihat kau selalu dibilang akan menjadi menantu keluarga Mechamato selanjutnya,"

Suka sama suka? Calon menantu keluarga Mechamato? Mendengar hal itu membuat Mimy terkekeh geli. Yaya menatap Mimy dengan wajah bingung.

"Apa aku salah?" tanya Yaya.

Mimy mendesah pelan. Perempuan itu bangun dari duduknya, kemudian memakai kembali kacamata hitamnya. "Kurasa hal tersebut bukan menjadi ranah untukmu lagi, Yaya," ucapnya. Yaya mendengarnya hanya mengangguk. Benar juga, untuk apa ia banyak bertanya seperti itu.

"Baiklah, aku setuju." Yaya menyetujuinya. Lagipula, tugas yang diberikan Mimy sangat mudah. Ia hanya perlu membuat Mimy tidur bersama kekasihnya, dan tara hutangnya pasti akan langsung dilunaskan oleh sepupunya itu. Setelah itu, ia tidak akan pernah terlibat lagi dengan Mimy maupun keluarga Mechamato.

"Baiklah, aku juga mohon bantuannya ya, Yaya." Mimy mengulurkan tangannya yang diterima gadis itu. Mereka berdua tersenyum seperti sedang mencapai kesepakatan bisnis, tanpa Yaya ketahui bahwa senyuman Mimy menyimpan banyak rahasia di sana.


Seperti yang sudah direncanakan oleh Mimy, kini Yaya sudah berada di hotel yang dimaksud oleh perempuan itu dan menyamar sebagai pelayan. Demi bisa membayar hutangnya, Yaya sampai harus rela berbohong pada Kuputri, bosnya, bahwa dirinya izin untuk tidak masuk kerja hari ini karena tidak enak badan yang tentunya diizinkan oleh perempuan itu. Sekelebat, ada perasaan bersalah di hati Yaya.

Iris karamelnya tidak dapat berpaling dari wajah rupawan Taufan Al Mechamato. Wajah pria itu ternyata benar-benar tampan terlebih iris samuderanya itu mampu menghipnotis Yaya yang sedari tadi termangu menatapnya. Tidak... bukan hanya Yaya saja, tetapi pengunjung lain yang sedang menikmati makan malam di hotel tersebut juga memperhatikannya. Dari tatapan mereka, tampak ada rasa tidak percaya melihat dua pasangan fenomenal di Pulau Rintis menghabiskan malam Minggu mereka di hotel murah seperti ini.

Yaya bisa melihat Mimy dan kekasihnya sedang berbicara hal yang cukup serius—tidak, Yaya tidak dapat mendengarkan pembicaraan mereka, tetapi dari raut wajah Mimy yang tampak sedih dan raut wajah Taufan yang tampak mengeras, Yaya bisa mengetahui mereka sedang membicarakan hal serius. Pegangannya pada nampan mengerat, di atasnya terdapat dua gelas jus jeruk yang dipesan oleh Mimy.

Yaya hanya bertugas mengantarkan minuman itu, dan dirinya juga sudah diberi tahu yang mana gelas untuk Taufan dan yang mana untuk Mimy. Tentunya gelas milik Taufan sudah dicampurkan dengan obat tidur.

Menghela nafas dengan berat, Yaya memberanikan diri berjalan mendekati meja kedua pasangan itu.

"Sudah kubilang, aku tidak bisa berbalikan denganmu, Mimy. Aku sudah lelah dengan sikapmu," suara husky itu menyapa indra pendengaran Yaya. Meletakkan kedua gelas itu di meja, Mimy dan Taufan tampak tidak sama sekali menghiraukan kehadiran Yaya.

Hah? Mereka ternyata sudah putus? Pantesan aja, Mimy ingin sekali membuat Taufan tidur dengannya, ucap Yaya dalam hati setelah kembali ke posisinya dan memperhatikan kedua mantan pasangan kekasih itu dari jauh.

Dari pandangannya, Yaya dapat melihat Mimy meminum jus jeruknya, begitu juga dengan Taufan. Yaya dapat melihat Mimy menangis, dan tak lama perempuan itu berjalan keluar meninggalkan Taufan sendirian.

Yaya memperhatikan Mimy yang kini memberinya kode dari luar ruang makan hotel, tampak menyuruhnya bersiap, tinggal menunggu putra kedua Amato Al Mechamato itu linglung.

Wajah tampan Taufan mulai tertunduk, tangan kekarnya tampak memijat keningnya. Melihat itu, Yaya tahu... bahwa obat tidur itu bereaksi padanya.

Menolehkan kepalanya ke segala arah, Yaya memastikannya orang-orang sedang menikmati makanan mereka dan dunia mereka sendiri. Hal itu menjadi kesempatan untuk Yaya, segera gadis berpashmina plisket bewarna coklat mocha itu menghampiri Taufan dan akan membawanya sesuai arahan Mimy.

"M-mas?" Yaya menepuk pelan pipi Taufan, membuat pria itu menoleh dengan tatapan sayu. Yaya tahu..., obatnya sudah mulai bereaksi. Mata tajam itu mulai terpejam, sebelum pria itu ambruk, Yaya harus melancarkan aksinya. "Ma-mari saya bantu, ya, mas," ucapnya dengan terbata-bata. Tidak ada balasan, segera Yaya langsung membopong badan berat Taufan itu.

Harum leather membuat indra penciuman Yaya tergelitik. Yaya berjalan tergopoh-gopoh, sesekali ia menoleh menatap ke arah Taufan, dalam hati perempuan itu sangat senang dan bersyukur bisa melihat secara langsung wajah pria itu. Ternyata Taufan jauh lebih tampan dibandingkan dengan dirinya di televisi maupun di majalah.

Alis yang tebal, rahang yang tegas, hidung yang mancung, bibir yang tampak penuh dan merekah... oh, sialan! Jika Yaya memiliki suami seperti ini, pastinya dalam seminggu dia akan mengadakan syukuran hanya untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena memiliki suami seperti Taufan. Segera Yaya menampar wajahnya dengan satu tangannya, lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.

Yaya tersenyum lega ketika melihat Mimy sudah menunggu di depan kamar yang direncanakan. Namun, dirinya menatap bingung pada sosok pria berkulit Tan berkacamata di samping Mimy. Apakah itu kekasih baru Mimy?

Mengetahui arah pandangan Yaya, Mimy berdehem. Hal itu membuat Yaya kembali memandangnya, "Dia asistenku, namanya Amar Deep," ucapnya.

Pria di samping Mimy tersenyum kecil, dan Yaya ikut membalas dengan senyum kakunya.

"Masukkan dia ke dalam," titah Mimy, membuat Yaya mengangguk dan mulai membuka pintu kamar. Yaya masuk dan membaringkan tubuh pria itu ke atas ranjang berukuran king size itu. Matanya menatap sejenak Taufan yang tampak tertidur, di dalam hati ia meminta maaf kepada pria itu.

Lagipula dirinya tidak punya pilihan.

Yah, setidaknya hutangnya pada Mimy malam ini akan langsung lunas dan dia tidak akan terlibat lagi dengan Mimy ataupun Taufan. Selain itu, dia juga cukup bersyukur malam ini bisa melihat langsung rupa Taufan dan bisa merasakan memegang dan mencium harum tubuh Taufan. Kesempatan seperti ini tidak akan pernah ia rasakan dua kali kedepannya, kan?

Yaya mulai membalikkan tubuhnya, dan saat itu juga sebuah tangan besar yang menarik lengannya membuat gadis itu terkejut. Segera Yaya memutar kembali tubuhnya, dan matanya terkejut melihat manik safir itu menatap tajam dirinya.

"Ba-bagaimana bisa! Ka-kau harusnya sudah tertidur!" Yaya bergumam tidak jelas. Sinyal di kepalanya berdering, menandakan akan ada bahaya setelah ini. Apa obat yang diberikan Mimy tidak mempan pada pria seperti Taufan?

Safir itu menatap tajam Yaya, walaupun juga tampak sayu, "Mau ke mana?" suara husky itu menjadi semakin berat, membuat tubuh Yaya menegang. Telapak tangan yang memegang lengannya juga panas, wajah lelaki itu juga memerah." Cih, kau pasti jalang murahan yang diperintahkan oleh Mimy untuk menjebakku, kan? Kau pasti tidak sabar ingin kutiduri, ya?"

Kedua bola mata Yaya terbelalak. Tangannya mulai memberontak, perkataan Taufan sudah melantur kemana-mana. Yaya mulai takut, terlebih lagi saat pria itu menyeringai dan menjilati bibirnya sambil memandang ke arahnya.

"Dasar jalang murahan, kau memasukkan obat perangsang dalam minumanku, ya? Setidak sabar itu, kah, kau ingin kugagahi?" Mendengarnya, membuat mata karamel Yaya membola. Sinyal berbahaya itu sudah jelas di otaknya.

Obat perangsang?

Oh Tuhan... Yaya sudah dijebak. Mimy sudah menjebaknya. Sepupunya sendiri tega menjebak dirinya.

Dengan keras, Yaya menolak tubuh kekar Taufan, membuat pria itu jatuh terjerembab ke belakang. Yaya dengan cepat berlari, dan dengan sedikit was-was ia mencari keberadaan Mimy di kamar tersebut, namun tidak wanita itu di sana. Bahkan Yaya tidak menyadari bahwa pintu itu sudah ditutup dan dikunci dari luar. Dengan nafas terengah-engah, Yaya berlari ke arah pintu. Ia mencoba membuka kenop pintunya dengan brutal. Namun, hasilnya nihil.

Pintu itu terkunci.

Yaya semakin kalut. Dengan brutal, ia menggedor-gedor pintu tersebut. Berharap siapa pun yang ada di luar mendengarkannya yang meminta pertolongan.

"Mimy! Mimy!! Tolong, tolong aku!!!"

Yaya semakin kalut. Tidak! Tidak seperti ini! Rencana yang dibicarakan oleh Mimy kepadanya tidak seperti ini. Yaya sadar, ternyata dia sudah dibohongi. Sekarang ia merasa, dirinya seperti pelacur yang didagangkan oleh sang mucikari, Mimy.

"Mimy ... tolong keluarin aku dari sini, Mimy..." Gedoran Yaya semakin melemah, suara gadis itu juga. Air mata mengenang di matanya, ia tak menyangka akan berakhir seperti ini.

"AKHHHH!!!" Yaya meringis ketika merasakan ada tarikan yang keras pada lengannya. Belum sempat ia mencari tahu apa yang terjadi, kini tubuhnya sudah terlempar di atas ranjang. Saat Yaya membuka matanya, saat itu juga dia sadar, sosok Taufan sudah berada di atasnya dan menindihnya.

Pria itu mencengkram kedua tangan Yaya dengan satu lengan kekarnya. Yaya dapat merasakan bahwa tubuh pria di atasnya itu panas.

"Kumohon, lepaskan aku..., kamu salah orang, bukan aku pelakunya..." Yaya menatap nanar Taufan, memohon iba kepada pria yang sudah menyeringai culas menatapnya.

Taufan mendekatkan wajahnya pada Yaya. Ia kemudian berbisik di telinga gadis itu dengan suara husky-nya yang berat, membuat bulu kuduk Yaya berdiri.

"Nah, bitch ... kuharap kau bisa memuaskan hasratku malam ini. Dan tentu saja, aku akan membuatmu tidak bisa mengimbangi permainanku..."


Peek A Boo

Chapter 2 : Trapped (flashback 2)

To be continued


Author's note :

Apa yang aku tulis ini wkwkwkw. Sebenarnya ini adegan dewasanya ada, cuma aku cut karena terlalu brutal, aku yang ngetiknya aja nggak sanggup bacanya makanya aku cut. Chapter 3 bakal up nanti, mau revisi dulu hehehe. Jangan lupa reviewnya ya.

SEE YOU NEXT CHAPTER~

with love

jennetchs