Your Apology Can't Change Anything
Rate; T
Genre; General, Drama (I guees?), Family, Tragedi, dan karena ini Harry Potter jadi ada bumbu Fantasi.
Pair; Gaada (hampir no pair karena lebih berfokus pada… kasih sayang keluarga?). Cuma sepintas Tom Riddle x Severus Snape, sepintas James Potter x Severus Snape, sepintas James Potter x Lily Evans, dan Draco Malfoy x Harry Potter.
WARNING! Ini Omegaverse. Alpha! Tom, Alpha! James dan Alpha! Draco. Sisanya (Severus, Lily, dan Harry) Omega. Akan ada OC (original chara) yang masuk dan berperan sebagai anak perempuan Severus.
Typo, alur yang terlalu cepat atau terlalu lambat, OOC (di usahakan tidak). Mention of Rape.
Selamat menikmati!
.
.
.
Severus Snape bukanlah anak yang spesial. Dia tidak memiliki keahlian khusus yang bisa menjadikannya spesial ataupun nama yang membuatnya merasa spesial.
Satu-satunya yang bisa membuatnya merasa spesial adalah kemampuan sihirnya yang diturunkan melalui ibunya. Sihir yang membuatnya dijauhi oleh anak-anak lain, tapi membuatnya merasa bahagia karena menjadi satu-satunya orang yang memilikinya selain ibunya.
Jadi ketika Severus berkenalan dengan anak perempuan seusianya yang juga bisa melakukan sihir di usianya yang ke-7, dia merasa bahagia sekaligus kesal. Bukankah seharusnya hanya dia yang bisa melakukan sihir? Kenapa ada orang lain yang bisa melakukannya juga?
Tapi ibunya dengan sabar menjelaskan padanya bahwa selama ini pemikirannya salah. Ada banyak orang yang memiliki sihir sepertinya di dunia lain.
Severus dengan berat akhirnya menerima bahwa dia tidaklah spesial sama sekali. Namun, Lily sangatlah baik dan ceria dan cantik. Dia berharap bahwa pertemanan mereka akan berlangsung selamanya.
Sampai di usianya yang ke-11, hasil tes second gendernya dan surat dari sekolah sihir bernama Hogwarts itu datang, Severus ingin sekali marah. Fate sepertinya sangat membencinya karena memberinya second gender bernama Omega. Lebih lagi, sekolah sihir itu memaksanya untuk berpisah dari ibunya hampir sepanjang tahun.
Apa yang akan terjadi pada ibunya selama dia pergi? Siapa yang akan menopangnya bangun ketika ayahnya yang pemabuk itu marah dan melukai ibunya? Apakah ada orang yang mau berteman dengannya? Akankah Lily meninggalkannya karena bertemu dengan teman-teman lain?
Semua bertambah buruk ketika dia dipisahkan dengan Lily karena asrama. Lebih lagi asramanya dan asrama Lily sangatlah bertentangan dan memiliki rekor 'musuh abadi'.
Awalnya dia masih bisa mengatasinya, tapi lama kelamaan—terutama tahun-tahun setelahnya, dia hampir tidak sanggup lagi. Baiklah. Severus tidak peduli dengan cemooh dari asramanya sendiri. Dia juga tidak peduli dengan ejekan dan kutukan dari asrama Gryffindor. Tapi dia tidak bisa tidak peduli ketika Lily-nya yang cantik di hasut untuk menjauhinya.
Kutukan yang terus menerus dilontarkan padanya dari sekelompok anak-anak menyebalkan (yang menyebut diri mereka Marauders) juga semakin lama semakin parah. Para professor juga tidak membantu—mengingat Horace Slughorn tidak bisa diandalkan dan Minerva McGonagall terlalu sibuk dengan tugasnya sendiri. Lagipula wanita itu juga menyukai Marauders dan tidak mengambil pusing pada kekacauan yang mereka buat.
Satu-satunya hal yang membuat Severus bertahan hanyalah Lily dan ibunya yang menginginkannya menuntaskan pendidikan di Hogwarts dan lulus dengan memuaskan.
Jadi Severus bertahan. Demi ibunya dan juga Lily.
Semuanya berjalan seperti biasa hingga di tahun ke-7nya, tepat 2 bulan sebelum kelulusan, heat-nya datang.
Awalnya Severus berpikir bahwa dia hanya sedikit sakit karena pusing memikirkan ujian yang semakin dekat. Tapi semuanya berubah semakin buruk dan Severus medadak sadar bahwa dia memasuki gejala awal heat-nya untuk yang pertama kalinya. Untunglah dia selalu membawa suppresan dalam jumlah kecil untuk berjaga-jaga.
Itu tidak cukup.
Heat-nya sudah terlanjur mempengaruhi sistem tubuhnya.
Seolah tidak bisa menjadi lebih buruk lagi, dia berhadapan dengan Bloody Potter. Salah satu Marauders yang selalu membully-nya sejak tahun pertama dan seorang Alpha yang menaruh hati pada sahabat terbaiknya, Lily.
Severus berusaha bergerak menjauh dan—kalau bisa—berlari menuju Hospital Wings. Sayangnya pengaruh heat pertamanya membuat kakinya lemas. Kehadiran Bloody Potter juga sama sekali tidak membantu dan dari aroma Alpha yang menguar, Severus tahu bahwa dia dalam bahaya.
"Po-potter… tahan napasmu!" Severus mengeluarkan seluruh keberaniannya dan memaksa suaranya untuk tidak bergetar ketika Bloody Potter malah melangkah semakin mendekatinya. "Potter!"
Dia tidak bisa menahan sosok Bloody Potter yang terlihat menjulang di depannya. Kepalanya semakin pusing dan tubuhnya panas. Tanpa sadar dia mengambil langkah mundur hingga tubuhnya menabrak dinding. Bloody Potter melangkah perlahan, seperti pemburu yang mendekati mangsanya.
"Potter—jangan mendekat!"
Terlambat.
Musuh abadinya itu sudah menarik lengannya dengan kasar dan membawanya masuk kedalam… ruangan apa ini? Severus tidak tahu dan hampir tidak peduli. Dia harus keluar secepatnya dari sini!
Sibuk memikirkan cara untuk lolos, Severus tidak menyadari bahwa dirinya kini telah terbaring terlentang di atas kasur. Sejak kapan Hogwarts memiliki kasur disini? Dimana mereka?
"Ahnnn~!" gelombang kenikmatan yang datang tiba-tiba dari bagian bawah tubuhnya membuatnya menjerit dan kembali menyadari posisinya sekarang—SEJAK KAPAN SERAGAMNYA TERLEPAS?!
Panik, dia berusaha menggerakkan lengannya hanya untuk menyadari bahwa mereka telah diikat di atas kepalanya. Bloody Potter terlihat seolah telah kerasukan sesuatu dan menyentuhnya dimana-mana. Kakinya dipaksa melebar dan dadanya dicumbu kuat-kuat hingga berdarah.
Severus hampir tidak mendapatkan kesadarannya karena rasa panas dari heat-nya yang memuncak. Tubuhnya bertambah buruk karena getaran rangsangan yang diberikan oleh Bloody Potter. Instingnya menjeritkan 'lebih, lebih, lebih dan lebih.'
Tiba-tiba di tengah kesadarannya yang hampir hilang, tubuhnya dibalik dan Severus menjerit ketika rasa sengatan tajam merobek tengkuknya.
.
.
.
Severus memandang bukunya dengan tatapan kosong. Dia seolah-olah menjadi boneka yang telah diprogam untuk melakukan segala sesuatunya tanpa emosi yang berarti. Bahkan Lily juga diabaikan olehnya.
Semuanya hancur. Pertahanan terakhirnya hancur setelah Bloody Potter lepas kendali dan menandainya. Severus tidak bisa lagi menahan hatinya ketika bangun di pagi hari setelah Bloody Potter menandainya dan meringankan heat-nya.
Dia ingat bahwa dia langsung mengambil tongkatnya, memakai pakaiannya yang berserakan, kemudian berlari menuju kamarnya sendiri dengan air mata yang membasahi pipinya. Dia juga ingat bahwa Regulus Black yang terbangun karena isakan tertahannya langsung menghampirinya dan memberinya pelukan menenangkan tanpa bertanya apapun.
Sejak itu juga, tatapan dan ekspresi Severus benar-benar menjadi kosong. Dia bahkan tidak bereaksi ataupun membalas kejahilan yang Marauders lakukan padanya. Untungnya, kelompok itu tidak lagi menganggunya setelah Regulus Black menarik kakaknya dan berbicara beberapa hal. James Bloody Potter juga tidak pernah terlihat sejak pemuda itu menandainya.
Hidupnya menjadi agak tenang sebelum kelulusan. Tapi Severus benar-benar tidak tahu harus bersyukur atau khawatir.
Namun Fate mungkin membencinya. Karena setelah ujian N.E.W.T berakhir, Bloody Potter muncul dan menariknya ke sudut sepi.
Severus tentu memberontak. Ketakutan menjalarinya dan punggungnya dingin.
"A-apa yang kau inginkan?" kata Severus, hampir berbisik. Tubuhnya gemetar dan jarinya memutih karena cengkramannya pada buku yang kelewat erat. "Menjauhlah dariku!"
Bloody Potter mengerutkan dahi, seolah-olah bingung dengan reaksinya. "H-hei, aku minta maaf… atas kejadian dua bulan yang lalu."
"…"
"Maaf… kau tahu, aku hanya… tidak bisa mengendalikan diriku."
Severus tetap membungkam mulutnya sendiri.
"… seharusnya aku… tidak melukaimu seperti itu." ujar Bloody Potter, suaranya lirih. "Kau teman baik Lily… harusnya aku tidak membuatmu seperti ini…"
Oh, benar. Salah satu alasan Bloody Potter dan kelompok Marauders-nya membully-nya sejak awal adalah karena dia berteman baik dengan Lily. Siapapun di Hogwarts tahu bahwa Bloody Potter ini jatuh cinta dengan kecantikan Lily dan dia tidak suka padanya yang selalu bersama Lily.
"Ugh, aku tahu aku salah, tapi bisakah kau tidak melampiaskannya pada Lily? Dia sangat khawatir padamu."
Severus menelan ludahnya susah payah ketika menyadari satu hal.
James Bloody Potter tidak akan 'bertanggung jawab' padanya. Dia masih mengharapkan Lily dan Severus buta jika dia tidak bisa melihat bahwa Lily juga menyukai Bloody Potter.
Brengsek.
Pemuda di depannya benar-benar brengsek.
Tiba-tiba saja Severus merasakan rasa jijik tidak tertahankan hingga ingin muntah.
Dia menekan suaranya sendiri saat mengumpulkan keberanian dan harga dirinya yang tersisa untuk menatap Bloody Potter tepat di mata. "Permintaan maafmu… tidak bisa mengubah apapun… jadi menyingkir dari hadapanku."
Kemudian dia memaksa kakinya bergerak dan pergi dari hadapan Alpha brengsek itu secepat yang dia bisa tanpa peduli dengan tatapan sakit yang diberikan Bloody Potter padanya. Perutnya memberontak dan rasa pahit menyebar di lidahnya. Severus benar-benar tidak bisa menahannya lagi dan langsung muntah saat memasuki kamar mandi terdekat.
Seolah belum cukup, tiba-tiba saja Severus menyadari bahwa dia terlalu syok dengan kenyataan bahwa dia telah ditandai dan melupakan untuk meminum ramuan pencegah kehamilan. Dia hanya minum ramuan pencegah feromon dan suppresan sehari setelah malam itu.
Jantungnya berdebar kencang hingga dadanya sakit. Rasa takut menghampirinya hingga kakinya kehilangan tenaga. Tangannya dingin dan kepalanya pusing dengan pemikiran buruk.
Bagaimana reaksi ibunya nanti? Apa yang harus dia lakukan? Kenapa ini terjadi padanya? Merlin, Bloody Potter yang brengsek pasti tidak akan bertanggung jawab. Pemuda itu terlalu sombong untuk melepaskan Lily hanya untuk bertanggung jawab padanya. Dan lebih lagi, mereka saling membenci—dan bahkan Severus sekarang merasakan jijik tidak tertahankan ketika memikirkan atau mengatakan nama 'Potter'.
Dia tidak sudi harus menghabiskan sisa hidupnya dengan pemuda menjijikan itu.
.
.
.
Setelah muntah lagi dan duduk lemas di salah satu bilik kamar mandi selama beberapa saat, kini Severus mengurung diri di kamarnya dan Regulus (mereka berada dalam satu kamar dan bungsu Black itu bersecond gender Beta). Dia sama sekali tidak berniat keluar dari kamarnya dan sibuk membaca peta dunia di mejanya.
Dia bahkan tidak peduli bahwa hari sudah malam dan sekarang Albus Dumbledore sedang melakukan perayaan seperti biasanya.
Besok adalah hari terakhirnya di Hogwarts. Hari kelulusannya yang telah ditunggunya selama 7 tahun kehidupannya yang menyedihkan.
"Snape? Kau disini rupanya."
Severus terlalu fokus dengan pikiran dan rencananya sendiri hingga tersentak kaget ketika Regulus Black masuk kedalam kamar mereka.
"… ya. Bagaimana pestanya?"
Black mendengus. "Seperti tahun-tahun yang biasanya. Gryffindor memenangkan piala asrama… lagi."
"Oh,"
Keheningan mengudara di antara mereka. Sejak awal Severus dan Black memang bukan teman yang benar-benar dekat. Severus bahkan ragu dia bisa menganggap Black sebagai temannya.
"… apakah kau… berniat pergi dari Inggris?" tanya Black tiba-tiba. Nadanya penuh keraguan tapi juga pengertian. "Kusarankan Jerman atau Perancis. Itu negara yang cantik."
Severus menutup buku dan membereskan peta-nya. "… terima kasih sarannya. Aku memang berniat pergi."
Black hanya mengangguk dan menarik kopernya, membukanya dan mulai mengambil pakaiannya untuk dipakai besok, sedangkan sisa bukunya dikecilkan dan di tata di dalam koper yang terlihat hampir penuh. Severus melakukan hal yang sama.
Ini benar-benar akan menjadi malam terakhirnya.
"… Black?" panggil Severus setelah naik ke atas kasurnya. "Terima kasih… atas semuanya."
"… sama-sama, senang bisa membantu." Balas pemuda itu setelah beberapa saat. "Selamat malam… Sev."
Severus tertegun.
"… selamat malam juga, Reg."
.
.
.
Kompartemen Hogwarts Express sangat berisik, seperti tahun-tahun sebelumnya. Untunglah Regulus Black dan Barty Crouch sudi berbagi kompartemen dengannya dan sudah memasang mantra pengunci di pintu kompartemen.
Lily tidak terlihat dimanapun dan Severus berpendapat bahwa gadis itu kini sedang berada di kompartemen Bloody Potter.
Sejujurnya, Severus tidak rela jika Lily dan Bloody Potter itu berpacaran—apalagi jika sampai menikah.
Tidak-tidak, dia tidak cemburu. Hanya saja, Severus tidak rela jika sahabat terbaiknya mendapatkan suami seperti… si brengsek itu. Holy fucking shit, dia ingin Lily mendapatkan laki-laki yang setia padanya. Dia ingin Lily bahagia dengan suami yang baik dan menyayanginya.
Tapi ketika tadi pagi dia melihat senyuman Lily yang cerah dari balik jendela kompartemen, dia tahu bahwa dia harus membiarkan Lily untuk bahagia. Lagipula Bloody Potter itu sudah 'mengejar' Lily hampir selama mereka bersekolah.
Katakanlah ini taruhan. Tapi dia harap Alpha itu bisa membahagiakan Lily—tidak menyakiti gadis itu seperti dia menyakiti Severus.
"Snape, ayo. Kita sudah sampai stasiun." Suara Regulus Black mengembalikannya pada kenyataan. Anak itu menghela napas seolah sedang mempersiapkan diri dan kemudian barulah membuka pintu kompartemen.
Severus mengangguk dan mengikuti Black juga Crouch turun dari kereta. Mereka segera berpisah setelahnya, seolah-olah mereka tidak pernah saling mengenal. Tapi dia juga tidak terlalu peduli dengan mereka—mengingat dia hanya sebatas 'mengenal' dan bukan benar-benar 'teman'.
Dia melangkah kedalam kerumunan, mencoba membaur dan melangkah mendekati floo.
"Diagon Alley." Bisiknya setelah membuang bubuk floo. Sedetik setelahnya, kakinya menapak jalan yang sudah dikenalnya. Sekarang dia harus ke Gringotts untuk mengambil hak kepemilikan harta Prince dan mengubah beberapa uangnya untuk uang Muggle.
Mengambil hak kepemilikan dan mengubah beberapa kekayaannya menjadi uang Muggle tidak begitu sulit dan memakan waktu yang cukup sebentar. Dia juga meminta bantuan para goblin untuk mendapatkan sidang perceraian ibunya dengan ayahnya secepatnya.
Semua dilakukannya dengan cukup lancar karena Severus sudah memikirkannya semalaman penuh.
Ibunya harus lepas dari Muggle yang pemabuk dan pemarah. Dia juga harus pergi dari Inggris dan pindah ke negara lain. Dia sangat menyadari bahwa tinggal di Inggris hanya akan memperburuk mentalnya.
"Ini adalah cincin kepemilikanmu dan ini adalah kunci brangkas. Totalnya dua puluh galleon."
Severus mengambil cincinnya juga kuncinya dan membayar sebanyak yang dibutuhkan. Kemudian dia keluar setelah beberapa kalimat.
Sekarang, dia harus kembali ke rumah. Ibunya pasti sudah menunggunya dan dia harus membicarakan ini dengan ibunya—termasuk dengan harta kekayaan keluarga Prince yang sudah 20 tahun diabaikan.
.
.
.
Apa yang Severus takutkan menjadi kenyataan setibanya mereka di Jerman.
Ibunya sudah mendengar semua ceritanya dan menangis untuknya. Tapi wanita itu mengerti keinginan Severus yang tidak ingin terikat dengan orang yang dibencinya. Mereka memang 'terikat', tapi itu bukan berarti perasaannya ikut berubah.
Perceraian orang tuanya berjalan lancar. Terutama karena bukti fisik yang ada di tangan dan kaki ibunya. Setelah mereka benar-benar dinyatakan telah bercerai, Severus langsung mengemas semua barang mereka dan mengirimnya ke rumah di Jerman yang telah dibelinya sebelumnya.
Dia sama sekali lupa dengan keadaan tubuhnya sendiri hingga Ibunya memaksanya untuk memeriksakan diri ke rumah sakit untuk mendapatkan kepastian.
Severus hampir pingsan saat mendengar penyembuh mengatakan bahwa dia memang positif hamil. Usia kandungannya sudah sebelas minggu—terlalu terlambat untuk mengugurkannya.
Bukan berarti Severus akan mengugurkannya begitu saja. Dia—dia hanya belum siap menjadi orang tua. Bagaimana caranya menjaga anak ini? Severus hanyalah seorang pemuda yang baru saja lulus dari Hogwarts. Pikiran untuk memiliki anak benar-benar tidak pernah ada dalam rencana masa depannya.
Lebih lagi… ini adalah anak hasil 'pemerkosaan'. Bagaimana anak ini nanti hidup? Bagaimana jika anak ini mengingatkannya dengan Bloody Potter? Apakah Severus bisa menjadi orang tua tunggal yang baik?
"Apakah kau ingin memberitahu… Alpha itu?" tanya ibunya, masih memegangi lengannya erat dengan ekspresi sedih. Hati wanita itu pasti hancur ketika mengetahui apa yang telah terjadi pada putranya dibalik dinding Hogwarts.
Severus langsung menggeleng keras. Dia tidak sudi! Mengingat wajah dan mengucapkan namanya saja sudah membuatnya mual hingga muntah. Rasa jijik itu berkembang terlalu besar dan melukainya terlalu dalam hingga Severus benar-benar tidak bisa menahannya.
"Dia akan menjadi Prince, penerusku… dan dia hanya milikku seorang."
Ibunya memandangnya dengan mata berkaca-kaca, terlihat sangat sedih. "Baiklah jika itu yang kau inginkan. Tapi jika anak ini nanti bertanya tentang ayahnya… bagaimana…?"
"Aku akan memberitahunya yang sebenarnya." Balas Severus, kelewat cepat. "Dia berhak tau dan aku tidak akan menutupi kebenarannya hanya karena dia masih anak-anak."
"… baiklah, anakku. Sekarang, ayo kita pulang? Kau tidak boleh terlalu lelah. Dan masih banyak yang harus kita lakukan untuk rumah baru kita,"
"Ya bu, mari kita pulang."
.
.
.
Kelahiran Athena benar-benar membawa perasaan bahagia untuknya. Walaupun anak itu terbentuk karena kesalahan, Severus tetap merasa bahwa bayi perempuan cantik itu adalah hadiah terindah untuknya.
Struktur wajah bayi itu mewarisi miliknya. Mata biru gelap yang berbinar cantik, bibir tipis, bulu mata lentik, dan rambut hitam legam.
Dia menamainya Athena Severus Prince. Athena yang diambil dari mitologi Yunani sebagai dewi kebijaksanaan, kekuatan dan kepandaian. Severus berharap bahwa anaknya ini akan menjadi anak yang pintar dan kuat juga bertanggung jawab atas apapun yang diperbuatnya.
Athena tumbuh menjadi anak yang cantik—terlepas dari rambut hitamnya yang sulit sekali diatur dan sifat manjanya yang terkadang berlebihan. Dia melakukan sihir yang tidak disengaja di usianya yang ke lima dan dia sudah bisa membaca, menulis dan berbicara dengan lancar di usianya yang ke enam.
Gadis kecilnya selalu menjadi anak yang penasaran—sampai Severus berpikir bahwa jika dia memasuki Hogwarts kelak, Athena pasti akan masuk kedalam Ravenclaw. Athena bahkan pernah bertanya kenapa sihir ibu memberikan sihir-sihir lainnya pada mereka semua dan kenapa ada penyihir yang bisa dilahirkan oleh Muggle.
Tapi pertanyaan Athena yang paling sulit dijawab Severus adalah pertanyaan tentang Alpha-nya.
Severus ingat pertanyaan itu. Saat itu, usia Athena sudah menginjak umur 8 tahun dan gadis kecilnya mendekatinya saat sedang bersantai setelah mengurus perusahaan Muggle yang baru saja di dirikannya.
"Father? Boleh Ath bertanya?"
"Tentu, kenapa tidak? Father akan menjawab jika Father tahu jawabannya."
"Um… kenapa… aku tidak pernah mengenal Daddy? Father selalu sendirian… apakah Daddy pergi dengan Omega lainnya dan meninggalkan kita…?"
Severus sungguh tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Tapi gadis kecilnya butuh jawaban dan Severus memang tidak pernah menutupi apapun dari putrinya tercinta. Tidak peduli seberapa sakitnya itu, putrinya berhak mendapatkan jawaban yang dibutuhkannya.
"Father?"
"… ikut aku, Athena." Ajaknya, lalu melangkah menuju ruangannya sendiri dan mengeluarkan pensive juga botol kecil berisi ingatannya yang sudah disimpannya jauh-jauh. Dia menuangnya kedalam pensive, kemudian berbalik pada anak gadisnya. "Aku tidak bisa mengatakannya karena… itu benar-benar menyakitkan. Athena, ingatlah ini."
"Aku sangat menyayangimu, tidak peduli apapun yang telah terjadi. Kau adalah hadiah terindah dalam hidupku. Apapun yang akan kau lihat di dalam sana, aku harap kau bisa mengerti apa yang kumaksud."
Athena mengangguk, terlihat takut dan penasaran sekaligus.
"Naiklah, dan lihatlah ingatanku… aku tidak bisa menceritakannya padamu, tapi aku akan memperlihatkannya."
Dengan itu Athena naik dan melihat ingatannya.
Ingatan itu memakan waktu ber jam-jam dan Severus menunggu dengan gugup. Dia tahu Athena tidak akan menyalahkannya, tapi dia khawatir dengan apa yang akan anaknya itu pikirkan.
Ketika Athena selesai melihatnya, anak itu menjerit dan muntah dan menangis. Gadis itu kemudian memegang Severus erat-erat dan tidak melepaskannya hingga keesokan harinya. Saat Severus bertanya apa yang membuatnya begitu, gadis kecilnya hanya mengatakan bahwa perilaku Alpha bernama James Bloody Potter itu benar-benar menjijikkan.
Bloody Potter itu tahu bahwa dia telah menandai Severus, tapi dia sama sekali tidak berusaha bertanggung jawab dan hanya mengatakan permintaan maaf yang canggung. Lebih lagi, dia terang-terangan memikirkan Omega lainnya di depan Severus—yang telah dilecehkan dan ditandai olehnya.
Severus tidak bisa tidak menyetujui itu. Tapi melihat Athena yang murung membuat Severus kembali memeluknya dan membisikkan kalimat penenang bahwa Athena hanya miliknya dan miliknya, bukan milik Bloody Potter yang brengsek. Dia juga mengatakan bahwa Athena adalah Athena. Gadis kecil itu bukanlah bayangan James Potter ataupun Severus.
Sejak saat itu juga, Athena berjanji akan selalu menjadi anak yang bertanggung jawab dan melindungi Severus—sekalipun Severus menolak dan berkata bahwa seharusnya dialah yang menjaga gadis kecilnya.
.
.
.
Hari itu adalah hari ulang tahun Athena yang ke-9 ketika surat dari Hogwarts tiba. Kepala sekolah Albus Dumbledore membutuhkan professor ramuan yang baru dikarenakan Horace Slughorn telah mengambil masa pensiunnya. Didalam surat itu juga dikatakan bahwa Severus dipilih atas rekomendasi Tom Riddle, professor DADA.
Athena juga melihat isi surat itu, kemudian secara tiba-tiba berkata bahwa sebaiknya Severus menerimanya.
"Hogwarts pernah menjadi rumah bagi Father. Dan aku juga akan sekolah disana saat aku berusia 11. Jadi kenapa Father tidak menerimanya? Setidaknya aku jadi bisa menjaga Father ketika nanti aku sekolah."
"Athena, aku tidak suka mengajar." Balas Severus. Dia sejak awal memang benci mengajar. Apalagi jika anak yang diajarnya sangat bodoh dan selalu mengacaukan ramuan.
Tepat setelah Severus mengatakan itu, burung hantu lain tiba dengan surat di kakinya. Kali ini Athena yang mengambilnya dan membaca nama pengirimnya.
"Dari Tom Marvolo Riddle. Dia teman sekaligus professor DADA yang merekomendasikan Father, kan?"
Severus mengangguk dan membukanya. Dia tidak perlu tahu bagaimana cara pria itu mengetahui tempatnya tinggal sekarang. Tom Riddle sejak dulu entah bagaimana selalu mempunyai cara tersendiri.
'Untuk Severus,
Sudah lama kita tidak bertukar kabar. Bagaimana kabarmu dan anakmu?
Aku baik-baik saja, begitupun Lucius dan Narcissa.
Pertanyaanmu akan kujawab nanti saat kita bertemu. Aku tidak ingin berbasa basi, Sev. Aku harap kau mau menerima posisi professor ramuan di Hogwarts.
Aku tidak akan memaksamu. Tapi apakah kau tidak lelah terus menerus bersembunyi? Apakah kau tidak merindukan kami? Ini sudah hampir 10 tahun. Waktu yang cukup lama bagimu untuk bersembunyi.
Kembalilah, Sev. Kau harus menghadapinya untuk kebaikanmu sendiri.
Ps; aku perlu membicarakan sesuatu denganmu.
Salam sayang, Tom Riddle.'
Mata Severus terpaku pada dua kalimat terakhir.
Dia harus menghadapinya demi kebaikannya sendiri… mungkin itu benar. Dia sudah terlalu lama bersembunyi, menjauh dari Wizarding World dan memutuskan kontak dengan teman-teman dan orang yang dia percayai.
"Father? Apa isi suratnya?"
Severus menolah pada putrinya, dengan hati-hati bertanya. "Athena… bagaimana menurutmu kalau kita pindah ke Wizarding World dan… dan tinggal di Prince manor?"
Putrinya diam sambil menatapnya selama beberapa saat, kemudian tersenyum lebar. "Apakah Father akan menerima tawaran kepala sekolah?"
"Err… mungkin…"
"Astaga, Father. Jadi Father akan menerima tawarannya atau tidak?" tanya Athena, terlihat tidak sabar. "Aku ingin pindah ke Wizarding World! Bukankah disana kita bisa menggunakan sihir dengan bebas? Aku ingin berlatih sebelum memasuki Hogwarts!"
"…"
"Dan aku ingin Father bertemu kembali dengan teman-teman Father! Jika kita kembali ke Wizarding World, Father bisa bertemu kembali dengan mereka. Dengan begitu, Father tidak akan lagi merasa kesepian!"
Perkataannya membuat Severus membeku. Apakah dia terlihat seperti itu?
"Father, Muggle Skyeaglesteve Jones pernah berkata; mulailah dengan hatimu ke manapun kau pergi, biarkan emosi dan kesadaran membimbing jiwamu. Walaupun Father menyembunyikannya dengan sempurna, aku tahu jauh di dalam sana Father merindukan mereka, kan?"
Sejak kapan putrinya menyadari kesepiannya?
"Jadi, apakah Father akan menerima tawarannya?"
"… Athena, bagaimana jika… kita bertemu dengannya? Satu-satunya alasanku pergi adalah karena aku tidak ingin lagi bertemu dengannya."
Kali ini anaknya terdiam. Ekspresinya berubah menjadi sedih dan Severus tahu bahwa dia baru saja memecahkan hati anaknya.
"Dunia ini luas, anakku. Dan aku yakin Fate tidak sekejam itu untuk mempertemukan kalian kembali jika kau belum siap." Eileen Prince, ibu dari Severus dan nenek dari Athena tiba-tiba muncul dari balik pintu. "Kami tidak ingin memaksamu, nak. Tapi Athena benar. Kau mungkin harus kembali ke Inggris. Teman-temanmu pasti merindukanmu."
"… aku akan memikirkannya." Balas Severus, kemudian bangkit dan membereskan berkas perusahaan Muggle dan laporan keuangan potion shop-nya sebelum beralih kedalam kamar pribadinya.
.
.
.
Pada akhirnya setelah beberapa hari, Severus mengirim surat balasan untuk Tom Riddle dan Albus Dumbledore melalui floo. Dia juga memanggil Dosy—house elf tua keluarga Prince atas perintah ibunya—untuk membersihkan manor Prince yang sudah lama tidak dihuni.
Mereka kembali ke Inggris menggunakan alat transportasi Muggle, kemudian ber-apparate dari sudut bandara langsung menuju Prince manor.
Bangunan itu terlihat indah dibawah sinar matahari. Catnya berwarna abu-abu terang dengan taman luas di sepanjang jalan masuk. Didalamnya juga luas, dindingnya penuh dengan potret para leluhur dan ada ruangan besar untuk ramuan, berlatih mantra, bahkan perpustakaan dengan buku-buku yang tersebar dimana-mana.
Athena jelas sekali terlihat tidak sabar. Jadi dengan anggukan persetujuan darinya, putrinya itu langsung masuk kedalam perpustakaan itu dan menyelam kedalam buku-buku.
"Dosy, pastikan Athena tidak menyentuh buku yang masih memiliki mantra. Singkirkan buku-buku yang memiliki mantra dan tumpuk di ruanganku. Aku akan menghilangkan mantranya lebih dulu."
"Baik, tuan." Cicit peri rumah itu dan menghilang dengan jentikan jari.
Ibunya sudah lebih pergi menjelajahi tempat tinggal lamanya sedangkan dia lebih suka melihat-lihat isi ruangan untuk meramu. Barang-barang mereka sudah diurus oleh dua house elf lainnya yang muncul di belakang Dosy sebelum mereka memasuki manor.
Ruangan itu besar dan luas. Di dindingnya penuh dengan lemari berisi bahan-bahan untuk ramuan—yang sangat lengkap. Alat-alat untuk meramu juga lengkap—bahkan lebih lengkap dari pada yang ada di Hogwarts. Ada buku-buku ramuan yang bertumpuk di atas meja, terlihat tua dan sedikit berdebu.
Severus langsung merasa bersemangat. Sudah lama dia tidak membuat ramuan dengan bahan selengkap ini. Dia tidak tahu bahwa keluarga Prince menguasai ramuan. Jika dia tahu, mungkin sudah sejak lama Severus pindah ke manor ini—mengabaikan keinginannya 'menghilang' dari Inggris.
Dia tidak tahu sejak kapan tangannya mengambil buku dan mulai membuat ramuannya sendiri. Dia juga tidak tahu berapa lama waktu yang telah terlewat ketika satu house elf lain muncul dengan bunyi pop.
"Tuan, apakah tuan ingin makan malam? Nyonya besar sudah menunggu anda di ruang makan…"
Severus langsung menghentikan kegiatannya dan mematikan api yang digunakannya untuk meramu. "Aku akan segera kesana. Bagaimana dengan Athena?"
"Nona masih berada di perpustakaan, tuan."
"Panggil dia dan katakan bahwa aku menunggunya… siapa namamu?"
"Ini Sunny, tuan."
"Sunny, aku memberimu tugas untuk selalu mengingatkan Athena waktu makan pagi, siang dan malam. Aku tidak ingin dia melewatkan jam makannya. Apakah kau mengerti?"
"Ya tuan! Sunny akan melakukan yang tuan perintahkan!"
Dengan bunyi pop, house elf itu pergi meninggalkan Severus sendirian. Rasanya tidak rela meninggalkan ramuannya—dia yakin Athena juga merasakan hal yang sama dengan buku-bukunya—tapi jam makan tidak boleh dilewatkan. Setidaknya dia ingin keluarganya makan dengan baik.
.
.
.
Severus menarik napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri untuk masuk kedalam Great Hall Hogwarts.
Yeah. Kini dia resmi menjadi professor ramuan di Hogwarts. Sekolahnya dahulu. Tempat yang menjadi rumah pertamanya dan tempat yang menjadi saksi bisu kehancurannya.
Di meja guru—yang tidak pernah berubah letaknya, Albus Dumbledore tersenyum menyambutnya dengan ekspresi ramah. (Severus mencibir dalam hati, karena dia tahu bahwa Albus menganak-emaskan Gryffindor). Miverna McGonagall tersenyum tipis melihatnya. Dan Tom Riddle yang tersenyum lebar. Professor lainnya juga terlihat menyambutnya dengan ramah—cukup membuat Severus sedikit lega.
"Severus, anakku. Selamat datang kembali!" Sapa Albus Dumbledore. Disampingnya, Miverna McGonagall mengangguk singkat.
"Lama tidak berjumpa, Severus."
"Ya… lama tidak jumpa." Balas Severus, agak canggung. Dia mengambil tempatnya di samping Tom Riddle dan membalas sapaan-sapaan dari professor lainnya. Beberapa menanyakan kabarnya dan beberapa yang lain menanyakan kemana dia pergi setelah lulus dari Hogwarts.
Severus hanya menanggapinya dengan senyum kecut. Dia tidak berniat mengatakan apapun pada mereka yang bahkan tidak peduli dengannya saat masih menjadi siswa.
Untunglah mereka tidak terlalu memaksanya untuk menjawab dan mengalihkan topik pembicaraan pada caranya mengajar nanti dan saran-saran yang (kata mereka) akan membantunya dalam mengatasi anak-anak.
"Sev," bisik Tom Riddle dengan senyuman di bibirnya. Nadanya santai dan ramah, sama seperti yang diingat Severus. Matanya berbinar hangat, apakah itu tatapan kerinduan? Padanya? "Jam sembilan nanti, di ruanganku. Kita perlu bicara."
Dia tiba-tiba ingat surat yang dikirim pria di sampingnya dan hanya mengangguk meng-iya-kan.
Apa yang perlu mereka bicarakan? Severus yakin Tom Riddle tidak akan memaksanya menjawab dan selalu menghargainya. Jadi dia sedikit penasaran dengan apa yang ingin Tom Riddle bicarakan.
Severus sudah mendengar sedikit tentang teman-temannya dulu. Lily sudah menikah, jelas. Regulus Black bersama dengan Barty Crouch pergi meninggalkan Inggris dan kini sibuk berkeliling dunia. Lucius Malfoy menikah dengan Narcissa Black dan kini memiliki seorang putra yang berusia 7 tahun… Tom Riddle… pria itu tidak banyak berubah, selain menjadi professor DADA di Hogwarts di umurnya yang ke-25. Kehidupan pribadinya juga tidak banyak dibicarakan.
Yang pasti, pria itu masih 'sendiri'.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" pertanyaan itu membuat Severus tersentak. Apakah dia terlalu larut dalam pikirannya sendiri?
"Ah… tidak." gumamnya, lalu mendongak untuk menatap Tom Riddle—orang yang tadi memanggilnya.
"Kau tiba-tiba diam. Apa ada masalah?"
"… aku hanya sedikit gugup." Balasnya pendek, lalu menatap siswa lama yang mulai memenuhi aula. "Aku akan baik-baik saja."
"Mm… baiklah kalau begitu."
.
.
.
Severus menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu ruangan milik Tom Riddle. Dia menunggu beberapa saat hingga pemilik ruangan itu membukanya.
"Severus. Ayo masuk." Sapa Tom dengan senyuman.
"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Severus, to the point seperti biasanya.
Tom tertawa kecil, terdengar geli. "Duduk, mau teh?" tawarnya sambil mengambil tempat duduknya di atas sofa.
Dia menolak tawarannya dengan halus, tapi tetap mengambil tempat duduk di depan Tom. "Jadi?"
"My, my, sangat tidak sabaran." Jawab Tom, masih dengan senyumannya yang hangat. "Aku juga akan to the point padamu, Sev."
Jeda sejenak seolah-olah Tom sedang merangkai kalimatnya—yang sukses membuat salah satu alis Severus naik. Tidak biasanya Tom Riddle bersikap seperti ini.
"Aku ingin meng-courting mu." Ujar pria itu, benar-benar to the point hingga Severus tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut. "Aku selalu menyukaimu—tidak, aku tahu aku mencintaimu sejak kita bertemu pertama kali."
"T-tom…"
Tom mengangkat tangan, menghentikan apapun yang akan keluar dari bibir Severus.
"Kau tidak perlu menerimaku sekarang. Ini mengejutkan, benar. Tapi aku ingin memberitahumu lebih dulu sebelum benar-benar melakukannya dan aku tidak ingin memaksamu."
"Tapi kenapa?" Severus tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Kenapa kau menginginkanku? Aku-aku—kau bukan—aku tidak…"
"Sev? Sev, bernapaslah. Benar—tarik, hembuskan…" Tiba-tiba saja Tom sudah ada di sebelahnya, mengusap punggungnya dengan gerakan menenangkan.
Severus menarik dan menghembuskan napas beberapa kali hingga mulai tenang. Tom memberinya secangkir teh dengan campuran ramuan penenang yang diterimanya dengan tangan gemetar.
"Kenapa…? Kenapa kau menginginkanku?" gumamnya, masih tidak percaya Tom Riddle meminta izinnya untuk melakukan courting.
"Hm… love doesn't need a reason, right? The first time I saw you, at 11 years old, I knew I was in love with you. I'm sorry I didn't tell you earlier until you got that... incident... But I've been waiting for you for a long time and this time I won't hesitate anymore." Tom Riddle terlihat geli dengan kata-katanya sendiri, tapi mata merah yang menatapnya lurus itu menunjukkan bahwa dia serius. "Tolong beri aku kesempatan?"
Severus diam dan memejamkan mata, kemudian menghembuskan napas. "… kau harus meminta izin pada putriku lebih dulu. D-dan aku—kurasa aku belum siap untuk membuka hatiku lagi…"
Dia tidak membuka matanya, tapi dia tahu bahwa Tom tersenyum di sebelahnya. Tangannya masih bergerak mengusap punggungnya dalam putaran menenangkan.
"Aku akan berusaha sebaik mungkin."
.
.
.
Severus terbangun dengan keringat yang membasahi tubuhnya dan sakit kepala yang belakangan ini menemaninya. Feromonnya sedikit bocor, membuatnya mengumpat. Dia harus makan lebih dulu sebelum minum ramuan pencegah feromon atau perutnya akan sakit.
Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Dia ingat dengan jelas bahwa kemarin dia sudah meminum 'obat'nya. Lantas kenapa feromonnya masih bocor keluar? Kenapa tengkuknya berdenyut menyakitkan? Dan apa-apaan mimpinya barusan? Kenapa dia memimpikan hal yang sudah lama terjadi itu?
Pemikirannya terputus ketika pintunya diketuk. Severus tidak perlu repot-repot bertanya siapa yang mengunjunginya sepagi ini karena dia sudah tahu.
Pasti Tom Riddle.
Diambilnya ramuan yang dibutuhkannya—ramuan pencegah feromon dan suppresannya sebelum membuka pintu ruangannya.
"Selamat pagi, Sev." Sapa Tom Riddle, tersenyum hangat seperti biasa.
"Pagi…"
Tom memperhatikannya beberapa saat, kemudian bertanya. "Apakah tidurmu tidak nyenyak?"
"Hanya memimpikan beberapa hal di masa lalu." Gumam Severus, tidak ingin terlalu banyak membongkar mimpinya sendiri. "Um, bisakah kita makan di dapur saja pagi ini? Aku harus meminum ramuanku…"
Tanpa bertanya lebih jauh, Tom Riddle mengangguk. "Tentu, kenapa tidak?"
"Terima kasih," balas Severus, tanpa sadar tersenyum.
Tom Riddle membalas senyumnya dengan ekspresi puas.
.
.
.
TBC.
Catatan Author;
Maaf karena terlalu lama update. Aku tidak punya terlalu banyak waktu untuk mengetik di RL karena tugas kuliah yang beraneka ragam budayanya/slap.
Terima kasih sudah membaca.
