Disclaimer : Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
.
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
Megumi sudah bersiap pagi itu. Ia sudah mandi, sudah rapi. Ia mengecek ponselnya, dan dompet. Hanya itu yang akan ia bawa nanti. Hingga ia mendapati pesan masuk dari Shoko, menyuruhnya ke kantor dulu sebelum berangkat nanti.
Mendapati pesan itu Megumi pun bergegas menuju kantor untuk menemui Shoko, menuju lab lebih tepatnya.
"Kartu akses mu," ucap Shoko dengan tangan terulur meminta kartu akses milik Megumi. Megumi memberikannya. Shoko lalu mengotak-atik sesuatu di depan sebuah alat. "Aku akan memberikan akses informasi chip di tubuh Satoru pada kartumu," ucap Shoko. "Aku ingin kau tahu bahwa informasi di sini termasuk confidential, hanya beberapa healer dan petinggi Jujutsu saja yang memiliki izin akses ke informasi ini, jadi sebaiknya kau jangan membicarakannya pada siapapun."
Gulp…!
Megumi menelan ludah berat mendengar itu.
"Cek tabletmu," ucap Shoko setelah selesai dengan alat di depannya. Megumi mengecek tablet nya, ada room baru berisi informasi dan statistik Gojo di sana. "Level energy, list skill, denyut jantung, semua informasi ada di sana, kau bisa mempelajarinya lebih lanjut lain kali, sekarang cukup tahu basic nya saja," jelas Shoko.
Megumi menatap level energy Gojo yang saat ini sudah di angka 86%, ah ya, seminggu ini Gojo melakukan misi terus kan. Pantas saja. Tapi hebat sekali, hanya naik 6% sejak terakhir heal mereka. Mungkin Gojo sudah terbiasa membatasi diri supaya persentase nya tidak melejit. Karena kalau sampai naik drastis sedikit saja, angka 100% sudah ada di depan mata.
"Di situ ada indikator success rate dalam heal juga, aku ingin kau memperhatikan indikator itu saat heal nanti," tambah Shoko.
"Baik," balas Megumi, masih menatap layar tab nya. "Ah, kau bilang informasi ini confidential kan, tapi waktu Gojo-san menggunakan kekuatannya di HQ, ada peringatan tanda bahaya di tab ku juga. Padahal saat itu aku belum memiliki akses untuk informasi ini."
"Itu sih terhubung dengan semua device di HQ. Tidak hanya ke healer, ke semua sensor di HQ. Bisa dibilang seperti alarm kebakaran begitu. Tapi kalau untuk tab hanya tab para healer sih yang ada notif nya, sisanya monitor kantor dan videotron, semacam itu."
Megumi sweatdrop. Sepertinya kesalahan mereka waktu itu lebih parah dari yang ia bayangkan.
Megumi pun pamit karena urusan mereka sudah selesai.
"Oh ya, ganti pakaianmu dengan itu," tunjuk Shoko ke sebuah meja di mana ada tumpukan pakaian serba hitam di sana. Megumi terkesiap, seragam HQ, batinnya. "Itu terbuat dari material khusus, bisa melindungimu sampai beberapa tingkat. Untuk jaga-jaga."
Megumi pun menurut. Ia membawa pakaian itu pergi, dan menuju kantornya sendiri untuk berganti pakaian. Toh masih ada waktu sebelum keberangkatan. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin, ia memakai jaz hitam yang kerahnya agak tinggi, jaz nya tidak sepanjang milik Gojo, lalu celana yang pas di tubuh Megumi. Megumi memilih mengancingkan penuh jaket itu meski di dalamnya ia memakai kaos untuk double.
'Megumi-Sensei di mana?' sebuah chat masuk dari Gojo.
'Di kantor. Sudah siap kah? Ketemu di mana?' balas Megumi.
'Di depan kantor saja, otw kesana.'
Megumi pun bergegas turun ke lantai satu. Setiba di depan gedung, terlihat sebuah mobil sudah terparkir dengan Gojo berdiri di sampingnya.
"Sensei," sapa Gojo sambil tersenyum. Megumi menghampiri. Di samping mobil sebelah kemudi ada Ijichi yang membungkuk hormat ke arahnya.
"Ohayou Gojo-san, Ijichi-san," sapa Megumi.
"Ohayou," balas Gojo lalu membukakan pintu untuk Megumi, Ijichi juga kembali masuk ke mobil di bagian kemudi. Gojo menyusul masuk setelah Megumi duduk, dan mobil pun mulai melaju.
"Kupikir kau akan lebih nyaman kalau dengan orang yang sudah kau kenal, jadi aku menyuruh Ijichi yang mengantarku kali ini," ucap Gojo. "Dia ini kouhai ku saat SMU, jadi aku bisa percaya padanya."
"Kouhai?!" Megumi terkejut mendengar itu. Ia pikir Ijichi lebih tua dari Gojo melihat dari mukanya. Dan Megumi langsung sweatdrop melihat muka pundung Ijichi, sepertinya orang itu merasa juga.
"Ah, misi kali ini di mana?" Megumi langsung mengalihkan pembicaraan.
"Di dekat terowongan kereta Shinzen, katanya sudah banyak orang menghilang di sana. Setiap kereta lewat juga beberapa penumpang tumbang," Gojo menunjukkan layar tab nya pada Megumi. "Sampai kemarin terakhir ada dua kereta yang masuk terowongan itu dan tak pernah keluar lagi, bisa dibilang misi ini urgent juga karena siapa tahu masih ada yang selamat."
"Ehh? Sedarurat itu? Bukankah kita harus cepat. Kenapa bisa sesantai ini," Megumi sweatdrop.
"Haha tenanglah, sudah ada Madou yang mengawasi, mereka seperti petugas pertama dari HQ yang turun ke lapangan," ucap Gojo. "Sebelum misi ditindak oleh HQ, ada laporan dulu kan, misalnya dari penduduk setempat atau siapapun yang mengalami. Saat laporan itu masuk, yang diturunkan oleh HQ adalah Madou dulu, untuk memastikan level kutukannya, dan memberikan laporan ke HQ untuk mempertimbangkan jujutsushi level berapa yang boleh mengambil misi itu. Madou juga bertugas memasang kekkai supaya tidak ada kerusakan tambahan selama menunggu dispatch dari HQ."
"Souka, jadi begitu sistemnya," balas Megumi.
"Mm hm, yang sekarang juga begitu. Karena ini dikategorikan level S, Madou yang bertugas juga banyak. Kekkai yang dipasang juga beberapa lapis di jarak-jarak tertentu," jelas Gojo. "Ijichi, kali ini berapa radiusnya?"
"Radius kekkai terluar kali ini 10km dari pusat kutukan," jawab Ijichi. "Pemasangan kekkai oleh Madou ada di setiap 1km menuju titik, dan ada 5 Madou di setiap titik kekkai yang menjaga kestabilannya."
"Souka, sepertinya betulan level S," jawab Gojo santai.
Megumi hanya tercengang mendengar itu. Jadi sebanyak itu team yang menangani. Kini ia lebih mengerti ucapan Shoko yang mengatakan banyak jujutsushi memilih mati daripada berserk, karena akan lebih membahayakan team mereka. Kalau ia mati, para Madou masih bisa menghubungi HQ meminta dispatch berikutnya, tapi kalau ia sendiri yang berserk…ia bisa saja…membunuh rekan-rekan sendiri.
Grit…
Kepalan tangan Megumi mengerat. Ia kini mengerti seberapa pentingnya eksperimen kali ini. Ia harus berusaha.
.
Setiba di tempat, Ijichi memberhentikan mobilnya di dekat seseorang berseragam serba hitam. Ijichi keluar duluan untuk menanyakan keadaan.
Gojo menatap Megumi lalu merapikan bajunya. "Kau siap?" tanya Gojo.
Megumi mengangguk grogi.
"Kau tidak perlu takut, aku pasti melindungimu. Kau berkonsentrasi saja dengan tugasmu."
Megumi mengangguk. Mereka pun keluar dari mobil.
"Saat ini kondisi kekkai stabil, sepertinya tipe kutukan ini lebih ke pasif, hanya menyerang sesuatu yang mendekat, menginvasi domain mereka. Tapi tidak salah lagi, level energy yang kami rasakan adalah tingkat S," jelas Madou itu pada Ijichi. "Siapa yang menerima misi kali ini? Jujutsushi level 1 atau semi-specia gra–..." ucapan Madou itu terhenti saat melihat Gojo keluar dari mobil. "Gojo…Satoru," ucapnya hampir tak percaya.
"Ya, HQ memutuskan mengirim jujutsushi special grade untuk misi kali ini," ucap Ijichi.
Madou itu tampak senang. "Syukurlah. Semoga masih ada penumpang yang selamat," ucap Madou itu. Gojo mendekat bersama Megumi.
"Lepaskan kekkai nya," perintah Gojo.
"Eh?" Madou itu bingung.
"Lepaskan kekkai nya," ulang Gojo.
Madou itu semakin sweatdrop, Ijichi juga sama saja. Gojo hanya memberi perintah tanpa menjelaskan keadaannya, tentu saja Madou itu bingung.
"Beliau adalah Megumi Fushiguro-Sensei, seorang healer," jelas Ijichi. "HQ memberikan perintah untuk mengadakan eksperimen bersama beliau, jadi beliau akan ikut misi bersama Gojo-san," jelas Ijichi.
"Tapi ini berbahaya loh," Madou itu tampak panik. "Level kutukannya level S, bisa jadi special-grade juga. Akan berbahaya bagi jujutsushi di bawah level 1, apalagi healer."
"Kau pikir aku siapa," ucap Gojo songong.
"Tapi ini bukan masalah kutukannya saja kan, Gojo-san. Tapi energy nya, tekanan energy nya. Semakin mendekati area titik pusat, kami saja semakin merasakan tekanan, bagaimana dengan healer."
"Ah, benar juga ya," Gojo mengusap dagunya. "
Iya kan, benar kan. Aku hanya mengkhawatirkan beliau saja," healer itu masih tampak panik.
Gojo menatap Megumi. "Sensei, bagaimana? Aku bisa melindungi dari serangan fisik, tapi kalau tekanan energy aku tidak yakin bisa memblok nya."
"Tidak apa-apa, kita coba dulu," ucap Megumi. Ia sudah membulatkan tekad.
Gojo tersenyum. "Nah, kau sudah dengar sendiri, sekarang lepaskan kekkai nya," ucap Gojo pada Madou itu.
"Ugh…" meski terlihat masih keberatan, tapi akhirnya ia setuju. Ia meraih alat komunikasi untuk menghubungi rekannya. "Unit 10, lepaskan kekkai. Jujutsushi Gojo Satoru, dan healer Fushiguro Megumi, akan memasuki area. Unit 2 standbye, lepaskan kekkai saat Gojo Satoru mendekati area kekkai."
"Lepaskan kekkai? Apa yang terjadi?"
"Perintah dari HQ, detailnya nanti."
"..." terdiam sesaat. "Roger."
"Baiklah, tunggu aba-abaku. Standbye," Madou itu mematikan alat komunikasinya lalu menghampiri Gojo. "Silahkan pakai motor ini," ia memberikan sebuah kunci motor pada Gojo.
"Motor?" ucap Megumi.
"Iya, sampai ke titik pusat masih 10km loh Sensei," Gojo menerima kunci itu. "Aku bisa saja teleport, tapi aku takut tubuhmu langsung shock kalau tidak satu per satu melewati kekkai dan merasakan tekanannya meningkat. Atau aku bisa menggendongmu lalu melesat ke sana."
"Itu–..." wajah Megumi langsung memerah.
"Tapi jaga-jaga kau tidak bertahan sampai lapisan terakhir, kau bisa stay di motor biar aku yang maju," tambah Gojo. "Jadi kalau terjadi apa-apa kau langsung bisa kabur pakai motor. Oke?"
Megumi pun mengangguk. Gojo lalu mengambil motornya, Megumi membonceng. Gojo bersiap di depan kekkai, Madou itu menyalakan alat komunikasi nya.
"Baiklah, kai !" ucapnya melepaskan kekkai disambut rekannya yang lain.
Gojo segera menarik gas dan melaju dengan motornya begitu kekkai terbuka.
Gasp…!
Baru saja kekkai terbuka, Megumi sudah bisa merasakan perbedaannya. Tekanannya berat sekali. Gojo melirik Megumi, ia lalu meraih tangan Megumi dan menariknya ke depan. "Pegangan," ucapnya.
Meski sedikit tersipu, Megumi pun menurut, ia memeluk erat tubuh Gojo.
Dari alat komunikasi Gojo, ia bisa mendengar kontak para Madou.
"Gojo Satoru terlihat, bersiap membuka kekkai. Dalam 3 2 1, kai !"
Kekkai no.2 pun terbuka, lagi, Megumi merasakan tekanannya semakin meningkat. Tapi ia masih bisa bertahan. Ia hanya perlu rileks saja, dan mengatur nafas.
Setelah memasuki kekkai ketiga, kondisi mulai berbeda. Terlihat beberapa kutukan lain berkeliaran.
"Report," ucap Gojo.
"Kutukan di area 3 berada di level rendah, masih bisa kami tangani," jawab Madou. "Kutukan kuat mulai berada di kekkai 3 terakhir, mohon kerjasamanya."
"Roger," balas Gojo dan menarik tuas gas nya semakin dalam.
"Para Madou bisa menangani?" tanya Megumi.
"Iya, mereka dibekali senjata khusus, skill mereka juga lumayan. Jadi kalau mereka bilang mereka bisa menghandle nya, kita percayakan saja pada mereka."
Mereka terus melaju, membuka kekkai ke 4, lalu ke 5, memasuki area kekkai ke 6 Megumi merasa semakin tertekan. Aura nya kuat sekali, pelukan tangan Megumi mengendor karena lemas.
Gojo menghentikan motor saat menyadari itu.
"Gojo-san?" tanya Megumi. Gojo turun dari motor lalu membopong Megumi ke depan dengan memposisikan menghadap ke belakang, Gojo kembali naik ke motornya, sehingga posisi mereka kini saling berhadapan. "Eh?" Megumi cengok.
Gojo meraih tubuh supaya Megumi bersandar ke tubuhnya. "Bersandarlah, supaya tidak perlu pegangan lagi," ucap Gojo. "Siap ya?" Gojo kembali melajukan motornya.
Deg…deg…deg…
Jantung Megumi berdebar tidak karuan. Daripada tekanan kutukan, Megumi merasa ia bisa mati karena degup jantungnya yang kelewat keras. Ia bersandar ke dada bidang Gojo. Tubuh Gojo lebih besar darinya, jadi rasanya seperti dipeluk. Dan kaki Megumi berada di atas paha Gojo, rasanya Megumi malu sekali.
"G-Gojo-san, mungkin sebaiknya kita…" ucap Megumi. Ia benar-benar salah tingkah dengan posisi mereka.
Tapi saat memasuki area kekkai ke 7 yang dilepas, Megumi tak yakin bisa protes lagi. Tekanannya sangat kuat. Dada Megumi terasa sesak, pundaknya berat.
"Uhuk…" Megumi sampai terbatuk saking sesaknya. Seketika Gojo pun menghentikan motor, ia menatap Megumi yang terengah.
"Sensei…" panggil Gojo.
"Uhuk, ch-chotto…matte, hosh hosh, mungkin aku hanya butuh penyesuaian sebentar," ucap Megumi.
Gojo terdiam menatap itu, ia yakin Megumi tidak bisa maju lebih jauh lagi. Gojo meraih alat komunikasinya.
"Report. Seberapa tinggi kekkai yang terpasang?" tanya Gojo.
"Kurang lebih 30m ke atas," balas suara di seberang.
"Lepaskan kekkai 8, 9 dan 10 secara bersamaan setelah 15 detik aku mematikan sambungan. Mengerti?"
"Baik," jawab mereka serempak.
Gojo mematikan sambungan lalu membopong Megumi turun dari motor dengan satu tangan, mendudukkan Megumi di satu lengannya saja seolah tubuh Megumi ringan sekali.
"Sensei," panggil Gojo, membelai pelan pipi Megumi. "Tarik nafas yang panjang oke, tenangkan dirimu. Setelah ini kau harus memulai eksperimen," ucap Gojo.
Megumi mengangguk, ia lalu menarik nafas panjang, menghembuskannya, begitu sampai beberapa kali.
"Good," ucap Gojo.
Tak berselang lama, terdengar suara serempak dari alat komunikasi Gojo.
"Kai !"
Megumi sudah menyiapkan diri, tapi ia tersentak saat tiba-tiba saja ia bernafas lega. Matanya terbelalak melihat sekeliling. Ia…melayang di udara. Ia melihat ke bawah, ia masih sempat melihat kekkai terbuka 3 kali. Ia menoleh ke samping, ia masih digendong oleh Gojo dalam posisi sebelumnya. Gojo tersenyum menatap Megumi.
"Sensei, kau boleh memulai heal nya," ucap Gojo.
Megumi pun mengangguk. Tapi dalam posisi itu, dia bingung harus heal bagaimana. Ah, leher, pikirnya. Ia pun memeluk Gojo, menyentuh denyut nadi di lehernya.
"Ini posisi paling memungkinkan," ucap Megumi dengan wajah sedikit memerah.
"Pffftt…hai hai," balas Gojo, ia membentuk sign dengan satu tangannya yang bebas. "Jutsushiki Junten, Ao," ucapnya.
Megumi sempat melihat sekilas sebelum menutup mata untuk berkonsentrasi, bahwa dalam sekejap mata, gerombolan kutukan di bawah sana lenyap seketika. Sebenarnya Megumi ingin melihat, tapi ia punya tugas yang lebih penting. Ia bisa melihat nanti kalau heal nya sudah terkoneksi dengan Gojo, ia bisa membuka mata dan tetap melanjutkan heal.
Megumi pun berkonsentrasi, ia merasakan tubuhnya turun dari ketinggian, ia rasa Gojo membawanya turun. Tapi ia harus fokus mencari energy Gojo. Ia semakin dalam menyelam, lalu saat akhirnya menemukan energy Gojo, ia pun mulai menyalurkan energy heal nya.
"Dapat!" ucap Megumi bersemangat seraya membuka mata.
Deg…!
Dan jantungnya terasa berhenti berdetak saat begitu membuka mata, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah wajah mengerikan sebuah kutukan, berada tepat di hadapan mukanya. Sangat mengerikan sekali, dan ukurannya sangat besar. Megumi baru kali ini menjumpai kutukan sebesar itu.
Kutukan itu tampak dalam posisi menyerang, tapi seolah tubuhnya berhenti di udara, tak bisa mendekat lagi.
"Oh, kau sudah berhasil menyambungkan heal nya, Megumi-Sensei," ucap Gojo santai.
Sementara Megumi…
"AAAAAAAAHHHHHHHHH," ia shock melihat wujud menyeramkan kutukan itu berada di jarak yang dekat sekali.
"Ahahaha," Gojo hanya tertawa dan membentuk sign di tangannya. "Jutsushiki Hanten, Aka."
Dan…booom!
Sebuah cahaya merah kecil melesat menembus kutukan itu, dan membuat tubuhnya berlubang besar. Sisa tubuh kutukan itu runtuh bagaikan abu.
Megumi masih shock di tempatnya, tubuhnya kaku. Jantungnya berdegup tidak karuan, dan tentu saja, koneksi heal nya terputus.
"Ini pertama kalinya kau melihat kutukan dari dekat ya?" ucap Gojo. Ia menatap wajah Megumi yang membiru dengan ekspresi tengah dalam keadaan shock berat. Gojo memeluk Megumi, menyembunyikan wajahnya di dada. "Kalau begitu tutup mata saja, tidak usah khawatirkan sekeliling."
Megumi mengangguk pelan. Ia kembali memeluk Gojo, tapi ia rasa kini lebih karena ketakutan, bukan karena mau heal. Ia merasakan tubuh Gojo kembali bergerak menuju posisi lain, tapi Megumi sudah tidak mau melihat sekeliling lagi. Ia mencoba berkonsentrasi untuk melanjutkan heal nya.
Craackk…!
KkkraaazzHhh…!
Bboooommmm…!
Kkkrriiiikkzz…!
Tapi suara-suara pertempuran serta suara mengerikan dari para kutukan terus terdengar. Apalagi dengan pemandangan tadi yang masih bisa Megumi ingat jelas kengeriannya.
"Aaaagghh, muri da," teriak Megumi frustasi. "Aku tidak bisa konsentrasi," ia kembali membuka mata dan melihat sekeliling. Ia kembali bergidik ngeri melihat para kutukan merayap seperti mengepung mereka. Wujud mereka seram-seram, ukurannya juga beraneka ragam.
"Pfftrr, ya sudah, ya sudah. Kau duduk diam saja, tidak usah heal lagi," ucap Gojo.
Megumi hanya bisa diam, ia menyandarkan tubuhnya ke Gojo, tangannya kini memeluk pinggang Gojo, bukan lehernya lagi untuk mencari denyut nadi. Ia ingin menutup mata supaya tak melihat, tapi yang ada dia malah kepikiran yang aneh-aneh. Akhirnya ia tetap membuka mata dan melihat Gojo membasmi para kutukan-kutukan itu.
"Oke, kurasa area sekitarnya sudah clear, kita menuju terowongan, Sensei," ucap Gojo sambil melesat melewati sisa-sisa kutukan yang tengah menghilang.
"A re? Kenapa aku sudah bisa bernafas seperti biasa?" tanya Megumi.
"Tadi saat aku membawamu ke atas, aku membersihkan area ini dengan energy ku, jadi energy kutukan yang ada sudah lebih teredam. Tapi yah, untuk membasmi para kutukannya harus secara langsung seperti tadi," jelas Gojo. "Nah, sudah sampai," Gojo mendarat di depan pintu terowongan.
Megumi melihat ke dalam terowongan itu, padahal panjangnya tidak seberapa. Ia bahkan bisa melihat cahaya dari pintu terowongan di seberang. Kalau dinalar tidak mungkin dua kereta masuk tanpa keluar dari terowongan pendek itu.
Gojo perlahan berjalan masuk ke terowongan itu, masih dengan menggendong Megumi di satu tangannya. Begitu ia memasuki sisi gelap terowongan, pemandangan berubah total. Megumi merasa semua warna dunia berubah kemerahan. Di dinding, di langit-langit dan di bawah kaki mereka seperti dibaluti gumpalan daging berwarna bata, beberapa cairan menetes di sana sini.
Megumi merinding, ia memeluk Gojo lebih erat lagi. Ia menatap Gojo yang tampak biasa-biasa saja, bahkan masih sempat tersenyum menatap Megumi. Entah kenapa hal itu membuat Megumi lebih tenang. Megumi menatap ke bawah, memastikan sepatu Gojo tak terkena tetesan cairan yang tampak berasap itu. Barulah ia menyadari bahwa Gojo tidak benar-benar berjalan. Ia berjalan, tapi kakinya menapaki udara, seperti melayang begitu. Megumi hanya bisa menatap kagum, ternyata sehebat itu Gojo.
"Ah, mungkin itu kereta nya," ucap Gojo.
Megumi menatap ke depan, dan benar saja, ia melihat dua buah kereta berhenti, sejajar di dua rel yang ada. Kereta itu dibaluti warna daging juga. Gojo mendekati kereta tersebut, melongok ke dalam. "Ah, syukurlah, sepertinya mereka selamat," ucapnya.
"Eh? Kau bisa melihatnya?" Megumi mencoba menajamkan mata, tapi ia tak melihat apapun di balik jendela kereta.
"Sepertinya kereta ini dilapisi energy kutukan, seperti yang bisa dilakukan untuk membuat senjata terkutuk sebagai alat bantu," jelas Gojo. "Dan ini belum ada 24 jam sejak kejadian, jadi kurasa belum ada yang mati karena kelaparan atau semacamnya," Gojo mundur beberapa langkah, lalu melihat sekeliling.
"Hm, di sana ya," ucap Gojo lalu berjalan menuju tengah terowongan. Megumi melihat ke arah sana tapi tak melihat apa-apa, hingga setelah cukup dekat barulah ia melihat sesuatu menggembung di langit-langit terowongan.
Tanpa kata, Gojo langsung menggerakkan jarinya seperti membelah sesuatu, dan tiba-tiba saja gelembung itu pecah. Memunculkan cairan panas yang mengucur deras, lalu dari sana muncul sesosok kutukan. Kutukan kali ini berwujud nyaris seperti manusia, dengan dua tangan dan kaki, tapi tubuhnya berwarna putih, ia tak memiliki mata, hanya mulut lebar yang mengisi hampir seluruh wajahnya yang memiliki 4 gurat berwarna ungu.
"Hee, tokyuu kah. Pantas saja," ucap Gojo. Ia mengarahkan jarinya ke makhluk itu, tapi makhluk itu berhasil menghindar sambil menembakkan cairan panas.
"AWAS," teriak Megumi melihat cairan itu mengarah ke mereka, tapi ia tercengang saat melihat cairan itu seolah menabrak dinding tak kasat mata, dan tak bisa menjangkau mereka berdua.
"Hm, kalau dengan aka kau bisa menghindar dengan mudah, dengan satu tangan aku tidak bisa menggunakan murasaki, jadi kurasa ini ya," ucap Gojo. Ia membentuk sign dengan satu tangannya. "Ryouiki Tenkai, Muryokusho."
Megumi terbelalak saat perlahan pemandangan di sekitarnya berubah. Ia seperti melaju dalam kecepatan cahaya, lalu berhenti di ruang hampa udara. Banyak bintang stagnant serta noda membentuk darah tapi berwarna putih di sekeliling ruang hampa itu. Di balik dinding ruang hampa ia melihat bola mata besar seperti klise negatif. Di ruangan itu senyap sekali, seperti tak ada suara apapun. Benar-benar ruang hampa.
Megumi menatap ke arah kutukan tadi, ia tampak tak bergerak di tempatnya. Seperti patung. Gojo melangkah mendekat, lalu memegang kepala kutukan itu dengan satu tangan.
"Megumi-Sensei, kurasa kau jangan melihat ini," ucap Gojo.
Megumi terbelalak menyadari apa yang akan Gojo lakukan, ia segera menyembunyikan wajahnya ke dada Gojo. Detik berikutnya ia mendengar suara lengkingan kutukan itu disertai suara gemeretak dan kucuran benda cair yang keras sekali.
Megumi baru berani membuka mata setelah hawa di sekelilingnya berubah. Ia sudah tidak lagi merasakan hawa kutukan di manapun, dan pemandangan di sekelilingnya juga berubah menjadi pemandangan di dalam terowongan. Dua kereta itu masih di sana, dan perlahan ia mendengar riuh sorak sorai yang kian keras dari dalam kereta.
Beberapa saat kemudian para Madou menghampiri.
"Yeah, ini sudah urusan mereka. Tugas kita sudah selesai Sensei, ayo pergi," ajak Gojo dan melesat masih menggendong Megumi, ia melayang semakin ke atas, membawa Megumi terbang di atas perbukitan itu.
Angin sejuk menerpa wajah Megumi yang masih pucat.
"Haha, kau masih kepikiran soal yang tadi?" ucap Gojo. "Yeah, kau harus mulai terbiasa saja sih. Oh ya, setelah ini kita jalan-jalan bagaimana? Buat refreshing. Sekalian kita ma–..."
"Hmph," Megumi membungkam mulutnya dengan satu tangan, satu tangan mencengkeram dada Gojo. "Turun, aku mau…hmph…"
"Uwaahh," Gojo segera melesat turun dan mendaratkan Megumi ke tanah. Megumi langsung menuju bawah pohon dan muntah-muntah di sana.
"Hooeekk…uhukg, aaghh…"
Gojo hanya bisa sweatdrop sambil memijit pelan tengkuk Megumi. Sepertinya rencana jalan-jalan mereka harus ditunda dulu.
.
~OoooOoooO~
.
Megumi demam tinggi setelah itu. Ia pun meringkuk di kamar berbalut selimut dengan termometer berada di mulutnya. Megumi pernah baca katanya orang bisa meninggal karena ketakutan berlebihan, dan sepertinya Megumi demam karena ketakutan yang sama.
"Demamnya tinggi," ucap seorang berjas dokter mencabut termometer dari mulut Megumi.
"Ya sudah, sebaiknya kau beristirahat dan minum obatmu, Sensei," ucap Shoko.
"Gomenasai, aku tidak bisa memberikan hasil," gumam Megumi.
"Tak masalah, terimakasih sudah mencoba."
"Tapi aku yakin heal ku tadi sempat terhubung dengan Gojo-san, ya kan?" Megumi menoleh pada Gojo.
"Iya, aku juga sempat merasakannya," ucap Gojo.
"Yeah, apapun itu hasilnya belum maksimal. Kita bicarakan lain kali saja, aku tidak ingin membebani Fushiguro-Sensei lebih dari ini," ucap Shoko. Ia pun pamit bersama dokter tadi setelah sang dokter memberikan obat.
Gojo duduk di tepian ranjang di samping Megumi. "Apa boleh aku tetap di sini?" tanya Gojo.
Megumi mengangguk. "Kalau kau tak keberatan," ucap Megumi. "Setiap kali aku memejamkan mata aku masih melihat bayangan kutukan tadi, seperti mimpi buruk. Kurasa akan lebih tenang kalau saat membuka mata aku melihatmu, orang yang sudah mengalahkan mereka."
Gojo mengangguk. "Tapi aku kembali ke paviliun ku dulu untuk mandi dan ganti baju," ucap Gojo. Megumi mengangguk lemah. "Oke, kalau begitu sampai nanti," Gojo pun pamit.
Gojo bergegas menuju paviliun nya, karena dia masih dilarang menggunakan kekuatannya di HQ, dia hanya bisa menaiki cart supaya lebih cepat. Soalnya kompleks HQ benar-benar luas. Jarak kompleks paviliun Megumi dengan paviliunnya lumayan jauh.
Ia menyempatkan diri untuk mampir ke kantin membeli makanan, ia belum makan sejak siang. Tak lupa ia membelikan bubur untuk Megumi. Setelah itu barulah ia melanjutkan kembali ke paviliun. Ia bergegas makan, lalu gosok gigi dan mandi. Setelah berganti pakaian, ia meraih bubur tadi dan membawanya kembali ke paviliun Megumi.
Ia membawa kartu akses Megumi tadi, supaya tidak perlu minta dibukakan pintu. Saat ia memasuki kamar, Megumi tak ada di ranjang.
"Sensei?" panggil Gojo.
"Ya," jawab Megumi dari kamar mandi. "Uwaahh…" Terdengar suara berdebam jatuh.
"Sensei…!" Gojo pun menghambur ke kamar mandi yang untungnya tak dikunci. Tampak Megumi terjatuh dan tengah bersandar ke tembok. Ia sudah memakai handuk sepinggang. Gojo menghampiri untuk membantunya berdiri.
"Kenapa juga kau mandi, kau kan sedang sakit," ucap Gojo.
"Aku gerah, tubuhku lengket," balas Megumi.
"Kan bisa kukompres saja."
"Aku tidak ingin merepotkan Gojo-san lagi. Hari ini sudah cukup aku merepotkanmu berulang kali."
"Hish, mana ada yang seperti itu," Gojo beralih membopong Megumi bridal style dan membawanya ke kamar.
Set…
Handuk Megumi sedikit tersibak, menampakkan pahanya yang mulus. Gojo seolah baru sadar. Ia menatap tubuh Megumi di gendongannya, polos. Gojo bisa melihat nipple Megumi yang berwarna cherry. Buliran air menetes di kulit Megumi yang sempurna.
'Sial,' Gojo langsung memalingkan muka. Ia segera membawa Megumi ke kamar dan membaringkannya ke ranjang.
"Biar kuambilkan baju," ucap Gojo. Ia menuju kloset Megumi, meraih kaos dan celana longgar, supaya nyaman untuk Megumi tidur. Ia menatap tumpukan celana dalam Megumi dan sedikit tersipu melihatnya.
"Kalau tidur sebaiknya tidak usah pakai celana dalam ya kan," gumam Gojo dan akhirnya tak mengambil itu. Ia pun membawa pakaiannya ke kamar dan melihat Megumi yang sudah berbaring dengan kaki tetap terjuntai ke tepian ranjang, sepertinya lemas sekali.
Melihat itu Gojo jadi tidak tega. Awalnya ia mau memberikan pakaian itu dan meninggalkan Megumi untuk berganti baju, tapi sekarang rasanya mustahil.
"Sensei, pakai baju dulu," Gojo membantu Megumi duduk, lalu memakaikan kaos ke Megumi. Ia tersipu, tapi ia juga membantu Megumi memakai celananya.
'Tenanglah Satoru junior, jangan bangun,' batin Gojo.
"Sensei, tadi aku beli bubur. Kuhangatkan dulu ya, kau harus makan sebelum minum obat," ucap Gojo.
Megumi mengangguk pelan. "Arigatou," lirihnya.
Gojo pergi ke dapur untuk menghangatkan bubur. Sambil menunggu, ia berdiri sambil berpegangan di tepian konter, menatap ke selatan tubuhnya yang setengah tegak.
"Ayolah, jangan macam-macam," omelnya pada diri sendiri. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
Setelah merasa cukup tenang, ia pun meraih bubur yang sudah ia hangatkan lalu kembali ke kamar.
Saat ia kembali, ia melihat Megumi berbaring bersandar di kepala ranjang. Sepertinya Megumi sudah ingin istirahat, tapi ia tahu harus makan dulu.
Gojo duduk di tepi ranjang lalu menyuapi Megumi.
"Hey, aku bisa sendiri," ucap Megumi.
"Tak apa kan, Sensei masih lemas. Biar kusuapi saja," balas Gojo dan tetap menyuapi Megumi.
Megumi hanya kuat menghabiskan setengah buburnya, setelah itu ia meminta untuk minum obat dan ingin segera tidur. Gojo menatap sekeliling, mungkin ia bisa tidur di sofa ruang tengah. Tapi kalau ada futon dia bisa tidur di kamar Megumi untuk menjaganya.
Sementara Megumi beringsut dari posisinya, ke ranjang bagian tepi. Ia juga menaruh satu bantal di sebelahnya. Sementara bantal guling ia taruh di tengah.
"Eh…?" Gojo tercengang melihat itu.
"Tidur di sini saja. Ranjangnya luas kok," ucap Megumi dan berbaring di bantal, menarik selimut sampai ke dada.
Keringat dingin bercucuran di tubuh Gojo. Apa tidak apa-apa? Seriusan boleh tidur satu ranjang?
"Aku ingin saat membuka mata bisa melihatmu, Gojo-san. Aku takut mimpi buruk lagi," ucap Megumi.
Ah, ya, Gojo baru ingat kalau Megumi demam gara-gara ketakutan melihat kutukan. "Baiklah kalau begitu," balas Gojo. Ia pun beranjak untuk mematikan lampu utama, menggantinya dengan lampu tidur, setelahnya ia berbaring di bantal yang Megumi siapkan tadi. "Oyasumi, Sensei," ucap Gojo.
"Oyasumi," balas Megumi.
.
Megumi tak langsung tertidur saat itu karena efek obat nya belum bekerja. Jadi ia hanya bisa menatap langit-langit kamar, sesekali bergerak tak nyaman. Saat ia mencoba memejamkan mata, ia kembali mengingat misi tadi. Wujud kutukan yang mengerikan, serta tekanan menyesakkan saat Megumi mendekat ke area pusat.
Seketika Megumi membuka mata kembali saat semua bayangin itu memasuki pikirannya. Ia menoleh ke samping, dilihatnya Gojo sudah terlelap, nafasnya teratur. Pasti Gojo lelah sudah menggunakan kekuatannya seharian, apalagi sekarang merawat Megumi.
Megumi perlahan bangun dan meraih tab nya dari meja. Ia ingin melihat statistik Gojo. Persentasenya kini berada di angka 90%. Sepertinya misi tadi lumayan menguras energy nya sehingga tumpukan energy negatifnya melonjak 3% hanya dalam 1 misi. Dan Megumi tahu itu karena dirinya. Kalau Gojo sendirian mungkin ia tak perlu berhenti di kekkai ke 7 untuk membawa Megumi keluar kekkai, lalu menggunakan energy nya untuk membersihkan area supaya Megumi tak begitu merasakan tekanan kutukan yang ada.
Ditambah, sekarang Megumi sakit, padahal seharusnya besok ia melakukan sesi heal dengan Gojo. Tapi dengan kondisi begini mana mungkin Megumi bisa.
Megumi kembali berbaring, ditatapnya wajah Gojo yang tenang. Perlahan tangan Megumi terulur untuk menyentuh leher Gojo, merasakan denyut nadinya. Mata Megumi mulai terpejam, dan ia mulai melakukan heal untuk Gojo.
Tapi karena sakit dan tubuhnya lemah, Megumi pun akhirnya tak sadarkan diri di tengah heal nya.
.
.
Gojo merasakan nyaman dalam tidurnya. Rasa nyaman itu dimulai dari leher, lalu menjalar ke seluruh tubuh. Ah, ia rasa ia mengenali perasaan itu.
"Megumi…Sensei…" racaunya lirih.
Apa ia sedang bermimpi? Mungkin saja. Karena ia mulai merasakan nikmat. Aroma wangi yang ia cium saat heal dengan Megumi juga kembali ia rasakan, aroma yang begitu memikat.
Rasanya ia tak sabar untuk bisa melakukan heal dengan Megumi lewat sex. Ia ingin menyentuh Megumi, menjilat nipple pink nya…memberi tanda di setiap jengkal kulit mulusnya. Lalu…mungkin mengecupnya, menciumnya, menikmati lidahnya yang basah dan hangat.
Gasp…
Gojo seketika tersentak bangun. Ia mengamati sekeliling, ia berada di kamar Megumi. Ah, iya, ia sedang menemani Megumi yang sakit. Gojo setengah mengangkat tubuhnya demi bisa menatap Megumi di sebelah bantal guling yang membatasi mereka, hanya untuk menyadari kalau tangan Megumi baru saja tergeser dari posisinya di leher Gojo.
Gojo sedikit terbelalak, apa Megumi baru saja melakukan heal padanya? Pantas saja tadi ia mengalami hal itu.
Gojo menatap tubuh bawahnya yang sudah terbangun, lalu menghela nafas.
"Sial," umpatnya pelan. Ia menurunkan kaki ke tepi ranjang, berniat ke kamar mandi, tapi lalu gerakannya terhenti. Ia meneguk ludah berat menyadari Megumi berada di belakangnya. Ya. Megumi ada di sana.
Dengan perlahan Gojo menoleh, menatap wajah lelap Megumi yang begitu manis. Gojo berkutat dengan batinnya sendiri, ia tahu itu salah, tapi ia tak bisa menahan diri. Ia pun kembali naik ke atas ranjang. Dengan perlahan dibukanya selimut yang menutupi tubuh Megumi, dan bisa ia lihat kau Megumi juga ereksi akibat heal tadi. Apagi Gojo ingat kalau Megumi tak memakai celana dalam kini, membuat ereksinya terlihat begitu jelas di balik celana.
"Gomen, Sensei," lirih Gojo saat tangannya bergerak untuk meraih gundukan di selangkangan Megumi, memainkannya pelan. Satu tangan meremas selangkangannya sendiri.
"Ngh…" Megumi bereaksi kecil, sepertinya menikmati perlakuan Gojo, membuat libido Gojo kian naik.
Gojo menggenggam penis Megumi, mengusap ujungnya, membuat basahan merembes ke celana Megumi. Ia menatap ke meja, ada kotak tissue di sana. Gojo meraih kotak tissue itu dan menaruhnya di sebelah tubuh.
Dengan perlahan Gojo lalu menurunkan celana Megumi, memperlihatkan kejantanannya yang sudah tegak sempurna. Dengan tak sabar Gojo menurunkan celananya sendiri, lalu menyatukan penis mereka dan mengocoknya kuat.
"Ugh…ahh, nn," Gojo mulai mendesah keenakan. Ia tatap wajah Megumi penuh nafsu. Wajah itu tampak mengerutkan alis, bibirnya sedikit terbuka. Nafas Megumi sedikit tak teratur, dan desahan kecil muncul dari sela bibirnya yang menggoda.
"Ugh…fuck," keluh Gojo tak tahan, ia mempercepat gerakan tangan mengocok penisnya dan Megumi. Ia merasakan penis Megumi berdenyut, sepertinya sudah mau klimaks. Gojo meraih tissue lalu menaruhnya di kepala penis Megumi. Satu tangan mempercepat gerakan.
"Nnhh…ngg," Megumi mengerang saat akhirnya klimaks. Tissue yang Gojo pegang terasa panas dan basah oleh sperma Megumi.
Nafas Gojo terengah, tapi ia belum klimaks. Ia meneguk ludah berat menatap bibir Megumi yang sedikit terbuka dengan nafas tak teratur. Gojo merangkak naik di atas tubuh Megumi, lalu mulai mengocok penisnya di sana.
"Ngh…ahh, Megumi-Sensei," desah Gojo. Ia ingin sekali memasukkan penisnya ke mulut Megumi, membuat lidah basah Megumi menyentuh kejantanannya. "Ugh…ahh…" tapi ia masih mencoba menahan diri.
Pada akhirnya gagal. Gojo menempelkan ujung penisnya ke bibir Megumi, merasakan sedikit hangat dan basah permukaan bibir Megumi yang terbuka sebagian.
"Uughhh…aahhh, aaahh," Gojo mempercepat gerakan. Ia ingin sekai membanjiri wajah manis Megumi dengan sperma nya. Pasti cantik sekali. Ya, harusnya tak apa. Nanti ia bisa segera bersihkan kan?
"Uwahh, aahh, aaahh," Gojo tak tahan lagi. Tapi pada akhirnya ia meraih tissue dan menutup kepala penisnya dengan tissue, membuat sperma nya keluar terhalang benda putih itu.
"Ngh, fuuh, haah," Gojo terengah pelan. Ia tatap Megumi sekali lagi, mengusap bibirnya yang seksi dengan jemari. "Gomen, Megumi-Sensei," ucap Gojo sekali lagi. Ia membereskan kekacauan yang ada, menaikkan kembali celana Megumi dan menyelimutinya, lalu beralih tidur di sofa ruang tengah. Ia tak yakin bisa menahan diri lagi kalau harus satu ranjang dengan Megumi.
"Ngh…uhh…" bahkan di sofa ia masih harus onani sekali lagi karena hasratnya belum terpuaskan.
.
~OoooOoooO~
.
"...ng…" Megumi terbangun dengan kepala yang lebih ringan. Meski masih merasa sedikit pening, setidaknya sudah tidak separah kemarin. Ia menatap ke samping, Gojo sudah tidak ada. Diperhatikannya kamar yang sudah dalam kondisi terang yang artinya sudah pagi. Ia bisa remang melihat cahaya matahari di balik gorden jendela yang masih tertutup.
Megumi membuka selimut dan menatap ke bagian bawah tubuhnya, melihat penisnya tegak dan terlihat jelas di balik celana karena semalam ia tak memakai boxer. Maklum lah, itu pagi, ia rasa itu hal normal bagi lelaki. Meski bukan itu alasan yang membuat Megumi kemudian menarik selimut sampai ke wajah dan meringkuk memeluk bantal guling.
Ia…bermimpi liar sekali. Dan itu dengan Gojo. Megumi tak mengingat betul mimpinya, tapi yang jelas itu mimpi erotic dengan Gojo. Megumi merasa kejadian ero dirinya bersama Gojo di ruangan kantornya waktu itu terulang kembali, ya, kurang lebih seperti itu. Megumi juga merasakan kalau bibirnya menyentuh sesuatu, membuat Megumi menyentuh bibirnya dengan jari kini. Sensasi itu masih terasa. Sepertinya di mimpi Megumi, ia melakukan sesuatu dengan bibirnya bersama Gojo. Ciuman? Megumi rasa bukan itu. Ia mengingat sensasi basah tapi dari benda keras dan panas, bukan bibir ia rasa.
Gasp…!
Megumi tersendat begitu menyadari apa itu. Ia langsung bergulingan tak jelas sambil menggebuk-gebukkan kakinya ke kasur. Setelah selesai salah tingkah barulah ia menatap dari balik selimut ke bagian ranjang kosong di sebelahnya. Untung Gojo tidak di sana saat ini. Kalau ada…Megumi tak tahu lagi harus bagaimana.
Cklek…
Tiba-tiba pintu terbuka pelan dan Gojo muncul di sana.
"Oh, Sensei, kau sudah bangun," sapa Gojo melihat Megumi mengintip dari balik selimut seperti kepompong. Gojo memasuki kamar, ia sudah memakai pakaian olahraga dengan handuk tersampir di pundak, ia tampak berkeringat, sepertinya baru selesai olahraga.
Selangkangan Megumi makin tak nyaman. Bahkan dalam kondisi berkeringat begitu Gojo masih wangi, batin Megumi.
"Mau ke kamar mandi?" tanya Gojo yang membuat Megumi terkesiap, apa Gojo tahu ia sedang tegang?
"Atau mau minum? Biar kuambilkan," Gojo berjalan ke dispenser untuk mengambil air.
Ah, sepertinya Megumi salah sangka. Gojo hanya ingin membantunya. Dasar Megumi bodoh.
Gojo membawakan segelas air untuk Megumi. Megumi keluar dari kepompong setengah badan saja untuk menerima air itu dan meminumnya.
"Karada wa?" Gojo menyentuh dahi Megumi dan dahinya untuk mengukur suhu. "Sepertinya sudah turun. Tapi untuk jaga-jaga nanti minum obat lagi Sensei, setelah sarapan. Sekarang mau mandi dulu? Shower atau bathtub? Biar kusiapkan air hangatnya."
Megumi speechless pada Gojo yang sangat perhatian itu, sedangkan di sini ia sedang berusaha menahan sange gara-gara pria itu.
"Aku ingin bathtub," balas Megumi, menyerahkan air yang tinggal setengah gelas di tangannya.
"Oke, akan kusiapkan dulu," ucap Gojo. Ia meletakkan gelas itu di meja lalu pergi dari kamar Megumi.
'Uwaaaghhh,' Megumi menutup mukanya sendiri, masih bergulingan tak jelas. Ditatapnya penisnya yang masih tegak. Cepatlah turun, cepatlah turuuun, batinnya tak sabar. Tapi tentu saja tidak terjadi secepat itu, saat Gojo kembali ke kamar, juniornya masih dalam posisi yang sama.
"Ayo, kubantu jalan ke kamar mandi. Aku takut Sensei jatuh lagi seperti kemarin," ucap Gojo mengulurkan tangan.
"Umm…ano…ettoo…" Megumi bingung harus bagaimana.
"Hng?"
Megumi akhirnya menundukkan muka ke bantal. "Tubuhku sedang bereaksi, bisakah Gojo-san meninggalkanku sendiri?"
Gojo terbelalak saat mendengar itu.
"Ma-maksudku, ini pagi kan, aku baru saja bangun, jadi wajar kan," Megumi kelabakan dengan wajah memerah, mencoba menjelaskan pada Gojo.
"U-uhm, ya…" Gojo pun hanya bisa memalingkan muka sambil menutup bibirnya dengan punggung tangan, pipinya bersemu sedikit. Tapi seperti biasa, karena wajahnya putih, perubahan warna sedikit saja bisa terlihat.
'Uwaaahhh, kenapa bisa semanis ini. Stop berwajah manis begituuuu,' teriak batin Megumi. "Ittatatata," keluhnya pelan merasakan penisnya berkedut tak nyaman.
"Ja~ kalau begitu…" Gojo sebenarnya sudah berniat pergi, tapi tentu saja setan dalam hati malah mengompori. "Sensei, mau kubantu?"
"..." Megumi terdiam. "Hah?"
"Umm…itu, tidak nyaman kan. Pasti menyakitkan. Tapi kau belum sembuh total, apa kau…sudah bisa melakukannya sendiri?"
"..." Megumi blank. Ia tahu ia harusnya menolak, ia yakin bisa melakukannya sendiri. Tapi bayangan akan mimpi semalam kembali menghampiri, mimpi yang begitu menyenangkan. "J-ja… tanomu…" lirih Megumi kemudian.
Gulp…!
Gojo meneguk ludah berat saat mendapatkan persetujuan itu. Ia tak menyangka Megumi setuju, ia kira Megumi akan mengusirnya tadi. Tapi malah sebaliknya.
Gojo pun naik ke ranjang dan duduk bersandar ke kepala ranjang, ia menarik Megumi ke pangkuannya dengan posisi yang sama sehingga Gojo kini memeluk Megumi dari belakang. Megumi masih memegang serat selimut untuk menutupi area bawah tubuhnya.
"Sensei…" panggil Gojo lembut di telinga Megumi sambil membuka selimut yang Megumi genggam erat. Perlahan Megumi pun melepaskan selimut itu, menampakkan bagian bawah tubuhnya yang menjulang.
"Semalam aku tidak pakai box–...aahh," Megumi mendesah saat Gojo menjilat cuping telinganya.
"Aku tahu, aku yang mengambilkan baju untukmu ingat?" tangan Gojo meraih penis Megumi dari luar celana, memainkan bagian kepalanya. Satu tangan lagi menyusup ke balik kaos Megumi, meraba kulitnya dengan sensual, mulai dari perut, lalu naik ke dada. Mengusap area itu, meremasnya, bisa ia rasakan nipple Megumi yang ereksi di telapak tangannya.
Tangan Gojo yang berada di penis Megumi beralih masuk ke balik celananya, mengocok benda itu secara langsung. Gerakan tangannya terlihat erotic dari luar celana.
"Hngh…" tubuh Megumi melengkung merasakan nikmat, lututnya menekuk ke atas dan telapak kakinya menekan erat kasur di bawahnya. "Hnggh, ahhh..aahh," tangan Megumi berpegangan ke paha Gojo, mencengkeramnya kuat menahan sensasi yang ada.
"Sensei…Megumi-Sensei," panggil Gojo dengan nafas memburu. Nafasnya menggelitik di kulit leher Megumi.
"Hwaahh…" Megumi tersentak saat Gojo meraup lehernya dengan bibir. Ia merasakan lehernya digigit lalu dihisap, lidah Gojo bermain di sana. "Ngh, hhaahh, Go-Gojo-san, aahhh," desah Megumi. Tubuhnya mundur karena sedang menahan nikmat, saat itulah bokongnya menggesek sesuatu yang keras di selangkangan Gojo.
Megumi terkesiap. Jadi…Gojo juga ereksi. Iya kan?
"Aaahh," tapi Megumi tak ada waktu untuk berpikir lebih jauh, kenikmatan yang dirasakannya kian intens.
"Sensei…Sensei…" panggil Gojo berulang. Ia mengocok kejantanan Megumi lebih cepat, pilinannya di nipple Megumi juga semakin intens.
"Nghh…Aaah, ikku…Ahhh, aku m-mau…Klimaks…Aahhh," Megumi mendongak merasakan kenikmatan.
"Ya, keluarkan saja hasratmu," Gojo kembali meraup leher Megumi yang mendongak itu, hingga ia merasakan cairan panas membanjiri tangannya di balik celana Megumi, membuat celana itu basah total.
"Ngh…Haah, haah," Megumi terengah pasca klimaks. Gojo masih bermain di penisnya seolah menuntaskan orgasme Megumi, meremas benda yang kini begitu licin oleh cairannya sendiri.
Gojo mengecup pipi Megumi. "Sudah, sekarang waktunya mandi," lirih Gojo.
Megumi melirik pria itu, padahal ia yakin Gojo masih ereksi. Ia bisa merasakan benda keras itu menyentuh bokongnya.
"Gojo-san," panggil Megumi.
"Ya–...hngh…" Gojo tersentak saat tangan Megumi meremas selangkangannya.
"Kau juga…harus keluar kan."
"Ah, tidak perlu. Nanti bisa kulakukan sendi–...ahh," Gojo mendesah saat Megumi kembali meremas benda itu. Wajah Gojo tertunduk, lalu memeluk Megumi erat. "Ja~ sedikit saja, Sensei. Cukup begini saja," Gojo menurunkan celana Megumi hingga bokongnya terlihat sebagian. Gojo menarik penisnya keluar dari dalam celananya yang terasa sudah begitu sesak, lalu mengocok benda itu.
"Ngh…Sensei, Sensei," racau Gojo.
Megumi hanya bisa terbelalak, ia bisa merasakan penis Gojo yang keras dan panas di belakang tubuhnya meski tak melihat benda itu. "Uwaah," ia mengerang saat jemari Gojo kembali meraba dadanya, lalu memilin nipple nya keras.
"Gomen, Sensei. Sedikit saja…Ahh, nn…" desah Gojo.
"Ya, tidak masalah," balas Megumi, ia juga merasa nikmat nipple nya dipilin oleh Gojo. Ia bersandar sepenuhnya ke tubuh Gojo, kepalanya mendongak dan bersandar ke pundak pria itu. Tangan Megumi masuk ke dalam celananya dan mengocok benda itu, sementara tangannya yang satu lagi memilin nipple nya sendiri yang tak dipilin oleh Gojo.
"Gomen, tapi ini enak sekali," racau Megumi.
"Yeah, nikmatilah Sensei, aku juga menikmati ini," Gojo menjilat leher Megumi, tangannya semakin cepat mengocok penisnya melihat pemandangan menggoda di hadapannya.
"Ughh…Fuck," Kaki Megumi menutup seolah sedang menahan diri. "Aku hampir keluar lagi."
"Keluarkan saja, Sensei."
Megumi menggeleng. "Kali ini aku ingin melakukannya bersama."
Gojo terbelalak mendengar itu. "Souka…" ucapnya, tangannya bergerak untuk meraih penis Megumi.
"Hey–..." cegah Megumi, tapi ia lalu sadar Gojo menutup lubang penisnya dengan ibu jari. "Hng…ahh," Megumi menggeliat tak nyaman, ia sudah ingin sekali klimaks.
"Nn…S-Sensei…ahh," desah Gojo. Ia mempercepat kocokannya, menggesek penis itu ke tubuh belakang Megumi. "Nn…ikku…" Gojo mengeluarkan sperma nya di sana, tangan yang di penis Megumi mengocok penis itu, membantu Megumi klimaks.
"Nghhh, aaahhh–..." kaki Megumi menekan kuat ke kasur saat cairan sperma muncrat dari lubang penisnya, membasahi tangannya sendiri dan tangan Gojo.
"Hosh…hosh…" mereka terengah untuk beberapa saat. Gojo kembali mengecup leher Megumi, mengecupnya kecil. "Sekarang kita harus mandi," tawa Gojo.
"Yeah," balas Megumi. Ia merasakan pergerakan Gojo yang tengah membenahi celananya di belakang tubuh Megumi. Megumi hanya melirik dengan pipi sedikit bersemu, ia belum pernah melihat milik Gojo sama sekali. Well, tapi kalau dipikir lagi Gojo mungkin juga belum pernah melihat miliknya ya. Selama ini mereka melakukan hal yang begitu, selalu tangan Gojo yang masuk ke dalam celana Megumi.
'Ugh, sudahlah,' batin Megumi salah tingkah.
"Uwaah–..." Megumi berteriak kecil saat tubuhnya tiba-tiba dibopong oleh Gojo.
"Biar kubantu ke kamar mandi, hehe," ucap Gojo, membopong Megumi ke kamar mandi utama. Air yang mengisi bathtub sudah meluber pastinya. "Ahahah," Gojo menurunkan Megumi duduk di toilet sementara ia berjalan mematikan keran bathtub.
"Kau bisa mandi sendiri Sensei? Aku juga harus pulang dan mandi," ucap Gojo.
"..." Megumi tak langsung menjawab, ia merasa gila saat sekelebat pemikiran bahwa Gojo akan mandi bersamanya menghampiri kepala. "Ya, tentu saja," balas Megumi kemudian, menggunakan sisa kewarasannya untuk membiarkan Gojo pergi. "Terimakasih sudah membantuku."
"Douittashimashite~" Gojo pun pergi dari kamar mandi.
Megumi terdiam setelah Gojo pergi, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Apa yang kau pikirkan, Fushiguro Megumi," umpatnya pada diri sendiri.
.
.
.
~ To be Continue ~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
