Summary: Ayahmu bilang aku seperti tomat busuk yang tidak punya harga. Sekarang lihat, Hinata! Tomat busuk ini bahkan telah duduk disingasana ayahmu dan selangkah lagi akan memilikimu.

THE GRUDGE OF ROTTEN TOMATOES (Chapter 1)

Pairing: Sasu/Hina Always

Rating: M

Tags : Romance/ Drama/ Hurt

Desclaimer : All characters in this story belongs to mr. Masashi Kisihimoto san

Side story of HashiramaHinata with end game Sasuhina. Just please.. enjoy the story it self.

So.. Happy reading minna

##################################################################################

## CAPT.1. JANJI#

"Jangan lari!"

Gadis berusia 4 tahun berkepala indigo itu berusaha menangkap tangan anak lelaki didepannya. Bukannya berhenti, Sasuke justru semakin melebarkan langkah.

"Sasuke Kun!"

Sayangnya teriakan Hinata masih belum juga menjangkau gendang telinga si bocah raven. Mata hitam itu masih berfokus pada rombongan berkuda yang terus bergerak menjauhi mereka, hingga kemudian kaki kecilnya terantuk. Sasuke terjerembab ke tanah. Matanya mulai berkaca – kaca menatap sosok rombongan yang kian menghilang dibalik cakrawala senja.

Hinata menatap sedih. Jika sedang seperti ini, Pelayan kecilnya yang angkuh dan egois tampak seperti anak biasa berusia 10 tahun. Hilang sudah Sasuke yang biasanya enggan disentuh Hinata. Yang ada kini hanya bocah yang tengah menunduk lesu saat tangan kecil Hinata menyentuh surai hitamnya.

Gadis kecil itu duduk berjongkok didepan Sasuke. Matanya juga mulai sembab oleh air mata. Dengan penuh ketabahan ia mengelap ingus dan air mata diwajahnya lalu menepuk punggung tangan Sasuke perlahan.

"Ja.. Jangan menangis.. Sasu Kun masih pu.. punya Hinata disini." Ucapnya sok dewasa dengan kalimat terbata menahan tangis, "Paman Fugaku.. pe.. pergi bersama dengan Ita Nii dan Neji Nii untuk menjaga wilayah perbatasan. Jadi.. Hinata disini yang akan menjaga Sasuke Kun.."

Mata Sasuke menerawang menatap jejak debu yang ditinggalkan oleh rombongan. Saat ini tahun 1905. Perang besar antara kekaisaran Jepang dengan kekaisaran Rusia atas perebutan diwilayah Manchuria dan korea tengah mencapai babak akhir. Sementara manula, bayi dan perempuan berada dirumah dalam kecemasan, semua pria sehat yang mencapai usia kedewasaan mendapat surat perintah untuk dikirim kemedan pertempuran di Tsushima.

Dua hari yang lalu, surat bersampul hitam legam datang kekediaman Hyuga diantar oleh seorang tentara dengan kuncir nanas dikepala. Berdasarkan surat itu, sang pria yang bermarga Nara memerintahkan semua lelaki dikeluarga Hyuga dan Uchiha yang ada dibawahnya, untuk berangkat kezona perang. Tangisan dalam keluarga Hyuga dan Uchiha pun pecah. Perintah berperang dalam sampul hitam berarti siap untuk kembali dalam menang atau pulang dalam nama. Akhirnya tiba hari keberangkatan, semua pria yang cukup usia berangkat berperang, kecuali Hiashi Hyuuga sang pemimpin Klan. Hiashi tidak diizinkan berperang karena jasanya dalam bidang seni dan kaligrafi sehingga dirinya dianggap sebagai harta negara.

Sasuke menatap pada wajah polos Himenya. Apa yang bisa ia harapkan sekarang? Ibunya telah tiada, dan kini ayah, kakak dan seluruh kerabatnya pergi mengikuti putra sulung Hyuuga untuk berperang diperbatasan. Andai boleh, ia ingin ikut saja. Curang sekali hanya karena ia yang paling muda, ia tidak diizinkan. Padahal jika harus matipun tidak mengapa, asal masih bersama keluarganya. Apa enaknya ditingalkan sendiri sebagai satu – satunya Uchiha?

Sasuke menatap sayu wajah mungil dihadapannya. Tangan kanannya terjulur kearah Hinata. Menjentikkan jari kelingking ia menatap Hinata dengan wajah penuh tuntutan.

"Iya.. " Hinata tersenyum mengerti, "Aku berjanji.. seumur hidup akan selalu ada disisi Sasuke kun."

Kadua kelingking pun saling tertaut. Mengikat dua insan dalam ikrar yang tidak tertuliskan. Seolah mengurai benang takdir yang tidak akan pernah bisa mereka bayangkan.

.

.

THE GRUDGE OF ROTTEN TOMATOES (13 TAHUN KEMUDIAN)

.

.

"Kau lihat itu pelayan Nona Hinata Hyuuga?"

Suara cempreng itu membuat beberapa kepala berlainan warna menoleh sacara bersamaan.

"Uchiha San?!"

"Lihatlah dia begitu tampan.. KYAAAAA!"

Suara pekikan terdengar dibelakang Hinata, membuat sang pemilik nama yang sedang berdiri dihadapannya mengerutkan kening karena kesal.

Hinata menaiki mobil sambil mengulum senyum. Pelayan sekaligus sopirnya ini memang tampan luar biasa. Itu adalah kebanggaan tersendiri bagi Hinata. Sesuatu yang bisa ia pamerkan tanpa ada tandingannya. Jika Nona muda lain memamerkan tas atau Hakama baru, Hinata yang iri cukup merajuk pada sang ayah dan esok dia akan mendapat tas atau Hakama baru. Namun jika Hinata punya Sasuke, apakah para nona lain akan punya Sasuke juga? Tentu tidak. Sasuke adalah wujud kesombongan Hyuuga kecil yang rendah hati ini.

Sasuke melirik Hinata dari spion tengah. Melihat sang Hime masih tersenyum – senyum sendiri, ia mendengus kesal. Sasuke sadar alasan selama ini ia ditunjuk sebagai sopir nona-nya, padahal mereka juga punya Ko yang handal, adalah karena hal ini.

"Apa melihat saya dibully bisa memberikan KEPUASAN tersendiri untuk anda, Nona?"

Hinata tersentak menyadari ketidak sopanan Sasuke. Walaupun sekarang mereka telah berinteraksi secara formal sebagai Nona dan pelayannya, tapi terkadang Sasuke masih suka bersikap seenaknya. Dengar sendiri kan tadi apa yang diucapkan? Kepuasan? Bagaimana bisa dia dengan kurang ajar, menggunakan kata – kata vulgar dihadapan nona-nya yang baru akan beranjak dewasa ini. Sasuke bahkan secara sadar menekankan kata tersebut agar terdengar jelas oleh Hinata.

"Ma.. Maafkan aku, Uchiha San.. Tapi apa maksudnya dengan kata – kata barusan? Itu.. Tidak sopan!", cicitnya dengan wajah merona.

"Jangan bilang anda tidak menyadari kalau saya tahu niat Nona. Saya disini juga terluka loh.. Bila nanti teman – teman sekolah anda masih bersikap seperti itu, lebih baik anda diantar oleh Ko saja."

Hinata masih diam menunduk mendengar ancaman Sasuke. Melihat Himenya kebingungan dari balik spion, diam – diam Sasuke tersenyum tipis.

"Atau.. Anda juga takut tidak bisa melihat wajah tampan ini setiap hari?", godanya.

Hinata terperangah, wajanya makin memerah dan mata lilacnya membulat lucu.

"Ba.. Bagaimana mungkin..", elaknya, "Uchiha san jangan terlalu percaya diri!"

Sasuke tertawa perlahan. Menjahili gadis berusia 6 tahun lebih muda jelas bukan hobinya. Tapi akan berbeda bila itu adalah Hinata. Sekali lagi iris hitam itu menatap spion. Mencari sosok yang masih berkutat dengan segala rasa salah tingkahnya. Tampak lucu dan menggemaskan dimata Sasuke. Lalu ia kembali menatap kedepan. Mencoba berkonsentrasi dijalan sementara semburat merah juga diam – diam bersemai dipipinya.

.

.

THE GRUDGE OF ROTTEN TOMATOES

.

.

Sasuke berbaring dikamarnya. Malam ini hujan turun diwilayah kediaman Hyuuga. Rinainya yang mengenai atap genting yang terbuat dari keramik seolah mengalunkan lagu melankolis.

Sasuke membalikkan badannya, matanya tertuju kepada bingkai foto diatas nakas.

Disana ada potret ayah, kakak dan beberapa kerabat Uchihanya. Foto yang diambil 13 tahun yang lalu sebelum mereka berangkat berperang. Dan semua pria yang Nampak difoto tersebut telah meninggal dalam perang.

Yah.. Tidak ada seorangpun yang kembali dari medan pertempuran. Para pria Hyuuga dan Uchiha yang dikirim 13 tahun yang lalu, tidak ada seorangpun yang selamat. Semua masuk dalam 47 ribu tentara yang gugur.

Sasuke mengusap wajahnya. Sebentar lagi masuk dini hari, dan matanya sama sekali belum bisa terpejam. Membenahi Jinbei yang berantakan, kakinya melangkah keluar kamar.

Angin malam yang dingin membawa aroma hujan yang pekat namun segar seperti aroma tanah yang baru diolah oleh petani. Suara Binatang malam saling bersahutan. Sasuke menyandarkan punggungnya. Ia kini ada di teras halaman keluarga Hyuuga yang tenang. Terpejam menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya perlahan. Matanya kembali terbuka saat ia menyadari ada sosok lain berdiri tak jauh dari dirinya sekarang berada. Tersembunyi dibalik bayang – bayang shoji.

"Hinata..", desisnya.

Lihatlah, bahkan ditengah malam seperti inipun, bayangan gadis itu tidak mengizinkan dirinya berhenti memikirkannya.

"Uchiha.. san..?"

Sasuke terkejut bukan kepalang. Apa yang ia kira sebagai khayalan nyatanya adalah sosok sebenanya. Dengan segera ia menghilangkan kegugupannya dibalik wajah stonicnya.

"Nona.. Anda belum tidur?"

Hinata keluar dari bayang – bayang dan berjalan perlahan mendekati Sasuke.

"Belum..", ucap Hinata lirih.

Kimononya dibalut selendang tipis membuat keanggunannya bertambah kali lipat. Aroma lavender tipis menyapa cuping hidung Sasuke. Membuat pemuda itu kian kepayang.

"kamu belum tidur?"

Pertanyaan Hinata kembali membangunkan kesadaran Sasuke.

"Anda sendiri juga belum tidur.."

Hinata mendengus sebal. Pelayannya ini tampaknya senang sekali mengusilinya. Hinata lalu duduk disamping Sasuke, matanya menatap kearah halaman. Pucuk – pucuk daun dan bunga yang tersentuh rintik hujan tampak berkilau diterpa sinar lampu jalanan.

"Ini pertama kalinya kita kembali duduk bersama setelah sekian lama..", kata Hinata setengah berbisik.

Sasuke ikut mengalihkan pandangannya dari Hinata kearah halaman.

"Dulu.. Saat kita masih kecil, kita selalu duduk disini menunggu kepulangan mereka yang berada di medan pertempuran.", Mata Hinata menerawang jauh, " sambil terus berdoa.. Memohon keajaiban pada kami sama.."

"Rasanya masih berat menerima jika mereka benar – benar telah tiada.."

Hujan telah sepenuhnya berhenti. Mendung pun berarak menjauh, meninggalkan sang purnama menaiki singasana sebelum fajar tiba. Bias sinarnya jatuh menerpa wajah ayu Hinata. Begitu memukau seolah ada 2 rembulan hadir secara bersamaan di halaman keluarga Hyuuga.

Sasuke menatap Hinata lekat. Merasa diperhatikan, Hinata salah tingkah lalu mulai beringsut berdiri.

"Ku..Kurasa.. sebaiknya kita kembali.. sebentar lagi o.. orang – orang akan bangun.."

Entah mengapa diperhatikan sedemikian rupa membuat gagapnya kembali datang.

Dengan kikuk Hinata mulai berdiri dari posisinya. Malang bagi Hinata, selendang yang ia kenakan melilit dikaki.

"Nona!"

Dengan sigap Sasuke menangkap tubuh Hinata yang jatuh limbung. Tangan kirinya menangkap belakang kepala Hinata, menjaganya agar tidak terbentur.

Mata Hinata terpejam erat, ia sudah siap jika bagian tubuhnya esok akan lebam – lebam akibat terbentur. Tapi kenapa malah ia merasa nyaman? Bahkan ia merasa sesuatu yang berat kini menindih tubuhnya.

"Hinata.. Sama.."

Sebuah bisikan bernada rendah memaksa Hinata membuka mata. Betapa kaget dirinya mendapati Sasuke kini tengah menindihnya.

Aroma musk pria dewasa bercampur dengan lavender dan aroma tanah setelah tersapu hujan.

Pusing..

Pening..

Baik Hinata maupun Sasuke kini membeku dalam posisinya masing – masing.

Hinata terkesiap, menyadari tangan kanan Sasuke perlahan membelai pahanya yang tanpa sengaja terbuka.

"U..chiha san….."

Belum sempat Hinata melontarkan protes, ia kembali terkesima oleh lautan hitam yang kembali meniti wajahnya tanpa jeda.

Suara desah nafas seirama dengan degup jantung.

Hinata semakin menutup mata erat – erat. Mencengkram erat lengan jinbei Sasuke. Berharap jantungnya akan tetap utuh ditempat saat ia merasakan nafas Sasuke yang kian mendekat. Menghirup perlahan harum tubuhnya dari area leher, perlahan naik menuju dagu dan kini mendekati bibir.

TBC..

BWAHAHAHAHAHA.. Kucing gembul kembali dengan rombongan semutnya.. Bagaimana? Bagaimana? Apakah kalian penasaran dengan kelanjutannya? Semoga comebackku ini tidak mengecewakan ya.. karena sudah 5 tahun tidak menulis apapun, semoga masih ada yang mau membaca. Untuk fik yg lain bagaimana? Well doakan saja semoga aku semakin semangat berkarya. Sampai jumpa lagi.