Pagi itu adalah pagi yang cerah. Sama seperti biasa, Sasuke pergi ke sekolah dengan berjalan kaki ketika tidak diantarkan oleh sang ayah. Kali ini masker terlihat menutupi sebagian wajahnya.

Sasuke memang memutuskan untuk memakai masker ketika berangkat dan sepulang sekolah, bukan karena apa, kejadian minggu lalu masih terngiang-ngiang di kepalanya, bahkan rasa sakit di bahu nya pun masih belum sembuh total. Sasuke merasa takjub sendiri bagaimana ia bisa tidak mati waktu itu.

Tapi jujur saja, semua rasa sakit yang Sasuke rasakan tidak sebanding dengan rasa kesal di hatinya. Ingin sekali Sasuke mencabik-cabik gerombolan pemuda nakal tanpa otak itu hingga bersujud di bawah kakinya. Itu kalau sasuke bisa sih, sayangnya Sasuke merasa mustahil melakukan hal itu, ia adalah pemuda dengan karakter tenang, bukan psikopat.

Sasuke menengadahkan wajahnya, memandangi langit biru tanpa awan yang membentang begitu luas, seolah bisa menghisap Sasuke masuk kedalamnya kapan saja.

Sasuke menyukainya.

Sasuke suka langit biru. Menurutnya memandangi langit biru akan membawa ketenangan tersendiri banginya. Mengapa begitu? Entahlah, hanya itu yang Sasuke rasakan.

Ngomong-ngomong soal langit, Sasuke jadi ingat pada seseorang.

Orang idiot yang memiliki hobi mengganggunya.

Jujur hal itu jelas membuat Sasuke risih setengah hidup. Apalagi sikap si pirang yang selalu berubah-ubah, terkadang baik, terkadang sangat menyebalkan hingga membuat Sasuke ingin melemparkannya ke hadapan dewa Jashin.

Tapi jika dipikir-pikir, Naruto dalah orang yang baik, buktinya ia mau menolong dan mengobati Sasuke. untung saja Naruto menemukannya waktu itu, coba kalau tidak, Sasuke bisa jadi hantu penunggu gang sempit. Tidak elit sama sekali.

Ah, Sasuke ingat bahwa ia belum berterimakasih pada kuning idiot itu, bahkan Sasuke kabur begitu saja ketika meskipun keadaannya masih sangat kacau.

.

.

Flashback on

Sasuke terbangun dengan nyeri yang masih menjalar pada seluruh bagian tubuhnya. Mengerang perlahan sebelum akhirnya memutuskan untuk menutup kembali kelopak matanya.

Sungguh, rasa kantuk dan sakit yang sangat membuat Sasuke malas sekali bangun.

Namun beberapa saat kemudian mata Sasuke terbuka lebar ketika sekelebat ingatan masuk kedalam kepalanya.

Mengabaikan tubuhnya yang masih terasa remuk, Sasuke bangkit dan berjalan dengan sedikit menyeret kaki menuju pintu.

Tepat sebelum Sasuke sampai, pintu yang tadinya tertutup kini terbuka lebar, menampailkan seorang pelayan wanita yang membawa sebuah nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu.

Pelayan tersebut nampak sedikit terkejut sebelum akhirnya cepat-cepat meletakkan nampan kemudian membantu Sasuke untuk duduk diatas sofa yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Maaf sebelumnya, perkenalkan nama saya Suzuka, tuan muda menyuruh saya agar mengawasi anda hari ini." Ujar pelayan tersebut kemudian membungkuk pada Sasuke.

Dahi Sasuke mengernyit, mengawasi? Kenapa harus diawasi? Memangnya Sasuke penjahat?!

Pemuda pirang idiot itulah yang seharusnya diawasi karena sudah mengurung seseorang dengan seenaknya, jangan-jangan selama ini Naruto adalah stalker, atau lebih parahnya psikopat yang menculik korbannya untuk dijual organ tubuhnya ke pasar gelap.

Oke mungkin sedikit berlebihan.

Tapi pemuda itu memang dengan seenaknya membawa Sasuke ke rumahnya kemudian memaksa untuk tetap tinggal, kenapa ia tidak dibawa ke rumah sakit? atau dipulangkan saja?

Dan lagi, ia menyuruh seorang pelayan untuk mengawasinya. Apa-apaan itu?! Jelas sekali bahwa wajah Sasuke kini menampilkan raut ketidak sukaannya.

Lalu tanpa mengatakan apapun, Sasuke berdiri memutuskan untuk pergi sebelum pelayan tadi mencegah langkahnya dengan membungkukkan badannya di depan Sasuke.

"Maafkan saya.. tapi kata tuan muda anda tidak boleh keluar dari kamar"

Kan!

Ingin sekali Sasuke mencabik-cabik muka Naruto yang sok tampan itu, seenaknya sendiri mengatur dirinya, memangnya Naruto itu siapa? Dewa?

"Aku mau pulang, dimana tas ku?"

Pelayan tersebut mundur selangkah lebih cepat dari Sasuke, "T-Tuan-"

"Berikan tasku!" Sasuke mendesah lelah, setelah berdebat cukup lama dengan pelayan itu dan menimbulkan sedikit keributan, akhirnya Sasuke bisa kabur.

Bodohnya, Sasuke pergi dengan keadaan masih babak belur dan memakai piyama berwarna biru tanpa motif yang nampak kebesaran, entah sejak kapan piyama itu melekat pada tubuhnya, mungkin tadi malam Naruto yang memakaikannya?

Pemuda pirang itu terkadang memang sulit dibaca.

Tapi tunggu- jika Naruto yang memakaikan Sasuke baju berarti Naruto melihat tubuhnya?!

Wajah Sasuke seketika memanas, rasa malu menyeruak dalam hatinya. Seharusnya tidak ada orang lain yang boleh melihat tubuhnya kecuali pasangan hidupnya kelak.

Pokoknya Naruto harus bertanggung jawab!

Eh?

Bertanggung jawab dengan cara apa sas?

Memejamkan mata dan berdecak keras. Kenapa Sasuke jadi memikirkan hal yang iya-iya?! Bodoh.

Sasuke menggeleng, ia kemudian meletakkan tas sekolah yang sedari tadi ia bawa di dekat kakinya.

Saat ini Sasuke berada di sebuah halte bis yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah Naruto, ia hanya tinggal menunggu sebuah bis datang kemudian naik dan pulang menuju rumahnya.

Namun sepertinya tidak mungkin Sasuke pulang sendiri dengan menggunakan kendaraan umum karena ia masih harus berjalan beberapa ratus meter untuk mencapai rumahnya, apalagi dengan keadaan masih babak belur serta memakai piyama yang lebih terlihat seperti seragam pasien rumah sakit.

Selera Naruto jelek sekali, pikirnya.

Sepertinya Sasuke harus mrepotkan ayahnya

Sial sekali nasibnya.

Flashbackoff

.

.

Tin!

Suara klakson membuyarkan lamunan Sasuke. Sasuke mengedarkan pandangannya dan mendapati seseorang dengan motor bergaya retro tengah menuju ke arahnya.

"Juugo-san"

Sasuke sedikit tersenyum dibalik maskernya mendapati rekan kerjanya kini melambai sebelum berhenti tepat di samping Sasuke beberapa saat kemudian. Juugo melepas helm, membiarkan rambut orange miliknya tertimpa sinar matahari pagi. Terlihat agak menyilaukan, tapi Sasuke tidak keberatan. Setidaknya Orange sedikit lebih baik daripada kuning.

"Berangkat bersama? Kebetulan aku ingin ke supermarket dekat sekolahmu, sedang ada diskon disana." tawar Juugo seraya memberikan satu helm cadangan yang selalu ia bawa ketika berkendara, untuk jaga-jaga jika ada penumpang tambahan seperti ini.

Tanpa menolak Sasuke menerima uluran helm tersebut dan memakainya.

Toh, mereka sudah saling kenal, jadi Sasuke tidak perlu sungkan menerima.

Malahan ia sungkan menolak karena Juugo akan terus mengungkit penolakan atas niat baiknya.


Waktu terasa cepat berlalu, hari sudah mulai sore. Mengerang pelan, Sasuke berusha melemaskan ototnya yang kaku setelah lama menulis dengan posisi yang sedikit tidak nyaman.

Semenjak ia tidak masuk satu minggu akibat pengeroyokan itu, Sasuke jadi tertinggal beberapa materi dan tugas. Alhasil ia harus berusaha mengejar. Menyebalkan.

Suasana kelas yang sepi sedikit membuat Sasuke bosan, yah walaupun ia sudah terbiasa sendiri -jika sakura tidak menempel padanya- tapi tetap saja, setiap manusia pasti memiliki titik jenuh.

Sasuke menyandarkan kepala hingga setengah badannya diatas meja, matanya mulai memberat karena rasa kantuk yang melanda sejak beberapa menit lalu.

Ia akan benar-benar tertidur apabila sesuatu yang dingin tidak menghinggapi pipinya dan membuat ia terlonjak.

Nyess..

"Ah!" Sasuke langsung terbangun dengan mata terbelalak lebar.

Seketika itu juga telinganya mendapati suara tawa yang begitu keras hingga menggema ke seluruh penjuru kelas yang telah kosong.

suara siapa lagi kalau bukan Naruto?

"Ahahahahah!"

Kekesalan Sasuke seketika meluap. Dengan keras ia melempar kotak pensil miliknya yang cukup berat kearah orang tersebut hingga tepat mengenai dahinya.

"Argh! Apa-apaan kau?!"

"Kau yang apa-apaan bodoh!" sungut Sasuke seraya bersedekap, dahinya mengerut marah.

Naruto mengibaskan tangannya di depan wajah "sudahlah. aku sedang tidak ingin berdebat denganmu" ujarnya dengan ekspresi yang terlihat sangat menyebalkan di mata Sasuke.

Sasuka kembali menumpukan tubuhnya diatas meja, "terserah, lebih baik lagi kau tidak usah muncul di hadapanku" gumamnya.

"Kau kejam sekali, aku kan sudah menolongmu waktu itu, coba saja jika aku terlambat, sudah pasti akan ada berita 'seorang siswa SMA ditemukan tewas mengenaskan-'"

"Kau mengungkitnya" sekali lagi dahi Sasuke mengerut, Naruto pasti memiliki maksud tersembunyi.

Naruto mengedikkan bahunya, "Aku tidak mengungkit, aku tulus menolongmu-"

"shut up idiot, pergi kau! Urusi saja wanitamu daripada kau menggangguku!"

Naruto mengulas senyum mengejek "ah, kau cemburu rupanya"

"sama sekali tidak" Sasuke berdecak, kemana sih perginya sifat sok cool Naruto? kenapa sekarang malah berubah menjadi mengesalkan seperti ini.

Naruto terdiam, kemudian tiba-tiba menggeser sebuah kursi hingga berhadapan dengan bangku Sasuke lalu menghempaskan pantatnya disana, mengalihkan pandangannya tepat kearah jendela yang menampilkan langit sore, membiaskan cahaya menerpa wajah rupawan miliknya, memberikan efek 'halo' yang menyenangkan untuk dilihat.

"Ini sudah sore, kalau kau tidak segera pulang nanti kemalaman"

Sasuke hanya diam. tidak menggubris walaupun diam-diam ia membenarkan perkataan Naruto.

"Aku membelikanmu jus tomat loh. Minumlah"

Mata hitam Sasuke bergulir pada jus tomat dingin yang terjulur kearahnya, entah angin apa yang merasukinya sehingga Sasuke menerima jus tersebut dengan senang hati kemudian meminumnya parlahan.

"Bagaimana? Kau suka?" ujarnya dengan cengiran hangat, sehangat sinar matahari sore itu.

Sasuke terperangah melihatnya. Entah bagaimana Sasuke merasa bahwa wajah orang di hadapannya kini terlihat begitu tampan.

"Ini sogokan-"

"Namikaze!"

Suara Sasuke terputus tatkala seseorang masuk begitu saja ke ruang kelas dan memanggil Naruto dengan nada marah.

Sasuke mengenali orang itu, "Neji?"

pemuda bermata lavender melangkah dengan tergesa sebelum akhirnya melayangkan tinjuan pada wajah kiri Naruto

Buagh!

Naruto yang tak siap menerima pukulan pun hampir terjatuh dari kursi, darah mengalir dari sudut bibirnya

Sasuke cukup terkejut dengan kejadian itu, ia tidak menyangka Neji akan menyerang Naruto di depannya seperti ini.

"Kau!" geram Neji marah seraya menarik kerah Naruto kasar. "APA YANG KAU LAKUKAN PADA HINATA HAH?!"

Naruto menendang ulu hati Neji dengan keras, tak ayal membuat pemuda Hyuuga terdorong ke belakang dan jatuh menabrak meja serta kursi.

Naruto bangkit. ia akan melangkahkan kakinya menuju Neji jika saja Sasuke tidak berdiri menghalanginya.

"Cukup kalian berdua!"

Naruto memandang Neji dengan tatapan dingin, lalu berdecih dan membalikkan tubuhnya. Enggan berhadapan.

Neji meringis kesakitan, tendangan Naruto padanya tidak main-main "Minggir Sasuke! aku akan memberi pelajaran pada-"

"cukup, kumohon"

Neji terdiam, kemudian bangkit dibantu dengan Sasuke, "Ayo pulang, aku menunggumu sejak 30 menit yang lalu" ujar Neji pada Sasuke seraya menatap sengit kearah Naruto "dan kau! aku akan membuat perhitungan padamu karena telah menyakiti adikku, Namikaze!"

Sasuke hanya diam seraya bergerak untuk merapihkan buku-buku miliknya.

"Kau mau kemana Sasuke?" Tanya Naruto seraya mengambil salah satu buku milik Sasuke dan menyimpannya dibalik punggung.

Sasuke memutar kedua bola matanya "Pulang bodoh, kembalikan buku ku."

Naruto menunjuk Neji, "Dengan dia? Tidak tidak. Kau pulang denganku."

"Jangan konyol dobe, kembalikan." Sasuke berusaha mengambil bukunya yang kini Naruto angkat tinggi-tinggi sehingga Sasuke tidak dapat menjangkaunya.

Mengerang kesal Sasuke menyambar tas nya dengan kasar. "Jika kau tidak mau memberikannya, ambil saja!" Ketusnya kemudian berlalu menghampiri Neji.

Naruto tertegun, kenapa rasanya sesak ya?


Neji diam selama perjalanan, Sasuke pun nampak tak ingin membuka pembicaraan, hening yang canggung sedikitnya membuat Sasuke merasa tidak nyaman, namun melihat Neji yang sedang tidak dalam mood yang baik pun membuat Sasuke memilih untuk diam saja.

"Sasuke"

Sasuke sedikit terkejut mendengar suara bariton yang tiba-tiba menyapa telinganya, "Ada apa?"

Neji mendengus ketika lampu yang tadinya hijau berubah menjadi merah yang berarti ia harus menghentikan kendaraannya, matanya yang semula menatap lurus ke depan berganti menatap kedua obsidian milik Sasuke.

"Aku tidak suka melihatmu dekat dengan Namikaze itu."

Alis Sasuke terangkat sedikit, "Kenapa?"

"Karena aku menyukaimu."

Deg.

Seketika debaran aneh mulai terasa di dadanya, membuat Sasuke mengutuk dirinya sendiri dan berdoa semoga Neji tidak mendengarnya.

"Kau bercanda?"

"Sama sekali tidak."

Sasuke bungkam, apa yang harus ia katakan Kami-sama?!

Mata Sasuke bergerak sedikit gelisah, entah kenapa saat ini ia kehilangan fokusnya. Tepat sebelum ia membuka suara kembali, klakson yang berbunyi kencang membuat Neji tersadar kemudian buru-buru melajukan kembali kendaraannya.

Setelah itu hanya hening yang menyapa, Sasuke mengumpat dalam hati.


Malam hari nya Sasuke tidak bisa tidur, ia berguling kesana kemari mencari posisi paling nyaman untuknya agar cepat terlelap, namun meskipun menemukan posisi yang pas, matanya tetap tidak mau menutup walaupun seberapa keras ia memaksa.

Ada dua hal yang menghantui pikirannya saat ini, yaitu perkataan Neji tadi sore, dan Naruto.

Apa ia menyukai Neji? Jawabannya jelas iya. Tapi kenapa ia hanya diam saja tadi? Kenapa lidahnya kelu? Kenapa ia tidak bisa langsung menjawab?

Lalu apa yang terjadi pada pemuda kuning jabrik idiot itu? Sikapnya yang tidak pasti itu membuat Sasuke pusing dan kesal. Terlebih lagi setelah kejadian tadi bagaimana keadaannya sekarang?

Sekilas bayangan Naruto yang tertimpa cahaya senja itu mampir dalam kepalanya, Sasuke menggeleng.

Bodoh.

Rutuknya dalam hati.

Sasuke mengubah posisinya menjadi duduk, ia mengecek ponselnya dan mendapati beberapa e-mail masuk dan belum sempat Sasuke buka.

Hampir semuanya dari Juugo, rekan kerjanya yang menanyakan bagaimana kabar Sasuke karena sudah seminggu lebih ia tidak masuk kerja dengan alasan sakit.

Sudut bibirnya tertarik, bisa dibilang Juugo adalah orang yang Sasuke percaya, Juugo sudah seperti pengganti sosok Itachi baginya, karena itulah Sasuke tidak keberatan jika Juugo mengiriminya pesan menanyakan kabar ataupun sekedar berbalas email.

Tok tok tok..

Suara ketukan mengalihkan atensi Sasuke, sesaat kemudian pintu terbuka memampilkan seorang wanita yang paling cantik dan paling Sasuke hormati, ibunya Uchiha Mikoto.

"Belum tidur?"

Sasuke menyimpan ponselnya diatas nakas, mengabaikan pesan Juugo yang baru saja masuk.

"Hn."

Nyonya Uchiha menghampiri Sasuke dan mendudukkan dirinya disamping anak bungsunya.

"Ibu ingin mengatakan sesuatu.."


Kushina memukul belakang kepala Naruto hingga sang anak semata wayangnya itu mengaduh kesakitan.

"Bukannya sudah ibu bilang untuk lekas mendaftar di Universitas pilihan ayahmu?"

"Ayolah bu.. aku tidak ingin kesana" rengeknya bagai anak kecil yang tidak diperbolehkan bermain oleh orang tuanya.

Kushina bersedekap, "Itu untuk kebaikanmu Naruto. Tidak mungkin kau memegang perusahaan setelah lulus sekolah menengah, setidaknya kau harus mempunyai gelar yang bagus."

Naruto mengerang mendapati ibunya yang tetap kukuh pada pendapatnya, "Tapi tidak harus di luar kan bu? Universitas Kyoto atau Tokyo cukup bagus."

"Tidak Naruto, di luar nanti kau akan mendapat bimbingan khusus dari ayahmu."

Gila, jangan katakan Naruto akan berhadapan dengan kertas-kertas setelah selesai kuliah, entah itu malam ataupun hari libur. Tidak. Tidak ada hari libur jika Naruto kesana.

"Oxford terlalu bagus untukku" gerutnya.

"Justru itu bagus bodoh."

"Kushina sudah"

Suara husky yang hampir senada dengan milik Naruto terdengar ketika nyonya Namikaze ingin menimpali perkataan Naruto.

"Naruto, kau akan ikut dengan ayah setelah lulus nanti, kau tidak boleh membantah."

Naruto bungkam, ia kesal. Bagaimana ia bisa mendekati Sasuke jika begini? Orang tuanya terlalu agresif dalam menuntutnya menjadi pewaris perusahaan yang dirintis oleh kakeknya itu.

Menyebalkan.

Ia harus memikirkan berbagai macam cara untuk mendekati Sasuke, sekaligus menjauhkannya dari pemuda tidak berpupil itu.


Pagi datang dengan cepat, Sasuke berangkat dengan terburu-buru karena kesiangan, cih. Baru kali ini seorang Uchiha datang terlambat, ini semua karena Sasuke baru bisa memejamkan matanya pukul 2 dini hari dan berakhir dengan terbangun hampir pukul 7, dimana seharusnya ia sudah berada di sekolah.

Ibunya Mikoto juga tidak membangunkan Sasuke, malah dengan nada heran bertanya 'ibu kira kau sudah mandi dan bersiap'.

Kesal.

Dan benar saja, gerbang sudah ditutup ketika Sasuke sampai.

Mendecih sebal, Sasuke mendudukkan dirinya di kursi taman yang terdapat di depan sekolah. Dengan terpaksa ia harus pulang kali ini, namun Sasuke tidak ada minat sama sekali untuk beranjak dari sana. Sasuke menunduk melihat kearah sepatunya, kakinya sakit karena berlari cukup jauh.

Tiba-tiba sepatu lain hinggap pada pengelihatannya, Sasuke mendongak, mendapati seorang pemuda yang tidak ia harapkan kemunculannya malah kini berdiri di hadapannya.

"Ikut denganku."

Terdengar seperti perintah, Sasuke menjadi kesal mendengarnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Sasuke, pemuda itu tiba-tiba menarik lengannya. Sasuke sedang malas berdebat, dengan pasrah ia mengikuti langkah sosok matahari itu dari belakang.

Diam-diam Naruto menarik sudut bibirnya.

"Masuklah." Ujarnya setelah membukakan pintu penumpang di samping pengemudi. Sasuke menurut, setidaknya ia tidak membolos sendirian.

Naruto mengikuti Sasuke, setelah itu ia lekas menyalakan mesin mobil kemudian melajukan kendaraan mewah itu dengan kecepatan dari pelan ke konstan.

"Kemana?"

Naruto terkekeh membuat Sasuke menoleh dan tertegun dengan jantung yang tiba-tiba berdegup kencang, ada rasa senang ketika melihat tawa kecil itu mengalun bagai melodi.

"Kau telat sekali bertanya. Kita akan ke toko pakaian."

Naruto melirik sekilas dan tersenyum.

Jujur.

Sasuke menyukai senyum itu.

"Untuk apa?"

"Membeli baju tentunya, kita tidak mungkin membolos dengan memakai seragam."

"Lalu?"

"Setelah itu kita ke taman bermain."

Gila.

.

.

.

Tbc

maav lama update yah, maafin juga kalau nanti nemu typo soalnya author ga koreksi ulang hwhwhwh

makasih buat yaoya, Sunsuke UzuChiha dan mrmortdraft yang udah comment, para readers juga yang udah baca terima kasih banyakk, sampai ketemu di chapter selanjutnya _