Ponselnya berdering. Untungnya posisi tidur Osamu tidak jauh dari nakas, ia tidak perlu melepaskan tangannya dari gadis itu. Dengan agak mengerang karena memang ia terbangun oleh suara telepon, Osamu meraih ponselnya dari atas nakas, melihat nama 'Kunikida' di layarnya dan langsung menyentuh tulisan 'terima'.

"Pagi, Kunikida-kun," sapa Osamu.

"Ini sudah pukul sepuluh, Dazai! Dimana kamu?!" sahut yang di seberang.

"Sst! Jam sepuluh itu masih tergolong pagi, tahu!" jawab Osamu, agak berbisik. Dia melirik ke arah gadis yang masih terlelap di sebelahnya, memastikan perempuan itu tidak terbangun karena kaget seperti dirinya. "Aku masih enak bobok di ranjang."

Terdengar helaan berat dari seberang, Osamu tahu bahwa rekan kerjanya pasti paham alasan dirinya tidak segera turun dari ranjang saat ini. "Ya sudah, pastikan kau segera ke kantor begitu dia bangun, paham?"

"Oki-doki!" Dan sambungan telepon terputus.

Osamu menaruh lagi ponselnya di nakas samping ranjang, lalu tersenyum lembut pada gadis di sebelahnya. Tangan kirinya masih sibuk memeluk pinggang polos Si Gadis, jadi Osamu menggoyang pelan lengan temannya menggunakan tangan kiri.

"Bangun, Sayang, sudah jam sepuluh," gumam Osamu lembut. Ia mendengar erangan dari gadis itu, tampaknya masih ingin tidur. Jadi Osamu menepuk pelan pipi Si Gadis. "Sayang, ayo bangun, Kunikida sudah menelepon tadi, lho."

Gadis itu mengerang sekali lagi sebelum perlahan membuka mata dan menatap kesal pemuda di sebelahnya dengan pipi merona. "Jangan panggil aku 'sayang', Dazai-san."

Terkekeh, Osamu mengusap puncak kepala Si Gadis, membuat rambutnya makin berantakan. "Jika kamu tidak berhenti memasang tampang manis tiap aku memanggilmu 'sayang', maka aku juga tidak akan berhenti memanggilmu begitu."

Langsung saja gadis itu memukul dada Osamu dengan bantal, tapi pemuda itu hanya terkekeh saja sebagai balasannya. "Tidurmu nyenyak?"

Tatapan kesal gadis itu lenyap. Ia mengangguk dan perlahan tersenyum kecil. "Berkat Dazai-san, seperti biasa. Terima kasih, ya."

Osamu tersenyum juga. Ia mengulurkan tangannya pada gadis itu, memainkan sejumput poni gadisnya sebelum diselipkan dengan sayang di telinganya.

.


.

Disclaimer: Bungou Stray Dogs adalah ciptaan Asagiri Kafka dan Harukawa Sango, The Pillow Book adalah karya Sei Shonagon, 'Kiyohara Nagiko' dipercaya sebagai salah satu kemungkinan nama asli dari Sei Shonagon, Author tidak mengambil keuntungan.

Warning: Agak slow burn, Dazai x OC, alur canon (manga, anime, novel), sebisa mungkin tidak mary-sue.

.

.

Osamu Dazai and His Sun
by Fei Mei

.

Chapter 2

.


.

"Ah, siang, Nagiko!" sapa Kak Akiko.

Gadis itu, Nagiko, tersenyum. "Selama siang, Aki-nee, habis belanja?"

Kak Akiko mengangguk sambil memamerkan kantong kertas berisi penuh barang di tangan, sembari keduanya menaiki tangga untuk menuju kantor. "Hari ini telat bangun?"

Wajah Nagiko menghangat. "Tidurku lelap sekali semalam."

Sang Dokter pun tertawa. "Bagus, bagus! Sesuka apapun aku menyiksa rekan kerja kita agar bisa kuobati, aku juga tidak tega kalau harus mengobatimu yang membuat dirimu sendiri pingsan demi bisa tertidur!"

Nagiko pun terkekeh gugup mendengarnya. Pasalnya, memang itulah yang pernah dia lakukan jika ingin terlelap barang sedikit saja. Dulu ia sampai minta bantuan Kak Akiko itu untuk membuatnya pingsan, tapi pernah juga ia harus membenturkan kepalanya sendiri dengan keras sampai tidak sadarkan diri lalu tahu-tahu saat tersadar ia sudah ada di ruang perawatan Si Dokter. Jika selama ini ia tidak pernah mengalami gegar otak atau apa pun, maka Dokter Yosano Akiko-lah jawabannya.

Ia membuka pintu kantor dan membiarkan Kak Akiko yang kedua tangannya penuh dengan kantong belanjaan masuk duluan. Telinga Nagiko langsung disambut suara ketikan kibor para pegawai terutama Kunikida-san, dan suara kunyahan Ranpo-san. Meja kerjanya berada tepat di sebelah Si Detektif Terhebat di Dunia, jadi seperti biasa Ranpo-san akan langsung menawarkan keripik pada Nagiko begitu gadis itu menarik kursi untuk duduk di tempatnya.

"Nagiko," panggil Kunikida-san, Nagiko pun menoleh. "Sepertinya kamu lupa menulis nama di laporanmu semalam."

"Ah! Maaf!"

Padahal mungkin baru tiga detik ia duduk di kursi, Nagiko langsung bangkit lagi untuk memeriksa kertas laporan yang disodorkan Kunikida-san. Benar juga, ia belum menuliskan nama, untunglah ia minta tolong rekan kerjanya untuk mengecek tulisannya sebelum diarsipkan. Jadi ia mengambil pena dan menuliskan 'Kiyohara Nagiko' di paling bawah tulisan laporannya.

"Selain itu, apa laporanku sudah benar?" tanya Nagiko ketika ia menyodorkan kembali lembar itu pada seniornya.

Kunikida -san tersenyum. "Sudah benar, tidak ada masalah, laporanmu sangat detil seperti biasa, itu bagus."

"Nyam, orang yang hobi baca buku, nyam, tulisannya sering beda ya, nyam," celetuk Ranpo-san yang kini asyik melahap kue yang dibeli Kak Akiko.

Nagiko tersenyum kecil mendengarnya, tapia gak meringis juga dalam hati. Pasalnya Nagiko banyak membaca buku bukan karena dia hobi atau senang akan aktivitas tersebut. Kemampuan spesial yang membuatnya tidak bisa terlelap membuatnya memutuskan untuk menghabiskan waktu malam hari dengan membaca buku, makanya sekarang judul buku yang telah ia baca terlampau banyak untuk ukuran gadis berumur 21 tahun.

"Oh iya, mana Dazai? Kalian tidak datang bersama?" tanya Kunikida-san kemudian.

Nagiko menggeleng. "Dia bilang agar aku ke kantor duluan."

Seniornya yang ini mengerang, mengambil ponsel dan memencet panel nomor dengan kasar lalu menempelkan ponselnya ke telinga. "KAMU DIMANA, DAZAI?!" Kemudian Kunikida-san mengetuk-ngetuk kasar jemarinya di meja kerja, lalu mengumpat. "Sial, malah masuk pesan suara!"

"Dia pasti sedang menjalankan misi pribadinya untuk bunuh diri," tutur Ranpo-san. "Nagiko, semalam kalian tidur di tempatmu atau di tempatnya?"

"Eh? Anu, di tempatku," jawab Nagiko jujur.

"Heee, tadi pagi Kunikida sempat telepon ke ponsel Dazai, kan?" tanya Ranpo-san lagi memastikan, dijawab anggukan Si Kacamata. "Berarti, mungkin saat ini dia sedang mencoba menyeburkan dirinya ke sungai, atau malah sudah tenggelam."

hah?

Lalu Kunikida-san langsung bangkit dari kursinya, mengumpat dan meneriaki nama 'Dazai' sambil berlari keluar dari ruang kantor. Nagiko agak sweatdrop, tapi hal ini bukanlah hal baru di Agensi Detektif Bersenjata. Gadis itu kembali ke tempat duduknya dan mulai menyalakan komputer.

"Oh iya," ujar Ranpo-san di sebelahnya. "Kenji-kun bilang bahwa dia akan kembali mencari informasi tentang harimau itu setelah makan siang, jadi mungkin kamu harus ikut dengannya lagi, Nagi."

Nagiko mengangguk. Selama dua malam berkeliling dengan Kenji-kun, keduanya tidak begitu mendapat informasi baru yang berarti. Tidak begitu ada saksi mata, hampir semua hanya rumor yang intinya sama saja. Gadis itu sangsi bahwa mereka akan mendapat berita baru hari ini, tapi tentu tidak ada salahnya mereka terus mencari ke sudut yang belum mereka datangi.

.

.

"Hmmm, bagaimana kalau kita ke arah sungai Tsurumi lagi?" usul Kenji-kun. "Mungkin kita akan bertemu saksi mata baru?"

Nagiko mengangguk setuju. Harimau Pemangsa Manusia itu memang kabarnya terakhir kali terlihat di sekitar sana. Sebagai spesialis pengumpul informasi lewat saksi mata, Kenji-kun adalah orang pertama yang diutus Paman Yukichi untuk pergi ke pinggir sungai Tsurumi begitu rumornya meledak. Dan Nagiko, sebagai anggota yang jam istirahatnya paling fleksibel, diminta untuk mencari informasi dan mengecek ulang data yang dikumpulkan Kenji-kun sampai sekitar 50 jam setelahnya—dan itulah sebabnya bahkan Kunikida-san pun tidak bisa mengomel saat tahu Nagiko masih terlelap sampai jam sepuluh tadi.

Tiba di sungai Tsurumi, Nagiko hanya mengekori Kenji-kun yang mulai menghampiri orang yang lalu lalang untuk ditanyai seputar Harimau Pemangsa Manusia. Lalu, dua jam kemudian, Nagiko yang kesabarannya tidak sepanjang Kenji-kun, merasa bahwa saat ini mereka tidak bakal menemukan informasi baru. Pertama, karena ini adalah hari keempat sejak harimau itu terakhir kali terlihat. Kedua, karena dari semua yang ditanyai Kenji-kun itu memang hanya mengatakan hal yang sama dengan yang sudah keduanya ketahui dan sampai hapal di luar kepala.

Jadi Nagiko mulai melayangkan pandangannya ke setiap bangunan yang terlihat dari arah sungai itu. Ia mulai mengingat-ingat dan memastikan, siapa tahu memang ada sudut yang belum ia dan Kenji-kun datangi untuk mencari saksi mata. Tapi tidak ada, bahkan ketika Nagiko menghampiri sekitar sungai Tsurumi saat tengah malam selama dua malam, dia tidak menemukan informasi yang berbeda. Semua terasa sia-sia.

Lalu ponselnya berbunyi, Nagiko langsung merogoh ponsel di sakunya, melihat ada notifikasi pada layarnya bahwa Paman Yukichi mengirim pesan. Dibukanya pesan itu.

'Dari Paman Yukichi,
Sudah mau jam minum teh sore. Aku sudah sempat sekarang, bagaimana denganmu?
'

Nagiko tersenyum. Sejak umur tiga belas tahun, adik laki-laki dari ibunya itu adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki disini. Walau setelahnya dia tinggal dengan sang Paman, Kak Akiko, dan Ranpo-san, biasanya Nagiko baru akan bertemu dengan ketiganya di rumah pada malam hari sampai subuh karena mereka sama-sama sibuk—yang satu masih sekolah, yang tiga ada di kantor Agensi Detektif Bersenjata. Tapi, mungkin karena sadar dirinya harus menjadi figur wali yang baik, Paman Yukichi memutuskan bahwa setidaknya harus ada satu hari dalam seminggu dimana mereka harus duduk dan menikmati teh sore berdua dengan santai. Apalagi karena sekarang Kak Akiko, Ranpo-san, dan Nagiko sudah tinggal di apartemen masing-masing, maka Paman Yukichi biasanya jadi hanya bisa bertemu dengan keponakannya di kantor. Dan sejak Si Paman tahu bahwa Dazai sesekali menemani Nagiko tidur, waktu minum teh sore mereka tidak lagi hanya sekedar seminggu sekali, melainkan kapan pun mereka sama-sama sempat—terutama jika gadis itu habis terlelap di lengan Dazai. Karena itu, mereka akan menghubungi satu sama lain kalau mereka sedang atau akan ada waktu untuk minum, seperti sekarang.

"Nagiko-san, orang yang barusan kutanyai, mengatakan sesuatu yang menarik," ujar Kenji-kun dengan semangat.

Melihat mata anak itu yang berbinar-binar, mau tidak mau Nagiko pun jadi semangat. "Ya? Apa katanya?"

"Sapinya baru saja melahirkan tiga bayi sapi!"

hah? "Anu, Kenji-kun, sapi?"

"Beneran! Sapiku saja hanya bisa melahirkan satu saja loh tiap kali bunting!"

" … Kenji-kun, itu informasi yang menarik, tapi bukankah kita harus fokus dengan harimau?"

"Oh iya, ya! Ehehehe!" tawa Kenji-kun ceria. "Hmmm, Nagiko-san, malam ini mau ngeronda lagi untuk cari saksi mata tambahan?"

Nagiko mengangguk. "Aku sudah terlelap semalam, jadi kurasa tubuhku bisa kuat untuk beberapa malam lagi."

"Kalau begitu, mau kembali ke kantor saja, sekarang? Biar kita mengistirahatkan kaki sebelum nanti malam keluar lagi?" tawar Kenji-kun.

"Oke, yuk!"

Jadi Nagiko membalas pesan pamannya.

'Kepada Paman Yukichi,
Aku sedang akan kembali ke kantor sekarang.
'

.

.

Hening, tapi Nagiko tahu pamannya sedang mencuri-curi pandang padanya sembari menyeruput teh. Itu selalu dilakukan Paman Yukichi kalau tahu keponakannya terbangun di lengan Dazai paginya, memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda bahwa bawahannya melakukan hal tidak senonoh saat gadis ini tertidur di tangannya. Mulanya tentu Nagiko bingung kenapa pamannya mencuri pandang seperti itu, tapi sekarang ia sudah paham dan membiarkannya.

"Daun teh yang ini terasa lebih manis, ya?" ujar Nagiko.

Paman Yukichi mengangguk. "Beda dengan yang biasa kamu beli?"

"Iya, kemarin aku lupa beli. Daun teh yang biasa tinggal sedikit, jadi aku campur dengan yang tadi dibeli Aki-nee untuk Ranpo-san."

"Tentu saja, Ranpo selalu suka yang manis," balas Paman Yukichi, lalu ia menaruh cangkir di meja. "Kamu bangun siang sekali tadi, semalam tidur jam berapa?"

"Aku baru kembali ke apartemen sekitar jam satu dini hari," tutur Nagiko, sambil mengingat-ingat. "Lalu bersih-bersih dan Dazai-san tiba tidak lama setelahnya—" Pamannya spontan memicingkan mata sebentar saat nama 'Dazai' terucap. "—jadi mungkin aku tertidur mulai hampir jam dua?"

Lagi pamannya mengangguk. "Memahami dirimu yang insomnia dan memang harus keluyuran selama dua malam sekaligus, kamu layak tidur selama itu, bahkan lebih. Tapi—"

"—Paman tidak senang memikirkan bahwa aku harus tidur bersama Dazai-san," potong Nagiko sambil menyengir. "Tuh, aku sampai hapal."

Paman Yukichi menghela dan mengacak rambut sendiri. "Tentu saja, walau aku paham alasannya, tapi orangtua mana yang akan tenang saat tahu anak gadisnya tidur dengan lelaki yang bukan suaminya sendiri?"

Nagiko terkekeh. Yah, dia sendiri pun mulanya ragu saat pertama kali menghubungi Dazai-san. Apalagi, walau tidak setiap hari dilakukan, nyatanya Nagiko dan Dazai-san merahasiakan kegiatan tidur bersama ini dari siapa pun selama dua tahun. Barulah ketika tahu bahwa Dazai-san menjadi anggota Agensi Detektif Bersenjata, Nagiko memutuskan untuk memberitahu Sang Paman. Dan sejak itu, perlahan semua orang di kantor mengetahuinya—tentu saja, karena yang bisa melumpuhkan kemampuan The Pillow Book milik Nagiko hanyalah kemampuan No Longer Human milik Dazai-san.

"Aku bisa menjaga diri, Paman, kau sudah mengajariku bela diri dan sekarang aku juga sudah besar, kan?" balas Nagiko lalu menyesap tehnya lagi.

Pamannya mencibir. "Tidak, kamu masih kecil."

Nagiko cemberut. "Aku sudah 21 tahun."

"Masih tergolong anak-anak bagiku."

"Kalau aku masih anak-anak, berarti Kenji-kun apa, dong?"

"Bayi."

Mendengar itu, mau tidak mau Nagiko jadi tertawa. Melihat wajah cerah keponakannya, mau tak mau Paman Yukichi pun tertawa kecil juga. Tetapi suasana ringan itu harus diputuskan dengan bunyinya ketukan pintu ruang Presdir.

"Presdir, ini Kunikida," ucap yang di balik pintu.

Paman Yukichi berdeham sebentar. "Masuklah."

Pintu terbuka, dan Kunikida-san pun masuk. "Presdir—ah, maaf, apa saya menganggu?" tanyanya, melihat ada Nagiko di dalam ruangan dengan dua cangkir teh di atas meja tamu. Nyatanya memang semua orang di kantor tahu bahwa pemimpin mereka sering minum teh dengan sang keponakan.

Nagiko menggeleng bersamaan dengan pamannya yang berkata 'tidak'. Jadi Kunikida-san pun melangkah cepat menghampiri atasannya sambil menyerahkan lipatan selembar kertas. "Ini dari Dazai."

Paman Yukichi mengerutkan kening saat membuka dan membaca isi kertas itu, lalu menoleh pada Si Kacamata lagi. "Apa maksudnya? Kalian sudah menemukan harimau itu?"

Mendengar kata 'harimau', Nagiko mau tak mau menoleh penuh tanya pada Kunikida-san juga.

"Maaf, Dazai hanya bilang untuk memberikan catatan ini pada Anda, Pak Presdir, dia tidak menjelaskan apa-apa," jawab Kunikida-san ragu.

"Tapi, dia tiba-tiba menuliskan ini begitu saja?" tanya Nagiko setelah ia melihat isi kertas tersebut juga.

"Anu, eh, jadi saat Dazai sedang ingin bunuh di sungai, dia malah diselamatkan oleh seorang anak yang diusir dari panti asuhan, kemudian anak ini bilang bahwa kebun di panti asuhannya habis dirusak Harimau Pemangsa Manusia, kemudian mengaku bahwa Si Harimau mengejarnya sampai sungai Tsumuri empat hari lalu," jelas Kunikida-san. "Mendengar itu, saya rasa Dazai sedang akan menjadikan anak itu tumbal."

Paman Yukichi mengangguk-angguk lalu bangun dari sofa, kembali ke meja kerjanya, menekan tombol nomor pada pesawat telepon di mejanya, mulai menginstruksikan untuk penjagaan di gudang barat distrik 15.

Tapi Nagiko malah bingung. "Panti asuhan? Aku sudah sempat menghampiri panti asuhan dari skala terdekat dengan sungai Tsumuri, tapi tidak ada tanda harimau datang ke tempat mereka?"

Kunikida-san membetulkan letak kacamatanya. "Itu tidak di Yokohama. Anak yang menolong Dazai ini baru tiba di kota ini empat hari yang lalu."

"Ah, pantas," gumam Nagiko.

"Kunikida, Nagiko," panggil Paman Yukichi tegas setelah ia menutup telepon. Nagiko pun berdiri juga dari sofa. "Bawa anggota lain yang sedang tidak bertugas untuk menyusul Dazai!"

"Siap!"

.

.

Bukannya sedang diistimewakan mentang-mentang keponakan Presdir, tapi memang harus ada setidaknya satu orang yang berjaga di luar bangunan bersama dengan petugas keamanan yang mengepung disana, dan Nagiko kalah suit dengan Ranpo-san, sehingga yang ikut masuk bangunan dengan Kunikida-san, Kak Akiko, dan Kenji-kun adalah si Detektif Terhebat.

Saat baru tiba di sekitar gudang barat distrik 15, Nagiko memang sempat mendengar suara hantaman kencang dari dalam salah satu bangunan, dan otaknya langsung berpikir itu gara-gara Harimau. Lalu dia kepikiran, seingatnya kemampuan Dazai bukanlah tipe petarung, kecuali kalau ternyata Harimau yang mereka incar sebenarnya adalah kerjaan seseorang yang punya kemampuan spesial.

Ketika rekan-rekannya berlari meninggalkan Nagiko di luar, ia sudah tidak lagi mendengar suara hantaman maupun raungan harimau. 'Mungkin sudah selesai?' pikir Nagiko.

Tim Keamanan baru menurunkan pelindung mereka ketika para anggota agensi keluar dari bangunan. Nagiko pun menghembus nafas lega melihat kelima rekannya baik-baik saja. Lalu pandangan matanya menangkap Kenji-kun yang berjalan riang sambil mengangkat seorang pemuda berambut abu-abu di atasnya.

"Ah, Nagiko datang juga!" sahut Dazai-san riang sambil berlari kecil menghampiri gadis yang lebih pendek darinya dua puluh sentimeter itu.

"Harimaunya?" tanya Nagiko.

Dazai-san menunjuk pemuda yang dibawa Kenji dengan ibu jarinya. "Tuh."

"Eh?"

"Dia tidak sadar bahwa dialah harimaunya," jawab Dazai-san.

"Lalu Dazai-san menyentuhnya?"

Yang lebih tua setahun itu mengangguk bangga. Lalu Nagiko mengernyit melihat salah satu tangan Pemuda Harimau itu masih berbentuk tangan harimau putih. Menyadari arah pandangan Nagiko, Dazai-san tersenyum. "Beast Beneath the Moonlight, mungkin karena sinar bulannya masih sangat jelas saat ini." Nagiko menggumam 'oh' pelan. "Nagi, rambutmu berantakan kena angin," kata Dazai-san lagi, sambil menyelip rambut gadis itu ke telinga kanannya.

Nagiko spontan menyentuh rambutnya, baru ingat bahwa sempat angin berhembus kencang disana. Jadi ia merapikan rambut panjangnya sekenanya dengan kedua tangan.

Dazai-san mengangguk puas saat melihat rambut gadis itu lebih rapi. "Malam ini, mau tidur bareng?"

Nagiko spontan memukul lengan rekannya karena menanyakan hal tersebut dengan santainya dan memasang wajah cemberut. Dazai-san pun pura-pura merintih kesakitan dan setelahnya terkekeh.

"Lagian, gimana lagi cara aku tanyanya, kan?" lanjut laki-laki itu.

'Benar juga, sih…,' Nagiko menghela pelan, lalu tersenyum kecil. "Badanku masih segar sekarang, jadi kurasa malam ini tidak usah tidur, tidak apa-apa."

Dazai-san sontak pura-pura cemberut. "Huuu, padahal kan, lumayan juga bisa tidur bareng cewek—"

Nagiko menghajar perutnya dengan lutut.

.

.

'Dari Dazai-san
Nagi, beneran nih hari ini gak mau bobok?'

.

'Kepada Dazai-san
Hari ini tidak usah tidak apa-apa, Dazai-
san, beneran. Besok-besok kalau tubuhku sudah sangat lelah, akan kuhubungi, janji.'

.

'Dari Dazai-san
Tapi aku pengen tidur sama kamu.
'

.

Panggilan masuk dari Dazai-san. Tolak.

Panggilan masuk dari Dazai-san. Tolak.

Panggilan masuk dari Dazai-san. Tolak.

.

'Kepada Dazai-san
Aku sedang baca buku, tolong jangan ganggu dulu.
'

.


.

Bersambung

.


.

A/N: Aslinya kalau gak salah yang tertera di wiki Fukuzawa hanya punya kakak laki-laki, jadi anggaplah disini doi juga punya kakak perempuan juga ya.

Review?