Disclaimer: Haikyuu dan karakternya adalah milik Furudate-sensei

Warning: Omegaverse, Alpha/Beta, typo, ooc, dll...

.

.

.

.

Kita adalah orang yang observan. Ia tenang dan mengamati sekitarnya dengan teliti, tak ayal selalu menangkap hal sekecil apapun. Jika ia bicara atau berhadapan dengan seseorang, Kita akan memandang lurus pada mereka.

Hal itu membuatnya sangat mudah mengetahui suasana hati lawan bicaranya maupun kebiasaan mereka.

Dan itu menjadi lebih mudah saat ia semakin sering berinteraksi dengan orang tersebut.

Karenanya tak perlu waktu bagi Kita untuk menyadari satu hal tentang Atsumu.

Sebagai kapten tim sekaligus kekasih dari setter tersebut—dan juga karena pribadinya yang teliti itu—tentu saja Kita akan banyak menyadari sifat dan kebiasaan pemuda tersebut. Ditambah Atsumu adalah tipikal orang yang ekspresif dan lugas. Apa yang ia pikirkan biasanya tercermin langsung pada sikap tubuh dan air mukanya.

Tapi meski begitu, bukan berarti Kita mengerti sepenuhnya. Ada satu kebiasaan yang masih Kita tak bisa pahami dari pemuda itu.

Kita menyadari bahwa terkadang Atsumu mengernyitkan hidung dan mengerutkan keningnya saat mereka bertemu. Sekilas tampak seperti menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya. Ekspresi itu memang hanya terpampang sedetik-dua detik sebelum ia bicara dengan antusiasme dan keagresifannya yang khas.

Kita pernah melihat ekspresi itu sesekali saat ia berhadapan dengan rival di pertandingan voli dengan atmosfir penuh ketegangan. Ketika ia berhadapan dengan Alpha lain yang menguarkan feromon menantang. Sengaja maupun tak sengaja karena naluri persaingan. Masih dapat keluar meski sudah memakai smell patch.

Tapi ekspresi itu juga muncul saat mereka baru berkumpul untuk latihan sepulang sekolah. Saat pemuda itu menghampirinya dengan wajah antusias dan air mukanya berubah selama sedetik.

Tentunya itu yang membuat Kita bingung. Karena suasananya sama sekali berbeda.

Kita adalah seorang Beta, ia tidak mengeluarkan feromon apapun. Dan Kita seratus persen yakin itu bukan karena bau badan.

Kita adalah orang paling suka berbersih. Semua anggota timnya selalu berkomentar ia mempunyai wangi yang segar tak peduli siang maupun sore setelah latihan panjang karena higyne-nya yang sangat tinggi. Ia selalu menguarkan wangi sabun yang bersih.

Kita ingin bertanya tapi selalu saja lupa karena terdistraksi kelakuan kekanakan Atsumu. Ia berakhir tetap tidak mengerti apa maksud kebiasaan Atsumu tersebut.

.

.

.

Kita menyapu bulir keringat di keningnya. Matahari musim panas begitu terik, hari ini lebih panas daripada yang Kita duga. Bahkan ice tea boba yang ia seruput tidak sepenuhnya bisa melawan gerah, meski memang membantu sedikit.

Kita merasakan sesuatu mendarat di kepalanya. Ia mendongak dan melihat ujung dari topi menaungi dahinya. Matanya lalu bergulir ke samping pada Atsumu yang tersenyum simpul.

Rasanya wajah Kita malah menghangat meski kini kepalanya diberi peneduh.

"Seharusnya kita kencan di rumah saja atau di kolam kalau tahu hari akan sepanas ini," sahut Atsumu.

Kita mengangkat bahu. Mungkin memang akan lebih nyaman kalau mereka tetap tinggal di rumah dan berbaring di atas tatami ditemani camilan dan ramune dingin, tapi mereka juga sangat menyukai berjalan-jalan di keramaian lalu akhirnya akan mampir ke stall boba atau es krim.

"Kau tidak akan kepanasan, Tsumu?" Kita malah bertanya, menunjuk pada topi pemuda itu yang ada kini pada kepalanya.

Atsumu menggeleng. "Kita-san lebih tidak tahan panas dariku."

Kalau kau memperhatikan dengan saksama, kau akan melihat ada senyum yang membayang pada bibir Kita.

"Bagaimana kalau kita ke mall saja? Disana sejuk dan kita bisa berkeliling sekedar cuci mata."

Kita mengangguk. Setuju saja dengan prospek akhirnya bisa menghindari terik matahari.

Setelah berjalan sepuluh menit dan akhirnya memasuki gedung besar tersebut. Postur tubuh keduanya langsung santai.

Mereka memutuskan untuk menjelajahi setiap lantai satu per satu sampai akhirnya akan menghabiskan waktu berlama-lama di arcade yang terletak di lantai teratas.

Mereka memasuki toko yang menarik perhatian mereka. Ada toko musik, pakaian, dan toko mainan anak-anak. Jangan tanyakan betapa anehnya melihat seorang Alpha muda yang begitu mencolok kehadirannya disana.

Dan saat ini mereka menjelajahi satu dari toko peralatan kamar mandi. Berbagai jenis botol sabun dan shampo serta barang sejenisnya berderet di rak.

Kita yang terlalu larut memperhatikan berbagai jenis shampo menggeser perhatiannya pada Atsumu yang juga mengamati kesana kemari. Kita menyeret tubuh mendekat.

Tapi perhatiannya teralihkan lagi. Kini pada rak-rak berisikan parfum.

Bentuk botolnya yang beragam dan unik membuat Kita tak bisa menahan diri untuk tidak berhenti dan memperhatikan satu per satu.

"Kita-san tertarik memakai parfum?"

Kita mendongak pada Atsumu yang kini telah berdiri di belakangnya. Niatnya yang menghampiri Atsumu, tapi malah pemuda itu yang berakhir menghampirinya.

"Tidak terlalu," gumam Kita. Ia memakai deterjen, pelembut pakaian, dan pewangi pakaian yang memiliki wangi yang tahan lama. Dan ia selalu membersihkan dirinya setelah berolahraga, sehingga ia sama sekali tidak punya masalah dengan bau badan. Itu semua sudah ia anggap cukup.

Atsumu ikut memperhatikan botol-botol parfum. Matanya menelusuri tulisan-tulisan kecilnya.

Ia membuka tutup botol yang menarik perhatiannya dan mengendus baunya. Ia melakukannya beberapa kali sampai pada satu parfum ia menyemprotkannya ke pergelangan tangan dan mengendusnya.

"Bagaimana menurut Kita-san wanginya?" tanya pemuda itu memgulurkan pergelangan tangannya.

Kita menunduk dan mengendus dengan hati-hati.

Ia mencium wangi rempah-rempah yang pekat. Baunya terasa pedas dan hangat. Tapi dengan sedikit sentuhan husk sehingga baunya tidak terasa tajam. Wanginya sangat antik dan maskulin. Menarik sekali.

"Wanginya enak," jawab Kita jujur.

"Benarkah?!" Atsumu berseru dengan nada terkejut tapi sekaligus bersemangat. Kita hampir berjengit kaget karena antusiasme besar yang tak terduga tersebut. Mata pemuda itu melebar dan berbinar, mulutnya membentuk cengiran yang sangat lebar. Kerutan di ujung matanya menandakan bagaimana ia tersenyum sedemikan rupa.

Kita mengangguk pelan, gerakannya yang terkesan agak ragu itu karena masih terheran dengan reaksi Atsumu.

"Aku merasa wangi ini sangat cocok untuk Kita-san," ujar Atsumu, mengangsurkan botol parfum ke tangan Kita. "Kita-san pakai, ya. Aku belikan sebagai hadiah."

"Tidak perlu, Tsumu," tolak Kita begitu mendengar perkataan bersemangat Atsumu. Ia bukan seseorang yang menyukai hadiah, terutama dalam bentuk klise semacam parfum atau jam tangan.

Atsumu memanyunkan bibirnya merajuk. "Kita-san, apa salahnya jika aku ingin memberikan Kita-san hadiah? Aku hanya ingin membuat Kita-san senang."

Kita menghela napas. Argumen yang sama yang selalu dipakai pemuda itu jika ia menolak untuk dibelikan sesuatu. Alpha adalah sosok yang keras kepala, dan Atsumu adalah contoh sempurna dari stereotip itu.

"Apa kau yakin wanginya benar-benar cocok denganku?" tanya Kita. Menurutnya, ia lebih cocok dengan wangi sejuk dan ringan yang sangat umum untuk parfum.

Atsumu mengangguk, alisnya sedikit berkerut saat air mukanya berubah serius. "Yakin. Ini wangi yang sangat pas untuk Kita-san," ucapnya dengan begitu pastinya sampai Kita bingung dari mana keyakinan itu datang. "Apalagi Kita-san suka, kan?"

Kita mengangguk, memang benar sih bagi sang Beta wanginya sangat menarik.

Atsumu mengangguk pula, tersenyum puas. "Kalau begitu, aku belikan ya. Dan Kita-san harus pakai setiap hari untukku."

Kini Kita mengangkat alisnya. Ia jadi teringat tentang masalah kebiasaan Atsumu yang mengerutkan hidungnya saat mereka bertemu. Apa benar karena ia memiliki bau badan dan tidak menyadarinya? Dan ini adalah usaha diam-diam Atsumu mengusir bau badan Kita agar tak membuatnya tersinggung?

"Kalau begitu, ayo ke kasir!" sahut Atsumu menggamit lengan Kita dengan bersemangat. Menyeret pemuda yang lebih tua itu.

Kita membuka mulut untuk menanyakan pemikirannya, tapi Atsumu menoleh padanya dengan cengiran lebarnya yang cemerlang.

Kita langsung urung. Tidak. Di wajahnya hanya ada rasa senang karena memberikan hadiah untuk Kita. Itu kesenangan murninya yang sarat bangga karena ia sudah melakukan sesuatu yang ia pikir Kita sukai.

Kita menghela napas. Kini kembali ke titik nol mengenai misteri kebiasan itu.

Tapi biarlah dulu. Senyuman Atsumu saat menyodorkan paper bag berisi parfum pada Kita terlalu manis untuk ia berfokus pada hal lainnya.

.

.

.

Kita selesai mengganti seragam sekolahnya ke seragam latihan. Ia melipat rapi pakaiannya dan memasukkannya ke loker. Kemudian kembali membereskan tasnya. Saat ia sedang mengaduk-ngaduk isinya, ia merasakan sebuah botol kecil.

Ia mengeluarkannya dan baru ingat entah karena alasan apa membawa parfum yang dibelikan Atsumu kemarin.

Kita mengedipkan matanya dua kali, berpikir sebelum kemudian mengangkat bahu. Tak ada masalahnya, malah lebih bagus kalau dia bawa untuk menyegarkan wangi tubuhnya setelah sekolah dan setelah latihan nanti.

Kita membuka botolnya dan kemudian menyemprotkan sedikit ke tengkuk, dada dan pergelangan tangannya. Menghirup napas panjang saat mencium wangi hangat dan pedas rempah-rempah.

"Yah! Tsumu, kau bilang akan terlambat, kenapa sudah datang lebih dulu?!"

Kita menoleh pada pintu yang dibuka dengan kasar. Osamu berdiri di depan pintu dengan wajah kesal.

Wajahnya berubah terkejut saat matanya bertatapan langsung dengan Kita. Perlahan berubah malu atas sikapnya yang dilihat oleh kaptennya tersebut. Ia mengalihkan kepala dan menggaruk tengkuknya canggung.

"Ahh... Maaf, Kita-san..." gumamnya.

Kita mengangguk, melawan senyum geli yang akan timbul.

Pemuda yang lebih muda itu lalu celingak-celinguk sekilas. Manik mata menulusuri ruang ganti yang kosong—jika Kita tidak dihitung sebagai orang lain yang ia perlukan. Alisnya berkerut samar terhadap kekosongan itu.

"Atsumu belum datang?" tanyanya.

Kita menggeleng. "Belum."

"Aneh," gumamnya mengernyitkan hidung. "Padahal aku mencium baunya."

Matanya kembali pada Kita lalu wajahnya seolah mengingat sesuatu—sesuatu yang mungkin memalukan karena ia kembali memasang wajah canggung. "Ah, seharusnya aku tahu."

Kita hanya bisa menatap pemuda itu bingung. Sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakannya tanpa konteks apapun dari kata-katanya. "Tahu apa, Samu? Memang seharusnya kau tahu dimana Atsumu, kan? Kau saudaranya."

"Bukan, maksudku seharusnya aku tahu aku bisa menciumnya karena disini ada Kita-san," potong Osamu. "Aku tidak sadar kalau perkembangannya lebih cepat. Tsumu belum bilang apapun soal itu. Padahal biasanya ia akan selalu mengoceh tentang apapun yang kalian lakukan, meski itu hanya pegangan tangan sekalipun."

"Osamu," sela Kita. Dahinya berkerut samar. "Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Kalau ada yang kau perlu obrolkan dengan Atsumu, mungkin kau harus mencarinya ke kelasnya. Aku belum melihatnya seharian ini."

Osamu terdiam sesata. "Belum?" ulangnya tak mengerti.

Kita menggeleng.

"Lalu kenapa aku masih menciumnya dengan sangat jelas?" Kita tidak tahu apakah pemuda tersebut tengah bertanya padanya atau diri sendiri. "Tidak mungkin akan setahan itu."

Kita membiarkan pemuda itu meracau sendiri selama beberapa saat, toh ia pun tidak mengerti apa yang dibingungkan Osamu.

"Samu, kalau kau tidak enak badan, akan kutemani ke UKS," sahut Kita mendekat. Memegang lengan pemuda itu dengan sorot mata khawatir.

"Aku tidak sakit, kok, Kita-san. Aku hanya..." ucapan Osamu terputus dia menundukkan pandangan untuk menatap Kita dan pandangannya ikut jatuh ke tangan Kita.

"Parfum?"

"Ah," Kita mengikuti arah pandangan pemuda yang lebih muda tersebut.

"Kita-san, apa yang kucium ini wangi parfum?" Osamu kembali mengangkat wajah untuk menatap lurus lagi pada Kita.

Kita mengangguk. Melirik pada botol parfum yang tanpa ia sadari masih ia pegang.

"Iya, parfum baruku. Atsumu membelikannya saat kami jalan-jalan akhir pekan kemarin," jawab Kita, pipinya bersemu samar saat mengucapkan kalimat terakhir.

Osamu kembali terdiam. Mulutnya dibuka lalu terkatup lagi. Dengan gerakan ragu ia mengambil botol parfum itu dari tangan Kita, kaptennya itu membiarkan. Membawa botolnya ke hidung dan mengendus kecil.

Ia kembalikan botol parfum pada Kita. Memandang kakak kelasnya dengan pandangan hati-hati sebelum bertanya.

"Kita-san tahu kalau wanginya mirip feromon Tsumu?"

Kita berjengit kaget, matanya melebar membalas tatapan Osamu.

Osamu menghela napas. "Dia tidak pernah menggambarkan bau feromonnya?"

Kita menggeleng. Ia adalah Beta. Ia tidak bisa mencium feromon. Itu bukanlah sesuatu yang menjadi bagian hidupnya sehingga ia tidak pernah memikirkannya.

"Tsumu memiliki feromon beraroma cengkeh dan kayu manis, dan karena kami adalah saudara kembar, feromon kami mau tidak mau akan selalu menempel. Jadi kalau mencium Tsumu, wanginya seperti cengkeh dan kayu manis dengan jejak samar pala dan jahe dari feromonku," jelas Osamu. Kita membayangkannya dan perkataan Osamu benar juga, kalau ia mencium wangi parfumnya dengan teliti, ia bisa mencium bau khas dari keempat benda tersebut.

"Kenapa dia membelikanku parfum dengan wangi mirip feromonnya?" Kita menyahut bingung.

Osamu mengangkat bahu. "Entah, mungkin itu hanya sesuatu yang ia pikirkan karena ia posesif? Dia Alpha, dan parahnya dia itu adalah Tsumu."

Kita mengulum senyum kecil geli saat Osamu menggunakan nama kembarannnya itu seolah itu adalah suatu kata sifat yang berkesan mengejek. Lalu ia kemudian mengingat sesuatu.

Mungkin kebiasaan Atsumu yang ia tak mengerti itu ada hubungannya dengan sesuatu yang hanya Alpha mengerti. Sesuatu yang tak akan terpikirkan oleh seorang Beta.

Ada baiknya ia bertanya pada Osamu, yang merupakan Alpha dan juga saudara dari kekasihnya tersebut.

"Oh ya, Osamu, apa kau tahu kenapa Atsumu kadang mengerutkan hidungnya saat ia bertemu denganku, seperti saat sebelum latihan? Ia sering melakukannya."

Osamu tampak berpikir sejenak.

"Tebakanku karena dia mencium feromon orang lain yang menempel pada Kita-san."

Kita mengerjapkan mata. "Hanya itu? Bukankah itu hal yang normal dan tak terhindarkan?"

Osamu menggeleng. "Memang benar kita akan tertempeli feromon baik Alpha maupun Omega saat bersama mereka, tapi baunya akan sangat lemah. Dan sangat mudah membedakan feromon alami dengan feromon yang keluar karena perasaan."

Kita mengerutkan kening, mencoba mengerti. Walaupun tidak sepenuhnya.

"Dan feromon yang sering menempel padaku bukan feromon alami biasa?"

Osamu mengangkat bahu. "Hanya tebakanku, Tsumu sering mengeluh bahwa Kita-san sangat populer, kurasa dia sering mencium wangi feromon yang menandakan orang lain tertarik pada Kita-san."

"Aku? Populer?" Kita mengangkat alis dengan pandangan mata sangsi. Ia adalah orang yang terkenal stoik kalau bukan dingin. Tak banyak orang yang menganggapnya teman mengobrol yang menyenangkan.

"Tau tidak Kita-san, orang-orang bilang bahwa Alpha lebih mudah cemburu jika pasangannya Beta daripada jika Omega?"

Kita membalas pertanyaan Osamu dengan pandangan bingung. "Bukankah secara insting biologis seharusnya mereka lebih posesif pada Omega?"

Osamu tersenyum kecil dan menggeleng. Aneh rasanya saat ini ialah yang menjelaskan sesuatu pada kakak kelasnya yang terkenal pintar dan sempurna.

"Tapi Omega bisa membaui feromon, jadi jika dia mencium feromon yang menandakan bawa orang lain tertarik padanya maka dia langsung menyadarinya dan akan menolak atau menghindar," jelas Osamu, "Tapi Beta tidak dapat mengetahuinya sehingga mereka akan tertempeli feromon itu dan membawanya kemana-mana."

Kita diam selama beberapa saat untuk mencerna perkataan Osamu. Pemuda yang terbiasa dengan kebisingan itu perlahan menjadi canggung selain ia tidak terbiasa hanya berdiam berdua dengan kakak kelasnya tersebut.

"Lalu kenapa Atsumu tidak pernah bilang apa-apa. Aku rasa dia juga tidak suka dengan berbagai feromon yang menempel padaku, mau dia cemburu atau hanya insting naturalnya yang tidak suka," tanya Kita setelah beberapa saat.

Osamu mengangkat bahu. "Aku juga kurang tahu. Dia tidak cerita soal itu. Mungkin Kita-san tanya langsung saja padanya."

Kita mengangguk dan kemudian mengajaknya untuk ke lapangan.

Osamu mengikuti kakak kelasnya dan tidak memberitahu bahwa dia menjawab seadanya pertanyaan terakhir karena tidak mau menjadi orang yang harus menjelaskan soal scenting pada kekasih saudaranya sendiri.

.

.

.

Kita menyampirkan tasnya ke bahu dan menoleh ke belakang. Menunggu Atsumu yang setengah berlari menyusulnya keluar dari pintu gedung olahraga. Berhenti sebentar untuk menjulurkan lidah mengejek Osamu yang hari ini piket membereskan peralatan.

Tertawa dan kembali berlari kearah Kita. Ada binar bersemangat di matanya yang menyala saat bersitatap dengan Kita. Bohong kalau itu tidak membuat Kita menyunggingkan senyum.

Mulai melangkah dengan waktu bersamaan saat Atsumu akhirnya berdiri di samping Kita. Pemuda itu membuka telapak tangan dan menjulurkan sedikit lengannya ke arah Kita. Wajahnya sedikit ditundukkan dan ia mengintip dari balik helai poni, senyum terkulum malu-malu dan pandangannya meminta.

Kita terkekeh pelan, menyanggupi permintaan tersirat itu. Ia meletakkan tangannya ke telapak tangan sang setter. Membiarkan Atsumu menautkan relung antar jemari mereka.

Mereka berjalan dengan Atsumu yang mengayunkan tangan mereka dengan antusiasme seperti anak kecil dan menyenandungkan lagu tanpa lirik. Kita sudah terbiasa dengan tingkahnya.

"Atsumu, kenapa kau membelikanku parfum yang berwangi seperti feromonmu?"

Atsumu tersandung kerikil. Untungnya tidak benar-benar tersungkur dan membawa Kita ikut jatuh bersamanya karena tangan mereka yang masih tertaut.

"HAH? APA—" Atsumu berdiri dengan kecepatan kilat, menoleh pada Kita dengan cepatnya sampai Kita khawatir dia bisa mematahkan lehernya. "Bagaimana Kita-san tau? Maksudku—"

Pemuda itu tergagap, tak kunjung bisa menyelesaikan kata-katanya tapi kemudian mulutnya dikatupkan dengan mata yang membelalak begitu lebar. Kita membalas semua itu dengan pandangan teramat datar.

"Osamu menyangka kalau aku adalah kau karena bau parfum itu. Dia bilang wangi parfumnya sangat mirip dengan feromonmu," jelas Kita tenang.

Wajah Atsumu berubah pias. "Oh, astaga… Kita-san pasti menganggapku orang aneh dan mesum sekarang… aku tidak bermaksud begitu…" ujar Atsumu dengan nada memohon, kini kedua tangannya menggenggam tangan Kita. Kalau Kita mau berlebihan, pemuda itu tampaknya bisa saja akan berlutut untuk mengucapkan permintaan maaf. Yang sungguh bukanlah suatu pemikiran yang berlebihan mengenal betapa dramatisnya Atsumu.

"Aku tidak menuduhmu aneh atau mesum, Atsumu," Kita memotong rentetan rengekan maaf dari Alpha muda tersebut. Atsumu diam, tapi tak sepenuhnya lega menilai ekspresi anak anjing bersalah miliknya.

"Tapi aku ingin tahu… Apa ini ada hubungannya denganmu yang kadang mengerutkan hidung tidak suka saat Kita setiap pertama bertemu untuk latihan?"

Bahu Atsumu menegang. Manik matanya bergerak dengan gugup dan ia menelan ludahnya sebelum mengangguk kecil, perlahan dengan takut-takut.

"Apa karena kau mencium aroma feromon orang lain yang menempel padaku?"

Lagi Atsumu mengangguk dengan cara yang sama.

"Kenapa kau tidak bilang saja?" tuntut Kita.

Atsumu bergerak dengan gelisah. Menumpukan berat tubuh dari satu kaki ke kaki yang lainnya secara bergantian. Tangannya meremas pelan jemari Kita yang ia genggam.

"Aku tidak ingin Kita-san menganggapku sebagai Alpha yang terlalu posesif," jawabnya akhirnya.

"Kenapa kau berpikir aku akan menanggapmu begitu?"

"Semua orang bilang keposesifan Alpha yang berlebihan sangat menyebalkan. Dan aku bukan termasuk para Alpha yang tenang dan dapat berpikir jernih dalam apa pun kondisinya, aku kebalikannya selalu bertindak dengan menggebu-gebu dan agresif," ucap Atsumu. "Dan kalau saja Kita-san tahu betapa populernya Kita-san… Begitu banyaknya feromon yang aku bisa cium setiap harinya dari Kita-san dan itu membuatku gila akan cemburu, rasanya aku ingin mengurung Kita-san sehingga tidak ada siapapun yang bisa sekedar bertemu dengan Kita-san sedikitpun," pemuda itu berseru frustasi. Satu tangannya melepas genggaman pada Kita untuk mengacak rambutnya.

Kita terkekeh setelah semburan perasaan Atsumu tersebut. Pemuda itu menatapmya dengan pandangan tidak percaya.

"Kita-san menganggapnya lucu?"

Kita menggeleng. "Bukan begitu. Hanya saja…"

Menurut Kita betapa menariknya bahwa seorang Atsumu yang tidak pernah peduli pada pendapat dan perkataan orang lain menjadi begitu khawatir dengan apa yang akan Kita pikirkan tentangnya. Begitu impulsifnya, tapi kini mati-matian menahan diri. Begitu tidak pedulinya ia pada orang lain dan kini melakukan hal yang sama sekali aneh karena terlalu peduli pada pandangan Kita.

"Tsumu, kurasa apa yang aku pikirkan soal imejmu tidak terlalu penting jika kau sangat terganggu dengan feromon-feromon itu. Kenyamananmu jauh lebih penting seharusnya, kau bisa bilang dengan jujur padaku kapan saja saat ada sesuatu yang menganggumu," sahut Kita, mengangkat tangannya untuk meraih tangan Atsumu kembali.

Atsumu menghela napas. "Tapi aku peduli. Aku tidak mau Kita-san jengkel karena memiliki kekasih seorang Alpha yang pencemburu."

"Aku lebih suka jika kau jujur padaku daripada menahan diri hanya karena kau pikir aku tidak akan suka dengan tingkahmu."

Atsumu memasang wajah pasrah, kalah dengan argumen Kita tapi akhirnya mengulas senyum.

"Baiklah… Terima kasih, Kita-san."

Kita menggeleng. "Tidak ada perlu berterima kasih. Bagaimana pun hubungan itu menyangkut kedua orangnya."

Atsumu mengangguk. Mengangkat genggaman tangan mereka dan mengecup jemari Kita. Menghasilkan senyum penuh afeksi dari kekasihnya itu.

"Kalau memang membuatmu lebih nyaman, aku akan memakai parfum itu setelah selesai sekolah untuk menutupi wangi feromon lainnya," ucap Kita bersungguh-sungguh. "Atau masih ada lagi yang bisa membantu?" lanjutnya, mengelus jemari Atsumu dengan ibu jarinya saat tangan mereka kini telah diturunkan.

Sekejap saja rona merah mewarnai pipi Atsumu. Ia kembali tampak kikuk. Kita mengangkat sebelah alis, menunggu penjelasannya.

"Ada sih…" mulai Atsumu ragu. "Tapi… aku tidak ingin membuat Kita-san tidak nyaman…"

"Tsumu," potong Kita dengan pandangan mata tegas. "Bukankah sudah kubilang kalau kau tidak perlu menempatkan kenyamananku sebelum kita mendiskusikannya?"

Atsumu mengerang, lagi-lagi kalah. "Baiklah, baiklah…" dengan kening berkerut penuh akan keraguan dan sedikit rasa malu, ia menatap Kita lekat-lekat. "Kita-san tahu soal scenting kan?"

Kita memgangguk kecil. "Hanya sedikit…" selain nama dan kegunaan utamanya, Kita tidak tahu banyak soal itu.

"Tindakan itu dapat dikatakan intim, selain prosesnya yang melalui skinship, juga untuk menandai seseorang, menyatakan hubungan dengan jelas melalui feromon," Atsumu menjelaskan, semakin lama dengan suara semakin mencicit dan wajah yang semakin merah padam.

Kita tampak memikirkan perkataan Atsumu. "Biarkan aku coba untuk memutuskannya," sahut Kita dengan nada percaya diri.

Atsumu mengeluarkan suara tercekik. Menatap Kita dengan wajah terkejut. "Kita-san yakin?!"

Kita mengangguk. Sama mantapnya dengan nada suaranya sebelumnya.

Atsumu tidak langsung merespon. Ia mengatupkan mulut dan tampak meneguk ludah. Lalu lengannya yang panjang melingkari pundak Kita.

Alpha itu menarik napas panjang. Menenangkan dirinya sendiri yang gemetar.

"Katakan kalau Kita-san tidak suka, oke?" bisiknya sebelum mendorong Kita lembut pada pelukannya. Lengan kirinya menempel pada punggung Kita, menahan tubuh Kita untuk terus didalam dekapannya. Tangannya yang lain memegang tengkuk Kita.

Kita merasakan Atsumu merendahkan tubuhnya, menelengkan kepalanya ke sisi kepala Kita. Leher mereka menempel, dan Kita merasa sedikit kegelian awalnya saat Atsumu menggesekkan leher mereka. Ia dapat merasakan napas pemuda itu yang menyapu tengkuknya.

Namun lama kelamaan ia merasa nyaman. Menikmati berada di dalam pelukan pemuda itu dan hangat tubuhnya yang menguar.

Atsumu melepaskan pelukannya dengan perlahan. Lengannya masih membayang melingkari pundak Kita.

"Bagaimana?" tanyanya cemas.

"Sama sekali tidak risih," jawab Kita dengan senyum lembut. Kita dapat melihat bahwa kegiatan scenting memiliki efek terhadap Alpha tersebut, Atsumu terlihat lebih rileks. Dan bagi Kita sendiri, ia tidak merasakan efek biologisnya tetapi ia menyukai pelukan mereka. "Aku tidak keberatan melakukannya disaat yang kau pikir perlu atau bahkan hanya karena kau mau saja."

Ketegangan di tubuh Atsumu semakin mencair. Pemuda itu tersenyum lega. Ia mengucapkan terimakasihnya dengan memeluk Kita kembali.

"Dan aku juga ingin kau memakai parfum itu, jadi saat aku memelukmu aku juga bisa mencium aromamu," ucap Kita dengan senyum geli mendengar Atsumu yang mengeluarkan suara tercekat lalu rengekan. Tanpa perlu mendongak dia sudah tahu kalau Alpha muda itu merona parah.

"Kita-san, peringatkan aku dulu sebelum kau mengucapkan sesuatu yang manis yang akan mengejutkan jantungku..." protesnya.

Kita terkekeh. Hari ini akhirnya ia menyingkap misteri dari kebiasaan Atsumu sekaligus merasakan hubungan mereka yang makin mengerat.

.

.

.

A/N:

Can't believe after all these years i never write any omegaverse...

Rasanya juga esens omegaversenya sama sekali gak mencolok, tapi karena ini tentang feromon dari padangan seorang beta, so...

I wanna write other AtsuKita Alpha/Beta again, and probably a smutt :)))

Thanks for reading

Bye~

Ai19