"Peek A Boo" by jennetchs

Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta

Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc.


Chapter 9 : Mari Bersembunyi


Yaya mencopot jas hujan yang melekat ditubuhnya sambil mendesah kelelahan. Beberapa bagian tubuhnya mulai terasa dingin dan lembab. Dirinya tertimpa kehujanan saat pulang dari apartemen Taufan. Saat pulang dari apartemen Taufan tadi, di luar memang sudah turun hujan dengan deras, sehingga mengharuskannya memakai jas hujan.

"Bubun!"

Gerakan Yaya terhenti. Netra hazelnya memandang Taufik yang berlarian dengan wajah ingin menangis ke arahnya. Di belakangnya, sang adik—Yachana—berjalan dengan senyuman ceria dengan pipi chubby memerah sambil merentangkan kedua tangannya yang mungil. Yaya berjongkok dan memeluk kedua buah hatinya dengan erat. Melihat Taufik dan Yachana, entah mengapa membuat rasa lelahnya menghilang dengan cepat.

"Makasih ya Amy sudah mau jaga dua anak nakalku ini. Nanti pas gajian, aku tambahin uang jajan buat kamu deh." Yaya menatap dengan raut bersalah pada perempuan bersurai pirang di depannya yang baru saja datang, sedangkan Amy, si pelayan restoran dan juga nanny kedua anaknya hanya membalasnya dengan tersenyum.

Yaya membiarkan Taufik dan Yachana dalam pelukannya. Taufik asik memainkan jilbab lavender Yaya, sedangkan Yachana asik mencium pipi Yaya sambil sesekali tangannya menusuk-nusuk pipi tembem ibu muda itu.

"Sama-sama. Tapi mbak nggak perlu segitunya sih. Gaji saya aja udah gede mbak hehehe. Lagian, saya suka kok kalau Taufik sama Yachana ditinggal bareng saya, mereka gemesin hehehe..." balasnya dengan tenang. Amy berkata dengan jujur, dia benar-benar menyukai tingkah lucu dan menggemaskan anak bosnya itu.

"Kalau begitu segera pulanglah. Ini sudah malam. Adik-adikmu pasti sudah menunggumu," Yaya berdiri sembari menggendong kedua anaknya. Taufik masih sibuk memainkan jilbab lavender miliknya, sedangkan Yachana kini beringsut ke arah leher Yaya yang masih tertutupi oleh jilbab lavendernya.

"Oh ya, plastik besar yang di atas meja dapur udah kamu lihat?" Amy mengangguk. Yaya tersenyum. "Kamu bawa aja, biar nggak mubadzir. Itu isinya beberapa kotak kue sama puding. Bawa pulang gih, buat cemilan kamu sama adik-adikmu," lanjutnya berkata.

"Boleh mbak?"

Yaya tergelak. Ibu dua anak itu mengangguk. "Boleh dong. Dimakan ya sama adik-adikmu. Itu yang beliin bukan aku lho, tapi Ufik sama Yacha. Tanda sayang dari mereka ke kamu tuh," tuturnya sembari mengelus sayang pipi kedua anaknya secara bergiliran.

Amy tersenyum lebar, kemudian mengangguk. Ada perasaan haru dari perempuan itu karena merasa diperhatikan sangat spesial oleh Yaya dan kedua anaknya.

"Makasih mbak. Makasih juga buat Ufik sama Yacha~"


"Aunty Mimy! Aunty Ying!!" Netra safir Yachana berbinar menatap layar iPad milik ibunya, di sana ada wanita bersurai hitam kebiruan sedang tersenyum manis kepadanya, dan ada satu lagi seorang wanita bersurai gelap dengan mata hazel menatapnya dengan tatapan rindu(?).

Yaya berada di dapur bersama Taufik yang tidak ingin lepas dari gendongannya, sedang membuatkan susu formula untuk kedua buah hatinya. Sekarang sudah pukul sembilan malam, sudah waktunya Yaya membuatkan susu untuk kedua buah hatinya agar mereka bisa tidur, sedangkan Yachana kini berada di kamar tidur ketika sebelumnya Yaya menghubungi bibi Ying kesayangannya.

"Yacha sayaaaang!" panggil Mimy dengan nada gembira sambil melambaikan tangannya pada Yachana. Mimy memang sudah sering berhubungan dengan kedua buah hati sepupunya dengan bantuan Ying karena dia tidak ingin ketinggalan dengan perkembangan kedua keponakan kesayangannya itu. "Aduh sih cantiknya aunty makin cantik aja~" Yachana yang dipuji cantik hanya mengerjapkan matanya sambil tersenyum malu. Hal itu membuat Mimy berteriak girang.

"Duh, sayang banget calon suami kamu masih di dalam perut aunty..., padahal kalau seumuran atau beda setahun, kalian bisa aunty jodohkan!" Mimy menampakkan raut sedihnya sambil mengelus perutnya yang membuncit.

"Calon suami itu apa?"

Ying yang sedari tadi mengamati percakapan kedua bibi dan keponakan itu lekas menggeleng. "Bukan apa-apa sayang, jangan dengerin apa kata aunty Mimy yang nggak jelas itu," sahutnya enteng.

"Oh Yacha! Aunty pengen banget kamu jadi menantu aunty! Yacha nggak keberatan kalau jodoh Yacha nanti berondongan, kan? Kamu harus mau ya sama berondong, soalnya dapat suami berondong itu seru banget lho, sayang... nih, aunty contoh nyatanya!" Mimy memekik lagi, sedangkan Yachana menyerngit tak mengerti. "Serius sayang, kamu harus jadi menantu aunty! Duh, aunty jadi nggak sabar melihat kalian menikah dan menimang cucu dari kalian!"

"Mimy! Berhenti mengajarkan putriku hal yang tidak-tidak!" sanggah Yaya yang baru datang dari dapur dengan dua botol dot berisi susu hangat di tangannya dan Taufik digendongannya. "Dia itu masih kecil!" sambungnya sembari menurunkan Taufik dari gendongannya dan memberikan bocah itu botol dot miliknya. Yachana menoleh pada ibunya, mata birunya berbinar cerah saat melihat botol susunya.

"Yeay, minum susu!" Yachana berteriak girang. Tangan mungilnya menerima dengan senang hati botol susu dari sang ibu kemudian langsung mengedotnya. Sedangkan iPad di tangannya kini beralih ke sang ibu.

"Ufik sama Yacha diam di sini dulu sambil habisin susunya ya? Bubun mau ngomong dulu sama para aunty di luar. Nggak lama kok, bentar doang." Taufik dan Yachana mengangguk patuh, kemudian kedua anak kembar seiras itu pun membaringkan tubuh mereka di atas ranjang berukuran queen size itu.

Yaya pun melenggang keluar dan menutup sedikit pintu kamarnya. Ibu dua anak itu memilih ke ruang tamu untuk berbicara pada Ying dan Mimy. Ya, akhirnya dia menghubungi Mimy lagi walaupun kali ini perantaranya Ying. Dia harus memberitahu secepatnya pada kedua wanita itu tentang dirinya sudah bertemu dengan Taufan hari ini.

"Kamu tahu kenapa aku menghubungimu lagi My?" tanyanya dengan nada pelan, takut didengar oleh kedua anaknya. Wajah Yaya mulai serius.

"Aku tahu ..., suruhanku, Iwan sudah menceritakannya padaku. Katanya, pria gila itu tinggal di Kota Hilir. Dia sudah lama tinggal di sana karena diusir oleh om Amato untuk mengurus cabang perusahaan di sana," Mimy juga memasang wajah seriusnya. Yaya yang mendengarnya terdiam cukup lama. "Aku benar-benar minta maaf tidak memberitahu secepatnya padamu Yaya. Aku juga baru tahu dua minggu lalu dari Amar. Kuharap kau tidak bertemu dengannya, Yaya," lanjutnya berkata.

Yaya masih diam, manik cokelatnya menatap Mimy penuh arti. "Aku sudah bertemu dengannya Mimy, siang tadi ... di apartemennya," ucapnya pelan.

Manik hazel dan safir itu membola. Menatap Yaya dengan wajah terbelalak kaget.

"A–apa? Ba,bagaimana bisa?"

"Ya, bagaimana bisa kau bertemu dengannya Yaya?!"Ini Ying yang bersuara.

Dan setelahnya, Yaya menceritakan semuanya pada Mimy dan Ying. Mulai dari insiden pemesan 30 porsi ayam rendang, apartemen Taufan, dan sosok Taufan yang tidak mengenalinya.

"Yaya, kau pindah saja dari sana. Pindah negara sekalian, jangan lagi tinggal di Malaysia. Kau ke Jepang saja, aku akan mencarikanmu rumah dan memberikannya padamu! Anggap saja kado atas ulang tahun kedua anakmu!"

Yaya diam. Dalam hati ia tak ingin sekali meninggalkan kota Hilir, atau Malaysia dan mengikuti Mimy ke Jepang. Tetapi, jika dia tetap di Malaysia, terlebih lagi di kota Hilir, bisa-bisa dirinya dan kedua buah hatinya akan bertemu dengan Taufan. Yaya tidak mau itu terjadi! Kembali ke pulau Rintis juga berbahaya, di sana sarangnya para keluarga Mechamato. Apa dia kembali ke kampung halaman ibunya saja?

Tidak! Itu bukan ide yang bagus! Selain takut kedua anaknya dan keluarganya digunjing oleh para tetangga, Yaya tak tahu bagaimana menjelaskan semuanya pada sang ibu dan adiknya, Totoitoy.

"Aku mau... terima kasih Mimy. Maaf ... aku dan kedua anakku malah menjadi beban untukmu lagi," keluh Yaya, walaupun begitu nada bicaranya tegas. Menandakan bahwa Yaya tak akan merubah jalan pikirannya. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya dan anaknya hanya satu, menyusul Mimy ke Jepang.

"Apanya yang beban, aku justru senang bisa membantumu lagi. Lagipula semuanya gara-gara aku," sahut Mimy sambil tersenyum lembut. Yaya tertawa, apa yang dikatakan oleh perempuan itu benar juga. "Tapi ini akan memakan waktu yang lama, Yaya. Aku akan menyuruh Iwan untuk mengurus segala berkas-berkas seperti pasport, identitasmu, dan lain sebagainya." Yaya mengangguk, lagipula dia harus memikirkan masa depan restorannya dan juga Amy—pekerja restorannya dan juga nanny kedua buah hatinya. "Tiga minggu. Beri aku tiga minggu untuk mengurus segala berkasmu itu. Bertahanlah selama itu sampai segala berkasnya beres!"

"Tidak masalah, Mimy. Aku akan bertahan sampai segalanya siap!"


Peek A Boo

Chapter 9 : Mari Bersembunyi

To be continued


Author's note :

Chapter 9 up. Jangan lupa tinggalkan jejak seperti biasa~ kali ini aku juga bakalan double up~