Chapter 4


Suara desahan penuh napsu memenuhi kamar hotel yang cukup luas ini. Dua insan yang sedang menyatu di atas ranjang sama-sama belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan, keduanya masih sama bergairahnya saling bertabrakan di area intimnya...

"T-tuan... Ahhh sangat nikmat.. Ahhh Tuan.. Lebih c-cepat...Ahhhhh" Wanita yang sedang menungging di hadapan Toneri ini Mendesah tak karuan, ia benar-benar sangat menikmati tusukan demi tusukan dari kejantanan Toneri yang berukuran cukup besar. Matanya terpejam menikmati permainan itu.

'plak' Toneri menampar pantat montok wanita itu. "Kau s-suka hah... ahh" Toneri bersusah payah untuk berbicara, pinggulnya terus ia maju-mundurkan untuk memompa kejantanannya di dalam lubang kenikmatan wanita berambut merah itu. Gerakannya makin ia percepat, bunyi kecipak dari kemaluan mereka yang basah bertubrukan dari keduanya turut meramaikan desahan mereka. Wanita itu meracau tak jelas dan menenggelamkan wajahnya di bantal. Ia benar-benar merasa sedang melayang, sungguh kenikmatan ini ia benar-benar rasakan. Toneri memajukan tubuhnya ke depan. Tangan kanannya meraih buah dada yang terhimpit tubuh wanita yang sedang ia gagahi itu. Ia meremasnya dengan kasar. Tangan kirinya berada di kasur untuk menjaga keseimbangannya. Mulutnya tak tinggal diam, Ia menjilat dan menggigiti leher wanita itu.

"Ahhhh tuan.. ak-aku sudah tidak tahan... aku akan.. ahhhhhhh k-keluar... Sshhh ahhhh tuan..!!." Wanita itu telah mencapai puncak orgasmenya. tubuhnya melemas, namun Toneri yang masih belum keluar tetap menyodok kemaluan wanita yang telah banjir akan cairannya sendiri itu dengan keras dan cepat. Hingga tak lama kemudian ia pun ejakulasi dan menyemprotkan banyak cairan kental dari kejantanannya di dalam kemaluan wanita itu. Cairan itu tak mampu tertampung seutuhnya di dalam sang wanita. Maka cairan yang lengket dan berbau khas itu mengalir keluar dari kemaluan si wanita. Tubuh Toneri ambruk di samping wanita itu setelah ia mencabut batang kemaluannya.

.

.

.

.

.

"Segeralah pergi setelah membersihkan dirimu, Karin." Toneri melemparkan lembaran uang yang cukup banyak ke atas kasur, tempat dimana Karin, wanita yang habis bergulat dengannya merebahkan diri. Ia masih lemas akan permainan mereka yang memakan waktu cukup lama. Entah berapa ronde Toneri menggaulinya. Tapi ia sangat puas, karena selain mendapatkan kenikmatan yang tiada tara, bayaran dari Toneri benar-benar fantastis.

"Tuan~ biarkan aku beristirahat sebentar disini yaa~ vaginaku masih terasa sakit nih~" Ucap Karin manja.

"Terserah kau saja, aku akan pulang sekarang." Toneri memang sudah terlebih dahulu membersihkan tubuhnya beberapa saat setelah melakukan seks bersama wanita bayaran ini.

Setelah memastikan penampilannya baik, ia segera keluar kamar dan terburu-buru untuk masuk ke dalam lift. Ini memang masih menunjukkan pukul 11 malam, namun Toneri harus segera pulang karena besok pagi ia ada rapat di kantor.

.

.

"Selamat malam boss!" Sapa anak buah Toneri setelah ia memasuki gerbang rumahnya. Ia hanya mengangguk singkat dan memarkirkan mobilnya asal. Setelah ia keluar dari mobil, ia memanggil Kakuzu yang sedang duduk bermain catur bersama dengan anak buah Toneri yang lain. Kakuzu menghampiri Toneri yang ternyata ia diminta untuk memarkirkan mobilnya ke dalam garasi. Kakuzu dengan sigap melaksanakan perintah dari bossnya itu.

.

.

Didalam kamar, Toneri tak bisa tidur, ia tiba-tiba teringat akan gadis cerewet yang bekerja di perusahaannya itu. Ia baru ingat kalau ia belum tau siapa nama gadis itu..

Toneri meraih ponselnya dan menelpon seseorang..

"Kakuzu, Coba kau cari tau tentang karyawan wanita yang baru bekerja di lantai 5 divisi keuangan , kulitnya putih, rambutnya panjang berwarna lavender.. matanya seperti bulan."

'...'

"Aku tak mau tau, kau harus melaporkannya padaku secepat yang kau bisa. Kau jangan khawatir, aku akan memberikan bonus!"

'...'

"Kalau mendengar kata bonus saja langsung semangat kau!" Toneri memutus panggilan secara sepihak. Ia tak tau mengapa ia sangat tertarik pada anak baru itu. Meskipun gadis itu cerewet dan juga baru ia kenal, Namun ia terobsesi untuk mendapatkannya, ia pun merasa pasti akan berhasil mendapatkannya, ia sangat yakin akan hal itu.

Toneri akhirnya terlelap setelah tak lama ia memerintah Kakuzu untuk mencari informasi tentang gadis cerewet yang menyita perhatiannya itu, Hinata.

.

.

.

.

Tiga hari telah berlalu sejak Kakuzu menerima perintah dari Toneri, kini ia berhasil mendapatkan informasi akurat mengenai gadis itu. Ia sudah menyusunnya menjadi berkas untuk diberikan pada Toneri.

tok tok tok..

Suara pintu yang di ketuk membuat Temari membukanya, Disana berdirilah Kakuzu, salah satu dari anak buah yang paling dipercaya oleh Toneri. Ia tersenyum menyapa pria kekar berwajah seram di depannya ini sebelum mempersilakannya masuk. Ia tak perlu bertanya untuk apa ia kesini, karena tadi Toneri sendiri yang sudah berpesan padanya kalau Kakuzu datang, langsung disuruh masuk saja. "Tuan Toneri sedang berada di kamar kecil, pak Kakuzu tunggu sebentar ya" Temari mempersilakan Kakuzu untuk duduk di sofa.

"Terimakasih" Jawab Kakuzu singkat sambil mendaratkan pantatnya ke sofa empuk milik bossnya itu.

Temari pun melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda tadi. Tak lama setelahnya, Toneri muncul dari dalam kamar mandi. Ia segera mengetahui kehadiran Kakuzu di ruangannya karena ia sempat mendengar suara Temari yang menyebut nama Kakuzu.

"Bagaimana? sudah kau dapatkan?" Toneri tak berbasa-basi langsung berjalan mendekat ke sofa yang Kakuzu duduki. Temari berusaha mencuri dengar apa yang bossnya ini sedang bicarakan dengan anak buahnya.

"Sudah boss! Persis seperti yang boss inginkan!" Sahut Kakuzu mantap sambil menyodorkan amplop coklat kepadanya.

"Baik, aku akan segera menransfer uangmu" Ucap Toneri sambil meraih amplop coklat itu dari tangan Kakuzu.

'Apa yang sedang mereka bicarakan, ya' Batin Temari.

Toneri mengeluarkan beberapa lembar kertas berisi informasi milik wanita yang ia incar. Disana terdapat pula beberapa foto yang Kakuzu sengaja lampirkan.

Ia membaca dengan seksama informasi demi informasi yang ada di tangannya kini. 'Ah.. namanya Hinata hyuuga.. nama yang cantik' Batin Toneri, bibirnya tersenyum tipis.

Temari terus melirik bossnya yang sedang sibuk membaca berkas dari Kakuzu, sedangkan Kakuzu hanya duduk di samping Toneri sambil sesekali mengecek ponselnya.

"Ini cukup menarik. Apa kau yakin informasi ini benar-benar dapat dipercaya?" Toneri memasukkan kembali berkas tersebut ke dalam amplop.

"Tenang saja boss. Semua adalah informasi yang sangat terjamin kebenarannya." Jawab Kakuzu mantap.

.

.

Setelah meninggalkan ruangan Toneri, Kakuzu segera turun ke lantai dasar untuk menunggu Toneri pulang. Hari ini Toneri sedang tak ingin menyetir sendirian, maka ia meminta Kakuzu untuk menunggunya.

Toneri sedang tak banyak kerjaan, makanya ia memiliki waktu santai untuk kembali membaca informasi yang di dapatkan oleh Kakuzu tentang gadis hyuuga itu.

'Ia memiliki tanggungan hutang yang cukup besar.. mengapa ia berhutang sebanyak itu, ya' Toneri menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi empuknya. Matanya menerawang jauh. Gadis itu juga yatim piatu, tak heran ia harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan juga adik semata wayangnya. Menurut informasi yang ditulis Kakuzu, Hinata sebenarnya memiliki seorang kakak sepupu laki-laki, namun 2 tahun terakhir ini ia tak pernah menampakkan batang hidungnya lagi.

"Temari.." Panggilnya pada Temari yang sedang memainkan ponselnya.

"Ya tuan?" Ia meletakkan ponselnya cepat dan menoleh ke arah Toneri yang memanggilnya.

"Apa kau mau bercinta denganku?"

"Tuan!! tidak lucu! Kau ini bercandanya keterlaluan ya." Temari kesal setengah mati mendengarnya. Sedangkan Toneri hanya tertawa mendengarkan kekesalan Temari.

"Apa kau mau menggantikan posisi Sakura sebagai sekretaris kak Urashiki? kudengar ia akan resign bulan depan. Hmmm menikah ya... kalau tidak salah, ia akan menikah dengan adik Itachi Uchiha, Kepala kepolisian negara." Lanjut Toneri.

"Ah? mengapa tuan tiba-tiba memintaku untuk menggantikannya? tuan tak puas dengan hasil kerjaku selama ini?" Temari jelas tersinggung akan ucapan tiba-tiba dari bossnya ini.

"Ah, bukan.. pekerjaanmu sangat baik dan memuaskan, hanya saja.. kulihat kau lebih nyaman bersama dengan Urashiki, itu saja. Selama kau bekerja denganku, kau hanya merasa tak tenang dan takut akan kuterkam tiba-tiba, kan?" Toneri tertawa kecil setelah mengatakan itu.

"Tuan ini apa-apann sih.." Suaranya memelan. Ia memang lebih nyaman berada di dekat Urashiki, namun ia merasa tak enak karena Toneri seakan menendangnya karena kinerja yang buruk.

"Aku akan bicara pada Urashiki, tenang saja. gajimu tetap sama, kok." Toneri melanjutkan perkataannya. Temari hanya diam, apakah benar Toneri merasa bersalah padanya karena selalu berusaha untuk menggodanya... Batin Temari berkecamuk. Ia berpikir keras alasan sebenarnya Toneri menendangnya. Memang tidak di pecat, tapi tetap saja ia merasa Toneri ingin menyingkirkannya secara tak langsung.

"Jangan murung, kau tak melakukan kesalahan apapun, aku bukannya melemparmu begitu saja.. Tapi, aku akan membiarkanmu bekerja dengan nyaman bersama kakak sepupuku. sudah dua bulan kau bekerja padaku, hanya kau yang bertahan selama ini oleh celetukan-celetukan mesumku, jujur aku terkejut kau bahkan mampu bertahan selama ini haha" Toneri bangkit menuju meja Temari.

"Tuan serius?" Tanya gadis itu

"Iya. aku sangat serius, kenapa? kau lebih suka bekerja padaku, ya?"

Temari terdiam.

"Kalau kau mau terus bekerja bersamaku... kau harus mau melayaniku saat aku ingin" Toneri mengeluarkan seringaian mesumnya pada Temari.

"Tuan ini apa-apaan sih" Hampir saja Temari meninju wajah tampan bossnya ini. Namun ia tahan agar ia tak melakukannya.

.

.

.

.

.

.

Hari ini adalah hari terakhir Temari bekerja sebagai sekretaris Toneri, karena mulai besok ia akan menjadi sekretaris dari Urashiki. Sebelumnya, kakak sepupu Toneri itu sudah menyetujui usulan darinya.

"Tuan, hari ini adalah hari terakhir kita bersama" Ucap Temari sambil membereskan barangnya.

"Kau berkata seolah-olah kita pasutri yang akan bercerai" Toneri berseloroh.

Temari tertawa kecil. Benar juga, batinnya. Dan lagi padahal mereka masih berada dalam satu gedung yang sama. hanya saja, ia mulai merasa terbiasa dengan sikap Toneri. Meski mesum dan seenaknya, Toneri memiliki sisi yang baik juga..

.

.

.

Temari berpamitan pada Toneri, jam kerja memang telah berakhir, namun Toneri masih mau berlama-lama berada di kantor. Ia segera mengecek CCTV lantai 5 divisi keuangan, Ia ingin memperhatikan Hinata disana, ia tau Hinata pasti belum pulang. Karena ia dengan sengaja memerintahkan ketua divisi Hinata untuk menyuruhnya merevisi laporan keuangan yang telah ia buat. Padahal tak ada masalah, hanya alasan Toneri saja agar ia lembur dan Toneri bisa mengantar Hinata pulang nantinya. hihi...

.

.

Hinata duduk di mejanya sambil berpikir apa yang salah dari laporannya.. ia yakin sudah mengerjakannya dengan benar. akhirnya ia hanya merubah beberapa tata letak. Karena menurutnya laporan itu sudah sempurna.. apa atasannya mengerjainya, karena ia anak baru..

.

Toneri sudah ada di parkiran saat Hinata keluar gedung, Ia dengan cepat melajukan mobilnya mendekat ke arah Hinata.

Hinata berjengit heran, untuk apa Boss besar Ōtsutsuki ini menghentikan mobilnya tepat di hadapannya.. Dengan malas ia membungkukkan badannya dan Toneri pun menurunkan kaca gelap mobilnya.

"Kau pulang naik apa?" Tanyanya tanpa basa basi.

"Y-ya?" Hinata kaget mendapat pertanyaan tiba-tiba dari bossnya itu.

"Kau pulang naik apa?" Ulang Toneri santai.

"A-aku naik bus, tuan.." Jawab Hinata sedikit gugup.

"Mari, aku akan mengantarmu."

"Tidak tuan, terimakasih" Hinata mencoba untuk menjawab Toneri ramah.

"Tak baik seorang gadis sepertimu naik bus malam-malam. Ayo cepat naik, aku tak akan memperkosamu, tenang saja." Toneri membuka pintu penumpang di sampingnya tanpa keluar dari mobil. Hinata tampak berpikir dan dengan ragu-ragu ia pun melangkahkan kakinya menuju mobil Toneri. Ia masuk ke kursi penumpang di samping Toneri. Sejujurnya ia merasa tak nyaman karena ia tau Toneri ini adalah pria mesum. Yang membuat ia berpikir begini adalah, karena ucapannya beberapa waktu lalu yang memintanya untuk menjadi budak seks nya... memikirkan itu membuat Hinata ingin muntah karena jijik.

"Kau sakit?" Tanya Toneri yang sedari tadi memperharikan tingkah Hinata.

"Aku baik-baik saja, tuan." Jawab Hinata singkat.

Setelah Hinata memasang seatbeltnya, Toneri melajukan mobilnya keluar area gedung perusahaan.

"Dimana rumahmu?" Tanya Toneri berbasa-basi. Padahal ia sudah tau dimana gadis ini tinggal.

"Di jalan kehidupan gang melati, tuan. Nanti saya turun di depan gang saja, karena jalannya sempit. takut mobil tuan tak bisa masuk" Jawab Hinata menjelaskan.

Toneri hanya diam sambil fokus menyetir. Sesampainya di depan gang yang Hinata maksud, Toneri menghentikan mobilnya. Ia keluar dan membukakan pintu untuk Hinata. Hinata kaget, mengapa bossnya ini bersikap baik padanya..?

Hinata pun turun , Toneri segera menutup pintu dan menekan tombol lock. Hinata yang heran mengapa bossnya ini ikut turun pun bertanya, "Kenapa tuan malah ikut turun?"

"Aku akan mengantarmu sampai depan rumah" Balasnya santai. Hinata menolak dan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja dan meminta Toneri agar pulang. Karena ia tak mau Toneri repot-repot mengantarkannya sampai depan rumah.

Toneri yang keras kepala tidak mendengarkan Hinata, gadis itu mengalah. Akhirnya ia membiarkan bossnya itu mengantarkannya dengan berjalan kaki.

.

Tak ada satupun yang berbicara. Mereka berdua sama-sama terdiam tenggelam oleh pikiran masing-masing. Sayup-sayup Hinata mendengar suara adiknya yang terdengar seperti sedang bertengkar. Ia mempercepat langkah kakinya agar sampai di rumah. Toneri mau tak mau mengimbangi langkah Hinata yang seakan berlari menuju rumahnya.

Disana, Hanabi tepat di depan pintu rumah sedang berhadapan dengan 3 orang pria yang terduga adalah debt collector . Salah satunya sedang menarik tangan Hanabi , sedangkan yang dua lainnya berbicara dengan tak jelas. Hinata melemparkan heelsnya tepat ke kepala pria yang sedang menarik-narik tangan Hanabi. Toneri tercengang melihat keberanian Hinata. Ia juga terkejut akan hal yang terjadi di depan matanya saat ini. Ia masih mengekori Hinata yang sekarang sedang marah-marah pada 3 pria itu. Hanabi menangis dengan kencang sambil memeluk Hinata. Ia ketakutan karena para pria ini memaksanya untuk ikut bersama mereka karena sudah dua bulan ini Hinata menunggak membayar hutang-hutang Neji..

Toneri melihat kejadian itu dari jarak yang tidak terlalu dekat. Ia sedang menganalisa apa yang sedang terjadi.

Hinata memohon pada 3 pria di depannya ini agar diberikan kesempatan lagi. Karena ia belum gajian, maka ia tak punya uang untuk membayar mereka. Hinata sampai menangis memohon pada ketiga pria itu. Namun mereka tak peduli, mereka mengancam akan membawa Hanabi kalau Hinata tak memberikan mereka uang.

"Kumohon berikan aku kesempatan lagi, setelah gajian aku akan segera menyerahkannya pada kalian. aku janji" Hinata menitikkan air mata.

"Tidak! mengapa kau terus saja mencari alasan untuk tak membayar hah! kalau kau memang berniat membayar nanti, Maka adikmu ini harus kami tahan sebagai jaminan!" Ucap pria yang bertubuh gempal.

Hanabi yang ketakutan hanya bisa menangis di pelukan Hinata.

Hinata masih mencoba untuk bernegosiasi pada mereka bertiga sampai tiba-tiba mereka mendengar Toneri berkata dengan lantang

"Aku akan melunasi semua hutang gadis ini, sebutkan jumlahnya."

.

.

.

.

.

Bersambung...