Title: I Accidentally Confess My Feelings Because All I Can Say Is A Lie

Genre: Romance comedy

Rate: T

Words: 1k+


"Harry!"

Hampir saja gelas yang dipegang oleh Harry lepas dari genggamannya karena terkejut. Alasannya adalah Ron yang tiba-tiba berteriak sambil berlari kearahnya. "What?"

Bukannya langsung menjawab, Ron malah terlihat panik. "Kau meminumnya?"

Harry menunjukkan gelas yang sudah kosong sambil mengangguk. "Kenapa? Ini milikmu?"

"Tidak, itu bukan milkku, tapi memang Fred dan George memberikannya untukku," jawab Ron. "Dan itu bukan minuman biasa! Itu ramuan kebohongan!"

Kening Harry berkerut. "Maksudmu?"

"Ramuan kebohongan. Tidak peduli apa yang akan kau katakan, kau hanya bisa mengatakan kebohongan," Ron mencoba menjelaskan sesederhana mungkin. Melihat raut wajah Harry, ia yakin jika sahabatnya itu masih belum mengerti. Ron mencoba memberi contoh. "Harry, kau sudah menyelesaikan tugas Profesor McGonagall?"

"Tentu saja sudah," jawab Harry yakin. Namun ia mengernyit. "Maksudku, aku sudah mengerjakannya," Harry makin bingung.

"Itu dia maksudku," kata Ron setelah Harry mengerti.

"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Harry kesal. Ia tidak bisa menghindarinya sekarang. "Kapan efek ramuan ini berakhir?"

"Hanya satu hari," jawab Ron. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan membantumu saat berbicara dengan yang lain."

Harry tersenyum pasrah. "Okay, thanks, Ron."

Setelah badai panik barusan, Harry dan Ron segera keluar dari asrama. Mereka pergi menuju perpustakaan tempat Hermione menunggu. Keduanya langsung duduk di depan Hermione saat menemukan gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal di depannya.

Setelah kedua sahabatnya datang, bukannya menyambut Harry dan Ron dengan senyum seperti biasa, Hermione malah menatap mereka dengan kesal. Lebih tepatnya, menatap Ron seolah-olah akan membunuhnya.

"Ada apa denganmu?" tanya Ron risih.

"Kau yang mengambil tugasku kan?" tanya Hermione penuh selidik.

Ron tampak tergagap. "Tugas apa maksudmu?"

"Tugas yang kekerjakan semalam. Aku meletakkannya di atas meja agar bisa mengerjakannya lagi pagi ini," jelas Hermione. "Kau mengambilnya untuk menyalinnya kan?"

Ron menggeleng keras. "Bukan kok. K-kau mungkin akan menemukannya nanti sore," balas Ron tergagap.

Hermione menyipitkan matanya curiga. Ia kemudian menoleh kearah Harry. "Harry, apa dia katakan itu benar?"

Harry tertawa kecil saat Ron memberikan isyarat agar tidak memberitahu Hermione yang sebenarnya. "Well, dia mengatakan yang sebenarnya," jawab Harry membuat Ron lega. Namun, sebaliknya, Harry malah menggeleng dengan keras. "No! Maksudku dia tidak mengambil tugasmu."

Hermione mengernyit bingung. "Kalau kau bilang dia bicara jujur, maka maksudmu memang dia tidak mengambilnya. Tidak ada yang perlu kau perbaiki."

Harry menggeleng sekali lagi. Harry berpikir keras bagaimana caranya agar dia bisa menyampaikan kebenarannya. "Hermione, Ron tidak mengambil tugasmu dan dia tidak menyembunyikannya."

Hermione mengangguk mengerti karena Harry begitu bersikeras. Sebaliknya, Ron puas menahan tawanya melihat Harry yang tidak bisa mengatakan apa pun untuk membuat Hermione memarahinya.

Sadar dengan Ron yang menahan tawanya, Hermione kembali menatap Ron dengan curiga. "Kenapa kau malah tertawa?"

Ron seketika menghentikan tawanya dan memasang poker face-nya. "No, nothing," jawabnya tanpa ada niat untuk memberitahu Hermione tentang ramuan kebohongan yang diminum Harry.

Melihat Ron yang menikmati situasi ini membuat Harry makin kesal. Ia kembali mencari akal untuk memberitahu Hermione. Harry berseru saat ia mendapatkan ide. "Hermione! Kau tau tentang ramuan kebohongan yang dibawa Fred dan George?" Harry memilih untuk bertanya karena hal itu tidak akan membuatnya membalikkan fakta.

Hermione mengangguk. "Tentu saja. Ron bahkan mencoba untuk memberikannya padaku pagi ini," kata Hermione sambil menatap Ron tajam.

"Itu dia! Aku tidak meminumnya!"

Hermione berpikir sebentar dan kemudian berseru. "Oh, jadi kau meminumnya dan sekarang hanya bisa mengatakan kebohongan?"

Wajah Harry tampak begitu senang karena Hermione langsung mengerti. Sedangkan Ron seketika merinding saat Hermione menatapnya dengan tatapan membunuh.

Ron tertawa dengan canggung. "Hah, aku akan mengembalikan tugasmu sekarang."

Hermione menghela napasnya sambil menggeleng. "Aku tidak keberatan untuk membantumu menyelesaikan tugasmu, Ronald. Tapi jangan pernah mencuri tugasku lagi."

"Iya, iya, aku mengerti. Berhentilah menatapku seperti itu sekarang," kata Ron cemberut.

Harry hanya tertawa melihat kedua sahabatnya. Ia sama sekali tidak peduli pada Ron yang menatapnya kesal. Ia kemudian segera mengikuti Ron dan Hermione kembali ke asrama untuk mengambil tugas Hermione.

Harry tidak banyak berbicara saat ketiganya berjalan. Bahkan bisa dibilang kalau Harry hampir tidak berbicara dan hanya memberikan beberapa reaksi saat kedua sahabatnya itu bicara. Ya, tentu saja Harry lebih memilih untuk diam daripada bicara. Jangankan orang lain, ia sendiri sampai pusing mendengar semua perkataannya yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya ia maksud.

Hingga saat ketiganya ingin menaiki tangga, sekelompok murid Slytherin berdiri di depan mereka dan menutup jalan. Ketiga Gryffindor itu kompak menghela napas saat Draco Malfoy—yang berdiri di tengah seperti biasa—mendengus sambil melipat tangannya di depan dada.

"Apa yang dilakukan oleh ketiga Gryffindor ini sekarang? Mencari masalah lainnya untuk membuat satu tahun yang penuh bahaya lagi?" Draco bicara dengan seringai menghiasi wajahnya. "Well, kuharap keberuntungan tidak berpihak pada kalian tahun ini. Dengan begitu kita tidak perlu lagi bertemu tahun depan," sambungnya dan dibalas anggukan setuju oleh teman-teman Slytherinnya.

"Yeah, semoga saja begitu. Tapi bukan berarti kami lah yang tidak akan bisa kembali lagi ke Hogwarts. Bahaya bisa datang kepada siapa pun," balas Ron dan ikut menampilkan seringainya.

Draco baru saja ingin membalas perkataan Ron, tapi Hermione mendahuluinya.

"Kalau kau cuma mau mengatakan hal-hal bodoh lainnya, sebaiknya kau minggir sekarang. Kami buru-buru," katanya kesal sambil memutar mata malas.

Bukan lah hal yang wajar bila pertengkaran kekanak-kanakan ini berakhir sebentar. Para Gryffindor dan Slytherin itu masih tetap di tempat mereka dan melontarkan berbagai ejekan lainnya. Bahkan Ron hampir saja maju dan melayangkan tinjunya kalau saja Harry dan Hermione tidak menahannya.

Menyadari ada yang aneh, Draco mengernyit. Ia menatap Harry yang sedari tadi hanya diam dan tidak mengatakan apa pun. "Apa kau lupa caranya bicara?"

Draco maju selangkah untuk berbicara dengan Harry yang masih diam. Ia terkekeh kecil saat Harry hanya membalas dengan helaan napas lelah. "Wah, wah, sejak kapan Harry Potter menjadi pendiam seperti ini? Apa kau terlalu lelah menjadi pahlawan dan memilih untuk tidak membuat ulah lagi kali ini?"

Harry masih belum membalas. Ia merasa bahwa ini bukan saat yang bagus untuk bicara. Bisa-bisa ia mengatakan hal-hal aneh karena ramuan kebohongan sialan itu.

"Jangan memperpanjangnya lagi, Malfoy," kata Hermione kesal. "Kami tidak mau berlama-lama bicara denganmu."

Lagi, Draco tidak peduli. Ia masih memperhatikan Harry yang juga menatapnya dalam diam. Pikirannya sibuk mencari cara agar Harry kesal dan berhenti menutup mulutnya.

"Apa kau benar-benar tidak mau mengatakan apa pun?" Draco bertanya, dan Harry sama sekali tidak menjawab. "Ah, aku tau. Kau diam saja karena ingin membuatku kesal, kan? Kau sengaja tidak mau bicara agar aku kesal dan berhenti mengganggumu? Huh, bodoh sekali."

Harry menarik napas dan membuangnya dengan kasar. Raut wajahnya mengatakan kalau dia ingin berteriak mengusir Draco saat itu juga.

Draco bertepuk tangan—dengan cara mengejek—melihat kegigihan Harry yang masih tidak mau berbicara. "Bagus, bagus. Harry Potter sekarang bijak sekali. Jangan pedulikan orang-orang yang mengganggumu, diamkan saja mereka dan mereka akan pergi dengan sendirinya. Kau pasti sangat ingin aku pergi dari hadapanmu, ya?"

"Iya!" Harry akhirnya tidak bisa menahan dirinya. Ternyata tidak bicara bisa membuatnya lebih lelah.

Draco—dan semua yang berada di sana—cukup terkejut karena Harry yang tiba-tiba berteriak. Draco berdeham karena ia sedikit merasa terintimidasi dengan tatapan membunuh Harry padanya. "Bagus, aku juga tidak tahan kalau harus melihatmu terus menerus."

"Kalau begitu pergi sekarang juga! Semakin lama aku melihat wajah sialanmu itu, semakin aku ingin menghajarmu." Harry bahkan terdengar lebih kesal daripada Ron maupun Hermione. "Kalau bisa, aku tidak mau bertemu denganmu lagi. Kau hanya pengganggu sialan yang menyebalkan."

Draco tercengang dan kesal dengan perkataan Harry. "Kau pikir aku tidak senang kalau tidak akan pernah menemuimu lagi? Aku akan jadi orang paling bahagia kalau hal itu terjadi."

"Tidak. Aku yang akan lebih bahagia. Betapa tenangnya hidupku tanpa harus melihat wajah menyebalkanmu itu. Aku tidak akan bertemu dengan Draco Malfoy lagi, betapa indahnya itu!" Harry berteriak seolah-olah ia mengatakannya pada semua orang di kastel.

Makin kesal, Draco sampai tidak tau lagi harus membalas dengan apa. Teman-teman Slytherinnya pun tidak mau ikut dalam perdebatan mereka karena sudah terlalu lelah dengan keduanya.

"Kalau aku harus membuat daftar orang yang sangat aku benci dan orang yang tidak ingin aku temui dalam hidupku, kau akan menempati peringkat pertama, Malfoy." Harry masih belum bisa merendahkan nada suaranya. Ia masih terlihat kesal, dan bahkan sepertinya makin kesal.

Tau kalau sahabatnya itu sudah mulai terbakar amarah, Hermione segera menarik Harry dari sana. "Sudahlah jangan ladeni mereka lagi. Kau membuang-buang waktumu," katanya dan segera mengajak kedua sahabatnya itu menerobos para Slytherin yang menghadang jalan mereka.

Ditinggal begitu saja, Draco jengkel bukan main. Ia mengeluarkan semua kata-kata umpatan yang ia tau bahkan setelah ketiga Gryffindor itu tak terlihat lagi olehnya. Draco sampai harus ditarik paksa oleh teman-temannya untuk pergi dan melupakan Golden Trio itu.

Sementara itu, Harry yang masih kesal tidak henti-hentinya mengutuk Draco. Ia bahkan masih belum tenang saat Hermione mengajaknya untuk duduk sebentar.

Juga, ada alasan lain kenapa Hermione meminta Harry untuk duduk sebentar. Ia kemudian menatap Ron, bertanya apakah pemuda itu iuga menyadarinya. Mengangguk, Ron ternyata memikirkan hal yang sama dengan Hermione.

"Ada apa?" tanya Harry bingung.

"Harry, kau susah mengerjakan tugasmu?" tanya Hermione tiba-tiba.

"Sudah! Berapa kali harus kubilang kalau aku sudah mengerjakannya?" jawab Harry jengkel ditanyai hal itu saat sedang kesal begini.

"Well, ramuannya masih bekerja," kata Ron dan menggaruk tengkuk yang tak gatal. Ia tidak tau lagi harus mengatakan apa.

Hermione menggeleng karena tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi. "That's the truth, then?"

Harry mengernyit bingung. Baru saja ia ingin kembali bertanya, Harry terdiam. Ia menyadari situasinya sekarang.

Harry tidak sengaja mengungkapkan perasaannya karena ramuan kebohongan itu.

"Are you... Really?" Ron tampak tidak bisa menerima begitu saja kebenaran tidak terduga ini.

Hermione pun sama saja. Ia bahkan tidak terlalu pintar untuk mencari kata-kata yang tepat sekarang. "Harusnya aku menyadarinya dari dulu. Kau yang diam-diam menatap Malfoy dan... dan... Ah, aku bahkan tidak tau harus bereaksi seperti apa!"

"Harry, kau hanya akan diam saja?" tanya Ron kesal karena Harry sama sekali tidak mau menjelaskan apa yang baru saja terjadi.

Bukannya menjawab, Harry malah berdiri. "Aku harus pergi. Profesor Dumbledore memintaku untuk menemuinya sekarang. Well, bye," katanya dan kabur secepat kilat. Hermione dan Ron bahkan tidak sempat untuk menahannya.

"Dia pasti sangat bodoh hingga harus berbohong di saat seperti ini," kata Hermione dan segera menyusul Harry.

Ron yang ditinggalkan begitu saja juga langsung mengikuti Hermione. Sepanjang ia berlari, Ron masih tidak henti-hentinya bertanya apakah ini nyata. "Bloody hell, apa yang dipikirkan oleh anak itu. Aku tidak mau menjadi ipar ferret sialan itu!" teriaknya yang untung saja tidak terdengar oleh satu pun orang di Hogwarts.

Dan sepertinya Harry benar-benar sudah kalah telak. Tidak peduli alasan apa yang akan Harry berikan, itu semua sia-sia. Kedua sahabatnya itu sudah mendengar sendiri—secara tidak langsung—kebenarannya. Pupus sudah keinginan Harry agar kehidupan percintaannya tetap tersimpan dengan damai. Hermione dan Ron pasti akan terus memberikannya pertanyaan bertubi-tubi. Well, good luck, Harry.

.


.

I Accidentally Confess My Feelings Because All I Can Say Is A Lie - Completed

.

.

A/N

Hai guys! another oneshot for our lovely Drarry^^

Btw, aku mau ngingetin aja kalau book drarry ini bisa tamat kapan aja. Karena ini emang cuman kumpulan oneshot, jadi ya, kalau ada ide aku up kalau gak ada ya aku gak up. Aku juga lagi sibuk banget akhir-akhir ini... Aku lagi siap-siap buat utbk juga moga aja aku bisa lulus di universitas yang aku pengen^^ Aku juga ada work yang lagi on-going di fandom sebelah yang gak bisa aku tinggalin... Aku juga lagi proses buat bikin fanfic drarry multichapter, cuman idenya tiba-tiba ilang ditengah jalan... Kalau work yang itu udah mantap, nanti kapan publishnya aku kasih info ya^^

That's all for today, hope you like it guys^^

See You!

Virgo