Maaf ya, baru sempat update lagi. Banyak urusan di dunia nyata, hehehe.
Oke, yuk kita masuk ke chapter 2 ya :D
Normal POV
Tenten masuk ke kamar dalam pesawat Hyuuga setelah diantar oleh salah satu pramugari disana, dan dia terus mengurung diri didalamnya. Sejak pesawat lepas landas dan terbang, dia sudah berada di dalam kamar selama 1 jam. Kemudian terdengar suara pintu kamar diketuk.
"Siapa?" tanya Tenten.
"Saya Akemi, pramugari pesawat ini, nyonya."
Tenten lalu membuka pintu kamar dan terlihat wajahnya sembab seperti habis menangis. Dilihatnya pramugari itu membawa secangkir minuman dan sekotak biskuit.
"Apa ini?" Tanya Tenten keheranan.
"Ini cokelat panas yang sudah dicampur dengan anggur dan biskuit gandum rasa vanilla, nyonya."
"Tetapi aku tidak memesan apapun."
"Tuan Neji yang meminta saya membawakannya untuk anda, nyonya."
"Neji-san?" tanya Tenten. "Oh baiklah, terima kasih ya. Dan sampaikan terima kasihku untuknya."
"Baik, nyonya." Lalu pramugari itu kembali ke tempatnya, meninggalkan Tenten dengan makanan dan minumannya.
Tenten's POV
Lelaki berambut panjang itu baik. Kukira dia dingin dan cuek seperti Gaara dan Sasuke, calon suami Sakura. Tapi ternyata dibalik sikap dingin dan cueknya, dia begitu peduli pada orang lain. Dia melindungiku dari serangan Gaara dan juga mengirimkan makanan dan minuman ini untukku. Ya aku tahu, mungkin dia hanya berusaha bersikap baik padaku karena aku adalah istri Gaara. Tapi sikap gentle-nya yang melindungiku ketika Gaara akan memukulku dan menangkap tubuhku yang dilempar oleh Gaara, benar-benar menyentuh hatiku sebagai seorang perempuan…
Apa yang kau pikirkan, Tenten? Dia hanya bersikap baik padamu, dan mungkin dia memang bersikap baik ke semua orang. Ya, mungkin aku hanya terbawa suasana akibat minuman cokelat anggur dan biskuit vanilla yang lezat ini. Seingatku, dia kakak kelas Gaara waktu kuliah, dia pasti sudah memiliki istri dan anak sekarang…
Tunggu, bukankah dia bilang bahwa dia masih lajang ketika menolongku tadi? Dan apa hubungan dia dengan Matsuri? Kenapa dia bilang bahwa dirinya-lah penyebab kematian Matsuri?
Masa bodoh lah soal itu, yang penting sekarang aku harus mencuci muka dan berterima kasih padanya karena telah menolongku.
Cuci muka sudah, mencepol rambut sudah… em, lipstick dan parfurm mana yang harus aku gunakan ya?
Normal POV
Neji sedang duduk di sofa dan fokus membaca novel favoritnya ketika terdengar suara wanita memanggilnya.
"Permisi Neji-san, boleh aku duduk disampingmu?"
"Oh tentu saja boleh nyon..ehm, Tenten." Jawab Neji sambil tersenyum sekilas pada Tenten.
"Thanks." Kata Tenten riang.
"Sudah merasa lebih baik Ten?" tanya Neji.
"Sudah, terima kasih atas bantuanmu di bandara tadi dan makanannya ya. Coklat anggur dan biskuit vanillanya enak." Jawab Tenten.
"Sama-sama." Balas Neji singkat, lalu Neji kembali melanjutkan membaca novelnya.
Beberapa saat kemudian, Neji menyadari jika Tenten memperhatikannya dengan wajah yang antusias. Imut, batin Neji.
"Emm, apa ada yang salah di wajahku Ten?" tanya Neji.
"Ah tidak, hanya saja kau benar-benar mengingatkanku pada sahabatku, Hinata Hyuuga. Kau benar-benar mirip dengannya, kau tahu. Hanya saja kau laki-laki dan rambutmu berwarna coklat." Kata Tenten polos.
"Hinata-sama adalah adik sepupuku, wajar jika kami mirip." Kata Neji sambil melanjutkan membaca novelnya.
"Hah? Kau kakak sepupunya Hinata-chan? Aku tidak tahu!" kata Tenten terkejut, yang juga mengagetkan Neji karena suara Tenten saat terkejut sangat keras, seperti ada mic di mulutnya.
"Iya. Dan tolong pelankan volume suaramu. Itu membuatku kaget!" tegur Neji, walaupun sebenarnya dalam hati Neji geli dan tidak keberatan dengan volume suara Tenten yang keras.
"Maaf," kata Tenten pelan,"Tapi Hinata-chan tidak pernah menceritakan tentang dirimu padaku dan juga temannya yang lain. Dia hanya pernah cerita tentang ayahnya dan adiknya, Hanabi-chan."
Neji hanya tersenyum simpul, meletakkan novelnya di meja, dan bertanya pada Tenten,"Ten, apakah kau pernah mendengar tentang sistem kasta dalam klan konglomerat Hyuuga?"
"Maksudmu tentang Soke (keluarga utama) dan Bunke (keluarga cabang) ya? Aku pernah mendengarnya sekilas dari ayah, namun aku tidak paham itu apa."
"Jadi itu adalah sistem dari jaman leluhur kami, dimana Soke akan menjadi pimpinan keluarga kami dan Bunke harus melindungi dan berkorban nyawa untuk mereka jika perlu. Untungnya di jaman modern ini, kami sudah tidak sekaku jaman dulu. Sekarang kalangan Soke tetap menjadi keluarga pimpinan perusahaan Hyuuga, sementara keluarga Bunke yang memang jumlahnya jauh lebih banyak dari keluarga Soke bisa memilih apakah mereka ingin membantu keluarga Soke menjalankan perusahaan atau menjalani hidup bebas sebagai orang biasa, tetapi Bunke yang memilih menjadi orang biasa juga harus tetap siap membantu Soke dalam mengurus perusahaan jika diperlukan. Dan dalam kehidupan sehari-hari, para Bunke memang tidak diizinkan untuk masuk dalam lingkungan pergaulan keluarga Soke yang konglomerat dan para Soke pun dilarang untuk menyinggung tentang kami, para Bunke, ke konglomerat lain, begitu." Jelas Neji sabar.
"Jadi kau adalah Bunke?" tanya Tenten memastikan dan Neji hanya mengangguk singkat sebagai jawabannya.
"Tapi kau kan sepupunya Hinata! Seharusnya kau juga termasuk Soke! Tetapi kenapa kau malah menjadi Bunke, Neji-san?" Tuntut Tenten.
"Neji."
"Eh?"
"Panggil aku dengan Neji saja, tidak perlu menggunakan -san."
"Eh? Tapi kan kau lebih tua tujuh tahun dariku, Neji-san. Aku tidak enak jika…"
"Rasanya aneh mendengarmu memanggilku menggunakan -san. Di Jerman, aku sidah biasa dipanggil oleh orang lain menggunakan nama saja, bahkan oleh orang yang lebih muda dariku." Potong Neji.
"Oh oke baiklah Ne…ji, tetapi kenapa kau menjadi Bunke? Seharusnya kau menjadi Soke karena kau sepupunya Hinata-chan."
"Kau ini benar-benar pantang menyerah ya. Baiklah, aku menjadi Bunke karena mendiang ayahku, Hizashi. Beliau adalah saudara kembar Hiashi-sama, ayah dari Hinata-sama. Beliau memang lahir dari keluarga Soke, namun karena ayahku jauh lebih mencintai ilmu teknik dan mesin daripada perusahaan dan bisnis, akhirnya ayahku memutuskan untuk menjadi ahli mesin serta melepas status Soke-nya dan menjadi Bunke. Kemudian beliau merantau ke Jerman dan kuliah teknik mesin disana. Setelah lulus, beliau memilih untuk menetap di Jerman dan menjadi ahli mesin."
"Ah, jadi kau lahir dan besar di Jerman ya? Pantas aku tidak pernah melihatmu di lingkungan pergaulan kami." Komentar Tenten. Neji hanya mengangguk sambil menaikkan bahunya.
"Tapi sekarang kau kembali ke Jepang, apakah itu permintaan dari Soke, atau memang keinginanmu sendiri?" Tanya Tenten lagi.
"Hiashi-sama yang memintaku kembali karena beliau ingin Hyuuga Group merambah industri pengobatan dan aku dipanggil untuk menjadi kepala penelitian dan pengembangan di anak perusahaan baru Hyuuga khusus untuk pengembangan obat-obatan. Sebenarnya sebelumnya aku sudah bekerja di Bayer sebagai peneliti selama empat tahun, tetapi aku terpaksa melepasnya karena permintaan Hiashi-sama dan juga Gaara, suamimu." Jawab Neji.
"Gaara? Jika tuan Hiashi, aku masih bisa mengerti. Tapi kenapa kau begitu menurut pada Gaara? Sebaiknya kau jangan terlalu menurut padanya." Kata Tenten kesal.
"Aku…aku memiliki kesalahan yang besar pada Gaara, Ten. Akulah penyebab kematian adiknya, Matsuri."
"Eh? Maaf Neji, jika boleh tahu, ada hubungan apa antara dirimu dengan Matsuri?"
"Dia adalah kekasihku selama lima tahun, sebelum dia meninggal tiga tahun yang lalu."
Tenten terdiam, menunggu Neji melanjutkan ceritanya.
"Kau tahu kan, Matsuri menyusul Gaara untuk berkuliah di Jerman? Saat itu, Gaara sudah memasuki semester akhir, aku sedang mengambil gelar S3, dan Matsuri baru saja kuliah disana. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama padaku, dan tanpa henti mengejarku. Awalnya aku menolaknya dan selalu menghindarinya, tetapi karena kegigihannya, akhirnya aku menerimanya, walaupun aku tidak terlalu mencintainya."
"Setelah lulus, Matsuri tidak mau kembali ke Jepang karena dia ingin terus bersamaku dan terus mendesakku untuk menikahinya. Aku tidak ingin menikah saat itu, karena aku memang belum siap, aku masih mengejar mimpiku sebagai ilmuwan, dan aku tidak terlalu mencintainya. Akhirnya kami bertengkar dan aku meninggalkannya di restoran. Ketika menyebrang jalan, aku tidak melihat ada truk melaju kencang ke arahku. Dia mendorongku sehingga dia yang tertabrak truk itu dan dia meninggal ketika dalam perjalanan ke rumah sakit. Dan sejak itu aku merasa bersalah pada Gaara dan Matsuri, karena aku tidak pernah memperlakukan adiknya dengan baik dan aku tidak pernah bisa membalas perasaan Matsuri sebagaimana Matsuri mencintaiku. Karena ituah, terkadang aku tidak bisa menolak keinginan Gaara, Tenten. Aku masih merasa bersalah padanya." Tutup Neji sembari menundukkan kepalanya.
"Neji…"
Tenten's POV
Aku paham pria ini pasti merasa sangat bersalah atas kematian Matsuri. Namun hal itu jelas bukan kesalahan Neji dan dia juga bukan penyebab Matsuri meninggal. Kurasa, dia harus menyadari akan hal itu.
"Neji, aku turut sedih mendengarnya. Tapi menurutku, semua itu adalah takdir, Neji. Kematian Matsuri bukan salahmu. Dia menyelamatkanmu karena itu adalah keputusannya sendiri. Kau bukan penyebab kematiannya." Kataku padanya.
"Memang itu adalah keputusannya, tetapi seharusnya aku membalas perasaannya padaku dengan layak Ten. Jika aku mampu membalas perasaannya, mungkin hasilnya tidak akan seperti ini."
"Perasaan tidak bisa dipaksakan, Neji. Lihatlah aku dan Gaara. Kedua orang tua kami sudah menjodohkan kami sejak aku lahir, tetapi apakah aku bisa mencintainya dan dia mencintaiku? Tidak sama sekali. Yang ada kami malah saling membenci, padahal kami sudah saling mengenal sejak kecil. Aku dan Gaara yang sudah saling kenal dua puluh tahun lebih saja tidak bisa saling mencintai, apalagi kau dan Matsuri yang baru saling mengenal lima atau enam tahun. Terlebih lagi, kau laki-laki Neji. Ikhlaskanlah dia dan maafkanlah dirimu sendiri." Kataku menghiburnya sambil membelai lengan atas dan bahunya.
Dia menatapku dengan pandangan mata yang tidak bisa ditebak… Dan grep!
Dia memelukku dan membenamkan kepalanya ke pundakku. Aku yang khawatir akan pramugari atau pramugara yang melihat kami, berusaha mendorong tubuh raksasanya itu. Namun ketika aku merasakan sesuatu yang basah dan hangat di pundakku, aku terpaku dan hanya bisa mengelus kepala dan punggungnya.
Dia menangis dalam diam, tapi aku bisa merasakan rasa penyesalannya yang besar atas kematian Matsuri, sesuatu yang selama ini dia pendam dan mungkin belum pernah dia ceritakan ke orang lain…
Setelah beberapa saat lamanya, dia melepaskan pelukannya dan langsung pergi ke toilet, aku rasa untuk mencuci wajahnya.
Neji's POV
Kami-sama, apa yang kulakukan? Kenapa aku menceritakan seluruh perasaanku padanya dan memeluknya, bahkan menangis di hadapannya? Sekarang dia pasti menganggapku sebagai pria yang lemah.
Aku mencuci muka untuk menghapus sisa air mata di wajahku dan menenangkan diriku. Kuakui, setelah aku mencurahkan seluruh perasaanku padanya dan menangis di pelukannya, hatiku terasa jauh lebih lega dan tenang setelah tiga tahun menanggung beban ini sendirian. Aku juga tidak begitu merasa bersalah lagi kepada Gaara, walaupun caranya agak sedikit memalukan.
Tenten Mitsashi, dia wanita yang baik dan menarik. Dia mampu memahami orang lain dan tahu bagaimana cara menghadapinya, persis seperti cerita Hinata-sama yang sudah aku dengar sejak mereka kecil sampai aku bosan mendengarnya.
Seandainya aku datang lebih cepat dalam kehidupanmu, Ten…
Normal POV
Setelah beberapa menit, Neji keluar dari toilet dan menyunggingkan senyum tipisnya yang langka pada Tenten.
"Sudah merasa baikan?" tanya Tenten.
Neji menggangguk,"Hm, terima kasih."
"Sama-sama. Senang bisa membantu." Balas Tenten sambil tersenyum simpul.
Neji mendudukkan dirinya di sofa, di samping Tenten. Sementara Tenten celingukan melihat ke kanan dan ke kiri.
"Kenapa Ten? Kau mencari sesuatu?"
"Tidak, hanya saja…aku khawatir jika salah satu pramugari atau stafmu melihat kau memelukku tadi."
"Jangan khawatir, mereka tahu aku menyukai ketenangan dan tidak mau diganggu. Jadi sekarang mereka pasti berada di pantry pesawat dekat kokpit." Kata Neji menenangkan Tenten.
"Syukurlah." Kata Tenten menghela nafas lega, "Maaf ya Neji, jika aku mengganggu ketenanganmu."
"Tidak Ten, kau tidak menggangguku. Aku justru merasa senang kau ada disini. Kau…pandai memahami orang lain." Jawab Neji menenangkan Tenten. Tenten tersipu malu mendengarnya.
"Kau tidak menganggapku lemah kan, setelah aku menangis tadi? Jujur ini pertama kalinya aku menangis di depan orang lain selain ayahku." Tanya Neji.
"Lemah? Tentu tidak Neji. Wajar jika manusia menangis, entah laki-laki maupun perempuan." Kata Tenten sambil tertawa.
"Untunglah. By the way, Gaara tidak pernah cerita padamu kenapa Matsuri meninggal?" Tanya Neji penasaran, karena Tenten tampaknya tidak mengetahui penyebab iparnya tewas beberapa tahun yang lalu.
"Hahaha Neji, setelah kejadian di bandara tadi, kau masih mengira Gaara akan cerita apa pun padaku? Tentu saja tidak! Yang kuingat hanyalah Gaara menyuruhku memakai baju hitam untuk pemakamannya Matsuri. Berita di internet yang memberitahuku jika Matsuri tewas dalam kecelakaan. Namamu bahkan tidak disebutkan sama sekali, Neji. Dan seingatku kau juga tidak hadir dalam acara pemakamannya, kenapa?
"Gaara melarangku datang ke pemakamannya, dia masih marah padaku saat itu. Dia baru memaafkanku setelah melihat cctv dari kepolisian Jerman." Jawab Neji.
"Gaara atau Matsuri tidak pernah cerita padamu soal diriku, Ten?" tanya Neji lagi.
"Tidak Neji. Dulu sebelum lulus SMA, keluarga Kazekage bersikap sangat baik kepadaku. Namun setelah aku lulus SMA, ibu mereka meninggal. Sejak itulah mereka berubah sikap menjadi sangat benci kepadaku. Ipar perempuanku, Temari, dan Matsuri, bahkan sampai memblokir nomorku dan tidak pernah menganggapku ada. Apalagi Gaara, dia sangat membenciku dan sering bersikap kasar padaku. Kankuro kakak iparku yang laki-laki, bahkan pernah beberapa kali mencoba melecehkanku! Jujur aku juga tidak mengerti kenapa sikap mereka berubah 180° seperti itu."
Buku-buku jari Neji menegang begitu mendengar sikap keluarga Kazekage pada Tenten. Namun dengan suara tenang, dia bertanya dengan prihatin,"Jika mereka bersikap seburuk itu padamu, kenapa kau masih mau menikah dengan Gaara, Ten?"
"Sebenarnya aku sudah menolak dan berusaha membatalkan perjodohan itu, tapi ayahku yang sedang sekarat saat itu memohon padaku agar aku mau menikah dengan Gaara karena merasa berhutang pada keluarga mereka. Ya sebelum aku lahir, ayah pernah dibantu oleh ayahnya Gaara saat perusahaan ayah mengalami kesulitan. Makanya aku tidak bisa menolak dan akhirnya menikah dengan Gaara untuk mengabulkan keinginan terakhir ayah, walaupun sebenarnya dalam hati aku tidak mau menikah dengannya. Beberapa bulan setelah aku menikah, ayah meninggal." Kata Tenten sedih.
"Kau tidak meminta cerai padanya?" tanya Neji.
"Aku tidak bisa, Neji. Setelah ayah meninggal, awalnya aku mau menggugat cerai padanya, namun entah bagaimana caranya, Kazekage Group sudah mengakuisisi dan merampas semua aset, perusahaan, dan kekayaan yang dimiliki oleh Matsashi Group daan keluarga. Aku berusaha menggugatnya ke pengadilan, namun karena surat akuisisi itu ditandatangani langsung oleh ayahku dan tidak ada tanda-tanda pemaksaan atau pemalsuan dalam tanda tangan ayahku, akhirnya pengadilan menolak gugatanku itu dan semua harta dan perusahaan keluarga kami semuanya jatuh ke tangan keluarga Kazekage. Saat itu posisiku masih koas dan Lee, adikku, baru saja memulai kuliahnya di MIT. Gaara mengancamku jika aku berani menggugat cerai dirinya atau melawan perintahnya, dia akan membuatku tidak bisa bekerja di rumah sakit manapun di Jepang serta membuat Lee dikeluarkan dari MIT dan menjadi gelandangan di US. Karena itulah sampai sekarang, aku tidak bisa menggugat cerai padanya, Neji." Cerita Tenten sambil tersenyum sedih.
Neji menatap Tenten dengan pandangan iba.
"Maafkan aku Ten, aku membuatmu mengingat hal-hal yang tidak enak dalam hidupmu."
Tenten hanya tertawa mendengar permintaan maaf Neji dan menjawab,"Kau tidak perlu meminta maaf padaku, Neji. Aku justru berterima kasih karena kau mau mendengarkanku. Jujur, aku tidak pernah bercerita pada orang lain tentang masalah hidupku sebelumnya."
Neji terkejut mendengar jawaban Tenten,"Kau…"
"Aku kenapa?" tanya Tenten dengan nada yang cukup menantang bagi Neji.
"Kau benar-benar tegar, Ten."
Blush! Wajah Tenten mendadak memerah seperti tomat dan raut mukanya cukup lucu dan menggemaskan, setidaknya bagi Neji.
"Terima kasih, Neji…" kata Tenten dengan tulus dan lirih.
Kemudian mereka berdua saling berpandangan cukup lama. Entah apa yang merasuki mereka berdua, mereka saling mendekatkan diri sampai jarak antar bibir mereka begitu dekat dan nyaris bersentuhan…
Kruuuuk! Perut Tenten berbunyi keras dan suaranya menyadarkan mereka berdua.
"Maaf Neji, aku…" kata Tenten sambi menunduk dan menjauhkan dirinya dari Neji.
"Tidak apa-apa, Ten. Seharusnya aku yang minta maaf." Jawab Neji sambil memalingkan mukanya dari Tenten.
Hening, kemudian…
"Ini sudah waktunya makan siang, kau mau makan apa Ten? Akan kuminta pramugari menyiapkannya." Tanya Neji sambil mengecek arlojinya.
"Apa saja, Neji. Samakan saja dengan makananmu." Jawabnya.
"Kau yakin? Takutnya selera makanan kita berbeda."
"Aku yakin, Neji."
"Baiklah, kau mau unagi, foie gras, atau wagyu steak?" Tanya Neji, memberikan pilihan makanan ke Tenten.
"Wagyu steak saja, terima kasih ya."
"Baik, aku pesankan ya." Kata Neji sambil berdiri dan menuju ke pantry pesawat.
o0o
To be Continued
Oke, ini baru part pertama di pesawat ya, yang chapter selanjutnya langsung aku update aja, karena udah ke-hold 2 minggu lebih, hehehe.
