"Peek A Boo" by jennetchs

Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta

Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc.


Chapter 6 : Dia yang bersembunyi


"Kau benar-benar nggak ingat apa pun, Fan?"

Pertanyaan Gopal membuat Taufan melemparkan lirikan tajamnya.

"Jika aku ingat, aku nggak perlu repot-repot meminta bantuanmu dan Frengky untuk mencari jalang itu," gerutu Taufan kesal.

Gopal menghela nafasnya dengan berat. Pria berbadan paling bongsor dan berdarah tamil itu mengambil kue yang memang disajikan di ruang tamu apartemen Taufan, memakannya sembari matanya tidak lepas dari laptop yang menyala.

"Serius Fan, perempuan yang kau cari ini benaran susah ditemukan. Jangankan namanya, wajahnya aja kau nggak ingat. Kalau terus begini, mending kita berhenti aja deh nyari keberadaan dia," keluh Gopal kembali menjelaskan.

Taufan menggeram marah. Ini sudah memakan waktu 2 setengah bulan dirinya mencari keberadaan perempuan jalang yang tidur dengannya itu—dengan bantuan Fang dan Gopal tentunya, tetapi pencarian mereka tidak membuahkan hasil sama sekali. Selain itu, Mimy juga dinyatakan tidak bersalah karena tulisan pada potret itu sama sekali tidak ada yang mirip dengan tulisan tangan wanita itu. Tulisan Mimy dan sang pelaku yang menyebarkan potret dan video asusilanya itu sekilas tampak sama, tetap memiliki tekanan yang berbeda. Maka dari itu, Mimy dengan bebas dinyatakan tidak ikut terlibat. Namun, Taufan masih yakin bahwa mantan kekasihnya itulah pelakunya.

Taufan bahkan sangat yakin bahwa hilangnya jejak sih jalang yang disewa oleh Mimy ada sangkut pautnya dengan mantan pacarnya itu. Taufan harus mengapresiasi kehebatan dan kerja sama Mimy dan jalang itu. Bukan hanya Taufan dengan bantuan kedua temannya yang tidak dapat menemukan perempuan jalang itu, bahkan ketiga saudaranya yang diperintahkan oleh ayahnya sendiri juga tidak dapat menemukan informasi perempuannya itu.

Dasar wanita sialan!

Beberapa bulan ini Taufan sudah sulit tidur, ia sudah mulai was-was. Dirinya kembali memimpikan wanita bersurai coklat dengan wajah diblur tersebut, tapi dalam mimpinya kali ini wanita tersebut datang ke mimpinya dengan berbadan dua. Jujur saja, Taufan sangat takut jika perempuan itu muncul dan mengklaim dirinya mengandung anak Taufan. Amato pasti tidak akan segan-segan untuk mencoretnya dari kartu keluarga Mechamato.

Sekarang, hidup Taufan sudah mulai kembali normal. Walaupun dirinya dipindah tugaskan untuk mengurus cabang perusahaan milik ayahnya di kota Hilir, ia berhasil membuat perusahaan robot kecil bernama TAPOPS SPHERA'S di kota Hilir itu berkembang dengan pesat hanya dengan kurun waktu setengah bulan setelah ia dipindah tugaskan. Tentu saja, ia sempat bernegosiasi dengan ayahnya dan juga Kaizo—abang Fang—untuk membawa kedua temannya tersebut ikut bersamanya demi membesarkan dan membantunya mengurus cabang perusahaan tersebut. Dan hasilnya... atas kinerja Gopal, Fang, dan dirinya, mereka berhasil membuat perusahaan robot kecil yang dipandang sebelah mata itu menjadi semakin besar dan kini menjadi paling ditakuti oleh perusahaan robot penyaing lainnya.

Taufan sangat bangga dengan hasil kerja kerasnya dan kedua temannya. Tetapi semua itu akan menjadi cerita yang berbeda jika perempuan jalang yang pernah tidur dengannya itu muncul dengan berbadan dua di saat hidupnya sudah kembali normal seperti sekarang ini. Taufan yakin sang ayah tanpa pandang bulu akan menendangnya dari keluarga Mechamato jika perempuan itu berhasil ditemukan dengan keadaan mengandung anaknya.

Maka dari itu, Taufan sangat berharap dirinya terlebih dahulu menemukan perempuan jalang itu sebelum ketiga saudaranya yang diperintahkan oleh sang ayah. Tentunya, ia tidak bermaksud untuk melindungi perempuan itu. Taufan juga bermaksud seperti ayahnya, yaitu membuat perempuan itu menggugurkan kandungan tersebut jika perempuan itu benar-benar hamil. Persetan dengan darah dagingnya, anggap saja itu karma bagi perempuan jalang tersebut karena telah berani mencari perkara dengan dirinyalah dan keluarganya.

"Coba kau ingat-ingat lagi, bagaimana rupa gadis itu, atau mungkin apa yang digunakan olehnya saat pertama kali menjebakmu," Gopal kembali bersungut sembari matanya menatap malas Taufan. "Fang, kau juga bantuin dong. Jangan tidur doang di situ," lanjutnya merutuki pria bersurai raven keunguan yang dengan santainya merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang milik Taufan sembari memainkan ponselnya.

Fang memutar matanya, kemudian menatap ke Taufan. "Fan, mending berhenti aja sih nyari perempuan itu. Kita nggak punya informasi yang lengkap soal perempuan yang kau cari ini," katanya diangguki oleh Gopal.

"Lagian ya Fan, aku yakin banget tuh cewek pasti nggak bakal berani muncul. Walaupun dia hamil seperti yang kau takutin, aku yakin dia pasti milih buat gugurin daripada harus berurusan sama dirimu dan juga keluargamu," timpal Gopal.

Mendengar timpalan Gopal membuat Taufan terdiam. Benar juga apa yang dikatakan lelaki tambun itu. Selama ini ia tak pernah memikirkan bahwa perempuan itu mungkin tak akan berani muncul ke permukaan dan media dengan keadaan perut membuncit. Dia selalu berpikiran negatif tentang perempuan itu, bahkan sampai tidak pernah memikirkan skenario yang lainnya.

"Omonganmu ada benarnya. Tapi Pal, aku bakalan tetap mencari perempuan jalang itu."

"LAH, KENAPA KAU INI NGOTOT BANGET SIH PENGEN CARI ITU CEWEK?" Mendengar ucapan yang terkeluar dari Taufan, membuat Gopal berteriak heboh. Pria tamil itu sama sekali tidak mengerti apa yang ada dipikiran teman baiknya ini.

"Aku nggak bakalan bisa tenang sebelum memastikan perempuan jalang itu ditemukan dan nggak mengandung anakku. Biar setahun kek, dua tahun kek, aku bakalan tetap mencarinya sampai dapat. Lagian, nggak ada bedanya juga,kan, jika perempuan itu tiba-tiba muncul ke media sambil membawa anak yang wajahnya bakalan mirip denganku? Itu justru akan menimbulkan keributan lebih besar nantinya." Gopal terdiam. Dalam hati pria itu menyetujui perkataan Taufan.

"Kalau begitu, nanti kau nggak bisa menikah dong, Fan?"

Taufan mengangguk mendengar pertanyaan Gopal. "Iya, tapi nggak pa-pa lah. Daripada pas aku udah punya keluarga, tuh cewek datang terus ngehancurin keluarga yang udah ku buat? Mending ku tunda aja dulu. Lagian, aku masih mau fokus ngembangin nih perusahaan dan buka cabang lagi," balasnya dengan tenang. "Jadi, aku minta ke kalian, bantu terus aku sampai cewek itu ditemukan terlebih dulu sama kita sebelum saudara-saudaraku yang nemuin dia duluan."

Gopal menghela nafasnya. Pria bermata onyx itu menatap Fang sembari berujar, "Temanmu ini udah nggak bisa diselamatkan, Frengki."

"Dia memang sudah gila dari dulu sih, jadi nggak heran," balas Fang dengan nada malas.

"Woi, aku dengar ya!"


Mata hazel itu menatap dingin bercampur marah pada perempuan bersurai coklat karamel yang kini menatapnya tanpa ekspresi. Hal yang tak pernah Yaya sangka adalah Mimy datang mengunjunginya bersama Ying. Ternyata sahabatnya itu memberitahu kondisinya pada sepupunya itu.

"Mengapa kau bisa hamil?" Pertanyaan bodoh itu keluar saja dari mulut Mimy.

Ying yang mendengar itu melirik tajam Mimy. "Dia begini karena perbuatanmu, bodoh!" hardiknya keras membuat Mimy memutar matanya jengah.

"Gara-gara dendam tidak bergunamu itu, sahabatku jadi seperti ini. Apa yang akan kau lakukan, Mimy?"

Hening. Mimy menutup mulutnya rapat-rapat. Sedangkan Ying, perempuan itu bersedekap dada menatap perempuan itu dengan dingin.

"Aku tidak akan bertanggung jawab untuk kebutuhan hidupnya, tapi..." menjada ucapannya, Mimy menatap tanpa takut pada Ying yang kini menatapnya dengan wajah marah. "... Aku akan membantunya untuk biaya persalinan dan kepindahannya. Menurutku, Yaya harus pindah dari sini."

Hening.

"Sebelum itu, Yaya, aku ingin meminta maaf padamu. Sungguh, aku tak berniat membawamu lebih jauh masuk dalam permalasahanku dengan Taufan. Semua ini di luar kendaliku. Jadi, aku mohon maafkan aku. Aku akan membantumu untuk biaya persalinan dan kepindahanmu dari pulau ini, tempat ini tidak aman untukmu," lanjutnya sembari menatap Yaya yang masih diam tidak bersuara.

Ruang tamu di rumah Yaya itu kembali sunyi.

"Sebetulnya Mimy, aku sudah tidak ingin berhubungan denganmu lagi," Yaya berkata dengan nada pelan. "Kau tahu Mimy? Setiap hari aku selalu dilanda ketakutan, takut bahwa keluarga Mechamato menemukan diriku, apalagi dalam keadaan diriku berbadan dua seperti ini."

Hening. Mimy tidak bersuara, perempuan bersurai hitam itu memilih diam mendengarkan unek-unek yang sudah lama sepupunya itu pendam.

"Kau tahu? Aku bahkan sudah berpikir untuk menggugurkan kandunganku ini. Tetapi, aku tetap nggak bisa melakukannya. Aku nggak berani melakukannya, aku takut. Padahal, di sini aku korban pemerkosaan. Jika aku memang tidak ingin adanya anak ini dalam kehidupanku, aku bisa dengan bebas mengaborsinya dengan alasan aku korban pemerkosaan." Yaya mengelus pelan perutnya yang sudah mulai tampak membuncit. Usia kandungannya saat ini sudah dua bulan setengah. "Tapi, aku tetap nggak bisa. Jika aku benar-benar akan melakukannya saat itu, entah mengapa aku yakin aku akan merasa bersalah dan menyesal seumur hidup," lanjutnya. Mata karamelnya itu berair, mengingat keputusannya yang tampak bodoh saat itu.

"Untung saja, sahabatku satu-satunya, Ying, dia selalu ada di sampingku. Menguatkan diriku, menyemangati diriku."

Mendengar namanya disebut, Ying tersenyum lembut.

"Aku tak menyangka kau sampai pernah berpikiran seperti itu... untunglah, kau tidak melakukannya," ucap Mimy. Perempuan itu bersyukur bahwa Yaya tidak jadi ingin menggugurkan kandungannya. Jika memang sepupunya itu melakukannya, dosanya akan berlipat ganda. "Aku akan bertanggung jawab terhadapmu, Yaya. Jadi, sekarang apa jawabanmu?"

"Aku tahu ini terkesan seperti aku menjilati ludahku sendiri, tetapi Mimy, aku memerlukan uang yang besar demi anak yang ku kandung. Aku tidak meminta banyak darimu, aku hanya perlu izin untuk menggunakan uang sebanyak seratus empat puluh delapan ribu ringgit demi masa depan anakku. Uang dalam koper yang kau bawa bersama ajudanmu itu. Hanya itu yang kupinta padamu, setelah itu aku akan melarikan diri dari Pulau Rintis ini, seperti katamu, karena aku juga berpikir jika aku tetap di sini, hidupku dan anakku akan dalam bahaya. Dan aku berjanji jika suatu saat aku ditemukan, aku tak akan pernah menyeret namamu."

Mendengar jawaban Yaya membuat Mimy terdiam. Tatapan wanita itu melunak.

"Yaya, kau tak perlu izin dariku soal uang itu, karena itu memang uang yang kuberikan padamu. Jangan khawatir, jika uang itu masih tidak cukup, aku akan mengirimkannya lagi padamu. Aku juga akan memberikanmu tempat tinggal yang baru. Kau sebutkan saja, di mana tempat yang ingin kau jadikan tempat pelarianmu. Akan aku siapkan semuanya untukmu, Yaya."

"Aku akan ke kota besar. Benar, aku akan melarikan diri ke kota Hilir dan bersembunyi di sana."

Mimy mengangguk paham, sedangkan Ying menatap Yaya dengan wajah sedihnya.

"Kau benar-benar akan pindah, Yaya?" tanya Ying.

Yaya mengangguk mantap. "Iya, lagipula tidak aman jika aku tinggal di sini. Dan juga, jika aku kembali ke ibuku, yang ada ibuku dan anakku akan menjadi bahan gunjingan para tetangga. Biarlah aku pergi ke tempat yang tidak ada mengenal diriku," ucapnya sambil tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu aku akan melepaskanmu dan mempercayaimu sepenuhnya, Yaya." Mendengar jawaban Ying membuat Yaya tersenyum senang. "Lalu, apa rencanamu selanjutnya?"

"Benar, apa rencanamu selanjutnya, Yaya?" Mimy juga ikut menimpali.

"Entahlah, aku masih belum memikirkannya..." Yaya menjeda ucapannya. Perempuan itu tersenyum masih dengan mengelus perutnya. "Tetapi yang pasti, aku akan tetap merawat anak yang ku kandung ini. Tidak peduli apakah genku atau gen keluarga Mechamato yang dominan padanya, aku akan tetap merawatnya dan memberikan cinta yang banyak padanya. Aku tidak akan mencoba untuk membencinya. Akan aku pastikan, anakku akan hidup bahagia dan selalu serba berkecukupan walaupun hanya aku yang membesarkannya sendiri."

Mendengar jawaban Yaya membuat Ying dengan cepat berlari ke pelukan sahabatnya. Ia memeluk erat Yaya, sedangkan Yaya hanya tersenyum bahagia.

"Aku pasti akan merindukanmu, Yaya..." gumam Ying di dalam pelukan sang sahabat.

Yaya terkekeh kecil. "Kau bisa mengunjungiku kapan saja, Ying. Rumah baruku akan selalu terbuka untukmu," tuturnya sembari mengelus sayang punggung sang sahabat.

"Selama aku pergi, tolong jaga rumah peninggalan Ayahku ya, Ying. Aku akan menitipkan satu duplikat kunci kepadamu. Jika ibuku atau Otoi berkunjung, katakan saja bahwa aku sedang mencari TKA di negeri lain..."


Tujuh bulan kemudian

"Mereka cantik dan tampan sekali," Ying berujar dengan nada kagum.

Ying menatap takjub dua bayi dengan wajah berbeda yang kini diletakkan di ranjang khusus bayi dan berdampingan dengan ranjang sang ibu. Saat ini dia sedang berada di rumah sakit, menemani dan menyaksikan langsung proses Yaya melahirkan dua buah hatinya. Setelah melahirkan dua anak kembar berbeda gender itu, Yaya masih tak sadarkan diri. Hal itu membuat Ying dan Mimy— yang sempat berkunjung sebentar tadi kemudian pamit—menjadi orang yang pertama kali melihat kedua bayi menggemaskan tersebut.

"Aku nggak menyangka, dosa yang dibuat oleh Mimy akan menghasilkan sesuatu yang menggemaskan seperti mereka," ucap Ying pelan pada Yaya yang masih terpejam sembari tangannya mengelus pipi gembil sang bayi perempuan yang kini membuka matanya, memperlihatkan netra safir yang tampak seperti ayahnya, Taufan. Walaupun safir milik bayi menggemaskan itu sedikit pudar.

"Eungh..."

Suara serak yang terdengar tersebut membuat wanita tiongha itu menoleh. Yaya, sang ibu dari dua bayi kembar seiras itu tampak sudah sadar. Ying dengan cepat mengambil bayi perempuan itu dan menggendongnya lalu memberikannya ke Yaya yang kini berusaha untuk duduk sendiri.

"Ya, anakmu kembar cowok-cewek, lho," ujarnya sembari menyerahkan bayi perempuan bersurai coklat karamel dengan sebagian poni depannya berwarna putih itu pada sang ibu. "Sumpah deh, anakmu yang cewek ini plek ketiplek papanya. Jangankan matanya, wajahnya aja udah mirip kayak Taufan tapi versi cewek. Kamu cuma menyumbangkan warna rambut, itu pun juga masih ada rambut putih khas keluarga Mechamato di rambut kedua anakmu ini," lanjutnya bersungut.

"Anakmu yang cowok ini malah semuanya ngikut gen papanya. Ini mah, kamu nggak ada nyumbang apa-apa selain rahim, Ya," celoteh Ying kembali sembari menyerahkan bayi cowok yang memiliki rambut hitam keputihan pada sebagian rambutnya dan dengan wajah Taufan itu pada Yaya.

Yaya yang mendengar itu hanya meringis. Perempuan berkerudung pink itu memperhatikan dengan seksama wajah kedua buah hatinya yang kini berada di samping kanannya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Ying, wajah putra-putrinya lebih dominan ke gen Taufan. Bukan hanya wajah, warna matanya juga mewarisi mata Taufan, warna safir. Yaya hanya menyumbangkan gen rambut pada putrinya, itu pun harus berbagi dengan gen keluarga Mechamato.

"Kau yakin bakal ngerawat mereka? Nggak mau diletakkan di panti aja?" tanya Ying dengan pelan, membuat Yaya menoleh kepadanya. "Anakmu itu soalnya muka papanya banget. Kamu nggak takut bakal ketahuan?"

"Ying, kamu tenang aja. Aku yakin, aku bisa menjaga dan menyembunyikan anakku sebaik mungkin agar tidak diketahui oleh orang-orang," sahut Yaya masih tetap tersenyum. "Lagipula, di kota ini masih banyak yang belum tahu tentang keluarga Mechamato. Ingat, di sini berbeda dengan pulau Rintis. Di sini ada keluarga yang lebih besar dan terkenal dari keluarga Mechamato. Jadi, kau tenang saja, ya?"

Mendengar jawaban Yaya membuat Ying berdengus kemudian tersenyum maklum.

"Huh, terserah kau saja," Ying sudah pasrah. Ia yakin dirinya tak akan bisa menang melawan ucapan Yaya. "By the way Ya, tadi ada Mimy datang berkunjung. Katanya dia meminta maaf nggak bisa melihatmu hingga kau sadar karena kayaknya ini terakhir kalinya kalian akan saling bertemu..." Ying kembali menjeda ucapannya. "Tapi kamu tenang aja, dia sudah bertemu dengan kedua anakmu kok. Kau tahu, dia tampak kesal mengapa kedua keponakannya itu sangat mirip dengan Taufan, hahaha,"

Yaya yang masih menatap kedua buah hatinya kini menatap Ying. Wajah perempuan itu tampak bingung. "Mengapa dia tak menungguku hingga aku sadar? Apa ada masalah?"

"Dia bilang dia akan pindah ke Jepang. Pesawatnya akan terbang landas jam 12 siang nanti. Calon suaminya ada di sana menunggunya, selain itu bulan depan dia mengatakan mereka akan menikah."

Bola mata karamel Yaya terbelalak. Mulutnya terbuka, menatap tak percaya Ying.

"Dia akan menikah?"

Ying mengangguk. Perempuan itu tersenyum. "Maka dari itu, dia gXi datang ke sini sekalian ingin berpamitan padamu, tapi karena kau masih lelah, akhirnya dia hanya menitipkan pesan kepadaku," jelasnya. "Oh ya, ngomong-ngomong kata Mimy, tiga bulan yang lalu Taufan datang menemuinya. Dia bertanya tentangmu padanya. Mimy tentu saja berbohong mengenaimu, tetapi ternyata sih berengsek itu sungguh keras kepala. Ia mengancam akan terus mencarimu. Maka dari itu, kemungkinan ke depannya dia memutuskan terlebih dahulu kontak denganmu. Mimy mengatakan padaku bahwa dia takut pria itu menempatkan mata-mata padanya, dan akhirnya menemukanmu,"

Yaya mengangguk paham. Yah, lagipula jika dirinya masih terus berhubungan dengan Mimy, bisa-bisa nanti Taufan menemukan dirinya dan kedua anaknya. Yaya tidak ingin itu terjadi.

"Padahal ayahnya sudah berhenti mencarimu katanya, tetapi si berengsek itu tampaknya benar-benar memiliki dendam padamu deh, Ya."

"Sudahlah Ying, kau tidak perlu khawatir. Aku yakin kami bertiga pasti akan bersembunyi dengan baik. Lagipula, kau sudah terlalu banyak membantuku selama ini. Kau tenang saja, pasti kehidupanku dan anakku akan baik-baik saja."

Ying tersenyum kecil. Perempuan bersurai hitam itu pun mendekatkan wajahnya pada kedua bayi yang kini kembali tertidur, berniat untuk menciumnya. Tapi sebelum itu, ia menoleh menatap ke Yaya.

"Aku boleh menciumnya, kan?"

"Tentu saja."

Dengan perasaan gemas, Ying pun mencium wajah kedua bayi kembar tersebut. Membuat kedua bayi itu menggeliat sebelum akhirnya diam kembali.

Ying kembali menatap Yaya, sembari bertanya, "Kau sudah menyiapkan nama mereka?"

"Sudah." Yaya tersenyum kecil. "Yang cewek namanya Yachana, panggilannya Yacha. Kalau yang cowok namanya Taufik, panggilannya Ufik," lanjut Yaya menjelaskan sembari mencium sayang kening sang buah hati.

"Selamat datang ke dunia, Yacha dan Ufik...,"


Peek A Boo

Chapter 6 : Dia yang bersembunyi

To be continued


Author's note:

Chapter 6 update. Silahkan tinggalkan jejak.

Oh ya, aku mau ngasih tahu ya. Di sini, biarpun Fang dan Ying pacaran, Fang sama sekali nggak tahu bahwa perempuan yang dicari Taufan itu Yaya. Fang kenal Yaya hanya sebagai teman kekasihnya saja, dan mereka jarang ketemu jadi dia nggak terlalu dekat dengan Yaya makanya nggak curiga. Berbeda dengan Fang, Ying kenal Taufan karena keluarga mereka juga menjalin kerja sama. Ying memang sengaja bantu Yaya menyembunyikan dirinya dari Taufan. Dia juga tahu kok, Fang di suruh oleh Taufan buat nyari Yaya. Daripada bantu Fang, Ying lebih memilih bantu Yaya karena Ying lebih nggak mau kehilangan Yaya daripada Fangnya sendiri.