Disclaimer : Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
.
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
Megumi bangkit dari duduknya lalu beralih duduk di sofa di samping Gojo. Shoko tetap dalam posisinya untuk mengamati mereka. Gojo melepaskan tiga kancing teratas kemejanya supaya Megumi bisa menyentuh dadanya.
Tangan Megumi terulur, menyentuh dada Gojo, merasakan debar jantungnya. Ia sedikit malu, wajahnya memanas, tapi ia tahu ia harus melakukannya.
"Baiklah, kumulai," ucap Megumi.
"Ya," balas Gojo.
Megumi mulai memejamkan mata untuk berkonsentrasi. Ia memfokuskan seluruh inderanya pada degup jantung Gojo, mulai memetakan jalur energy nya. Megumi berkonsentrasi dan masuk semakin dalam, di saat itulah ia sudah tidak peduli pada apapun yang ada di sekitarnya. Ia hanya fokus pada satu hal, energy kutukan Gojo. Tugasnya hanya satu, ia harus melakukan heal pada jujutsushi itu.
Saat Megumi berhasil menyentuh energy Gojo, ia mulai mengalirkan energy heal nya ke sana. Perasaan itu kembali lagi, perasaan sejuk dan nyaman, lalu aroma manis yang begitu menenangkan. Sensasi nikmat itu juga kembali, sensasi nikmat yang Megumi rasakan sama seperti di sesi heal nya bersama Gojo sebelum ini.
Hanya saja, tak seperti sebelumnya, kali ini Megumi tak membatasi diri. Tidak lagi terikat waktu dimana ia harus berhenti setelah waktu yang ditentukan, kali ini Megumi akan mencoba melihat sampai akhir sebatas mana kemampuannya.
"Megumi-Sensei," terdengar suara Gojo memanggil namanya. Suara lembut itu seperti menggelitik di telinga Megumi. Jemari Gojo bisa Megumi rasakan menyentuh pipinya dengan lembut, lalu bergerak sensual ke telinga Megumi. "Sensei…"
"Nn," tubuh Megumi menjadi semakin sensitif saat disentuh Gojo. Tapi ia tak menolak, tidak kali ini. Ia masih mengalirkan energy heal nya pada Gojo, membuat sensasi nikmat yang ia rasakan tak terhenti. Megumi tahu perasaan nikmat saat heal berlaku dua arah, yang artinya Gojo juga merasakan itu.
Gojo mendekatkan wajahnya ke telinga Megumi, tangannya menyentuh paha Megumi, meremasnya sedikit kuat. "Sensei, kalau lebih dari ini aku…" ucapan Gojo tak ia lanjutkan.
Tangan Megumi sedikit bergeser dari posisinya di dada Gojo, dan tanpa sengaja menyentuh nipple Gojo. Megumi sedikit tersentak merasakan benda itu mengeras. Jantung Megumi berdegup kuat, kali ini ia bisa memastikan bahwa Gojo juga merasakan kenikmatan yang ia rasakan.
"Sensei, Sensei," panggil Gojo berulang.
"Ahh," desahan lolos dari bibir Megumi saat merasakan sesuatu yang hangat dan basah menyentuh daun telinganya.
Bibir Gojo turun ke leher, bisa Megumi rasakan hembusan nafas Gojo menyentuh permukaan kulitnya yang sensitif. Tangan Gojo yang berada di paha Megumi bergeser menuju paha bagian dalam. Wajah Megumi memanas, tapi ia tak menghentikan tangan Gojo. Ia justru berharap…tangan itu bergerak menuju sesuatu di bagian selatan tubuhnya.
Megumi merasa sesak dan nyeri karena ereksinya yang penuh, ia ingin dibebaskan dari rasa tak nyaman itu. Cepat, sentuh aku. Sentuh aku! Megumi meneriakkan itu dalam hati, seolah tak lagi memiliki kontrol diri. Sentuh a–...
"Ahhh," Megumi mendesah saat tangan Gojo betulan menyentuh gundukan di selangkangannya. Benda itu sudah keras sekali, seperti sudah diambang batas.
Gojo meremas pelan benda itu, memanjanya dengan lembut. Bisa ia rasakan tubuh Megumi bergetar halus menikmati perlakuannya, dan ia juga merasakan panas di bagian dada tempat Megumi menyentuhnya. Tubuh Gojo juga memanas, tapi Gojo tahu ia harus lebih fokus pada Megumi.
"Megumi-Sensei," bisik Gojo lembut, tangannya masih terus memanja milik Megumi. Sebenarnya ia ingin sekali menyentuh langsung benda itu di balik celana Megumi, tapi ia tahu ia tak boleh melakukannya. Gojo sedikit mempercepat remasannya pada benda itu, bisa ia rasakan tangannya basah oleh precum Megumi.
'Fuck,' batin Gojo berusaha menahan diri. Ia meremas kuat benda itu, mengantarkan Megumi pada puncak kenikmatannya.
"Hngh…ugh…nn," Megumi menggeliut tak nyaman hingga akhirnya tak bisa menahan diri. Ia mencapai puncak kenikmatan di tangan Gojo, membuat celananya basah total karena cairannya sendiri.
.
.
Zraaasshhh…!
Suara keran dari kamar mandi terdengar cukup keras karena pintunya yang tak ditutup. Megumi berada di sofa tempatnya melakukan heal, dengan tubuh berbalut selimut dari kaki sampai kepala. Wajahnya panas sekali, ia sama sekali tak punya keberanian untuk memunculkan muka dari balik selimut.
Di sofa seberangnya, Shoko tampak masih mengamati data di meja, menatap angka energy Gojo yang turun ke angka 85%, sementara energy Megumi berada di angka 12%. Ya. 12%. Karena itulah ia terlalu lemah untuk bisa melakukan apapun. Bahkan saat ini Gojo yang tengah mencuci celana Megumi di kamar mandi. Megumi hanya memakai kemeja di balik selimut, sementara tubuh bawahnya benar-benar polos. Jadi mana mungkin ia punya keberanian untuk menunjukkan muka sekarang.
Ia baru saja melakukan semua hal tadi di hadapan boss nya. Lebih parah lagi, saat ini celananya yang belepotan sperma tengah dicucikan oleh pasiennya sendiri. Rasanya Megumi ingin mati saja. Ya, ia rasa kalau ia mati sekarang itu masih lebih baik lagi.
Tak berapa lama Gojo muncul dari kamar mandi masih dengan kemeja yang kancingnya terbuka di bagian atasnya, lalu lengan kemeja yang ditarik sampai ke siku. Tangannya masih sedikit lembab meski sudah ia keringkan dengan handuk.
Shoko menoleh saat Gojo mendekat. "Bagaimana kondisimu?" tanyanya.
"Tidak pernah lebih baik dari ini," jawab Gojo, ia duduk di samping Megumi yang masih seperti kepompong.
"Darou na. Ini angka terendah yang pernah kau capai selama heal," Shoko tampak tersenyum senang.
Gojo balas tersenyum, lalu menatap kepompong Megumi. Ia tahu Megumi tak tidur, ia mengusap pelan kepala healer itu. "Arigatou, Megumi-Sensei," ujarnya.
"..." Megumi tak menjawab. Tapi kini ia jadi berpikir, iya ya, baik Shoko maupun Gojo menganggap ini sebagai sesi heal biasa. Seharusnya Megumi juga profesional dalam menghadapi ini. Mereka sama-sama tahu metode heal bermacam-macam, bahkan ada yang sampai melakukan sex juga. Seharusnya hal seperti tadi merupakan hal yang wajar.
Megumi bersikap begini hanya karena selama ini ia adalah healer di kota kecil, ia tak pernah menggunakan metode lain, dan baru sekarang melakukan sejauh ini. Tapi sekarang kondisinya berbeda, ia adalah healer di HQ. Ia harus bersikap lebih profesional lagi.
Akhirnya Megumi pun menggeliut keluar dari kepompongnya meski dengan wajah yang masih memerah total.
"Bagaimana kondisimu, Fushiguro-Sensei?" tanya Shoko.
"Hanya…lemah saja. Seperti energy ku habis," jawab Megumi pelan.
"Darou na. Level energy mu hanya tersisa 12%. Tentu saja kau merasa demikian."
"Apa perlu kupanggilkan dokter?" tanya Gojo, ia kembali membelai lembut kepala Megumi. Kenapa dia sebaik itu pada Megumi, padahal ia sudah punya pacar.
"Tidak perlu. Aku hanya perlu istirahat untuk mengembalikan energi ku," balas Megumi.
"Sebenarnya ada beberapa hal lagi yang ingin kubahas. Tapi kurasa lain kali saja kalau kau sudah baikan, Fushiguro-Sensei," ucap Shoko. "Sebaiknya aku pamit dulu, aku ada pekerjaan lain. Kau istirahatlah."
"Aku boleh tetap di sini kan?" tanya Gojo.
"Ya, asal Fushiguro-Sensei mengizinkamu. Dan jangan minta sesi heal lagi."
"Iya aku tahu, aku tidak segila itu," balas Gojo. Setelah itu Shoko pun pergi, meninggalkan Gojo berdua saja dengan Megumi. "Sensei, kau mau istirahat di ranjang? Biar lebih nyaman."
"Yeah, kurasa," Megumi mencoba duduk meski sedikit kesulitan. "Uwaahh…" Megumi sedikit berteriak saat Gojo menggendong tubuhnya bridal style, selimut yang membungkus tubuh Megumi jadi terlepas di bagian bawahnya, sehingga tangan Gojo yang membopong Megumi, bersentuhan langsung dengan kulitnya.
Wajah Megumi kembali memanas, tapi ia hanya bisa menyembunyikan wajah di dada Gojo karena ia memang tidak punya banyak energy untuk bergerak.
Gojo membopong Megumi ke kamar, lalu membaringkannya pelan-pelan di sana.
"Sensei, apa boleh aku ikut istirahat di sini? Sejak misi yang lalu aku sama sekali belum bisa istirahat dengan nyaman," pinta Gojo.
"Ya, tidak masalah," balas Megumi. Lagipula ranjang itu cukup besar untuk dua orang. Gojo pun naik ke ranjang dan berbaring di samping Megumi yang berbaring miring membelakanginya. Keduanya diam untuk beberapa lama.
"Gojo-san," panggil Megumi kemudian.
"Ya?" Gojo menoleh meski Megumi tak merubah posisinya.
"Bagaimana rasanya…berada di posisi 98% ?"
Gojo sempat terbelalak, tapi lalu tersenyum.
"Ah, kau tidak perlu menjawab kalau tak mau," ralat Megumi sambil menoleh ke belakang, ia takut pertanyaannya terlalu privasi.
Gojo mendekat dan berbaring miring ke arah Megumi, meletakkan satu tangannya di atas tubuh Megumi, memeluknya.
"Rasanya berat. Seperti membawa beban tak kasat mata kemanapun aku pergi. Aku ingin melepasnya tapi tak tahu bagaimana, membuat mood ku sangat buruk di setiap waktu. Padahal aku tahu jika mood ku bertambah buruh, energy negatif ku akan semakin bertambah. Tapi bagaimana aku bisa merasakan sebaliknya kalau beban itu rasanya terus menumpuk," jelas Gojo.
"Selama menjalankan misi aku juga harus menggunakan kekuatanku sesedikit mungkin. Karena setiap kali aku menggunakan kekuatan, tumpukan energy kutukan itu terus bertambah, persentase ku terus naik, dan aku tidak tahu bagaimana cara menurunkannya."
"Sejak kapan kau mengalami ini?" tanya Megumi.
"Kurasa sejak kelas 2 SMU, sejak aku berhasil menguasai kekuatanku sepenuhnya."
"Selama itu?"
"Yeah. Sebelum-sebelumnya aku hanya tahu aku punya kekuatan ini, tapi tentu saja aku belum cukup umur untuk secara legal melawan kutukan. Jadi aku hanya memakainya untuk iseng saja sesekali. Tapi saat aku sudah cukup umur, aku dan Suguru yang sudah tak sabar untuk menjadi bebas bisa menggunakan kekuatan kami, langsung mendaftar secara resmi sebagai Jujutsushi.
Kami menikmati misi kami, menghajar kutukan dan menang. Tapi masalah mulai timbul saat kami harus mendapatkan heal. Kami berdua tidak bisa mendapat penanganan meski kami baru saja menggunakan kekuatan kami. Semenjak itu kami lebih berhati-hati untuk tidak menggunakan kekuatan secara berlebihan, atau persentase kami akan terus naik tanpa bisa diturunkan.
Tapi pada akhirnya Suguru mendapatkan titik terang. Shoko berhasil melakukan heal padanya setelah berhasil menguasai reverse technique. Saat itu kami bahagia, kami merasa nantinya akan muncul juga healer yang bisa menanganiku. Tapi waktu terus berganti dan healer itu tidak muncul. Selanjutnya kurasa kau tahu kisahnya," Gojo tertawa kecil.
"Tapi yeah, sekarang betulan aku menemukan seseorang yang bisa menanganiku. Setelah penantian yang sangat lama. Terimakasih sudah menemukanku, Megumi-Sensei," Gojo mengeratkan pelukannya.
"..." Megumi hanya bisa terdiam, tak tahu harus merespon apa. Ini pertama kalinya sebagai healer ia merasa menjadi satu-satunya. Selama ini ia hanya tahu kata efektif dan tidak efektif mengenai interaksi healer dengan jujutsushi. Tak Pernah terfikir oleh Megumi bahwa heal darinya bisa menjadi satu-satunya bagi seseorang.
Tanpa sadar Megumi bergerak menyamankan diri di pelukan Gojo, ia meraih tangan Gojo yang memeluknya dan memeluk tangan itu.
Gojo terkejut akan hal itu, tapi sama sekali tak keberatan. Ia semakin merapatkan tubuhnya pada Megumi, memeluk tubuh itu erat.
Awalnya biasa saja, tapi tentu saja tak berapa lama tubuhnya bereaksi.
"Eh?" Megumi tersentak saat merasakan benda yang keras menggesek bagian belakang tubuhnya. Wajahnya memanas saat menyadari benda apa itu.
"Gomen, aku sudah menahan diri sejak tadi," ucap Gojo. Tubuh bawahnya bergerak untuk menggesekkan selangkangannya ke bokong Megumi. "Sensei, gomen. Sedikit saja…" pinta Gojo dengan nafas terengah.
Zreet…
Bisa Megumi dengar Gojo membuka resleting celananya, ia lalu merasakan benda keras menggesek maju naik turun di bagian belakang tubuhnya. Megumi bisa merasakan suhunya yang panas meski kulit mereka terhalang selimut yang membalut tubuh Megumi.
"Hng, ahh, gomen…Sensei… ahh," racau Gojo, ia kembali memeluk tubuh Megumi dengan lengannya, memeluk erat seolah mencegah Megumi untuk pergi.
Wajah Megumi memanas, tapi ia tak kuasa untuk menghentikan Gojo. Apalagi mengingat hal tadi saat sesi heal, Megumi bisa mencapai orgasme, tapi Gojo harus menahan diri, bahkan sampai Gojo yang membersihkan kekacauan yang Megumi buat. Megumi merasa setidaknya ia juga harus membiarkan Gojo memuaskan diri.
'Itadori, gomenasai,' batin Megumi seraya lebih memundurkan tubuh ke arah Gojo seolah mengizinkan Gojo mencari sedikit kenikmatan dari tubuhnya.
Nafas Gojo semakin memburu, apalagi mendapat reaksi demikian dari Megumi. "Hngh, Sensei. Nnh, Sensei…" panggil Gojo.
Gasp…!
Megumi terkesiap saat merasakan tangan Gojo yang memeluknya…kini jarinya bergerak menyusuri dada Megumi. Begitu sensual, begitu menggoda. Lalu tiba-tiba meremas dada Megumi.
"Hngh…ahh, nn," mau tak mau Megumi mendesah mendapat remasan itu. Jemari Gojo beralih menyusup masuk ke balik selimut, ke balik kemeja Megumi. Ia menyentuh dada Megumi secara langsung, meremasnya, lalu memilin nipple Megumi yang sudah ereksi.
"Sensei, kau sudah tegang," bisik Gojo tertahan seolah tengah menahan nafsu.
"Hngh…ahhh, uhhm…" Megumi hanya menjawab dengan desahan.
Gojo semakin berani karenanya. Satu tangannya kini beralih memeluk Megumi juga, menelusup ke bagian bawah tubuh miring Megumi, membelai perutnya yang bergerak karena sensitif.
"Ugh…aahh…" desah Megumi.
Tangan Gojo semakin turun, dari perut, lalu dengan sensual ke paha dalam Megumi. Meremasnya kuat.
"Aahh…nn, o-onegai…" lirih Megumi, tangannya bergerak meraih tangan Gojo yang ada di pahanya, meraih tangan itu lalu menuntunnya ke penis Megumi yang sudah tegak kini.
Mata Gojo terbelalak, ia tak bisa menahan diri lagi. Tangan Gojo meraih penis Megumi, mengocoknya. Tubuh bawahnya bergerak menggesekkan penisnya dengan penuh nafsu ke bokong Megumi, satu tangan lagi memilin kuat nipple Megumi.
"Aahhhh…mmnnhh, aaahh aaahhh," desahan Megumi tak ia tahan lagi. Ia merasa nikmat, apalagi saat Gojo menjilat lehernya, mengecup di sana. "Ooughh, nnn…ahhh, ikkuu…ahhh, mau keluar…" desahnya tertahan.
"Tunggu sebentar lagi, aku ingin keluar bersama," balas Gojo, ia yang tadinya mengocok penis Megumi, kini beralih menutup ujung penisnya dengan ibu jari.
"AAAHH…m-mouuu…s-sudah…tidak kuat. Please…pleasee…" pinta Megumi.
"Nn…" Gojo mempercepat gerakannya, ia juga ingin klimaks.
"O-onegai, sudah tidak tahan…" pinta Megumi, kakinya menggeliut tak nyaman untuk menahan diri, permukaan lubangnya berkedut mendapat gesekan dari penis Gojo dari luar selimut.
"Gomen, sebentar–...ngh, lagi…nn, aku juga hampir…" ucap Gojo. Ia merasa ibu jarinya yang menutup penis Megumi terasa basah, sepertinya Megumi sudah tidak tahan lagi.
Gojo mempercepat gerakannya, ia menjilat leher Megumi, lalu menggigit leher itu saat merasa hasratnya sudah diujung. Jemarinya di nipple Megumi tanpa sadar memilin begitu kuat, menariknya keras saat ia mencapai puncak kenikmatan. Ia melepaskan ibu jarinya dari penis Megumi, berganti mengocoknya dengan kuat.
"AAAHHHH–...AAAAHHHH," Megumi mengerang keras saat sperma muncrat dari ujung penisnya. Gojo juga klimaks di saat yang bersamaan. Ia masih bergerak kuat sampai orgasme nya tuntas. Di tangannya, penis Megumi juga masih mengeluarkan sperma seolah memuntahkan semua cairan yang sudah ia tahan sejak tadi.
"Hng, aahh…haah haah," nafas Megumi terengah setelah klimaks. Ia merasakan Gojo juga terengah di belakang tubuhnya. Gila, yang tadi itu enak sekali, pikir Megumi. Ia benar-benar terpuaskan. Tapi segelayut rasa bersalah juga menghampiri. Ia baru saja…melakukan hal tak senonoh dengan kekasih orang.
Tapi karena lelah, Megumi tak berpikir apa-apa lagi. Perlahan ia memejamkan mata.
"Tidurlah, oyasumi Sensei," Megumi masih bisa mendengar ucapan Gojo, lalu merasakan kecupan lembut di pelipisnya.
.
~OoooOoooO~
.
"...ng…?" saat Megumi membuka mata, Gojo sudah tidak ada di sampingnya. Ia pun bangun, mengamati sekitar. Ia masih ada di ruangan di dalam kantornya, lampu redup sudah menyala. Apa ini sudah malam?
Megumi membuka selimut hanya untuk menyadari selimut yang membalut tubuhnya sudah diganti. Ia menatap tubuh bawahnya yang polos, tapi sudah dibersihkan, sudah tidak ada lagi sisa cairan lengket di sana. Ia menatap ke kabinet di samping, di mana di sana celananya sudah terlipat rapi.
Megumi pun bangkit, meraih celana itu lalu memakainya. Ia membuka pintu ruangan dan mendapati kantornya sudah dalam keadaan lampu menyala. Gojo duduk di sofa pasien, ia menoleh saat mendengar pintu dibuka.
"Megumi-Sensei, sudah bangun," sapa Gojo.
"Yeah," balas Megumi. Wajahnya kembali memanas mengingat apa yang baru saja terjadi. Dengan kikuk, Megumi pun menuju kamar mandi untuk cuci muka.
"Sensei, kau pasti lapar. Mau ke kantin?" tanya Gojo. "Bisa pesan makan sih, tapi mungkin kau bosan di kantor terus."
"Yeah, aku mau ke kantin," sahut Megumi. Ia tidak ingin berada di kantornya saat ini, tidak dengan semua yang baru saja terjadi.
Setelah mencuci muka dan mengeringkan wajahnya dengan handuk, Megumi keluar dari kamar mandi. "Ah, kartu aksesku," ia ingat kartunya masih ada di slot meja. Tapi sebelum mencabut kartu itu, ia jadi penasaran tinggal berapa sisa energy nya. Sekarang saat Megumi sudah mengetahui energi nya bisa dilihat dalam wujud angka dia jadi penasaran terus.
Megumi meletakkan tangannya di sana, melihat energy nya yang sekarang berada di angka 38%. Sudah lumayan naik dari yang sebelumnya. "Ayo," ia pun mncabut kartu aksesnya itu lalu pergi ke luar ruangan bersama Gojo.
"Kita naik cart saja Sensei, kau pasti masih lemas," ucap Gojo.
"Tidak usah. Tubuhku lumayan kaku, aku ingin sedikit bergerak," balas Megumi. Mereka menuruni lift lalu turun ke lantai 1. Tapi saat mereka menuju pintu keluar, seseorang memanggil Gojo. Seorang pria berkacamata dan berjenggot.
"Sensei, duluan saja ke kantin. Nanti aku menyusul," ucap Gojo. Megumi pun mengangguk dan pergi duluan.
Megumi menghirup udara dalam-dalam begitu tiba di luar gedung. Ia tatap langit malam yang sunyi, bintangnya sedikit sekali. Apa itu karena dia ada di Tokyo?
Megumi berjalan menuju kantin, dan benar saja, saat ia melihat dinding kaca nya, tidak nampak sama sekali pemandangan di dalam. Hanya warna kaca buram saja.
Megumi memasuki kantin, memesan makanan, lalu mencari meja.
"Fushiguro, Fushiguro," panggil seseorang. Megumi menoleh, rupanya Yuuji. Pria itu melambai ke arahnya seolah menyuruh Megumi duduk bersamanya.
Deg…
Megumi sedikit berdebar. Apa yang harus ia katakan pada Yuuji, haruskah ia minta maaf?
Megumi pun mendekat lalu duduk di bangku depan Yuuji.
"Wah, ini pertama kalinya aku melihatmu pakai seragam healer," ucap Yuuji, ia tampak ceria seperti biasa. Seolah bersikap normal saja ke Megumi.
"Ah, ini juga kali pertama aku melihatmu berseragam. Sepertinya seragam kita sedikit beda ya," balas Megumi yang melihat Yuuji memakai jas putih namun tak panjang seperti miliknya.
"Iya, untuk membedakan divisi katanya," balas Yuuji. "Kau baru selesai shift? Atau sedang istirahat sama sepertiku?"
"Aku belum mulai kerja, tadi masih masa training bersama Ieiri-san," Megumi sedikit ragu, haruskah ia bilang tentang Gojo?
"He? Training nya bersama Ieiri-san? Wah, kau ini special case atau apa?"
"Eh?" Megumi tercengang.
"Ya maksudku, biasanya training itu ya ada petugasnya sendiri. Lah ini bahkan bukan kepala divisi, tapi kepala department yang membimbingmu," Yuuji menyuapkan makanan ke mulutnya. "Perekrutanmu karena special case kah? Bukan karena kau mendaftar untuk masuk HQ?"
"...ya…" Megumi bingung harus menjawab apa.
"Ah, aku baru ingat," potong Yuuji. "Kemarin aku melihatmu bersama Gojo Satoru. Apa ini ada hubungannya dengan dia?"
"..." mata Megumi terbelalak. Kenapa Yuiji bertanya seolah ia tak tahu apa-apa? Ia pikir Yuuji sudah tahu, apalagi karena Gojo adalah kekasihnya.
"Ya…kurang lebih," jawab Megumi sekenanya. Makanan yang dipesannya datang dan ia mengambil makanan itu dari troli.
"Uwaah, sasuga. Pantas saja masuk special case. Kudengar Gojo-san itu kesulitan mendapatkan heal ya, apa jangan-jangan kau lah healer yang bisa menanganinya?" tambah Yuuji. Lagi, Megumi merasa ada yang janggal. Kenapa Yuuji bertanya seolah ia tak tahu apa-apa.
"Ya kalau memang betulan begitu bagus sih. Selama ini aku melihatnya serius terus, dingin sekali. Orang-orang jadi takut padanya. Mungkin setelah mendapatkan heal dia akan bisa tersenyum lagi seperti dulu."
"...kau…sudah mengenalnya sejak dulu?" tanya Megumi.
"Hng? Tidak juga. Aku hanya dengar cerita dari seseorang. Katanya dulu dia ya ceria begitu, tapi kepribadiannya berubah semenjak dia tak menemukan healer yang bisa menangani. Gara-gara itu banyak yang takut padanya, membicarakannya di belakang, takut dia berserk katanya. Seharusnya dikurung saja. Banyak sekali rumor negatif bermunculan," Yuuji kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Tapi yah, menurutku mereka itu tidak mencoba mengerti Gojo-san saja. Kalau mereka sendiri yang mengalami itu, memangnya kepribadian mereka nggak akan berubah? Ya kan. Aku tidak bisa bayangkan energy negatif terus bertumpuk tapi tak ada healer yang bisa menangani. Pasti menyakitkan sekali. Jadi menurutku wajar saja kepribadiannya jadi begitu," tambah Yuuji.
"..." Megumi semakin yakin, kalau dirinya salah paham. Kenapa Yuuji membicarakan Gojo seperti orang yang jauh sekali, seperti bukan membicarakan kekasihnya. Atau Yuuji hanya berpura-pura saja karena ingin melihat reaksi Megumi?
Saat itulah pintu kantin terbuka dan Gojo muncul di sana. Orang-orang menoleh lalu kembali membuang pandangan begitu melihat wajah Gojo. Beberapa mulai berbisik-bisik. Lagi, Megumi membenci itu.
"Gojo-san," Megumi melambaikan tangannya untuk menarik perhatian. Saat itulah Gojo menoleh dan senyum langsung mengembang di bibirnya. Dengan langkah cepat Gojo langsung menghampiri ke arah Megumi, dan Megumi bisa melihat keterkejutan di wajah orang-orang yang berada di kantin itu, terkejut melihat perubahan ekspresi Gojo. Ya, bahkan Yuuji juga menampakkan keterkejutan yang sama. Membuat Megumi sempat tercengang karenanya.
"Wah, kau sudah memesan ya, Megumi-Sensei," ucap Gojo seraya duduk di samping Megumi.
"Iya, gomen. Tadi aku langsung memesan saat masuk," balas Megumi.
"Tak apa, tapi nanti tunggu aku ya. Tidak enak makan sendiri," balas Gojo sambil mengotak atik meja, mencari menu untuk dipesan. Megumi hanya bisa bungkam melirik Yuuji yang masih tampak shock melihat Gojo.
'Tapi biasanya dia juga makan sendiri di pojokan,' gumam Yuuji yang masih bisa Megumi dengar. Serius, kini Megumi yakin 100% kalau ia sudah salah paham akan sesuatu.
"Yuuji, kau sudah selesai makan?" seseorang menghampiri meja mereka, Geto Suguru. "Are, Satoru? Tumben kau makan bersama orang–..." ia menatap ke samping ke arah Megumi. "Oooohh, Megumi-Sensei. Pantas saja, hahaha," Geto lalu duduk di samping Yuuji.
"Kau mau memesan apa? Sekalian dong," ucap Geto pada Gojo.
"Aku sedang ingin makan buah. Mungkin salad buah ya," jawab Gojo dengan nada santai, bukan nada ketus seperti yang ia biasa lontarkan. Geto juga tampak terkejut mendapati jawaban itu. Ia tertawa kecil, lalu menatap Megumi.
"Berapa persentase Satoru hari ini?" tanyanya.
"...85%," jawab Megumi.
Mata Geto terbelalak. "Serius?" ucapnya tak percaya.
"85%?" Yuuji ikutan terkejut.
Sementara Gojo hanya tersenyum saja. "Aku mau pesan salad buah dan chicken katsu. Kau?" tanyanya.
"Ya, samakan saja. Pesan double," balas Geto.
"Oke," Gojo pun memesan.
"Wah, 85% ya. Rekor baru," Geto meraih tangan Yuuji yang tengah menyendok makanan lalu menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
"Ah, Suguru-san, ini makananku," protes Yuuji. Geto hanya tersenyum lalu mengecup pipi Yuuji.
"Nanti kau boleh makan makananku kalau kurang," ujarnya, sementara Megumi tengah terkejut melihat tingkah mereka berdua.
"Kalian…pacaran…?" tanpa sadar pertanyaan itu meluncur spontan dari mulut Megumi.
"Eh? Bukannya aku sudah bilang ya?" giliran Yuuji yang bingung. "Waktu itu, pas kita di kantin juga, aku bilang itu pacarku kan saat Suguru-san lewat?"
"H-hah…tapi waktu itu yang lewat bukannya Gojo…" ucapan Megumi terhenti. Ia baru ingat kalau saat itu Gojo bersama seseorang, tapi karena terlalu fokus pada Gojo, dia sama sekali tak peduli pada orang yang ada di sampingnya. Jadi itu Geto? Dan yang Yuuji maksud saat itu adalah dia?
Ssshhh…
Wajah Megumi memerah seketika. Memangnya seberapa fokus ia pada Gojo sampai ia tak menyadari ada orang lain di sampingnya yang menatap ke arah yang sama?
"Kau melihat Gojo-san doang? Heh, pantas saja. Ah, jangan-jangan kau mengira pacarku itu Gojo-san saat aku bilang orang itu pacarku?" Yuuji malah memperparah keadaan.
"Itu…" Megumi gelagapan sendiri.
"Ppffft…Begitu? Pantas saja," Gojo tertawa kecil mendengar itu.
"Pantas saja apanya?" tanya Yuuji penasaran.
"Ehm, apa ya," Gojo sengaja tak bilang.
"Yang waktu kapan sih?" tanya Geto.
"Saat kita baru kembali dari misi kemarin," balas Gojo.
"Oh, yang waktu itu,ya. Aku ingat Satoru menoleh ke arah kantin tiba-tiba. Jadi kau di sini bersama Megumi-Sensei, Yuuji? Pantas saja, sepertinya Satoru merasakan kehadiran Megumi-Sensei atau apa. Hahaha soalnya aneh sekali dia mendadak menoleh padahal tidak ada apa-apa," ucap Geto.
"Yeah, soalnya aku sudah bilang pada Ijichi dia harus laporan padaku kalau Megumi-Sensei jadi bekerja di HQ. Saat itu dia bahkan tak memberitahuku apa Megumi-Sensei menerima kontrak nya atau tidak. Tapi entahlah, malam itu aku merasakan kehadiran Sensei secara tiba-tiba. Ya meski aku tidak melihat sih. Dan besoknya ternyata malah Megumi-Sensei sudah berseragam kerja, Ijichi sialan," ucap Gojo.
"Ppffttt, paling disuruh Shoko kan," ucap Geto. "He, tapi yang tadi itu, apa maksudnya kau mau bilang kau tidak tahu Megumi-Sensei sudah di sini, tapi kau bisa merasakan keberadaannya atau semacam itu? Kau bahkan tak melihatnya loh karena kaca 1 arah kantin," goda Geto.
"..." Gojo tersenyum lalu menoleh ke arah Megumi, menopang dagunya. "Ya, kurasa," ucapnya yang seketika membuat wajah Megumi merona.
Megumi kikuk, ia tak tahu harus merespon apa. Tapi untunglah pesanan makanan Gojo dan Geto datang, sehingga merekapun mulai makan.
"Yuuji, kau nanti ikut misi?" tanya Geto saat mereka makan.
"Iya, ikut kok. Ini sebentar lagi waktu istirahatku habis, aku harus siap-siap sama healer yang lain," ucap Yuuji.
"Healer ikut misi?" tanya Megumi.
"Iya, healer fisik kadang ditugaskan untuk ikut misi. Soalnya itu untuk keadaan urgent kan. Kalau healer energy itu seperti penanganan pasca misi," jelas Yuuji. "Memangnya di tempatmu yang dulu tidak begitu?"
Megumi menggeleng. "Kami hanya menerima pasien saja."
"Ya maklum lah Yuuji, pemberangkatan misi kan dari HQ. Kalau rumah sakit umum hanya untuk perawatan saja, tentu saja hanya jujutsushi yang butuh yang datang ke sana," Geto membantu menjelaskan.
"Souka, begitu ya," balas Yuuji. "Ah, aku sudah selesai. Aku ke kantor dulu Suguru-san, ketemu nanti ya. Bye Fushiguro, bye Gojo-san," Yuuji pun meninggalkan meja mereka.
"Kau sudah mau pergi misi lagi?" tanya Gojo.
"Yeah, berkat healer dari seseorang, aku hanya butuh dua sesi heal tambahan dan aku sudah siap pergi," ucap Geto sambil melirik Megumi. "Biasanya aku butuh 5 sampai 7 sesi padahal."
Grep…!
Tiba-tiba saja Gojo merangkul pundak Megumi. Tatapannya mengarah tajam ke arah Geto.
"Hey, aku sudah ada Yuuji. Kau tenang saja lah," Geto mengangkat kedua tangannya. "Aku hanya butuh heal nya. Tidak akan macam-macam."
"Hmph!" Gojo hanya mendengus dan lanjut makan, tak peduli pada Megumi yang kaku di tempat mendapati perlakuannya tadi.
Geto menyelesaikan makan duluan karena mau misi, meninggalkan Megumi dan Gojo yang masih melanjutkan makan. Untuk beberapa saat mereka berdua diam sampai Gojo terkikik kecil lagi.
"Nani?" tanya Megumi, perasaannya tak enak.
"Jadi kau pikir aku punya pacar, makanya tadi kau bersikap demikian?" tanya Gojo masih sedikit tertawa.
"A-aku tidak mengerti yang kau bicarakan," Megumi membuang muka dan melanjutkan makan.
"Tadi Sensei melakukan heal dengan menyentuh nadiku, bukan dengan metode yang biasa."
Wajah Megumi memerah seketika. "Aku hanya mencoba pakai metode yang biasa. Kemarin saat dengan Geto-san juga pakai metode itu kan. Dengan Nanami-san juga…dan yang lain," bela Megumi.
Gojo tetap tertawa kecil. Ia meletakkan kepalanya di meja dengan lengan sebagai bantalan, menatap ke arah Megumi. "Aku tidak ada pacar. Jadi mulai sekarang tidak masalah kan heal dengan metode lain. Kau tidak perlu menahan diri, Megumi-Sensei."
Seperti ada sengatan listrik saat Megumi mendengar namanya disebut dengan nada itu. Ia menatap Gojo, wajahnya berada di jarak yang dekat sekali saat ini. Kalau diperhatikan dia ini memang sangat tampan, hanya tertutup aura muramnya saja sebelum ini. Tapi kini saat ia tersenyum, Megumi merasa seluruh dunia berhenti hanya untuk menatap senyum pria itu.
"Y-ya, kurasa. Asal tidak di depan Ieiri-san lagi," Megumi langsung membuang pandangan kembali, dan saat itulah ia baru menyadari kalau seluruh isi dunia–...setidaknya seluruh isi kantin, memang menoleh ke arah mereka, ke arah Gojo tepatnya, dengan muka tercengang dan wajah sedikit bersemu.
Megumi hanya bisa sweatdrop. Ya dia maklum saja sih, Gojo yang selalu tampak marah dan depresi kini bisa tersenyum, tentu saja menjadi culture shock.
Megumi pun mempercepat makannya karena sudah tak betah berada di kantin. "Gojo-san, aku sudah selesai. Aku duluan ya," ucap Megumi seraya bangkit.
"Oke, aku juga sudah selesai," Gojo ikutan memundurkan tubuh dari meja makan.
"Hey, tapi makananmu masih banyak."
"Tidak apa-apa, aku sudah kenyang. Ja–..."
"Heeeh," Megumi menghela nafas dan kembali duduk. "Habiskan. Aku tidak akan pergi kemana-mana sampai makananmu habis."
"Sou? Itadakimasu," Gojo pun melanjutkan makan. Megumi hanya diam memperhatikan Gojo. Begitu ya…jadi Gojo tak punya pacar ya…
Entah mengapa Megumi jadi merasa lebih tenang setelah mengetahui itu. Mungkin karena sebelum ini ada perasaan bersalah karena mengira Gojo pacar Yuuji. Tapi sekarang ia tak perlu merasakan itu lagi. Ya, pasti begitu.
.
.
"Hey, sudah kubilang kau tak perlu mengantarku," ucap Megumi. Mereka sudah selesai makan dan kini tengah berjalan menuju kompleks paviliun healer.
"Tapi kalau Sensei tiba-tiba lemas dan pingsan bagaimana, kondisimu belum pulih loh. 38% itu masih rendah," balas Gojo.
Megumi tak menjawab lagi. Ia masih baru di HQ, ia juga baru tahu energy healer dan jujutsushi bisa dilihat dalam persentase. Ia belum sepenuhnya tahu batasan tinggi rendah persentase energy yang harus ia waspadai. Saat Megumi mengumpamakan energy nya seperti baterai ponsel, di angka 2% saja biasanya kalau malas, ia masih menggunakan ponsel itu tanpa menge charge nya. Tapi tadi saat energy Megumi masih berada di 12%, ia bahkan sudah merasa lemas tak berdaya. Ia rasa tidak bisa disamakan.
Megumi menghentikan langkahnya saat tiba di gerbang kompleks.
"Ya sudah, sampai jumpa besok, Megumi-Sensei," ucap Gojo yang juga menghentikan langkah.
"...ya," balas Megumi. Oh, jadi Gojo tak ikut mengantar sampai unit nya ya? Eh, tapi kenapa ia berpikir Gojo mau mengantar sampai depan unit. Megumi kelabakan sendiri di dalam hati.
"Gojo-san, apa kau tinggal di HQ juga?" tanya Megumi.
"Iya, di paviliun khusus jujutsushi. Sama Suguru juga, kami bertetangga."
"Souka," balas Megumi. "Ja, kalau begitu selamat malam. Sampai jumpa besok, Gojo-san," ucap Megumi seraya memasuki gerbang kompleks. Ia hanya terus berjalan, tapi saat sampai di belokan, ia berbalik dan melihat Gojo masih berdiri di sana menatapnya. Gojo tersenyum dan melambai saat Megumi menoleh. Megumi membungkukkan badannya sedikit sebagai salam, lalu berbelok mengikuti jalan berpaving menuju unitnya sehingga Gojo tak terlihat lagi.
Begitu sampai di unit, Megumi langsung duduk di sofa yang empuk, merilekskan diri. Rasa lelah yang dirasakannya masih ada.
Setelah cukup lama, barulah ia bangun untuk pergi mandi. Sebenarnya ia ingin berendam di bathtub, tapi di sisi lain ia juga ingin segera istirahat. Pada akhirnya Megumi hanya mandi dengan shower air hangat di kamar mandi kamarnya.
Megumi hanya memakai celana pendek dan kaos longgar setelah mandi. Ia keringkan rambutnya dengan hairdryer, setelah itu baru berbaring di ranjangnya. Rasanya nyaman sekali.
Ia mereview harinya di dalam kepala. Ia bekerja di HQ kini, bahkan sudah bertemu dengan dua jujutsushi special grade. Lebih hebat nya lagi kedua jujutsushi itu memuji heal Megumi. Tanpa sadar Megumi tersenyum. Ia bangga pada dirinya sendiri. Itu tak buruk kan?
Megumi miring ke samping dan memeluk guling, ia meraih ponselnya. Setelah dipikir lagi, ucapan Geto ada benarnya, Megumi benar-benar tak pernah mencari info soal jujutsushi yang sedang populer. Ya karena itu seperti mengikuti idol saja, trend nya cepat sekali berganti, akan sangat melelahkan jika terus mem follow info terpopuler. Tapi kini Megumi jadi penasaran soal Gojo. Ia pun mencoba browsing mengenai jujutsushi itu.
Megumi lumayan terkejut saat tak menemukan banyak mengenai Gojo selain data resmi yang diunggah HQ, padahal Gojo itu jujutsushi terkenal kan? Data yang terpampang hanya menunjukkan sedikit latar belakang dan info basic mengenai curse technique nya.
Dari data itu Megumi tahu tanggal lahir Gojo, lalu usianya 28 tahun, 8 tahun di atas Megumi, ia juga jadi mengetahui bahwa Gojo adalah nama salah satu dari 3 clan terhormat jujutsu, dan Gojo Satoru adalah seorang jenius dengan rokugan, mata langka yang muncul setiap ratusan tahun sekali dalam garis keturunan Gojo. Kemampuan Gojo antara lain teknik red, blue, dan purple, tapi sama sekali tak ada penjelasan tentang itu. Lalu ada infinity, yang sama saja, tidak ada penjelasannya. Tapi ada tambahan trivia yang menyebutkan bahwa teknik milik Gojo, ada yang membuatnya bisa terbang, meski tak tahu teknik yang mana karena tak ada yang dijelaskan.
Megumi terdiam. Ibu jarinya berhenti men scroll layar ponsel saat membaca kata terbang di sana.
Terbang?
Terbang?
Gojo Satoru bisa terbang?
Seketika imajinasi memasuki kepala Megumi. Ia membayangkan Gojo terbang seperti superman, bukankah itu keren sekali. Megumi kembali menatap layar ponselnya dengan wajah bersemangat. Ia masih tak percaya kalau manusia bisa terbang, ia ingin melihatnya.
Megumi pun lalu mencari-cari video tentang Gojo. Kadang pekerjaan jujutsushi diliput kan, ia pasti menemukannya. Tapi lagi-lagi ia terkejut saat tak menemukan banyak video tentang Gojo. Kebanyakan liputan yang menyorot Gojo itu dari jauh, jadi gambarnya tak begitu jelas. Meski begitu, melihat dari postur tubuhnya, Megumi memang yakin itu Gojo. Bisa dilihat ia betulan melayang, dan ia tampak tak terganggu sama sekali oleh kutukan yang tengah berusaha menyerangnya. Ia hanya mengulurkan satu tangan, dan booom, cahaya berwarna merah muncul, lalu kutukan itu lenyap tak tersisa.
"Woaahh…" ucap Megumi kagum. Ia mencari video lain, tapi tak banyak ia temukan. Kebanyakan hanya scene yang sama lalu diedit dengan tambahan music atau narasi dari pembuatnya. Ada juga video yang menunjukkan Gojo berjalan ke arah kamera setelah mengalahkan sebuah kutukan. Kameramen nya terdengar panik, begitu juga kru TV nya. Setelah itu Gojo mendekat lalu mengulurkan tangannya ke arah kamera, dan…
Kreeekkk…
Terdengar seperti suara sesuatu pecah, dan video pun terhenti. Sepertinya benar yang Megumi dengar bahwa Gojo tak suka diliput. Sekalipun diizinkan, hanya dari jarak jauh dimana Gojo tak merasa terganggu. Karena kalau sampai ia merasa terganggu, kamera yang menyorotnya pasti akan jadi sasaran.
Megumi menghela nafas panjang, ia ingin melihat yang lainnya, tapi sudah tidak ada lagi yang bisa ia temukan. Iseng, ia pun mencoba mencari nama jujutsushi lain di kolom pencarian. Nanami Kento. Dan giliran Megumi terkejut dengan begitu banyaknya info yang bisa ia dapat.
Perjalanan karir Nanami sebagai jujutsushi ada artikel nya di mana-mana. Poster serta foto-foto nya bak model juga banyak bertebaran. Nanami bahkan pernah menjadi model beberapa iklan brand ternama, seperti jam tangan dan parfum pria.
Megumi ganti mencari nama Suguru Geto, yang ternyata lebih parah dari Nanami. Ia sangat populer sampai pernah menduduki ranking 1 cowok yang paling ingin dikencani dalam sebuah poll yang diadakan oleh program televisi. Apalagi karena dia salah satu dari 4 jujutsushi special grade, dia benar-benar terkenal.
"Ugh, bahkan jujutsushi kelas 3 dan 4 juga banyak yang lebih populer di media dibanding Gojo-san. Kenapa susah sekali sih mendapatkan info tentang dia," Megumi jadi kesal sendiri. Ia menghela nafas panjang, masih membayangkan Gojo yang bisa terbang. Ia ingin sekali melihatnya, tapi bagaimana caranya ya?
Andai dia boleh ikut misi…?
Ah, ya, apa dia boleh ikut misi? Pemikiran Megumi melayang sampai ke sana. Tapi Yuuji bilang yang biasanya ikut misi itu healer tipe fisik, karena untuk keadaan urgent. Sepertinya healer tipe energy seperti dirinya tak akan pernah diturunkan dalam misi. Lagipula Megumi tak punya kemampuan dalam bertarung sama sekali, bisa-bisa dia jadi beban.
Melihat Yuuji yang bertubuh kekar, Megumi yakin healer tipe fisik yang biasa diturunkan ke misi pasti memiliki basic untuk perlindungan diri.
"Apa aku mulai belajar menguasai reverse technique ya. Tapi apa yang seperti itu bisa dipelajari? Bukan bakat alami?" gumam Megumi. Karena setahu dia, kemampuan jujutsushi memang 80% dari bakat alami, 20% sisanya merupakan teknik dan pengembangan diri pada bakat tersebut.
"Sudahlah," Megumi pun menyerah. Ia menyamankan diri ke bantal lalu memejamkan mata untuk tidur.
.
~OoooOoooO~
.
Keesokan paginya, Megumi berangkat ke kantor seperti biasa. Hanya saja pagi itu ia melihat Gojo sudah menunggu di depan gerbang kompleks nya.
"Ohayou," sapa Gojo.
"Ohayou," balas Megumi.
"Tidak apa kan aku menunggu Sensei di sini?"
"Iya tidak masalah," jawab Megumi enteng. Mereka berjalan menuju kantor healer. Sesekali Megumi mencuri pandang ke arah Gojo. Seriusan, orang ini bisa melayang? Bukankah akan menyenangkan sekali ya. Bisa terbang kemanapun kita mau. Mau naik ke atas gedung, ke puncak gunung. Melihat lautan dari atas, tidak akan takut jatuh kalau berada di ketinggian. Pasti menyenangkan sekali.
"Hng? Ada apa?" tanya Gojo merasa diperhatikan.
Megumi langsung kelabakan. "Bukan apa-apa," ia pun membuang pandangan.
Saat mereka tiba di kantor, suasana ramai seperti biasa. Ada yang antri untuk fingerprint, ada yang tampak baru keluar dari shift mereka.
"Ah, Fushiguro-Sensei," seseorang di resepsionis memanggil. Megumi pun mendekat. "Ieiri-san memberikan pesan supaya Anda menemui beliau di ruangannya."
"Begitu? Baiklah," jawab Megumi.
"Apa perlu saya ant…ar?" resepsionis itu menatap Gojo.
"Tidak perlu. Biar aku saja yang mengantarnya," ucap Gojo.
"Baik, terimakasih banyak," resepsionis itu membungkuk hormat.
Megumi dan Gojo menuju lift, Gojo menekan tombol 64 di lift, lantai teratas di gedung itu. Megumi hanya ngikut saja. Ia dibawa menuju sebuah ruangan yang pintunya bertuliskan nama Ieiri Shoko. Tapi saat mereka masuk, ruangan itu kosong.
Gojo pun meraih ponselnya untuk menghubungi healer itu.
"Kami sudah di ruanganmu," ucap Gojo. Ia mendengarkan sejenak, lalu mengucapkan beberapa patah kata sebelum menutup telefon.
"Megumi-Sensei, ayo, Shoko bilang disuruh menemuinya di ruang penelitian," Gojo membimbing Megumi pergi dari ruangan Shoko.
Mereka menuju ruangan lain di dua lantai di bawahnya. Sebuah ruangan dengan pintu otomatis. Gojo harus menggunakan kartu akses nya lalu menekan kode untuk bisa masuk ke ruangan itu.
Mereka langsung menghampiri Shoko begitu masuk ruangan itu. Megumi hanya sekilas saja melihat sekeliling, ruangan itu penuh mesin-mesin yang tak Megumi pahami.
"Ohayou, Fushiguro-Sensei," sapa Shoko. Ia sedang duduk di depan salah satu mesin itu, ada layar besar di hadapannya juga beberapa tombol yang Megumi tak tahu fungsinya.
"Ohayou, Ieiri-san," balas Megumi.
"Duduklah, aku ingin kau melihat ini."
Megumi duduk di kursi sebelah Shoko, Gojo duduk di sebelahnya lagi. Shoko menekan-nekan touchscreen di hadapannya, lalu menunjukkan sebuah video. Ada seorang healer yang tengah melakukan heal pada seorang jujutsushi.
"Ini yang normalnya terjadi saat sesi heal berlangsung," ucap Shoko. Megumi memperhatikan betul video itu, juga data serta statistik di layar samping video. Persentase energy healer menurun, persentase energy negatif jujutsushi juga menurun, di bagian tengah ada grafik hijau yang terus meningkat.
"Ini adalah tingkat kesuksesan rate heal," jelas Shoko. Megumi mengangguk, kurang lebih ia tahu bahkan sebelum Shoko menjelaskan. Saat video berakhir, rate heal nya mencapai 100%. "Ini yang terjadi pada heal normal yang kesuksesan rate nya sampai 100%, sama seperti yang kau lakukan pada Ino dan Haibara waktu itu," tambah Shoko. Ia kembali mengotak atik touchscreen di hadapannya, lalu memilih data lain.
"Ini adalah sample healer yang mencoba melakukan heal pada Satoru," jelas Shoko.
Megumi membuka mata lebar-lebar, ia ingin tahu bagaimana healer lain melakukannya.
Persentase Gojo 97%. Healer 100%. Sesi heal dimulai, video dipercepat, grafik success rate tetap 0. Sampai sesi heal berakhir, tidak ada yang berubah dari rate keduanya.
"He? Tidak terjadi apa-apa?" ucap Megumi.
Shoko mengangguk. Ia lalu kembali mencari data lain. "Ini sample yang lain lagi," ucapnya.
Megumi kembali memperhatikan. Gojo 97%, healer 100%. Heal dimulai, namun grafik rate heal tak bergerak sama sekali. Megumi justru terbelalak karena energy healer nya semakin turun sementara succes rate heal tetap tak bergerak, begitu juga persentase Gojo.
"Energy healer nya malah turun tapi tak ada perubahan…" ucap Megumi.
Shoko mengangguk. "Lalu yang ini," ia membuka file lainnya, kali ini berbeda healer lagi. Energy Gojo 97%, healer 100%. Lalu saat heal dimulai, tiba-tiba saja healer itu tersentak dan energy nya langsung turun ke 0. Megumi terbelalak melihat itu.
"Dia tak sadarkan diri selama beberapa hari setelah itu," jelas Shoko. "Ada juga yang koma sampai sebulan, saat ia bangun ia tak memiliki kemampuan sebagai healer lagi."
Megumi hanya menarik nafas dalam, mencoba menormalkan diri. "Jadi sudah banyak yang mencoba ya," ucapnya kemudian.
"Yeah, lebih tepatnya kami yang mencoba mencarikan healer untuknya. Mau bagaimanapun dia aset berharga untuk dunia jujutsu," balas Shoko. "Lalu ini data saat aku yang melakukan heal untuknya."
Megumi kembali memperhatikan. Energy Gojo 97%, Shoko 100%. Tak ada yang berubah sejak heal dimulai, tapi kedua energy mereka juga tak bergerak.
Bip…
Hingga energy Shoko turun beberapa digit, barulah Megumi melihat grafik success rate yang berwarna hijau, naik sedikit. Sedikit sekali. Shoko mempercepat video itu, dan grafik itu naik lagi sekitar dua strip. Angka energy Shoko turun sampai ke angka 46%, sedangkan energy Gojo berada di angka 95%. Lalu video pun berakhir.
"Itu rekor terbaikku menurunkan level Satoru ke 95%," ucap Shoko. "Video tadi dipercepat. Lama sesi heal nya adalah 6 jam total."
"..." Megumi hanya bisa bungkam. Ia tak menyangka sedemikian parah keadaannya.
"Kami sudah mencoba semua healer dari HQ Tokyo dan Kyoto. Kurang lebih hasilnya seperti sample-sample yang kau lihat tadi," ucap Shoko. "Beberapa healer level 1 ada yang bisa sepertiku, menurunkan satu atau dua persen level Satoru. Sisanya antara tidak kompatibel atau reject sama sekali. Semenjak itulah setiap kali Satoru pergi misi ke daerah baru, kami menyuruhnya datang ke rumah sakit-rumah sakit terdekat, mencoba healer baru, siapa tahu bisa menemukan healer yang dapat menangani nya."
Shoko menatap Megumi. "Dan akhirnya dia bertemu denganmu, Fushiguro-Sensei. Tapi yah, itupun setelah pencarian yang sangat lama."
"Hontou da, aku sebenarnya sudah berada di titik jenuh," sahut Gojo. "Setiap kali misi dan pergi ke rumah sakit baru, aku hanya melakukan itu untuk mengisi laporan. Dulu aku masih punya sedikit harapan, tapi setelah bertahun-tahun berlalu aku lelah berharap.
Hari itu sebenarnya juga sama saja. Setelah misi kami bisa langsung kembali ke hotel, tapi Nanami memaksa ke rumah sakit karena pasti akan diomeli HQ kalau tak ada laporan tentang heal ku. Jadi kami ke rumah sakit terdekat, yang kebetulan antrian untuk kelas 1 nya ramai sekali. Akhirnya aku minta healer kelas 2, toh sekedar untuk memenuhi laporan saja. Tapi tak kusangka menemukan keajaiban di sana," tangan Gojo terulur untuk mengusap rambut Megumi yang turun ke dahi.
"Mungkin itu bisa dibilang takdir," tambah Gojo yang membuat jantung Megumi berdebar pelan.
"Atau cuma kebetulan," sahut Shoko, yang membuat Megumi sweatdrop.
"Diam kau," omel Gojo sadis.
"Yeah, mau takdir atau kebetulan yang jelas kami menemukanmu, Fushiguro-Sensei," Shoko bangkit dari kursinya untuk mengambil sesuatu. "Aku ingin merekam data saat kau melakukan heal dengannya. Duduklah di sana."
Gojo bangkit diikuti Megumi. Mereka duduk di kursi seperti yang ada di rekaman video tadi. Shoko menghampiri membawa dua alat, satu ia lingkarkan ke lengan Megumi, satu ia lingkarkan di lengan Gojo. Alat itu seperti gelang logam yang lumayan lebar, hanya saja di sana ada indikator serta layar yang menunjukkan beberapa data.
Shoko menyalakan alat itu, dan melihat energy Megumi berada di 93%. "Kau istirahat total semalam kan?" tanya Shoko.
"Iya," Megumi ikut melihat level energy nya. "Sepertinya belum kembali ke 100% ya."
"Waktu itu kau melakukan heal pada Satoru 2 hari berturut-turut berapa level energy mu?"
"Tidak tahu, di tempat kerja ku yang lama tidak ada alat seperti itu. Selama aku merasa aku baik-baik saja, itu indikasi aku bisa melakukan heal seperti biasa."
"Sepertinya sekarang kau harus mulai memperhatikan persentase mu Sensei, supaya kau bisa mengatur sendiri di angka berapa kau masih bisa heal dan di angka berapa kau harus berhenti."
Megumi mengangguk, ia juga merasa demikian karena kini sudah ada angka yang bisa menunjukkan energy nya.
"Yeah, yang penting jangan memaksakan diri saja. Sekarang juga begitu, aku ingin data full nya, tapi bukan berarti kau harus mencoba sampai titik batasmu. Lepaskan heal nya kalau kau sudah merasa cukup."
"Baiklah," balas Megumi.
Shoko beralih ke Gojo, menyalakan alatnya. Persentase Gojo masih tetap pada angka 85%.
"Metode heal nya?" tanya Gojo.
"Senyaman Fushiguro-Sensei saja. Aku hanya butuh data saat heal nya bekerja," balas Shoko lalu pergi, kembali ke balik monitor. "Mulai kapanpun kalian siap."
"Umm…lewat tangan saja tidak apa-apa kan? Ini direkam loh," ucap Megumi setengah berbisik.
Gojo tertawa pelan. "Ya, baiklah. Kurasa aku juga tak ingin orang lain melihat rekaman Sensei sedang menikmati heal denganku."
"Hey!" omel Megumi dengan wajah sedikit bersemu.
Gojo menarik lengan bajunya hingga siku lalu mengulurkan tangannya. Megumi meraih tangan itu, memegang pergelangan tangannya hingga ia merasakan denyut nadi Gojo. Megumi pun mulai memejamkan mata dan berkonsentrasi, memulai heal nya.
Shoko memperhatikan betul-betul di depan monitor. Angka persentase energy kedua orang itu mulai bergerak, hal yang membuatnya cukup takjub. Karena saat ia yang melakukan heal dengan Gojo, pergerakan energy Gojo baru mulai bergerak setelah waktu yang cukup lama. Tapi kali ini, indikator energy Gojo mulai bergerak turun meski pelan dan belum mempengaruhi persentase total nya. Sementara di bagian indikator kesuksesan rate healer…
"Ini…" mata Shoko membola saat melihat apa yang sedang terjadi. Ia menatap ke arah Gojo dan Megumi, lalu kembali ke layar monitor. Ia memperhatikan betul-betul semua data di sana sambil menggigit ibu jari nya.
.
Sekitar satu jam kemudian Megumi menyudahi sesi heal nya. Ia menatap persentase di lengan Gojo yang menunjukkan angka 80%, sementara energy miliknya kini menjadi 66%.
"Kalian sudah selesai? Kemarilah, dan lihat data ini," ucap Shoko lewat mic.
Mereka melepas alat di lengan mereka lalu berjalan menghampiri Shoko, mengamati apa yang ada di monitor. Bisa mereka lihat pergerakan persentase energy Megumi dan Gojo sejak sesi heal dimulai, tapi Megumi lalu terkejut saat melihat indikator hijau di bagian tengahnya mencapai titik full 100%.
"Ini…" ucap Megumi tak percaya.
"Sukses rate nya 100%," ujar Shoko. "Yang artinya energy kalian sangat kompatibel. Sekarang hanya perkara perbedaan energy saja, mungkin karena besarnya energy kalian berbeda makanya penurunan energy nya juga tak sama. Tapi itu wajar terjadi, beberapa jujutsushi juga mendapatkan beberapa kali heal untuk mengatasi perbedaan ini," jelas Shoko.
Shoko kembali menatap sukses rate nya yang berada di angka 100%. Shoko menggumam dalam analisisnya. "Dengan sukses rate ini, dan peningkatan persentase jujutsushi karena perbedaan metode…jangan-jangan…"
Gasp…
Shoko tersentak lalu menatap kedua orang di hadapannya. "Kalian berdua, bagaimana kalau–..."
"Di sini tidak nyaman, bagaimana kalau bicara di ruanganmu saja, Shoko-Sensei," potong Gojo seolah sengaja.
"..." Shoko terdiam, Gojo yang biasanya hanya memanggil nama kini menambahkan imbuhan Sensei, setidaknya ia mengerti maksud Gojo.
"Megumi-Sensei, bisa tolong pesan minuman dulu untuk ke ruangan Shoko-Sensei, ini kartu akses ku untuk membuka pintu keluar. Nanti aku keluar bersama Shoko-Sensei saja," ucap Gojo.
"...baik," Megumi pun meraih kartu itu dan menuju pintu keluar setelah mengetahui kode pintu nya dari Gojo. Meskipun ia sedikit heran kenapa harus dia yang duluan pergi.
Sepeninggal Megumi, Gojo menatap Shoko lurus.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan," ucap Gojo. "Tapi ini bukan hal biasa untuk Megumi-Sensei. Aku tidak mau menyuruhnya melakukan ini hanya demi aku."
Shoko menopang dagunya dengan malas. "Aku ingin melihat full result, dan padahal hal ini harusnya normal saja. Memangnya seberat itu ya," ucap Shoko sambil memainkan rambutnya.
"Sudah kubilang biasa bagi HQ belum tentu biasa bagi Megumi-Sensei."
"Tapi saat ini dia kerja di HQ. Bukankah wajar mengikuti peraturan dari tempat dia bekerja. Lagipula tidak di HQ pun ini merupakan salah satu resiko pekerjaan sebagai healer. Tidak ada yang tidak biasa di sini."
Gojo menukikkan alisnya tajam. "Pokoknya aku tidak mau secara paksa. Lagipula heal ini berkaitan denganku," ucap Gojo. Ia membalikkan tubuhnya bersiap pergi. "Aku akan mengusahakannya tapi tidak dengan cara menurunkan perintah dari HQ."
"Souka, kau ini suka cara memutar ya. Tapi bukankah kau justru akan menyakitinya kalau kau tak serius dengan itu?"
Gojo terdiam, lalu menoleh sambil tersenyum. "Tenang saja, aku serius kok. Kalau tak serius aku justru akan memakai metode mu," Gojo kembali menatap ke depan dan berjalan menuju pintu keluar. "Kau cukup jangan bicara macam-macam padanya."
Shoko mengibaskan tangannya seolah mengatakan terserah. "Heeeh…sepertinya aku harus bersabar untuk mendapat full resultnya."
.
.
.
~ To be Continue ~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
