"Peek A Boo" by jennetchs

Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta

Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc.


Chapter 10 : She met her (grandchilds)


Taufan menghentikan lamborghini berwarna blue metallic miliknya di depan restoran yang dikatakan Gopal. Dengan pelan ia sedikit membuka kaca mobilnya untuk memastikan nama tempat yang dikunjunginya.

Sweet Escape. Itulah yang tertulis di papan nama tersebut.

Membukakan pintu penumpang untuk sang ibu, safir miliknya sesekali melirik hati-hati ke arah jalanan, memastikan tidak ada kamera pengintai atau pun paparazi yang diam-diam mengikutinya dan sang ibu. Setelah Tamara keluar, Taufan segera menyusul dan berdiri di samping ibu.

"Wah, Bunda benar-benar nggak sabar mau makan sepuasnya di sini," ungkap Tamara, memandang takjub restoran di depannya.

Taufan hanya diam, dia malas menanggapi. Lelaki itu pun mulai memimpin jalan untuk memasuki restoran bernama 'Sweet Escape' itu. Suara lonceng terdengar saat Taufan membuka pintu restoran itu, lalu pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah ramainya pengunjung yang tampak menikmati makanan mereka dan pemandangan para pelayan restoran sibuk melayani pelanggan mereka.

"Ramai banget ya Fan," ujar Tamara sembari matanya mencari tempat yang kosong untuk diduduki olehnya dan sang putra.

Taufan hanya mengangguk, membenarkan perkataan sang ibu. Dirinya tidak menyangka, di pagi hari seperti ini restoran tersebut sudah ramai dikunjungi oleh para pelanggan. Kalau tahu begini, seharusnya ia mereservasi restoran tersebut agar tidak membuat sang ibu dan dirinya berdiri terlalu lama seperti saat ini.

"Selamat datang di Sweet Escape," suara lembut seorang wanita berhasil menarik atensi Taufan kembali. Di depan pintu masuk, seorang pelayan restoran itu tersenyum cerah menyapanya dengan sang ibu. "Ada yang bisa dibantu, mas dan ibunya?"

Taufan mengangguk, "Anu ... itu ... masih ada meja yang kosong nggak?" tanyanya.

"Oh, mas pasti nggak kebagian pas mereservasi meja ya?" tanya wanita itu kembali. Taufan mengangguk saja, walaupun sebenarnya ia berbohong. "Baiklah, mas sama ibunya ayo ikut saya ke sini."

Taufan dengan menggandeng tangan sang ibu pun mengikuti langkah sang pelayan restoran yang akan membawanya ke meja yang kosong.


"Bubun, Yacha mau cake stobeli (strawberry)."

Yaya yang sedang menghitung pemasukkan restorannya berhenti ketika mendengar permintaan putri mungilnya. Di sofa panjang itu, sosok Yachana yang kini tidak menggunakan kerudungnya tampak menatap ibunya dengan mata memelas.

"Ufik juga mau cake blubeli (blueberry)." Kali ini putranya, Taufik yang menyahut walaupun mata dan tangannya masih fokus ke iPad di tangannya, menonton channel YouTube cucu tv.

"Bentar ya nak, Bubun selesaikan ini dulu. Nanti kita pergi beli cake-nya habis kerjaan Bubun selesai ya," jawab Yaya sembari tersenyum manis pada kedua buah hatinya.

"Oke Bubun!" sahut kedua anaknya.

Yaya mendesah lega. Perempuan itu pun kembali menyambung menghitung pemasukkan restorannya. Membiarkan kedua anaknya yang kini menghabiskan waktu bersama menonton channel YouTube Kids bernama chucu Tv itu.


"Enak banget semua makanan di sini. Nggak nyesal Bunda sarapan di sini," puji Tamara setelah memasukkan potongan kaya toast ke mulutnya.

Taufan dalam hati setuju dengan pujian sang Ibu. Makanan yang ada di restoran ini benar-benar nikmat dan plating-nya juga menggugah selera. Tidak heran restoran yang baru berjalan selama dua tahun ini sangat terkenal, ternyata selain pelayanan yang baik, rasa masakannya juga tidak kalah bagusnya. Seperti masakan koki kelas atas di rumahnya.

"Terutama ayam rendangnya, juara banget! Bunda jadi pengen deh ketemu sama owner-nya."

"Untuk apa sampai segitunya sih, Bun?" Taufan menatap heran Tamara. Tidak habis pikir dengan ibunya.

"Yah, pengen ketemu aja. Penasaran aja rupanya gimana sampai bisa mendirikan restoran dengan cita rasa masakan yang enak seperti ini."

Mendengar jawaban Tamara, Taufan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pemuda itu pun kembali memakan tosai pesanannya tanpa bersuara.

Melihat respon putranya yang sedari tadi hanya diam, Tamara hanya mendengus. Wanita itu pun memilih memalingkan wajahnya, ingin melihat-lihat interior restoran. Kemudian matanya membulat saat melihat sosok balita laki-laki berjalan ke meja bar kasir. Bocah itu tampak membawa boneka dengan bentuk ikan paus sambil berbicara dengan sang kasir.

Namun, bukan itu yang membuatnya terkejut. Tetapi rambut hitam dengan bagian depan poninya berwarna putih serta wajahnya mengingatkan dengan ketujuh putranya saat kecil. Dan sekilas, ia bisa melihat senyuman Taufan di wajah bocah yang masih berbicara pada sang kasir.

Jangan bilang...

"Bunda, lihat apaan?"

Pertanyaan Taufan membuat Tamara sontak kembali menatap putranya. Putranya itu menatap bingung padanya.

"Ada paparazi ngintilin kita di luar?"

Tamara menggeleng, "Bukan. Nggak ada kok."

"Terus kenapa tadi bunda kayak kaget banget? Habis ngelihat siapa sih?" Taufan masih bertanya, tampaknya pemuda itu penasaran.

Tamara membisu. Wanita itu kembali memakan kaya toast dalam diam. Tidak puas dengan respon sang ibu, Taufan pun memilih menyerah dan kembali menikmati makanannya.

Merasa Taufan sudah tidak banyak bertanya, Tamara kembali mencuri pandang ke arah meja bar kasir. Tetapi kosong, tidak ada bocah tersebut. Yang ada hanya boneka paus di atas meja bar kasir dan sang kasir yang kini sibuk melayani pelanggan.

Tadi itu apa ya..., ucap Tamara dalam hati.


Yaya menatap bangga hasil karyanya pada rambut sang putri yang hari ini tidak ia pasangkan kerudung di kepalanya. Rambut coklat bercampur putih Yachana yang tadinya terurai kini sudah berbentuk buntalan pada dua sisi kepalanya. Membuat rupa gadis itu semakin cantik dan imut.

"Bubun, katanya mau beli cake, ayo~" Taufik yang baru saja kembali dari memberikan boneka pausnya kepada Amy—minta dijaga—menatap penuh harap kepada Yaya. Ia mendekati sang ibu dan adik yang duduk santai di sofa.

"Iya! Ayo bubun kita pelgi beli cake. Nanti cake-nya habis!" Mendengar sang kakak membicarakan tentang cake, Yachana juga memelas kepada Yaya. Bocah itu menatap ibunya dengan mata berbinar-binar.

Yaya tertawa. Ibu dua anak itu pun mencium bergiliran wajah menggemaskan sang anak. "Iya, iya, ini kita mau pergi. Sekarang ambil jaketnya dan pakai, kita pergi habis ini," tuturnya lembut.

"Siap boss!" sahut kedua bocah tersebut kemudian berlari mengambil jaket yang diperintahkan oleh Yaya. Yaya hanya tersenyum kecil melihat tingkah kedua anaknya.


"Nggak pa-pa nih Bun pulang sendirian? Biar Upan antar aja ya?"

Tamara menggelengkan kepalanya, wanita itu hanya tersenyum kecil melihat raut tidak yakin putranya.

"Udah, kamu ke kantor aja sana. Bunda bisa pulang sendiri kok pakai taksi online." Tamara menepis-nepiskan tangannya, berniat mengusir Taufan.

Dahi Taufan menyerngit, ia menatap tak setuju pada sang ibu. "Oke, Bunda telpon Ilham buat jemput, nggak jadi pulang pakai taksi online," ucap Tamara pada akhirnya mengalah.

Taufan mengangguk, kemudian ia mencium pipi sang ibu dengan gerakan kilat. Tamara membalas ciuman sang putra dengan elusan lembut pada rambutnya.

"Aku pergi dulu ya, Bunda," katanya sambil mencium punggung tangan Tamara.

"Iya, hati-hati ya nak. Semangat kerjanya,"

Taufan tersenyum lalu berjalan memasuki mobilnya. Kemudian mobil lamborghini berwarna blue metallic itu pun melaju meninggalkan Tamara yang masih berdiri sendirian di parkiran restoran.

Tamara melihat ada halte di seberang restoran pun memutuskan untuk menunggu jemputannya di sana. Sembari menunggu jemputan supir pribadinya, ia memilih untuk memainkan ponselnya, mengecek apakah ada pesan dari sang suami.

"Bubun, Ufik bisa jalan sendili (sendiri), nggak pelu (perlu) digendong,"

"Yacha juga! Yacha udah gede, ndak pelu digendong!"

Mendengar ada suara balita yang sahut-sahutan didekatnya, Tamara mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Ia menoleh menatap ke arah tepi jalanan yang tidak jauh dari halte, terdapat seorang wanita berpashmina plisket berwarna kuning sedang menurunkan dua bocah berbeda jenis kelamin dari gendongannya. Tamara tidak bisa melihat dengan jelas wajah kedua bocah tersebut karena yang satunya membelakanginya sedangkan yang satunya tertutupi oleh tubuh perempuan yang diduganya ibu kedua bocah cilik itu.

"Bubun tahu nggak? Yacha nanti bakal dibeliin boneka belbi (barbie) sama aunty Mimy pas ulang tahun!"

Tamara yang diam-diam menguping percakapan kedua anak dan ibu itu menyerngitkan dahinya. Mimy? Bukankah itu nama mantan kekasih Taufan empat tahun yang lalu?

"Oh ya? Nanti dijaga dengan baik ya sayang kado dari aunty-nya," jawab sang ibu sambil tangannya mengelus sayang puncak kepala balita perempuan yang dicepol dua itu.

"Aunty Mimy juga mau beliin Ufik lobot-lobotan (robot-robotan), Bun!" Kali ini suara bocah lelaki yang terdengar.

"Dijaga ya nak kadonya, disayang juga."

"Oke bubun!"

Tamara yang masih diam-diam menguping pembicaraan kedua bocah dan ibunya itu berdiri dari posisinya. Ia perlahan berjalan mendekati sang ibu tampak muda yang asik mengobrol dengan kedua buah hatinya. Namun, kali ini ia tak begitu mendengarkan percakapan kedua ibu dan anak itu. Saat ini didalam pikirannya, ia hanya ingin mengetahui apa hubungan antara ibu dan anak itu dengan mantan calon menantunya, Mimy. Dari percakapan ketiga orang tersebut, Tamara dapat menarik kesimpulan bahwa kedua anak dan ibu itu memiliki hubungan dekat dengan Mimy.

Apakah mereka keluarga Mimy? Jika memang iya, Tamara ingin sekali bertanya bagaimana kabar terbaru dari mantan calon menantunya itu. Jujur saja, Tamara sangat merindukan mantan calon menantunya itu. Ia sempat mendengar bahwa empat tahun yang lalu Mimy menginformasikan dirinya pensiun dari dunia pertelevisian Malaysia dan saat itu juga wanita tersebut mengumumkan pernikahannya dengan aktor keturunan Malaysia-Jepang dan akan ikut dengan sang calon suami yang memang tinggal di Jepang.

Namun, baru saja Tamara hampir sampai didekat ibu dan kedua anak itu, sebuah bus berhenti tepat di depan mereka. Sosok wanita berjilbab kuning itu tanpa menghiraukan kehadirannya kemudian menaiki bus setelah kedua bocah yang sempat Tamara lihat wajahnya.

Tubuh Tamara menegang. Jantung wanita itu berdetak kencang tak karuan. Ia tak salah lihat, kan?

Mengapa kedua bocah perempuan dan laki-laki itu memiliki wajah yang sangat serupa dengan putra-putranya. Terlebih lagi yang membuat wanita itu semakin terkaget-kaget adalah iris safir kedua bocah tersebut. Walaupun iris safir kedua bocah tersebut itu agak pudar, tapi Tamara yakin iris itu sangat mirip dengan iris putra keduanya, Taufan. Dan terlebih lagi, bocah lelaki itu adalah bocah yang ia lihat tanpa sengaja saat di dalam restoran tadi.

Apa artinya ini?


Peek A Boo

Chapter 10 : She met her (grandchilds)

To be continued


Author's note :

Chapter 10 up! Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak hehehehe~