"Peek A Boo" by jennetchs
Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta
Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc
Chapter 3 : Taufan Al Mechamato pov (flashback #3)
Jika setiap pria ditanyakan siapa lelaki di Malaysia, tepatnya di Pulau Rintis yang paling membuat mereka merasa iri, maka mereka akan menjawab dengan 98% persentase dengan jawaban yang sama.
Taufan Al Mechamato.
Goblok! Itu satu kata yang akan Taufan berikan kepada manusia-manusia yang iri padanya. Taufan sangat benci saat setiap orang dengan terang-terangannya mengatakan iri padanya. Dasar bodoh..., seharusnya mereka iri saja pada sih Halilintar, kembaran tertuanya itu, bukannya pada dirinya!
Mereka selalu berkata dengan mulut bau mereka bahwa kehidupannya sebagai Taufan Al Mechamato itu sangat sempurna.
Dan beruntung.
Yah, Taufan akui kehidupannya memang sempurna. Siapa sih yang tak iri memiliki keluarga yang sukses dalam segala bidang, terlebih lagi keluarganya menghasilkan keturunan berwajah tampan dan cantik. Ibunya, Tamara Yusharani masih memiliki wajah cantik seperti wanita kepala dua walaupun umurnya sudah hampir kepala lima, lalu ayahnya, Amato Al Mechamato yang tampak masih tampan dan beraura sugar daddy dengan usia tuanya, serta keenam saudara kembarnya yang memiliki wajah tak kalah tampan seperti dirinya. Entah harus dikatakan beruntung atau tidak, Taufan menjadi lelaki paling tampan ketiga di keluarganya setelah sang kakak tertua, Halilintar dan juga sang si bungsu, Solar.
Memang benar pernyataan bahwa semua orang hanya senang melihat dan menilai orang dari kulit luarnya saja.
Taufan memang sempurna. Dibandingkan keenam saudara kembarnya yang lain, bisa dibilang Taufan memenuhi kriteria hampir sempurna. Sudah kaya, seksi, pintar (walaupun tidak sepintar si bungsu Solar dan si kembaran ketiga Gempa), pintar masak, tampan, ceria, ramah, dan paling penting dia adalah social butterfly pula. Namun, dibalik kesempurnaannya itu, ada terselip usaha keras yang telah dilakukan Taufan. Hidup di keluarga yang serba sempurna, harus membuat Taufan untuk menjadi sosok yang sempurna juga.
Walaupun Ayah dan Ibunya memberikannya kebebasan, bukan berarti ia benar-benar bebas. Kehidupannya dan pergerakannya juga diawasi oleh keenam saudaranya. Keluarganya selalu memperingatinya, bahwa dirinya jangan pernah sesekali terlibat dalam skandal jika tidak ingin membuat nama keluarga Mechamato yang sudah lama dijunjung tinggi ini menjadi hancur.
Kedua orang tuanya juga mengatakan, daripada terlibat skandal menghamili seseorang, apalagi dari kalangan bawah, ada baiknya anak-anak mereka dijodohkan dengan orang yang berstatus sama seperti mereka. Keenam saudaranya sih mengikuti saja arahan orang tua mereka, tetapi untuk Taufan, ia membantah. Sebagai orang yang mencintai kebebasan, Taufan sangat menolak dinikahkan dengan gadis yang dijodohkan kepadanya. Ia mengatakan dengan lantang pada orang tuanya, ia akan menikah dengan gadis lain yang statusnya sama sepertinya, sosok gadis yang dia cintai, bukan perempuan dari hasil perjodohan mereka. Ia bahkan harus membual pada mereka bahwa dirinya memiliki kekasih.
Mendengar bantahannya, tentu saja orang tuanya—terutama Ibunya, tidak setuju. Ibunya tetap memaksa akan menjodohkannya. Jika memang dirinya tidak ingin dijodohkan, maka Taufan harus segera memperkenalkan mereka dengan sosok gadis yang dimaksud oleh Taufan itu. Dan ibunya memberi tenggat hanya dalam tidak kurang dari 2 minggu, dengan alasan bahwa Halilintar saja 3 tahun lagi akan menikah. Sekarang, giliran Taufan yang harus memiliki setidaknya calon menantu sebelum Gempa.
"Bagaimana? Kapan kamu akan membawa pacarmu itu? Bunda sudah tidak sabar tahu, mau ngelihat cucu-cucu bunda," suara lembut Tamara itu layaknya sambaran petir di siang bolong yang menghantam kepalanya. Oh sial, Taufan lupa bahwa waktu tersisa yang dimilikinya tinggal 5 hari lagi. Jika ia tidak membawa sosok 'kekasih' yang dia katakan itu, sudah dipastikan ia akan dijodohkan dengan kenalan orang tuanya.
Taufan mendesah, pria itu memijit keningnya yang perlahan pening. Padahal umurnya masih dibilang cukup muda, baru menginjak 22 tahun tetapi entah mengapa Ibunya ini hobi sekali menjadi cupid untuk anaknya. Di sisi lain sofa, Tamara mendelik. "Tenggat waktu yang bunda kasih ke kamu tinggal 5 hari lagi lho, Fan. Kalau sampai kamu nggak bawa kekasihmu itu, bunda benaran akan menjodohkan kamu sama Hanna," ancamnya membuat Taufan berdecak kesal lalu pergi ke kamarnya. Memang terlihat tidak sopan, tapi Taufan sudah muak dengan agenda perjodohan ibunya.
Membanting pintu kamarnya, Taufan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Tangannya segera mengeluarkan ponsel pintar dari saku celana jeans-nya. Iris safirnya terbelalak saat membaca notifikasi dari temannya, Fang.
'Fan ada yang naksir sama dirimu. Teman seangkatanku waktu kuliah, namanya Mimy. Dia minta tolong kepadaku buat menyatakan perasaannya padamu. Dia bilang, kalau kau single, dia berniat menjadi kekasihmu.'
"Aku ambil aja kali ya kesempatan kali ini? Biar bunda nggak nawarin perjodohan terus ke aku," gumam Taufan setelah membaca pesan sang teman semasa SMA.
Setelah berpikir agak lama, pria itu pun tersenyum tipis. Sudah ia putuskan, kali ini ia akan memanfaatkan momentum yang diberikan oleh Fang agar selamat dari perjodohan ibunya. Dengan cepat jari-jarinya mengetik balasan ke sang sahabat, lalu melemparkan ponsel pintarnya itu ke atas kasur setelah mendapatkan balasan dari Fang secepat kilat.
Mood-nya yang memburuk kemarin malam akhirnya kembali berjalan normal seperti biasa. Aura negatif sudah hilang dari tubuhnya, hanya karena sebuah pesan whatsapp dari seorang perempuan yang tidak dikenali olehnya sebelumnya.
Mimy Cakrawidana. Perempuan cantik yang berkerja sebagai pâtissier terkenal sepulau Rintis, yang selalu keluar-masuk stasiun televisi lokal dengan acara panduan masak-memasaknya. Perempuan yang dimaksud Fang, yang jatuh cinta kepadanya dalam pandangan pertama.
Jika ada yang bisa dimanfaatkan, kenapa harus melewatkannya? Pikir Taufan saat itu.
Dan siang itu, Taufan segera mendeklarasikan hubungannya dengan Mimy pada keenam saudaranya saat makan siang—minus orang tuanya karena ada perjalanan bisnis ke Korea Selatan. Keenam saudaranya sih ya terima-terima aja, begitu juga Tamara, ibunya, saat ia memberikan kabar itu melewati video call. Sedangkan ayahnya, Amato, tampak tak peduli.
Jujur saja, Mimy tidak memiliki kekurangan sedikitpun di mata Taufan. Dia cantik, seksi, pintar, punya body hourglass impian para wanita, serta tak lupa dia juga kaya dan terkenal. Namun walaupun tidak ada kecacatan pada perempuan itu, perempuan itu juga tidak berhasil membuatnya berdebar merasakan cinta. Taufan murni hanya menganggapnya tameng agar ibunya berhenti menjodohkan dirinya.
Bahkan sampai saat ini, saat hubungan mereka sudah mencapai 4 tahun, Taufan masih sering menghabiskan waktunya dengan teman serta saudaranya, dan menyibukkan diri pada pekerjaannya. Ia terus menjadikan Mimy tameng agar tidak dijodohkan oleh keluarganya. Tentu saja, ada bayaran yang harus ia bayar atas jasa perempuan itu.
Taufan hanya perlu meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu di malam Minggu dan akhir pekan untuk berjalan-jalan bersama Mimy. Menuruti ke mana gadis itu pergi. Hal itu tidak begitu sulit untuknya.
Namun, belakangan ini perempuan itu semakin menyebalkan. Taufan mengerti, tidak ada wanita yang mau bersama tanpa ikatan yang jauh lebih jelas. Begitu juga dengan Mimy, belakangan ini perempuan itu selalu memaksakan kehendaknya untuk mempertemukan kedua orang tua mereka, demi membahas pernikahan. Menikah, katanya?! Sialan, dia masih ingin tetap melajang. Dia tidak ingin menikah dalam umur yang masih muda ini—26 tahun—, dia masih ingin menikmati masa mudanya. Ia tidak ingin merasakan posisi Halilintar yang kini harus merasakan morning sickness karena kehamilan istrinya itu. Membayangkan dirinya menjadi bucin seperti Halilintar membuatnya mual.
Makanya, pada sore itu juga ia langsung memutuskan Mimy melalui chat. Ia mengaku pada Mimy bahwa selama ini ia hanya memanfaatkannya. Dan setelah itu, tidak ada balasan dari gadis itu.
Sekarang Taufan merasa lega. Semoga gadis itu menemukan penggantinya yang lebih baik.
"Woi, Fan, kau benar-benar berengsek ya. Kau tahu, gara-gara kau memutuskan Mimy dengan cara begitu, aku selalu merasa bersalah dan canggung saat bertemu dengannya. Mana kami tetangga se-apartmen." Perkataan Fang di depannya membuat Taufan meringis mendengarnya.
"Kau tahu nggak, gara-gara kau mutusin Mimy, tuh anak jadi irit bicara sekarang! Bahkan sekedar noleh ke aku aja dia ogah, dasar anak setan kau Fan!" umpat Fang sambil menunjuk-nunjuk dirinya.
"Please, Frengky... kalau kau mau ngomelin aku, pulang aja deh kau. Kepalaku pusing banget sekarang, nggak bisa diganggu," Taufan secara terang-terangan mengusir pria bersurai seperti landak di depannya.
"Nggak bisa tolol, hari ini kita ada rapat bersama. Sama keenam saudaramu juga. Kau lupa?"
"Rapat apa? Perasaan nggak ada dijadwal," Taufan menatap Fang bingung.
"Rapat kerja sama perusahaan kau sama perusahaan abangku. Hadeh, kebiasaan banget nih pelupa," Fang mendengus, ia menatap malas Taufan yang kini tampaknya sudah ingat. "By the way, aku bawain kau kue nih. Ada biskuit juga, mau nyobain nggak? Kau, kan, suka nih makan yang manis begini," Fang menyodorkan 3 kotak kue dan 1 kotak berisi biskuit berbentuk hati ke meja Taufan. Membuat pria beriris safir itu menyerngitkan alisnya.
"Buat apaan bawa kue banyak begini? Pesanan pacarmu, ya?" tanya Taufan dengan nada malas.
"Buat rapat nanti lah, bodoh! Yah, ada juga sih buat Ying, tapi tenang udah aku pisahin kok. Lagian ayangku sering makan beginian di cafe temannya, soalnya buatan temannya sih," tutur Fang menjelaskan dengan perasaan bahagia. Taufan yang mendengarnya hanya mendengus.
"Coba di rasain deh, cake-nya enak lho Fan, kau bakalan suka. Tapi kalau buat biskuit, aku no comment ya, hehehe..."
Taufan memutar matanya malas. Dengan ogah-ogahan ia mengambil satu biskuit dan memasukkannya ke mulutnya. Namun, saat gigitan pertama, tidak dapat digigit. Ia menjelingkan matanya menatap Fang sinis, sedangkan Fang terkekeh.
"Aku udah bilang, buat biskuitnya aku no comment. Tapi enak kok rasanya, walaupun agak aneh pas pertama kali makan,"
Taufan menyerngit. Ia kemudian menggigit kembali biskuit itu, untung saja bisa tergigit. Namun saat dia mengunyahnya, wajahnya memucat. Dengan cepat ia membuang biskuit itu ke tong sampah, membuat Fang yang sedari memperhatikannya tertawa terbahak-bahak.
Sialan. Sepertinya Fang mengerjainya. Apanya yang enak, rasanya seperti kertas amplas.
"Enak, kan?" tanya Fang sambil tersenyum jahil.
"Ck, dasar bajingan!"
Hal yang Taufan benci beberapa akhir ini adalah berurusan kembali dengan sang mantan kekasih, Mimy Cakrawidana. Padahal Taufan sudah mengatakan dengan gamblang lewat chat bahwa hubungan mereka sudah berakhir, tapi entah mengapa perempuan itu masih terobsesi untuk bertemu dengannya. Apalagi kali ini perempuan itu mengajaknya bertemu di Hotel Rosemary, salah satu hotel termurah yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya untuk datang ke sana.
Di depannya, kini Mimy sudah duduk dengan tenang menyantap makanannya. Taufan mencoba untuk tersenyum manis menatap Mimy di depannya, "Tumben kau mengajakku dinner ke tempat seperti ini," ucapnya berbasa-basi, mencoba mencairkan suasana yang canggung antar mereka. "Kau ingin membicarakan apa lagi padaku, Mimy?" Taufan bertanya, sedangkan Mimy kini tersenyum tipis.
"Taufan, gimana kalau kita balikan aja? Aku janji deh, kali ini akan berubah lebih baik," ucapan Mimy membuat dahi Taufan menyerngit. Taufan tahu, akan ke mana arah pembicaraan ini. "Kalaupun kamu masih ragu sama aku, daripada putus mending kita break aja dulu nggak sih? Kalau putus, bukannya nanti bunda Mara bakal nanya-nanya ya?"
Taufan diam. Perlukah ia melakukan seperti yang dikatakan oleh Mimy? Tidak! Taufan tidak ingin mengambil resiko. Lagipula, masih sulit bagi Taufan untuk percaya dengan perkataan Mimy. Taufan mengenal cukup baik Mimy, gadis di depannya ini sangat tidak konsisten.
"Sudah kubilang, aku tidak bisa berbalikan denganmu, Mimy. Aku sudah lelah dengan sikapmu," ucap Taufan sambil dibarengi dengan sosok pelayan berpashmina coklat mocha yang meletakkan minuman tersebut. Ia tidak peduli dengan pelayan itu, dan memilih untuk melihat reaksi Mimy. Apakah wanita itu akan tetap memaksanya dengan cara yang lain?
"Apa benar-benar sudah tidak bisa kau menerimaku kembali, Fan?" Mimy kini menatapnya dengan tatapan terluka. Diam-diam, di dalam hati Taufan berdecih. Pandai sekali gadis ini berakting di depannya.
Bukannya Taufan tidak sadar, dia sadar bahwa kini beberapa orang di ruangan ini sedang memerhatikan pembicaraan mereka. Taufan yakin, pasti setelah ini akan ada berita tentang putusnya dia dengan Mimy, yah walaupun sebenarnya mereka sudah putus seminggu yang lalu.
"Maaf Mimy, tapi keputusanku sudah bulat. Aku nggak bisa, aku lelah sama kamu," ujar Taufan. Ia tampak tenang, bahkan wajahnya tampak terlihat tidak seperti merasa bersalah.
Mimy mulai menangis, dan hal ini membuat Taufan semakin tidak menyukainya. Gadis ini pandai sekali memainkan perannya sebagai orang tersakiti. Taufan benci melihat Mimy menangis, walaupun begitu bukan berarti ia peduli pada gadis itu. Untuk mengalihkan perhatiannya, Taufan mulai meminum jus jeruknya.
"Baiklah jika itu keputusanmu, Fan. Aku juga sudah lelah," Mimy menyahut. Perempuan itu pun segera bangun dari duduknya, ia menatap Taufan dengan senyum terluka. "Terima kasih sudah mau menemaniku selama 4 tahun, walaupun hanya diriku yang pernah menganggap hubungan ini, tidak dengan dirimu," lanjutnya, setelah itu Mimy pergi meninggalkannya sendirian. Yah, setidaknya Mimy telah melakukan pekerjaan yang baik menjadi pionir dan tamengnya dalam empat tahun ini.
"Jalang sialan!" gumam Taufan pelan.
Saat ini, Taufan merasakan bahwa tubuhnya menjadi tidak beres setelah beberapa menit sang mantan pacar pergi. Biadab! Dasar Mimy jalang murahan! Taufan tahu sensasi ini. Dia harus pergi ke mobil dan pulang melepaskan hasratnya. Sialan, mana ini untuk pertama kalinya dia mendapatkan hal-hal rawan ini di tempat murahan seperti hotel ini. Benjolan di depan celana Taufan hampir saja berdiri saat mendengar suara halus dan lembut yang menginstrupsi pergerakannya.
"M–mas?" Kali ini suara itu mampu membuat Taufan bergairah. Ada apa dengan tubuhnya ini? Sensasinya berbeda dari yang biasanya. "Ma-mari saya bantu, ya, mas," suara gadis itu sangat lembut. Cih, siapa lagi perempuan murahan sok baik padanya ini. Taufan hampir saja menolak, namun gerakannya terhenti ketika telapak tangannya bersentuhan dengan punggung tangan sang wanita murahan. Sedikit mengintip, Taufan dapat melihat samar seorang wanita berpashmina plisket berwarna coklat mocha dan memiliki wajah seputih susu. Obat perangsang sialan itu mulai bereaksi, Taufan sama sekali tidak dapat fokus memperhatikan wajah sosok perempuan murahan yang sedang berpura-pura membantunya ini.
Benar saja dugaannya, bukannya membantunya ke mobilnya, justru perempuan itu membawanya ke kamar hotel yang ada di sini. Apa yang diinginkan oleh perempuan jalang ini? Apa dia ingin mengambil spermanya kemudian hamil agar bisa menikah dengan anggota keluarga Mechamato dan menjadi menantu keluarganya? Yang benar saja! Samar-samar ia bisa mendengar suara Mimy, ah sepertinya jalang ini suruhan mantan kekasihnya itu.
Sebenarnya Taufan hampir bisa mengendalikan dirinya dan mendorong perempuan murahan yang membopongnya ini, tapi harus terhenti. Hal itu dikarenakan dia bisa mencium aroma wewangian yang mampu membuatnya semakin bergairah. Apakah perempuan ini menggunakan parfum feromon agar Taufan bisa terangsang padanya? Karena sungguh, saat ini Taufan benar-benar semakin terangsang. Tapi, apakah ada parfum feromon yang memiliki bau yang kuat seperti itu? Terlebih lagi baunya wangi seperti buah Cherry yang dicampurkan dengan Strawberry.
Kali ini Taufan benar-benar tidak bisa menahannya. Ia benar-benar menyerah, membiarkan jalang murahan ini membawanya ke ranjang. Taufan bertekad, ia akan menghabiskan wanita murahan itu malam ini. Persetan dengan reputasinya, ia sudah tak perduli! Lagipula, besok saat mereka sudah terbangun, dia akan mengancam perempuan jalang itu untuk menutup mulutnya... bahkan jika gadis itu tak mau menutup mulutnya, ia bisa langsung menyuruh anak buahnya untuk membunuhnya diam-diam agar skandalnya tidak terkuak di publik.
Saat ini, dia memerlukan pelepasan. Ada Taufan juniornya yang memerlukan gua yang hangat dan perlu dimanja. Lagipula, jalang itu berhasil menggunakan obat perangsangnya.
Masalah keluarga bisa ia bicarakan nanti.
Namun, saat Taufan ingin langsung menyerang perempuan jalang itu, dia langsung melarikan diri. Bukankah dia yang menginginkan semua ini? Mengapa dia jadi takut seperti itu? Cih yang benar saja...
Dengan setengah sadar, Taufan menindih perempuan jalang yang menangis dan memohon minta dilepas. Taufan memekakkan telinganya, ia tak peduli. Saat ini prioritasnya adalah menyenangkan juniornya di bawah sana. Tanpa aba-aba, Taufan mendekatkan wajahnya pada leher gadis itu, dan pada saat ia berhasil mencium ceruk leher sih jalang licik, maka kewarasan Taufan benar-benar menghilang.
Safir itu terbuka, hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit kamar hotel yang tampak gelap. Merasa ini bukan kamarnya, Taufan segera bangun dari posisi tidurnya kemudian meregangkan otot-ototnya. Entah mengapa ia merasa sangat pegal, terlebih pada pinggangnya. Ketika berhasil duduk, Taufan merasakan sakit kepala menyerangnya. Terlebih lagi, kini ia mendapati dirinya telanjang.
Yah, terkadang memang Taufan suka tidur dengan topless, hanya menyisakan celana boxer saja. Tapi kali ini, ia benar-benar telanjang. Tubuhnya bugil, dari atas sampai bawah seperti bayi yang baru dilahirkan.
Apa yang terjadi padanya?
Iris safir itu melirik ke lantai, di sana semua pakaiannya tergeletak tak beraturan.
Mungkinkah...?
Taufan berusaha mengingat, tetapi hasilnya nihil. Dia tak bisa mengingat satu pun apa yang terjadi semalam.
Baru saja dia akan berdiri, namun gerakannya terhenti ketika melihat sesuatu yang janggal. Terdapat noda darah yang bercampur dengan sperma kering di seprai putih itu. Taufan bukan remaja tanggung yang polos, dia tahu ke mana semua ini berarah.
Making love.
Tapi mengapa ada darah?
Apa jangan-jangan dia baru saja bercinta dengan gadis perawan? Ah, maksudnya jalang perawan?
Tapi... mungkinkah?
Mengalihkan pandangannya, iris Safir Taufan mengamati seluruh ruangan di kamar hotel yang ia tempati. Kemudian pandangannya terhenti pada dua buah objek yang terletak di atas nakas di sampingnya. Manik safirnya berkilat marah, dengan kasar ia mengambil 5 lembar berisi uang pecahan terbesar dari ringgit dan juga sebuah kertas nota kecil.
Taufan memang tidak mengingat apa yang terjadi padanya semalam, tetapi ia yakin... campuran obat perangsang dan tidurlah yang ia terima. Lalu, dia tidur dengan siapa? Tidak mungkin Mimy, karena ia dapat mengingat sedikit yang membopongnya ke kamar ini adalah seorang jalang murahan menggunakan pashmina plisket berwarna coklat mocha.
Taufan yakin soal itu... apalagi saat ini di tangannya terdapat nota kecil bersama 5 lembar uang.
Di nota itu, terdapat sebuah tulisan, tulisan yang membuat Taufan yakin dirinya dijebak. Entah apa rencananya, tapi Taufan yakin ke depannya wanita itu akan meminta pertanggung jawabannya di masa depan.
Tidak bisa begini. Taufan harus segera mengingat siapa sosok jalang itu, dan menyingkirkan gadis lancang itu secepatnya.
Namun, lagi dan lagi Taufan tidak bisa mengingatnya. Hanya bayangan kabur seorang wanita bersurai coklat sepunggung yang mendesahkan namanya.
Iris safir itu masih menatap nota kecil ditangannya yang ditulis dengan lipstik merah.
'Terima kasih malam panasnya. Sesuai dugaan, kau memang layak mendapatkan gelar rajanya bercinta.'
Peek A Boo
Chapter 3 : Taufan Al Mechamato pov (flashback 3)
To be continued
Author's Note :
Chapter 3 up. Chapter 4 mau direvisi dulu. Jangan lupa untuk review hehehe~
with love
jennetchs
