.

Sasuke tidak mengerti jalan pikiran orang kaya, begitu menginginkan sesuatu mereka langsung membelinya tanpa melihat berapa digit angka yang tertera disana.

Ketika yang lain sibuk mencari uang mereka malah bingung menghabiskan uang.

Seperti Naruto yang kini mengajak Sasuke ke salah satu langganan dimana keluarga Namikaze membeli pakaian. Satu harga setelan baju santai disana setara dengan uang saku Sasuke selama 3 bulan.

Lalu dengan gila nya Naruto langsung memilihkan 3 setel baju dengan model yang berbeda. Semuanya terlihat pas dan bagus di tubuh Sasuke sehingga Naruto memilih untuk membelinya.

Saat ini Sasuke mengenakan sebuah kemeja berwarna dark blue dengan kaus putih polos sebagai dalaman dan celana jeans bermerk yang entah Sasuke tidak bisa memperkirakan harganya.

Sasuke melirik Naruto disampingnya, pemuda itu hanya mengenakan kaos biru muda dan juga celana jeans berwarna hitam senada dengan jaket denim yang digulung hingga hampir sebatas siku.

Setelah membayar di kasir, Naruto kembali menggandeng lengan Sasuke keluar menuju arah parkiran semetara di tangan satunya memegang kantung belanja.

Dan dengan bodohnya Sasuke hanya diam pasrah mengikuti Naruto layaknya kekasih yang menurut.

Tunggu, kekasih?

Sasuke menghentikan langkahnya, ia menarik tangannya membuat Naruto heran. "Ada apa?" Tanya nya.

"Aku bisa jalan sendiri dobe" Sasuke berjalan mendahului Naruto, membuat pemuda matahari itu bisa sekilas melihat telinga Sasuke yang memerah.

Ingatkan Naruto untuk tidak menerkam pemuda Uchiha itu saat ini juga.

Membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk Sasuke dan juga Naruto sampai pada taman hiburan, susana nya pas, tidak terlalu ramai karena memang bukan akhir pekan yang biasanya adalah hari dimana pengunjung akan membeludak.

Sasuke dan Naruto berjalan-jalan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk mencoba satu persatu wahana paling menarik yang ada disana.

Naruto mengajak Sasuke ke salah satu stand yang menjual bando dengan telinga mickey, ia membeli sepasang kemudian meminta Sasuke memakai salah satunya yang tentu saja ditolak mentah mentah oleh sang Uchiha.

"Kau pikir aku bocah?" Sungut Sasuke dengan menatap tajam pada Naruto yang kini merengek seperti anak kecil.

"Ayolah sasukee~ kau pasti cocok memakainya!"

"Tidak dobe!"

"Ayolah satu hari ini saja.. ya ya ya.."

"Sekali tidak tetap tidak!"

Naruto berjalan ke sisi stand, ia kemudian berjongkok dengan aura ungu di sekelilingnya.

Sasuke mendesah seraya memutar kedua bola matanya jengah.

Kenapa Naruto sekarang malah bertingkah kekanakan? Kemana sifat menyebalkan yang membuat Sasuke setengah hidup membenci pemuda itu? Tanpa Sasuke sadari tiba-tiba ia menghampiri Naruto merebut salah satu bando itu kemudian memakainya dengan perasaan kesal.

Naruto yang melihat hal itupun sontak berdiri lalu ikut memakai salah satunya, ia lantas tersenyum cerah pada pemuda Uchiha, membuat rona merah yang samar menghiasi pipi putih Sasuke.

"Sekarang kita kemana?"

"Terserah."

Bibir tipis Naruto membentuk segaris lurus, entah kenapa ia sedikit kesal mendengar kata 'terserah'.

"Aku tidak tahu mana wahana yang ingin kau coba." Ujarnya seraya menggaruk pipinya yang sebenarnya tidak gatal dengan telunjuk.

"Aku ingin pulang dobe." Sasuke melenggang pergi begitu saja, reflek Naruto menarik pergelangan tangan Sasuke agar pemuda Uchiha itu berhenti.

"Baiklah.. baiklah.. mari kita mencoba satu persatu wahana disini." Ujarnya kemudian menyeret bungsu Uchiha itu agar berjalan tepat di sampingnya.

"Lepaskan tanganku idiot!" Bisik Sasuke seraya menyentakkan tangannya, ia membuang muka kearah samping agar Naruto tidak melihat wajahnya yang terasa seperti terbakar.

Naruto menyeringai "Kenapa? Bukannya bagus kita terlihat seperti... kekasih?" Ujarnya dengan membisikkan kata terakhir pada Sasuke.

"Usuratonkachi!"

Naruto tergelak mendengar umpatan Sasuke untuknya. Sedangkan si pemuda Uchiha berjalan lebih cepat, berusaha menghindar dan menetralkan degup jantungnya yang berdebar keras.

"Oi Sasuke! Tunggu aku!"

"Hn"

Sasuke mendengus jijik seraya memijit tengkuk pemuda pirang yang sedang berjongkok sibuk mengeluarkan isi perutnya.

"Bodoh, kalau takut kenapa naik"

Naruto menyeka sudut bibirnya, "Aku tidak takut teme!"

Sasuke menyodorkan sebotol air mineral ketika Naruto berdiri. "Kau takut, bodoh."

Naruto menerima minuman tersebut "Sial, aku tidak akan menaiki jet coaster itu lagi" ujarnya seraya meneguk air dengan rakus.

Sasuke menuntun Naruto mendudukkan dirinya di sebuah kursi taman. Naruto menyenderkan kepalanya ke punggung kursi, membiarkan angin menyapu wajahnya yang berkeringat dingin.

Tentu masih segar dalam ingatan Sasuke betapa antusiasnya Naruto ketika melihat bagaimana jet coaster itu meluncur dengan cepat, meliuk dan berbelok tajam.

Dengan semangat pemuda matahari itu mengajak Sasuke menaikinya, memang terasa menegangkan, bahkan Sasuke sendiri sempat beberapa kali menahan napas, tapi ia tidak menyangka begitu mereka turun Naruto langsung berlari kearah semak.

"Sasuke.."

Pemuda Uchiha menoleh, iris kelamnya bertubrukan dengan safir jernih yang membuat ia seakan bisa melihat pantulan dirinya disana.

Detakan keras lagi-lagi terasa oleh kedua pemuda, tatapan intens membuat darah mengalir dengan cepat, hal ini terasa seperti menaiki jet coaster mendebarkan namun juga menyenangkan.

"Aku.. ingin mencoba wahana lain"

Sasuke speechless, bisakah ia mengubur Naruto hidup-hidup saat ini juga?

"Usuratonkachi, jiwa mu bahkan masih setengah melayang"

"Tidak, aku baik-baik saja" Naruto menegakkan tubuhnya dan kembali tersenyum cerah pada Sasuke.

Hey, apa Namikaze ini sedang kerasukan? Ia sepertinya sudah tersenyum terlalu banyak hari ini.

"Ayolah teme, kapan lagi bisa menghabiskan waktu disini kan?"

Sasuke mendengus, wajah datarnya menjadi semakin datar ketika melihat ekspresi memelas Naruto yang sengaja dibuat-buat. "Memangnya kau tidak pernah kesini?"

"Tidak" Jawaban Naruto membuat kening Sasuke mengerut. Pantas saja Naruto antusias sekali meskipun berakhir muntah-muntah, ternyata baru pertama kali.

"Ayah dan ibu tidak pernah mengajakku kemari, begitu pula dengan pengasuhku dulu juga tidak pernah. Aku hanya bermain di rumah, dengan para pelayan tentunya." Naruto terkekeh ketika baru menyadari kalau masa kecilnya terdengar begitu suram.

"Aku dulu sangat ingin mempunyai teman, ketika sekolah dasar teman-teman menjauhiku entah karena apa, karena itu ibu memutuskan agar aku mengikuti home schooling saja ketika sekolah menengah pertama." jelas Naruto dengan mata menerawang, seolah olah ia kembali pada masa-masa buruk di sekolahnya dahulu.

"Apakah itu alasan mengapa kau mengencani banyak perempuan?"

Naruto terbahak mendengar pertanyaan Sasuke. Pertanyaan itu terdengar polos di telinganya dan itu membuat Sasuke tampak manis.

"Mungkin bisa dibilang begitu?" Ujar Naruto ketika tawa nya mereda, "Sudahlah, ayo kita coba permainan lainnya." Lanjutnya.

Naruto berdiri seraya menggenggam tangan Sasuke, dan entah kenapa Sasuke merasa tidak keberatan, sehingga tanpa sadar ia menggenggam balik tangan hangat sang pemuda matahari.

Waktu cepat berlalu, tak terasa hampir semua wahana sudah dicoba oleh kedua pemuda kontras tersebut.

"Haahhh.. aku lelah sekali" keluh Naruto seraya merenggangkan tubuhnya.

Sasuke mendengus geli, "itu karena kau terlalu bersemangat dobe."

Naruto terkekeh, "Benarkah? Aku tidak merasa seperti itu."

"Yang benar saja." bagaimana ia tidak merasa, dari tadi yang sibuk menyeret Sasuke kesana kemari dengan antusias. Sasuke mengedikkan bahunya, ia kemudian meneguk air mineral yang sedari tadi ia genggam.

"Heee... mungkin itu karena aku senang bersamamu"

"Uhuk!"

"Sasuke?! Kau tak apa?!"

Mereka berhenti berjalan, Naruto mengelus punggung Sasuke yang masih terbatuk.

"Sial- uhuk-"

"Jangan tergesa ketika sedang minum"

Sasuke mengutuk dalam hati, justru Naruto lah yang membuat Sasuke tersedak.

Beberapa saat kemudian batuk Sasuke mereda. Mereka melanjutkan perjalanan hingga menuju parkiran.

"Kau ingin makan dulu?" Celetuk Naruto ketika mereka telah berada di dalam mobil.

"Aku tidak lapar"

"Benarkah? Kalau begitu kita langsung pulang saja" ujar pemuda Namikaze seraya menyalakan mesin mobil.

"Hn"

"Sebenarnya aku berencana mengajakmu untuk makan malam di rumahku dulu"

Naruto tersenyum pada Sasuke, membuat pemuda Uchiha mengumpat dalam hati karena lagi-lagi ia merasa wajahnya memanas, namun tak dapat dipungkiri, ia menyukai senyum itu.

"Oh aku hampir lupa. Terima kasih"

Jantung Sasuke lagi-lagi berdetak kencang, ia hanya bisa berharap Naruto tidak akan mendengarnya. Sialan si dobe ini, jika seperti ini terus bisa-bisa Sasuke akan terkena penyakit jantung

Naruto mendekat, sedikit demi sedikit memangkas jarak antara ia dan pemuda Uchiha yang saat ini hanya bisa bergeming karena seluruh tubuhnya menolak untuk bergerak. "Terima kasih untuk hari ini.. aku tidak akan pernah melupakannya" bisik Naruto selembut kapas.

Wajah Naruto semakin mendekat sehingga Sasuke dapat merasakan napas hangat sang Namikaze. Kelopak mata seputih salju kini terpejam erat, menunggu sesuatu yang sangat mendebarkan.

Klik

Eh?

Hangat tubuh terasa menjauh, Sasuke membuka matanya perlahan.

"Jangan lupa pakai sabuk pengaman"

Bolehkah Sasuke mengubur diri sekarang juga?



Sasuke menggeliat pelan sebelum perlahan membuka mata, ia memutar tubuhnya menghadap ke arah jendela yang masih tertutupi oleh tirai.

Ia kemudian beringsut menuruni kasur dan berjalan kearah jendela. Tubuhnya terasa letih, ia bahkan bisa mendengar gemeletuk persendiannya ketika menggerakkan tubuh tadi, ini semua gara-gara si kuning idiot itu yang seenaknya mengajaknya pergi membolos ke taman hiburan–rutuknya dalam hati.

Bungsu Uchiha menyibak tirai yang menghalangi sinar matahari masuk, mata yang awalnya sayu mendadak terbuka lebar ketika melihat sebuah mobil yang ia kenali masuk ke halaman rumahnya. Ia lekas menolehkan kepalanya untuk melihat jam yang menempel pada dinding kamarnya.

"Sial!"

Dengan cepat Sasuke menyambar handuk kemudian melesat menuju kamar mandi.

Sementara Sasuke tengah terburu-buru untuk bersiap, seorang pemuda bersurai coklat panjang sedang disambut oleh sang nyonya Uchiha.

"Ah teman nya Sasuke ya? Silakan masuk!"

Pemuda itu tersenyum kearah Mikoto, "Terima kasih bibi, saya akan menunggu disini saja" tolaknya halus, tak lupa dengan membungkukkan badan dengan sopan.

"Ehh jangan begitu, ayo masuk dan ikut sarapan bersama" Mikoto menghampiri Neji yang berdiri di samping mobilnya, tanpa bisa menolak Neji akhirnya mengiyakan ajakan Mikoto dan berjalan di belakangnya.

Fugaku yang muncul dari arah dapur menuju ruang makan mengernyit heran ketika melihat seorang pemuda asing berjalan di belakang sang istri yang kemudian menyuruhnya duduk di seberang tempat duduk sang kepala keluarga.

"Anata, ini adalah teman Sasuke" ujar Mikoto seraya menepuk pundak Neji pelan.

Neji berdiri kemudian membungkukkan tubuhnya, "Hyuuga Neji, saya kemari untuk mengajak Sasuke berangkat bersama"

Fugaku tak banyak menanggapi, ia hanya mengangguk samar dan diam menyeruput ocha buatan sang istri seraya membaca Koran pagi. Sedangkan Mikoto kembali ke dapur untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya, semetara Neji kembali duduk dan mengeluarkan benda persegi dari dalam saku.

Sang Uchiha senior melirik dalam diam.

Tak berapa lama kemudian Sasuke berjalan tergesa menghampiri pemuda Hyuuga yang terlihat sedang memainkan ponselnya. "Ayo berangkat." Ajaknya seraya mengambil selembar roti kemudian mengoleskan selai dengan sedikit berantakan.

"Sasuke tidak sarapan dulu?" teriak Mikoto dari arah dapur.

"Tidak ada waktu bu, ayo Neji"

Neji mengangguk kemudian berdiri dan berpamitan pada Fugaku dan Mikoto, setelah itu ia menyusul Sasuke yang telah lebih dahulu keluar dan menunggunya di depan mobilnya seraya menghabiskan roti.

Tuan muda Hyuuga itu membukakan pintu untuk Sasuke dan mempersilakan bungsu Uchiha itu masuk sebelum ia ikut memasuki mobil mewah tersebut.

Mobil Neji pun keluar dari halaman rumah keluarga Uchiha.

"Kemarin kau tidak masuk?" Tanya Neji setelah beberapa saat terdiam, membuat Sasuke sedikit kikuk namun berhasil ia tutupi dengan ekspresi datarnya.

"Sakit."

"Benarkah?" Neji menaikkan sebelah alisnya.

"Hn.. ya"

"Lalu siapa orang yang kemarin baru saja ke taman hiburan bersama dengan tuan muda Namikaze itu hm?"

Sasuke sedikit menggerakkan tubuhnya, entah kenapa tiba-tiba saja ia merasa tidak nyaman berada disini "Kau tahu darimana? Seingatku aku tidak memberitahu siapapun jika aku membolos" Sasuke mengerutkan dahi. Apa Neji memata-matainya? Sasuke merasa agak ngeri pada pemuda di sebelahnya ini.

"Aku sudah bilang padamu jika aku tidak suka kau berdekatan dengannya, lalu apa yang ku temui? kau bahkan membolos dan berduaan dengannya seharian" rahang Neji mengeras, rasa cemburu begitu membuncah di hatinya, tanpa sadar ia menekan pedal gas lebih dalam.

Rasa takut mendadak muncul dalam hati Sasuke, "Itu hanya kebetulan Neji, kau tidak perlu semarah itu" ujar Sasuke dengan suara lirih.

Neji menekan pedal rem secara tiba-tiba, hampir saja Sasuke terbentur dashboard jika seandainya ia tidak menggunakan seat belt. Belum saja keterkejutannya hilang, Neji memukul kemudi dengan keras, membuat Sasuke berjengit.

Tak dapat dipungkiri bahwa melihat wajah Neji yang sedang emosi membuat Sasuke sedikit takut. Sasuke sama sekali tidak menyangka bahwa pemuda yang ia ketahui begitu tenang dan penyabar itu bisa bertingkah mengerikan seperti ini.

Firasat Sasuke tidak enak.

"Kalau begitu jadilah kekasihku!"

Nah kan.


Naruto menguap, hari ini ia kembali absen karena ayahnya tiba-tiba meminta Naruto untuk mengikuti rapat bersamanya. Dan disinilah Naruto terjebak sekarang, ditemani dengan Samui, sepupu cantiknya yang super yandere. Lihat saja wajah yang selalu tertekuk itu, membuat Naruto ingin sekali menyetrika nya.

Naruto dan Samui terpaut selisih usia beberapa tahun, Samui yang sudah selesai dengan studi nya pun memilih untuk bekerja di perusahaan yang dirintis oleh kakeknya ini. Berbeda dengan Naruto yang dari awal sama sekali tidak ingin bersentuhan dengan kertas-kertas yang selalu dikeluhkan ayahnya setiap kali pulang ke rumah.

Jadi terkadang Naruto dibimbing oleh Samui yang menggantikan Minato ketika pimpinan perusahaan itu sedang ada keperluan.

"Kau salah lagi Naruto bodoh!" sungut Samui seraya memukulkan map ke kepala Naruto. Membuat pemuda itu mendelik.

"Cukup ingatkan saja, tidak perlu memukul kan?!" ketus pemuda pirang itu.

"Kau sudah tiga kali melakukan kesalahan! Bukankah kau sudah biasa membuat laporan?"

Naruto mendengus seraya memalingkan wajahnya, "Aku sedang tidak mood"

Dahi Samui berkedut mendengarnya, sekali lagi ia memukulkan map berisi laporan itu ke kepala Naruto, "Kau ini malasnya minta dibunuh ya?! Dasar kekanakan"

"Terserah" jawab Naruto tak acuh.

Naruto memutar kursinya ke belakang, memandang jalanan yang terlihat kecil dari tempatnya sekarang, dinding yang terbuat dari bahan kaca membuatnya leluasa melihat pemandangan luar, memandang langit yang senada dengan warna matanya.

Jujur saja ia ingin bertemu dengan Sasuke, padahal baru kemarin mereka menghabiskan waktu bersama, hari paling berkesan bagi Naruto karena ia bisa melihat sisi lain dari Sasuke yang ia kenal selama ini, ia bisa melihat bagaimana wajah yang biasanya bengis padanya berubah lunak. Sasuke melembut padanya.

Ah Naruto merindukan pemuda Uchiha itu.

Naruto tersenyum membayangkan jika suatu hari ia bisa berkencan dengan pemuda angkuh itu. Apalagi jika mereka mampu melanjutkan hubungan menuju jenjang yang lebih serius, kemudian menikah lalu hidup bahagia selamanya.

indah sekali

Ketika Naruto larut dalam imajinasinya, suara Samui yang terdengar tiba-tiba seketika membuyarkan lamunan Naruto

"Naruto, kapan tanggal pertunanganmu diumumkan?" Naruto mendengus kesal akan pertanyaan menyebalkan sepupunya ini.

"Masih cukup lama, aku harus menyelesaikan sekolahku dulu." ketusnya, hal itu bisa dipikirkan nanti, dan Naruo sedang tidak dalam mood yang bagus untuk membahasnya.

Samui memutar bola matanya, "Hei itu terlalu lama, bagaimana jika nanti tunanganmu diambil orang?"

"Masalah itu urusan ayah dan ibu, mereka yang terlalu bersemangat dan aku hanya mengikuti kemauan mereka saja" memang benar apa kata Naruto, selain menekannya untuk menjadi penerus sang ayah, mereka juga menekan Naruto untuk segera mendapatkan pasangan. sungguh, Naruto tak habis pikir dengan jalan pikiran orang tuanya. dasar kolot.

Gadis itu beranjak dari duduknya, "Kau terlalu santai sih, yasudah kalau begitu, sebentar lagi ada klien yang ingin bertemu jadi bersiaplah. Oh iya, jangan lupa kau ada janji untuk menraktirku malam nanti. " ujarnya terakhir kali sebelum menghilang dibalik pintu yang kembali tertutup rapat.


Sasuke hanya diam pada bangku miliknya, perkataan sang ibu terus menerus berputar di kepalanya bagaikan sebuah kaset rusak.

"Ibu baru mendapat telepon jika Itachi mengalami kecelakaan dan mengalami patah tulang pada kakinya"

Kepala bersurai raven menggeleng, berusaha mengenyahkan perasaan cemas terhadap sang kakak.

flashback

"Ayah dan ibu harus berangkat kesana untuk melihat keadaannya, tapi kakakmu itu bersikeras jika ia baik-baik saja"

Sasuke melihat wajah sang ibu yang nampak cemas "aku tahu Itachi akan berkata seperti itu karena biaya untuk terbang kesana terlalu mahal jika hanya untuk menjenguknya-" Sasuke menghentikan kalimatnya, ia menatap gelas kosong di tangannya "-kalau begitu pakailah tabunganku"

mikoto terkejut mendengar perkataan Sasuke "tidak, itu adalah tabungan yang sudah Sasuke kumpulkan untuk masuk universitas, mana mungkin bisa ibu mengambilnya!" tukas Mikoto tegas, ia tahu sendiri bahwa Sasuke bekerja part time untuk mendapatkan uang tabungan untuk bisa memasuki universitas yang sama dengan sang kakak, bahkan jika ada uang lebih pun Sasuke takkan menyimpannya sendiri, ia akan menyerahkannya pada sang ibu untuk menambah uang dapur mereka.

"Tidak apa bu, aku bisa mengumpulkannya lagi, atau aku akan mendaftar sebuah beasiswa agar biaya yang akan ditanggung nanti tidak terlalu besar"

flashback off

Sakura memerhatikan Sasuke yang terlihat murung semenjak tadi pagi. Entah apa yang terjadi pada pemuda itu, Sakura ingin sekali bertanya namun ia takut jika pertanyaannya akan membuat mood pemuda Uchiha itu semakin memburuk.

Gadis merah jambu itu memainkan pulpen di tangannya, ini sudah memasuki jam makan siang yang artinya ia harus ke kantin, namun ia tidak mau meninggalkan Sasuke sendirian, Sakura kini memikirkan hal apa yang kira-kira dapat menaikkan mood sang sahabat agar ia ada teman untuk perrgi ke kantin.

"Naruto sakit?"

Seketika perhatian Sakura teralihkan pada dua teman sekelasnya Ino dan juga Tenten, yang tengah asik membicarakan Naruto karena pemuda itu kembali absen pada hari ini.

"Kudengar begitu. Semoga saja ia baik-baik saja-"

Tenten mengangguk seraya melahap roti melonnya dalam diam.

"-Jika ia masuk rumah sakit aku bersedia menjaganya seharian penuh" lanjut Ino seraya menangkupkan kedua tangan ke wajahnya yang dibuat lesu.

Kepala Sasuke menegak, hal itu tak luput dari pengelihatan Sakura.

"Hei kau ingin Naruto masuk rumah sakit?!"

"Aku hanya mengatakan apa yang ada dalam pikiranku. Bukankah tidak baik memendam sesuatu?"

"Tapi itu sama saja kau mendoakannya dasar Ino-pig"

"Hei!"

Sasuke tiba-tiba berdiri, ia berjalan keluar kelas meninggalkan Sakura yang menatapnya dengan pandangan heran, hal itu sontak saja membuat gadis merah muda itu berlari menyusul Sasuke.

"Sasuke tunggu!" panggilnya sedikit berteriak, namun tak digubris oleh sang Uchiha yang tetap berjalan bahkan tidak menoleh sedikitpun.

Sakura sedikit mendengus ketika berhasil menyusul, ia berjalan di samping Sasuke yang tetap diam."Hei kau kenapa sih? Kau mau kemana? Aku ikut ya?"

Sasuke menoleh sekilas, "Hn"

Atap adalah tujuan Sasuke, setibanya disana Sasuke duduk lalu menutup mata sebelum menyandarkan dirinya di railing yang membatasi lantai paling atas itu, ditemani dengan Sakura yang duduk bersebelahan dengannya sambil memainkan ujung jarinya di lantai beton.

Sakura yang tidak begitu suka keheningan pun akhirmya memilih memberanikan diri untuk bertanya, ia membenarkan posisi duduknya "Kau tidak terlihat seperti biasanya, ada apa?" Tanya nya tanpa melihat kearah Sasuke.

Sasuke diam, membuat Sakura merasa sedikit bersalah karena telah bertanya. Mungkin saja hal itu privasi dan Sasuke tidak ingin mengatakannya pada siapapun.

"Umm.. Jika tidak apa-apa jika kau tidak-"

"Hn, bukan masalah besar" sahut Sasuke.

Sakura sangsi , masalah kecil tidak akan membuat Sasuke terlihat seperti ini.

"Apa ini masalah keluarga? Aku tidak akan bertanya lebih lanjut kalau memang begitu"

"Hm, atau ini masalah.. perasaan?" Tanya Sakura kembali dengan nada yang semakin mengecil di akhir kalimat.

Hei kenapa makhluk pink ini peka sekali?



Angin malam yang dingin membelai lembut wajah pemuda berkulit seputih salju itu, surai sehotam arang sedikit berayun, sedikit menggigil pemuda tersebut memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket yang ia kenakan

Sasuke pulang telat hari ini karena Kakashi-sensei memintanya untuk membantu memasukkan rekap nilai ualangan harian selama satu bulan ini. Sasuke tak heran mengapa baru di rekap pada akhir bulan ini, mengingat kelakuan sang sensei yang terkadang pemalas dan tidak disiplin itu.

Dan karena itu juga Sasuke terpaksa harus langsung berangkat menuju tempat kerjanya tanpa pulang terlebih dahulu. Dasar Kakashi

Kakinya berhenti tepat satu jengkal dari aspal ketika lampu penyeberangan berubah merah, satu persatu orang-orang ikut berhenti tepat di samping dan belakangnya. 

Seraya menunggu lampu hijau, mata oniks mulai mengedar ke daerah seberang. Dapat dilihatnya deretan restoran dan kafe yang cukup ramai pengunjung yang kebanyakan adalah para anak muda.

Mata itu terus mengawasi, hingga menemukan pemuda yang digandeng dengan mesra oleh seorang perempuan.

Sepasang kekasih.

Mendadak Sasuke merasa lampu hijau lama sekali tak kunjung datang. kenapa ia harus melihat pemandangan seperti itu?

Oniksnya kembali bergulir, hingga ia menemukan sebuah mobil yang ia kenali baru saja parkir di depan sebuah restoran yakiniku.

Tak lama kemudian seseorang keluar dari arah kursi kemudi. Si pemuda oniks mendengus.

Tepat setelah itu keluarlah seorang perempuan cantik yang langsung menggandeng pemuda yang baru saja keluar dari mobil tersebut.

Mereka kemudian berjalan memasuki restoran. Sedangkan pemuda oniks itu kembali hanya terdiam.

Bukan urusanku, ujarnya dalam hati.


Naruto menatap malas pada Samui yang masih sibuk memilih menu yang ingin dia makan.

"Bisakah sedikit lebih cepat?" Ujarnya dengan nada malas.

Samui mendecak "Lebih baik kau diam dan biarkan aku memilih"

Pemuda Namikaze itu mengeluarkan ponselnya. Ia membuka salah satu kontak dan mengrimkan sebuah pesan.

Sedikit lama ia menunggu, namun tidak ada balasan sama sekali. Naruto meletakkan ponselnya dan menumpukan sikunya pada meja, kemudian mengurut pangkal hidungnya.

"Naruto?" Panggil Samui

Mendengar namanya terpanggi, NAruto mendongakkan kepalanya "Kau sudah memesan?" tangannya terjulur mengambil buku menu yang disodorkan Samui padanya.

Samui melihat Naruto dengan tatapan heran "Kenapa kau kusut sekali? Ada masalah?"

Naruto tidak tahu pasti kenapa ia merasa kesal, terlebih lagi seseorang telah mengabaikan pesannya sejak tadi pagi. Naruto kemudian menutup buku menu dan menyerahkannya pada pelayan yang kemudian undur diri untuk menyiapkan pesanan.

"Naruto, ada yang perlu aku bicarakan"

"Apa"

jemari Smui yang lentik bermain diatas meja "Sebeneranya aku tidak yakin akan membicarakan hal ini sekarang, karena bisa saja kau pergi tanpa membayar pesananku, kau kan selalu seenaknya sendiri" ujar Samui seraya terkekeh, menimbulkan perempatan imajiner di dahi Naruto. "Aku hanya bercanda" lanjutnya.

Naruto memutar bola mata jengah "Katakan"

Samui melipat tangannya di depan dada dan menumpukannya diatas meja "Aku rasa cukup kau bermain-main Naruto, terlebih lagi hanya kau satu-satunya harapan bagi ayahmu"

"Ck.. kau mengajakku kemari untuk menceramahiku?"

"Bukan begitu.. ini semua tentang paman Minato, dia berusaha sangat keras untuk dapat membangkitkan perusahaan ini, kau masih ingat kejadian lima tahun lalu?"

Suasana mendadak muram, Naruto pun kehilangan kata-kata. Kalau ditanya tentang kejadian 5 tahun lalu tentunya Naruto sangat mengingatnya. Ia ingat bagaimana ayahnya bekerja sangat keras hingga jatuh sakit selama berhari-hari, kala itu pun Kushina sang ibu tidak dapat melakukan apa-apa. Sering terjadi pertengkaran, dan semakin lama suasana di kediaman pun terasa semakin dingin.

Ditambah lagi ketika itu rumahnya terancam akan disita oleh bank. Naruto sangat kesal, ia membenci hal semacam ini, ia benci hal yang berurusan dengan perusahaan. Naruto benci ketika keluarganya hampir saja berantakan hanya karena perusahaan bodoh itu.

Naruto sungguh tidak ingin terlibat didalamnya.

Samui yang sedari tadi memerhatikan Naruto tentu saja melihat perubahan suasana hati yang begitu jelas pada wajah pemuda kuning itu.

Sesungguhnya Samui pun tidak ingin mengingatkan kembali Naruto tentang kejadian itu. Namun Naruto begitu bebal dan keras kepala, ia bahkan sudah merasa kehabisan rencana untuk membuat Naruto mau mengurus perusahaan.

"Ingatlah Naruto, tidak semua hal yang kau anggap buruk itu selamanya buruk. Banyak sisi baik jika kau mau mencarinya perlahan."

"....."

"Mengurus perusahaan memang bukanlah perkara mudah, namun pikirkanlah keluargamu.. sekali ini saja jangan bertingkah kekanakan"

"....."

"Kau adalah penerus dari perusahaan, kau anak tunggal Minato Namikaze. kami seluruh keluarga Namikaze berharap padamu, Naruto. tidak ada lagi yang lebih baik mengisi posisi itu dibandingkan dengan dirimu."

Naruto mendongak "Bagaimana denganmu? Kau sebenarnya juga tidak mau kan duduk di kursi itu? Kau juga egois Samui!"

Samui memejamkan mata, menyandarkan tubuhnya indahnya pada punggung kursi, "Aku wanita Naruto, ada saatnya aku nanti akan berhenti dari perusahaan dan lebih memilih fokus pada keluarga kecil ku, kewajiban kita berbeda, yang paling cocok untuk tanggung jawab ini adalah dirimu"

"Lalu bagaimana dengan yang Deidara? aku rasa dia juga mampu mengurusnya"

"Naruto, kakek sudah memilih dirimu"
.

.

.
Sasuke baru saja selesai mencuci gelas ketika rekan kerjanya yang paling baik -menurut Sasuke- menghampirinya seraya menyodorkan air mineral padanya "Kau tampak tidak bersemangat" ujar Juugo seraya menatap Sasuke heran.

Sasuke mengelap tangannya kemudian menerima air tersebut, "Aku baik-baik saja Juugo-san" ia membuka tutup botol tersebut, namun urung ketika akan meminumnya.

Juugo menaikkan sebelah alisnya "Kenapa? Kalau kau lelah aku akan bicara pada mana-"

"Tidak perlu" sela Sasuke, "Aku rasa kita harus segera kembali bekerja, pelanggan lumayan banyak malam ini"

Sasuke berjalan meninggalkan Juugo. Memang benar, ada kecamuk di kepalanya yang tidak bisa ia deskripsikan.

Perasaannya sungguh kacau entah karena apa dan makin memburuk saat ini.

Buku menu diambil ketika ada yang memanggilnya, Sasuke mencatat semua pesanan dan kemudian menyerahkannya pada barista yang bertugas meracik pesanan.

Tak lama setelah pesanan siap, ia pun mengantarkannya.

"Apa ini?! Aku tidak memesan minuman ini!"

Suara teriakan memenuhi penjuru kafe, membuat seluruh pelanggan menoleh antara terkejut dan penasaran.

Sasuke menundukkan kepalanya, "Maaf tapi saya sudah mencatatnya dengan benar-"

Wanita itu menggebrak meja, membuat 2 cangkir matcha latte menumpahkan sedikit isinya, "Tapi aku tidak memesan ini! Kau sungguh tidak becus! Aku ingin bertemu dengan managernya!"

Sasuke tersentak dan refleks mendongakkan wajahnya "Maaf nona! Aku sudah mencatat pesananmu dengan benar! dan masalah sepele ini tidak perlu dibesar-besarkan" Ujarnya dengan sedikit emosi.

"Kau berani menentang pelanggan?!!"

"Aku-"

"Cukup Sasuke!"

Sasuke menolehkan kepalanya terkejut, melihat sang manager yang berjalan menghampiri keduanya.

Sasuke ditarik ke belakang, sang manager pun meminta maaf dan bersedia mengganti pesanan wanita tersebut "Saya meminta maaf atas kelalaian pegawai Saya, jika mau kami bersedia membuatkan kembali pesanan anda dan anda tidak perlu membayar sebagai tanda permintaan maaf dari kami"

"Aku ingin pelayan kurang ajar itu dipecat!"
.

.
Sasuke makin kacau, terlebih lagi kini ia tengah berhadapan dengan sang manager, fokusnya tak dapat tertumbuk pada satu hal.

"Aku tidak tahu kenapa kerjamu buruk malam ini. Kau bahkan berani bertengkar dengan pelanggan"

Sasuke menunduk, "Aku tidak bermaksud begitu" lirihnya.

"Aku tidak akan memperpanjang masalah ini, tapi sebagai gantinya gajimu minggu ini akan kupotong. Mengerti?" Terasa begitu berat, dan dingin sekali nada bicaranya.

"Saya mengerti"

"Kau boleh keluar, berkemaslah dan pulang lebih awal."

"Baik"

Tanpa membantah, Sasuke pun undur diri.

Di luar ruangan, Juugo sudah berdiri menunggu Sasuke seraya membawa pakaian dan juga helm di tangannya.

"Ayo, aku antar"
.

.

.
Tbc