"Peek A Boo" by jennetchs
Boboiboy/ Boboiboy Galaxy belongs to (c) Monsta
Warning(s) : Alternatif universe, no power, Boboiboy Taufan x Yaya area! elementalsiblings! adultchara! ooc, smut, drama, romance, hurt/comfort, bahasa Indonesia (baku dan non-baku), typo, sensitive words, sexual intentions, and rape scene, etc.
Chapter 16 : Unexpected guest
Yaya merutuki kebodohannya. Kenapa kemarin dia dengan mudahnya menerima tawaran untuk bertemu demi membahas kerja sama dari nomor tak tak dikenal yang diberitahukan oleh Amy tanpa mengeceknya sekali lagi.
Lihatlah sekarang... dia duduk di restoran mahal dengan seorang pria yang ingin dihindarinya sampai mati. Taufan Al Mechamato.
Semua ini berawal dari sih 'ayah' yang tiba-tiba datang ke restorannya seorang diri. Yaya yang mengira Taufan ingin memesan makanan atau apa lah itu awalnya bersikap tak peduli, tapi ternyata tebakannya salah. Pria itu datang padanya dan mengatakan ingin menjemputnya. Untunglah Yachana dan Taufik sedang ia titipkan pada Ying. Dewi fortuna masih berpihak kepadanya.
Ada apa gerangan, tanya Yaya dalam hatinya saat itu. Namun, saat mendengar penjelasan dari Taufan bahwa orang yang mengirimkan tawaran kerja sama padanya itu adalah sih Fang dan pria tiongha itu meminta Taufan menggantikannya, dunia Yaya saat itu juga serasa ingin runtuh.
"Lain kali Anda tidak perlu repot-repot menjemput saya, tuan Taufan," itulah yang dikatakan Yaya di mobil saat mereka berada di perjalanan. Dan Taufan hanya berdehem sebagai responnya.
Yaya membolak-balikkan buku menu di tangannya. Dalam hati ia merutuki betapa mahalnya harga makanan-makanan yang plating dan visualnya tampak biasa saja pada buku menu tersebut, yang bahkan harganya tiga kali lipat lebih mahal daripada makanan yang ada di restorannya. Bahkan harga minumannya bisa untuk membelikan dua setel baju untuk kedua anaknya.
Bukan Yaya yang memilih tempat pertemuan, tetapi Taufan lah yang menentukan itu. Mentang-mentang dia orang kaya, dengan seenaknya saja ia menentukan tempatnya. Apa dia tak memikirkan dompet Yaya?!
Yaya sudah menabungkan uangnya bulan ini untuk kedua buah hatinya dan juga untuk memberikan bonus pada karyawannya sebelum dirinya meninggalkan Malaysia dan menyerahkan pemegangan tokohnya pada Amy. Selain itu, ia juga memberikan sumbangan pada beberapa panti asuhan.
Kenapa kehidupan orang-orang kaya itu sangat boros sih? Tidak Taufan, dan tidak Mimy... mereka semuanya di mata Yaya adalah manusia pemboros.
"Aku akan membayar makanannya, jadi pesanlah sesukamu," ucapan spontan dari Taufan itu membuat manik karamel Yaya membola.
Pipi wanita itu memanas, malu. Malu karena terlihat seperti perempuan melarat. Tapi... ya lumayanlah untuk Yaya berhemat. Dalam hati, Yaya sedikit bersyukur.
Selagi Yaya sibuk melihat-lihat di buku menu, Taufan diam-diam tersenyum kecil. Ia perhatikan dengan seksama wajah serius wanita di depannya. Cantik. Dan manis. Taufan jarang memuji wajah seorang wanita—selain ibunya dengan dua kata tersebut, tetapi khusus perempuan di depannya ini, ia cukup akui bahwa Yaya sangat cantik dan memiliki getaran yang mampu membuat siapa pun terpikat padanya.
Andai saja wanita itu belum menikah dan belum memiliki anak, sudah pasti Taufan akan mencoba mendekatinya dengan ugal-ugalan. Jujur saja, tipe perempuan yang dicari oleh Taufan selama ini ada pada Yaya. Selain wajahnya, sifat perempuan itu sangat sesuai dengan kriterianya. Yaya adalah tipe perempuan sempurna untuk dijadikan istrinya.
Eh? Tunggu dulu... kenapa tiba-tiba ia berpikiran untuk menjadikan istri orang lain menjadi istrinya?!
Selagi Taufan sibuk dengan perang batinnya, Yaya sudah menemukan makanan yang ingin ia pesan. Dirinya ingin memesan makanan yang paling murah saja. Jujur saja, Yaya bukan termasuk orang yang suka menghambur-hamburkan uangnya.
"Saya pesan nasi goreng seafood dan ice lemon tea," ujarnya dan Taufan hanya mengangguk. Pemuda itu lalu memanggil salah satu waitress yang kebetulan lewat di dekat meja mereka.
"Wagyu skirt steak, canape, creme brulee dan virgin mojito, dua," kata Taufan santai. Dan pelayan yang mencatat itu kemudian pergi meninggalkan mereka setelah mencatat semua pesan itu.
Mendengar itu, mata Yaya terbelalak. Apa? Apa tadi katanya? Yaya tak salah dengar, kan?
Kenapa Taufan memesankannya makanan lengkap dari appetizer, main course bahkan sampai ke dessert-nya. Terlebih lagi, semua makanan yang dipesannya itu makanan dengan harga termahal di sini! Yaya yakin Taufan tidaklah tuli untuk salah mendengar kata nasi goreng seafood dan wagyu skirt steak..., kedua kata itu bahkan sangat jauh berbeda!
Tunggu... apa Taufan sedang mengejeknya?! Asal pemuda itu tahu saja, hidup Yaya tak terlalu melarat! Ia ini pemilik restoran yang sedang tersohor di kota Hilir, sudah pasti pendapatannya sangat besar. Belum lagi ia sering mendapatkan kiriman uang dari Mimy sebagai kompensasi bibi sahnya Yachana dan Taufik!
Entah mengapa sekarang Yaya merasa tak senang dengan pertemuan ini. Ia merasa dipandang rendah oleh Taufan!
Namun, Yaya berusaha bersabar kali ini. Ambil sisi positifnya, Yaya. Kau bisa makan semuanya itu secara gratis. Oh ya, apa aku coba minta pada Taufan untuk bungkus juga ya buat Ufik dan Yacha? tanyanya dalam hati.
Ah, itu tidak mungkin! Lagipula, Yaya tak ingin dicap perempuan matre oleh Taufan.
Maafkan bunda sayang, kali ini bunda harus menikmati semua makanan ini sendirian. Bunda janji, suatu hari nanti bunda akan membawa kalian juga untuk makan di sini! Mungkin sebelum kita pindah ke Jepang, bunda bisa membawa kalian ke sini dulu, batinnya berkata.
"Aku dengar-dengar kau sudah punya dua anak, tapi mengapa aku tak pernah melihat mereka?"
Tubuh Yaya menegang. Bola mata karamelnya membulat tanpa sadar. Jantungnya juga hampir copot. Kenapa dari sekian banyak basa-basi, harus keluar bahasan itu sih dari mulut pemuda di depannya ini?
Yaya mencoba tenang. Kali ini tubuhnya kembali rileks dan ia tersenyum kecil. Ayo, Yaya, rileks.
"Darimana Anda mengetahui bahwa saya memiliki anak?" tanyanya balik.
Taufan berdehem, sebelum akhirnya ia menjawab, "Yah, waktu itu aku tak sengaja mendengar obrolanmu dan calon istri Fang. Kebetulan, saat itu aku duduk tepat dibelakang mejamu."
Yaya terdiam. Tubuh wanita itu kembali menegang.
"Kau tak sadar bahwa aku orang yang duduk dibelakangmu saat itu?" tanya Taufan dengan raut wajah kebingungannya.
Yaya menggeleng. Dan Taufan berdengus.
"Sudahlah, lupakan," ucap Taufan pada akhirnya. "Ngomong-ngomong, aku penasaran berapa umurmu ini? Dari wajahmu, tampaknya kau menikah diusia cukup mu—"
"Maaf tuan Taufan, tapi saya rasa lebih baik kita membicarakan persoalan pekerjaan. Saya pikir kurang etis jika kita terlalu banyak bertanya perihal tentang sesuatu yang bersifat sangat privasi," potong Yaya, berusaha bersikap tegas dan profesional.
Taufan akhirnya tak bersuara. Entah mengapa Taufan merasa sepertinya wanita di depannya ini sedang membantengi diri darinya.
"Aunty Ying! Aunty Ying!"
Ying menoleh, menatap Yachana yang kini menarik-narik ujung bajunya. Dibelakang bocah perempuan itu, terdapat Taufik yang sedang memeluk erat boneka pausnya.
"Ada apa, Yacha?" Ying berjongkok, mencoba mensejajarkan tinggi badannya dengan kedua bocah itu. Tak lupa ia tersenyum manis.
"Ufik dan Yacha lapar," adu Yachana sambil menggosok-gosok perutnya yang bulat. "Apa aunty punya makanan untuk mengganjal perut kami?"
Ying mengerjapkan matanya, sebelum akhirnya ia terkekeh. Tangannya dengan gemas mengelus sayang rambut coklat Yachana.
"Ada kok, sayang," sahutnya. "Kalian mau makan apa? Aunty bikinkan sekarang."
"Yacha mau cookies cokelat! Kayak biasa bubun buat!" seru Yachana semangat.
Ying mengangguk. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Taufik yang masih setia memeluk erat boneka pausnya. "Ufik mau cookies juga?" tanyanya lembut.
Taufik menggeleng. Ia lalu berkata, "Mau susu aja. Susu cokelat..."
"Yacha juga mau! Yacha mau susu stobeli!"
"Baiklah. Aunty akan buatkan." Ying bangun dari posisinya. "Kalian tunggu di ruang tengah ya, nonton televisi saja dulu. Nanti aunty akan antarkan cookies dan susunya di sana," ucapnya dan kedua bocah itu mengangguk lalu beranjak ke ruang tengah, mengikuti instruksi Ying.
Makanan mereka tiba saat pembicaraan perihal kerja sama mereka—lebih tepatnya kerja sama antar restoran Yaya dan perusahaan Fang—telah rampung selesai.
Yaya menatap makanan di depannya tanpa minat. Harganya yang mahal entah mengapa membuat selera makan Yaya menghilang. Andai saja makanan ini dapat di uangkan kembali, batinnya nelangsa.
Taufan menatap Yaya, memperhatikan ekspresi wanita itu yang tak terbaca. Selain itu, sedari tadi wanita itu tak menyentuh sesendok pun makanan yang sudah tersajikan. Apakah perempuan itu tak mengerti cara memakannya? Tapi itu tak mungkin! Mengingat, Yaya juga membuka usaha restoran, sangat tak mungkin dia tidak mengerti cara memakan semua makanan tersebut.
"Makanlah," ucapnya membuyarkan lamunan Yaya.
Yaya tersenyum kikuk, ia mengangguk tanpa bersuara. Tangannya pun perlahan bergerak mengambil pisau dan garpu, lalu memotong canape ayam itu dan memakannya.
Keadaan hening. Tak ada satu pun diantara mereka bersuara. Hanya dentingan garpu dan pisau yang beradu. Yaya sesekali mencuri pandang pada Taufan.
Entah mengapa, Yaya merasa bahwa Taufan adalah orang yang baik. Tak seperti yang diceritakan oleh Mimy... pria berengsek yang hanya menjadikannya sebagai tameng pelindung dari perjodohan.
Ngomong-ngomong soal perjodohan, Yaya heran mengapa lelaki seperti Taufan ini masih melajang. Selama lelaki itu bolak-balik ke restorannya, Yaya tak pernah melihat dia membawa perempuan bersamanya. Kalau tidak bersama kedua teman prianya, ia pasti akan datang sendiri.
Bukankah sudah seharusnya dia menikah? Mengingat usianya sudah cukup untuk menikah dan memulai keluarga. Yaya membuka mulutnya ingin bertanya, namun tak jadi karena dirasa itu hanya akan membuatnya menjadi orang yang senang menjilati ludahnya sendiri.
Yaya masih ingat tentang ucapannya tadi, untuk tetap bicara seputar pekerjaan... bukannya malah membicarakan kehidupan pribadi mereka yang bersifat privasi. Jika ia bertanya tentang kehidupan pribadi Taufan, itu sama saja ia menjilati ludahnya sendiri.
"Ada apa? Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Taufan dengan suara tenangnya. Sedari tadi, mata safirnya juga diam-diam memperhatikan gelagat Yaya. Taufan tahu Yaya ingin menanyakan sesuatu padanya, tetapi diurungkannya.
Yaya tersenyum kikuk, ia mengibas-ngibaskan tangannya canggung. "Ah, tidak! Bukan apa-apa, haha..."
"Tanyakan saja!" kali ini nada suara Taufan jadi lebih menuntut.
Yaya menyerngit. "Ah, serius! Bukan hal yang penting, kok!"
Taufan menatap Yaya tajam. Mata birunya mengunci karamel Yaya, membuat wanita itu meneguk ludahnya dengan berat.
"Katakan saja, aku tak akan marah," suara Taufan kali ini jadi tenang kembali.
Yaya menghela nafasnya, lalu berdehem, sebelum akhirnya ia bertanya, "Eum... maaf jika pertanyaan ini kurang sopan di telinga Anda. Dan mungkin ini terkesan saya menjilati ludah saya sendiri tapi..." ia menjeda kalimatnya. "Saya penasaran... mengapa Anda belum menikah, tuan Taufan?"
Taufan diam. Pemuda itu menatap lekat Yaya yang kini menatapnya juga dengan raut wajah bingung. Entah mengapa, Taufan merasa ia tidak perlu repot-repot untuk menutupi masa lalunya dengan wanita di depannya ini.
"Kupikir kau sudah mengetahui masalah skandalku, tapi ternyata belum ya," ucapnya sambil meminum virgin mojito dengan santai.
Jantung Yaya berdetak tak karuan. Mata karamelnya membulat, bahkan telapak tangannya kini mengeluarkan keringat dingin. Ia menjadi sedikit menyesali telah menanyakan pertanyaan yang dibuatnya.
Skandal Taufan Al Mechamato. Tentu, Yaya tahu betul, mengingat dirinya adalah salah satu pemeran utama dalam video panas itu.
"Aku tidak mau menikah. Jika kau tanya alasannya mengapa, yah... karena skandalku itu. Ada sesuatu dalam diriku yang memberontak, memberitahuku jika aku tak boleh menikah sebelum menemukan wanita itu... wanita jalang berambut cokelat sialan itu...," pandangan mereka berdua terkunci, safir dan karamel beradu pandang satu sama lain. "Mungkin kau tak akan percaya apa yang kukatakan ini... tapi sejujurnya, aku tak pernah memperkosanya," lanjutnya. Tiba-tiba kilasan wajah yang mendesah terbayang di otak Taufan.
Taufan lekas menggelengkan kepalanya. Bayangan apa barusan? Kenapa bayangan itu muncul saat ia menatap mata perempuan berpashmina diamond merah di depannya ini?
Berbeda dengan Taufan yang masih berusaha tenang, Yaya sendiri merasa ingin mati. Jantungnya terpompa dengan amat sangat cepat.
"Di sini, aku lah korbannya. Akulah korban dari wanita yang ada di dalam video itu, sedangkan perempuan itu dia adalah jalang yang membuat hidupku hampir berantakan. "
"Anak-anak, ayo makan siang dulu~"
Ying berjalan memasuki ke ruang tengah dengan senyumnya tak pernah lepas. Kedua tangannya membawa dua piring berupa nasi putih yang dilumuri oleh kuah sup dan juga ada suwiran ayam di atasnya. Semenjak kemarin Yachana dan Taufik memuji masakannya yang ini enak, ia kembali memasak masakan tersebut.
"Ini aunty masak lauk kesukaan—"Ying menghentikan langkahnya. Tubuhnya mematung di depan pintu masuk ruang tengah rumahnya ketika melihat pemuda berkacamata yang duduk di tengah-tengah Yachana dan Taufik kini juga menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan.
"Yeay, makan siang!" teriakan girang Yachana membuat Ying tersadar.
Bocah berambut cokelat dikepang itu turun dari sofa dan berlari menuju Ying yang masih berdiri di depan pintu ruang tengahnya. Yachana memeluk erat betis Ying sambil menatap berbinar wanita itu.
"Aunty Ying! Aunty Ying! Nanti tolong suapkan Yacha ya!" pintanya, menatap Ying dengan wajah polos.
Ying masih tak bersuara. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya kaku sambil tersenyum dipaksakan.
"Aunty Ying," kali ini Ying menolehkan wajahnya menatap Taufik yang bersuara. "Uncle ini tadi bilang bahwa dia calon suami aunty. Apa benar?" lanjut bocah bermata safir itu bertanya sambil menunjuk pria berambut raven keunguan dengan boneka pausnya.
Fang—uncle yang dimaksud oleh Taufik—berjalan mendekati Ying. Wajahnya yang tadi serius kini tergantikan menjadi senyum tipis. Sesampainya disamping Ying, Fang memeluk erat pinggang sang calon istri. Sedangkan Ying, wanita itu mati-matian menyembunyikan detak jantungnya yang berdebar kencang agar tak didengar oleh Fang. Bukan, bukan karena dia malu karena dipeluk erat oleh calon suaminya, tetapi karena rasa takut. Rasa takut bahwa Fang curiga dengan kedua bocah tersebut yang tampilan fisiknya sangat mirip dengan sahabat pemuda tersebut.
"Benar, aunty Ying ini calon istri uncle. Iya, kan, honey?" Fang menatap Ying masih dengan senyum manisnya.
Ying mengangguk kaku. "I-iya..., uncle ini calon suami aunty. Namanya Fang, kalian bisa memanggilnya uncle Fang."
Taufik dan Yachana ber'oh' ria. Yachana melepaskan pelukannya pada betis Ying, kemudian berlari ke arah kembarannya. Kedua bocah itu tampak berbisik-bisik sambil sesekali melirik hati-hati ke Fang.
Di saat kedua bocah kembar itu berbisik, Fang mendekatkan bibirnya pada telinga Ying, ikut berbisik, "Jelaskan padaku, semuanya. Aku tunggu di kamarmu..."
Dan pemuda itu melepaskan pelukannya pada Ying, lalu meninggalkan Ying di sana dengan suara jantung berdebar semakin kencang.
Yaya berjalan lesu ke arah restorannya. Ia mengingat lagi pembicaraannya dengan Taufan. Sejujurnya, Yaya juga merasa amat sangat bersalah. Perlukah Yaya mengaku pada Taufan bahwa wanita jalang yang dimaksud pria itu adalah dirinya agar pria itu bisah menikah? Atau apakah Yaya memilih tetap kabur saja bersama Taufik dan Yachana ... dan membiarkan Taufan melajang seumur hidupnya?
Yaya tak tahu, bahwa skandal itu sangat berdampak untuk Taufan. Dan sekarang, Yaya merasa ia sangat egois karena hanya memikirkan keselamatan kedua buah hatinya dan dirinya saja.
Taufan adalah pria yang baik. Itulah yang dapat Yaya simpulkan selama mengenalnya beberapa minggu belakangan ini. Taufan bukanlah pria yang angkuh... bahkan pria itu tak malu untuk satu mobil dengannya, yang hanya pemilik restoran kelas menengah.
Saat ini Yaya merasa dilema. Jika ia tak mengaku, mungkinkah Taufan tidak akan pernah menikah?
Tetapi jika Yaya mengaku... bagaimana nasibnya dan kedua buah hatinya? Yaya tak ingin Yachana dan Taufik dibenci oleh ayahnya sendiri. Atau lebih parah, orang-orang akan mencaci maki kedua bocah itu. Jika hanya dia yang dibenci dan dicaci maki, Yaya akan diam dan tak mengelak. Itu memang salahnya. Tetapi jika sampai kedua buah hatinya juga dibenci, Yaya tak akan sanggup.
Yaya menyentuh dadanya. Degupan yang tiba-tiba muncul ini membuatnya merasa sesak. Banyak rasa yang tercampur di sini..., dan Yaya tidak tau rasa apa itu. Jika ia meminta pendapat Mimy dan berkonsultasi dengan perempuan itu juga percuma saja, karena Yaya tahu kebencian Mimy pada Taufan sudah mendarah daging.
Mereka berdua mempunyai penilaian yang berbeda terhadap Taufan. Yaya juga tak bisa menyalakan Mimy, karena fakta sepupunya itu disakiti oleh Taufan adalah kebenaran.
Yaya membuka pintu restorannya, seperti biasa, loncengnya akan berdenting.
Matanya yang semula meredup tiba-tiba melebar saat melihat nyonya Mechamato duduk santai di dalam restorannya.
Oh sial! Tidak Taufan, tidak ibunya... mereka semuanya senang sekali mengunjungi restorannya. Ada apa sih sebenarnya dengan mereka berdua?!
Lalu pandangan Yaya beralih pada Amy yang kini juga menatapnya dari meja counter. Wajah Amy menyiratkan pada Yaya bahwa Yaya memiliki tamu yang penting. Tentu, Yaya mengetahui itu... dia juga sudah melihatnya. Dengan pengendalian dirinya, Yaya berjalan tenang ke arah nenek dari anak-anaknya itu.
"Senang bertemu dengan Anda kembali, nyonya Mechamato..." Yaya tersenyum sopan, namun Tamara tetap tak bergeming. Yaya menyerngit, wajah perempuan paruh baya itu tampak serius, bahkan tak mengumbar senyum sama sekali. "Eum... apakah Anda ingin memesan kembali menu spesial di sini? Atau apakah Anda ingin memesan makanan yang lain?" tanya Yaya, dan akhirnya Tamara tersenyum padanya.
Senyuman wanita itu membuat jantung Yaya berdetak kencang.
Tanpa menghilangkan senyumnya, Tamara menatap dalam mata karamel Yaya.
"Tidak, bukan itu tujuanku datang ke sini...," wanita itu menjeda kalimatnya. " ... Aku ke sini hanya ingin bertemu dan bermain dengan Taufik dan Yachana..."
Tubuh Yaya menegang. Tangan perempuan itu tanpa sadar bergetar hebat.
"Ah, salah. Maksudku Yachana Al Mechamato dan Taufik Al Mechamato..."
Peek A Boo
Chapter 16 : Unexpected guess
To be continued
Author's note ;
Hayoloh udah mulai ketahuan. Duh, kira-kira Yaya bakal selamat gak ya nanti hahaha. Sampai jumpa di next chapter ~
