Disclaimer: Bungou Stray Dogs adalah ciptaan Asagiri Kafka dan Harukawa Sango, The Pillow Book adalah karya Sei Shonagon, 'Kiyohara Nagiko' dipercaya sebagai salah satu kemungkinan nama asli dari Sei Shonagon, Author tidak mengambil keuntungan.
Warning: Agak slow burn, Dazai x OC, alur canon (manga, anime, novel), sebisa mungkin tidak mary-sue.
.
.
Osamu Dazai and His Sun
by Fei Mei
.
Chapter 1: Prolog
.
.
Osamu bersandar malas di kursi panjang. Ia menghela sambil menatap matahari terbenam di seberang sungai—mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali baginya untuk menatap pemandangan seperti itu dengan bebas, untuk saat ini.
Mengikuti perkataan terakhir Odasaku nyatanya lebih membingungkan daripada sekadar mengerti kata-kata itu sendiri. Osamu paham bahkan apa yang dia lakukan di Port Mafia tidak tergolong sebagai perbuatan yang baik, pun ia tahu apa-apa saja yang disebut sebagai tindakan yang baik. Saat Odasaku bilang agar Osamu berada di pihak orang baik, insting pemuda ini langsung berpikir bahwa dirinya harus segera keluar dari Port Mafia. Tapi, dia tidak tahu apakah keluar dari pekerjaannya itu merupakan langkah pertama yang bagus atau tidak—karena, bukankah langkah pertama harusnya dari yang kecil dan sederhana dulu? Bukan langsung sebesar itu, kan?
Lagi dia menghela berat, Osamu memijat pelipisnya, memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah sekarang dia sudah bukan lagi anggota mafia. Sebelum melakukan perbuatan baik, ia harus bisa menghidupi dirinya sendiri, kan? Gajinya sewaktu bekerja pada Mori itu lumayan besar dan jarang ia gunakan dalam jumlah besar. Odasaku ternyata bahkan menjadikannya ahli waris—Osamu yakin aslinya ahli waris Odasaku adalah anak-anak yang dia asuh, tapi karena bocah-bocah itu sudah tidak ada lagi, maka Osamu sebagai ahli waris nomor dua langsung mendapat semuanya. Jadi, untuk sementara waktu, Osamu tidak perlu memusingkan soal uang. Tapi setelahnya bagaimana? Saat ini, dia tidak bakal bisa mendapat pekerjaan karena banyak orang tahu siapa Dazai Osamu. Memang Ango sepertinya telah menghapus data tindak kriminal atas nama Osamu, tapi ingatan orang-orang yang tahu nama atau wajahnya tentu tidak bisa main dihapus begitu saja, kan? Sehingga sekarang, entah sampai kapan, Osamu harus menepi dari keramaian, berharap orang tidak begitu lagi menakuti nama dan atau wajahnya, kemudian baru bisa hidup dengan normal dan melakukan apa yang Odasaku ingin ia lakukan.
'Ah, mungkin mati kelaparan karena sudah tidak ada uang merupakan cara yang mudah', pikir Osamu kemudian. Lalu buru-buru ia menggeleng, 'tidak, tidak, itu bukan cara bunuh diri yang indah. Aku bisa saja mati kelaparan sekarang tanpa menunggu uangku habis, tapi dimana seninya, kan?'
Osamu berdiri, merenggangkan tubuhnya dari atas sampai bawah, menghirup udara sore kota Yokohama, sebelum akhirnya dia—
—melihat seorang gadis berambut pirang stroberi yang mengenakan seragam SMA sedang berdiri di atas pegangan jembatan mengarah ke sungai.
Mata Osamu terbelalak, kakinya reflek berlari membawa tubuhnya menuju gadis itu. Hari sudah sore dan kebetulan tempat itu sedang sepi, mungkin itu sebabnya hanya Osamu yang menyadari keberadaan gadis tersebut.
'Masih SMA, tapi parasnya cantik, cocok kuajak untuk mati bareng-bareng!', pikir Osamu sambil terus berlari.
Ketika sudah tiba di jembatan, Osamu melihat gadis itu memijat alis sambil menghembus nafas berat. Mungkin karena hari sudah mulai gelap, pemuda itu tidak bisa melihat jelas ekspresi si Gadis SMA.
"Tunggu, kamu mau ngapain disitu?" tanya Osamu, menghampiri gadis itu.
Agak terkejut, Si Gadis menoleh. Ia memasang wajah gugup, kemudian turun dari pinggir jembatan. Buru-buru anak itu mengambil tas sekolahnya dan berlari pergi. Tapi, Osamu bisa dengan mudah mengejarnya lagi, bahkan bisa menangkap pundak gadis itu. Mungkin pernah belajar beladiri, gadis SMA itu spontan mencengkeram tangan Osamu—pemuda itu sudah hampir menebak dirinya akan dibanting ke tanah.
"Tunggu—"
Osamu belum sempat mengatakan alasan untuk mengejarnya, malah gadis itu yang langsung terjatuh ke tanah. Tentu Osamu kaget, berpikir anak ini pingsan. Ketika Osamu bertelut untuk melihat keadaan Si Gadis, lagi dia terkejut karena anak yang bersamanya ini malah memasang wajah bingung dan takut bersamaan.
"Ah—kamu baik-baik saja?" tanya Osamu kemudian.
Sempat terhubung kontak mata, tapi gadis itu duluan yang memutusnya. "Tidak—ya—maaf, aku tidak menyangka ada orang yang melihatku disana …."
Pundak gadis itu gemetar, dan Osamu bisa melihatnya keringat dingin. Pandangan pemuda ini melunak, dengan ragu ia mengulurkan tangan dan mulai mengusap pelan punggung gadis itu. 'Ini bukan pelecehan seksual,' pikir Osamu, 'dia tampak gugup dan aku merasa kasihan.'
"Anu, aku akan baik-baik saja," kata gadis itu lagi.
Osamu tersenyum kecil. "Tidak ada orang yang baik-baik saja yang akan berdiri di pinggir jembatan seperti tadi, Non." Lalu dia menambahkan dalam hati, 'seperti aku misalnya.'
"Aku—maaf, Anda tidak bakal mengerti." Gadis itu segera berdiri, mengangguk sekali, lalu berbalik badan.
Tapi Osamu belum menyerah, dia masih sempat meraih tangan gadis itu—
—dan Si Gadis kembali terjatuh.
Osamu kebingungan. Dengan masih menggenggam tangan gadis SMA itu, Osamu berusaha membuat anak itu berbaring di tanah dengan rapi. Lalu ia berpikir, walau kebetulan, tapi bisa pas sekali dua kali tangan mereka bersentuhan dan detik itu juga Si Gadis terjatuh. Tapi, sentuhan yang pertama itu gadis ini hanya jatuh saja, sedangkan kali ini malah pingsan—mungkin karena Osamu masih memegang tangannya. Lalu dia memutar otak, mengingat bahwa gadis ini tidak jatuh atau pingsan ketika pundak dan punggungnya disentuh.
'Kenapa hanya tangannya?' pikir Osamu.
Masih di tengah kebingungan, Osamu menyadari satu hal lain: gadis ini mendengkur. Bukan dengkuran keras sebenarnya, tapi dengkuran halus itu jadi agak terdengar karena tidak ada kebisingan apa-apa di antara mereka. Namun, bukan dengkuran gadis itu yang membuat Osamu tambah bingung, melainkan pada fakta bahwa gadis ini bukan pingsan tapi malah tertidur.
Lalu muncul rasa penasaran Osamu akan satu hal lagi.
"Maaf, permisi, ya," gumamnya, dengan perlahan meletakkan satu tangannya yang lain di salah satu lutut gadis itu, lalu melepas genggaman pada tangannya.
Masih terlelap.
… Kemampuan Osamu itu baru bisa diaktifkan ketika bersentuhan kulit dengan kulit, kan? Apa itu ada hubungannya dengan tidak terlelapnya Si Gadis saat Osamu menyentuh pundak dan punggungnya?
Osamu meneguk ludah, lalu menyingkirkan tangannya dari lutut gadis itu. Pada detik yang sama, kelopak mata Si Gadis SMA bergerak, perlahan memperlihatkan kedua bola matanya. Dengan sayu ia mengerjap, sebelum akhirnya menatap bingung pada Osamu—yang lebih dulu memasang wajah bertanya-tanya padanya.
"Maaf, apa tadi aku—"
"—tertidur?" potong Osamu. "Ya, tadi kau terlelap."
Gadis itu memijat alisnya, menunduk lalu menggeleng. "Tidak mungkin."
"Kau tertidur," tegas Osamu, "saat aku menyentuh tanganmu."
"Tapi itu tidak mungkin!"
"Apanya?" tanya Osamu, melunak.
"Karena—" Gadis itu menelan ludah, lagi dia menggeleng. "Kamu tidak bakal percaya."
Osamu tersenyum. "Coba katakan dulu."
Gadis itu menggigit bibir sejenak sebelum ia membuka tas sekolahnya, mengaduk untuk mencari sesuatu di sana, kemudian mengeluarkan botol kecil berisi dua atau tiga kapsul. Dia menggenggam erat botol itu dengan kedua tangan, lalu menangis, kemudian mengisak, "karena obat tidur pun sudah tidak mempan padaku sejak sebulan lalu!"
Di situ, hati Osamu langsung terenyuh. Apakah ini perasaan yang muncul di hati Odasaku ketika melihat melihat anak-anak yatim-piatu itu menangis di hadapannya?
Sebenarnya, pikir Osamu, insomnia bukanlah hal yang baru. Banyak orang di dunia ini yang mengalami insomnia sampai butuh obat penenang atau malah obat tidur. Osamu sendiri juga hampir selalu kesulitan untuk bisa tidur di malam hari—dan itu adalah salahnya sendiri. Tetapi melihat Si Gadis menangis seperti itu, mungkin kasusnya sudah parah.
Seberengseknya Dazai Osamu terutama ketika dia masih menjadi bagian dari Mafia, dia tetap tidak tega melihat perempuan, cantik pula, menangis di hadapannya. Jadi Osamu mendekap gadis itu. Jelas Si Gadis terkejut. Tapi Osamu tidak terkejut lagi ketika ia menempelkan dagunya ke puncak kepala gadis itu, dan Si Gadis terlelap.
'Aku baru tahu ada kemampuan yang membuat penggunanya tidak bisa terlelap,' pikir Osamu, lalu dia membelai kepala gadis itu. 'Berarti, ketika dia ingin menjatuhkan dirinya ke sungai, dia hanya ingin pingsan.'
Osamu masih ingin membiarkan gadis itu terlelap sebentar lagi di tangannya, tetapi ia mendengar suara dering telepon dari tas anak SMA ini. Jadi, walau tangan dan dagu Osamu masih menempel di kepalanya, gadis itu terbangun perlahan. Bukannya langsung meraih tas, Si Gadis malah tergugup karena menyadari dirinya ada di pelukan pemuda yang tidak dikenalnya. Mungkin sekitar tiga detik kemudian, gadis itu baru sadar ponselnya masih berdering, jadi dia buru-buru mengaduk tas lagi. Tapi ketika ia mendapatkan ponselnya, deringnya telah lebih dulu berhenti.
"… pamanku, dia pasti cemas karena aku belum pulang," gumam gadis itu.
"Ini sudah gelap, tentu orang rumah akan khawatir," kata Osamu. "Aku boleh tanya?"
Gadis itu mengalihkan pandangan dari ponsel ke pemuda di sampingnya. " … ya?"
"Dari sejak aku mengejarmu sampai ponselmu berdering, apa yang ada di pikiranmu?"
" … maaf?"
"Tadi kamu ingin melompat ke sungai, apakah itu biar kamu pingsan?"
Si Gadis menunduk, lalu mengangguk. "Sejak kecil aku sudah sulit untuk terlelap. Mulai dari SMP, aku sudah bergantung pada obat tidur. Dan sekarang … sudah sebulan ini … aku sudah tidak bisa tidur lagi bahkan dengan bantuan obat tidur. Aku tidak pernah mengantuk, tapi kelopak mataku terasa lelah dan aku sangat ingin terlelap untuk mengistirahatkan mataku sebentaaar saja! Lalu minggu lalu ada bola sepak yang nyasar dan mengenai keras kepalaku. Aku pingsan, tapi saat terbangun, aku tahu mataku sudah sudah agak segar. Jadi—"
"—lalu kamu memutuskan untuk mencobanya dengan terjun ke sungai kali ini?" tebak Osamu.
Lagi gadis itu mengangguk. "Makanya, aku bingung sekarang, kenapa aku bisa terlelap seperti tadi?"
Osamu tersenyum kecil. "Apa kau percaya tentang adanya orang dengan kemampuan spesial?" Gadis itu memiringkan kepalanya, tapi kemudian mengangguk pelan, membuat Osamu merasa gemas. "Di dunia ini, ada orang-orang yang punya kemampuan unik. Ada yang bisa melontarkan barang yang dia sentuh, ada yang bisa mengendalikan gravitasi, ada yang bisa mengendalikan elemen lainnya. Kau pernah bertemu dengan orang-orang seperti itu?" Kali ini gadis itu tampak ragu. "Aku adalah bagian dari orang-orang berkemampuan spesial. Dengan sentuhanku pada bagian tubuh orang berkemampuan khusus, aku bisa melumpuhkan kemampuan orang itu. Kalau aku melepaskan sentuhanku, dia bisa menggunakan kembali kemampuannya."
Tidak ada ekspresi bingung pada gadis itu. Malah, tampaknya Si Gadis berusaha menerka arah pembicaraan ini. Gadis itu tampak makin menggemaskan bagi Osamu.
"Setiap kali aku menyentuhmu secara langsung—tanganmu, kepalamu, lututmu—kamu terlelap. Jadi, mungkin, aku tidak tahu ini benar atau tidak, tapi, sekali lagi, mungkin, kamu punya kemampuan khusus, yaitu untuk tidak terlelap. Lalu ketika aku, yang bisa membatalkan kemampuan khusus, menyentuhmu, kamu jadi bisa terlelap."
" … apa—tapi—tadi aku terbangun sendiri?"
Osamu mengangguk. "Karena kamu mendengar bunyi telepon, kan? Aku memang masih menyentuhmu tadi, tapi kamu memutuskan untuk bangun sendiri. Seandainya kamu masih ingin tidur, selama aku masih menyentuhmu, kurasa kamu akan tetap bisa terlelap." Wajah gadis itu perlahan merona, mungkin karena pemuda ini melulu menyebut kata 'menyentuhmu'. Osamu jadi terkekeh. "Itu hanya spekulasi saja."
Keduanya lalu terdiam. Osamu sudah mengatakan semua yang ia pikirkan, sedangkan gadis itu mungkin sedang berusaha memahami semua perkataan pemuda asing ini dan menimbang-nimbang kalau perkataannya bisa dipercaya. Tapi, sekali lagi, keheningan itu terpecahkan oleh dering ponsel. Kali ini gadis itu segera menerima panggilan teleponnya.
"Halo—," perkatannya terputus. Osamu tidak bisa mendengar kata-kata orang yang di seberang dengan jelas, tapi ia menebak pasti itu adalah pamannya Si Gadis yang cemas. "Aku—tadi aku jatuh, lalu duduk sebentar." Osamu mengangguk kecil mendengar perkataan itu, lalu tampaknya Si Paman mengucapkan hal lain yang membuat gadis ini mengangguk kecil. "Aku akan segera pulang." Si Paman mengucapkan sesuatu yang lain sebelum gadis ini menekan sesuatu di layar ponsel pintarnya.
"Pamanmu?" tebak Osamu.
Gadis itu mengangguk sambil berdiri. "Aku harus pulang sekarang," katanya sambil berusaha merapikan seragamnya. "Terimakasih untuk, eh, membuatku bisa tertidur?"
Osamu tertawa geli. Itu adalah 'terima kasih' yang aneh, tapi juga tidak salah. "Boleh pinjam ponselmu?" tanyanya kemudian.
Mengerjap sebentar, gadis itu menyodorkan ponselnya setelah menyalakan layarnya. Osamu menerimanya lalu mulai menekan-nekan panel nomor disana sebelum akhirnya menekan tulisan 'panggil' di layarnya. Ia tersenyum saat ponsel di sakunya bergetar, meraih gawai tersebut dan melihat adanya panggilan dari nomor tak dikenal. Setelah itu, Osamu mengembalikan ponsel pintar yang tadi dipinjamnya.
"Aku Dazai Osamu," ujarnya. "Ini akan terdengar aneh, tapi kamu boleh menghubungiku jika kamu ingin terlelap."
Gadis itu merona. "Bukankah … itu berarti aku akan tidur denganmu?"
Lagi Osamu tertawa. "Yah, tapi saat ini, itu adalah cara yang paling tidak bahaya untuk mengistirahatkan matamu, kan?"
Anak itu mengangguk. "Aku Kiyohara Nagiko."
'Oh iya—'. "Maaf, seharusnya aku juga tanya, kamu umur berapa?" tanya Osamu gugup. "Soalnya kalau di bawah umur takutnya—"
Giliran gadis itu, Kiyohara Nagiko, yang tertawa. "Umurku 17 tahun, dan aku baru saja menyelesaikan ujian akhir sekolahku tadi siang."
Dan Osamu langsung menghembus nafas lega, ternyata mereka hanya beda setahun.
.
.
Bersambung
.
.
'That seems to have been the moment when this book first became known – or so it is written.' – The Pillow Book, Sei Shonagon
.
.
A/N: Dazai bertemu Taneda 2 minggu setelah wafatnya Odasaku, sedangkan disini Dazai bertemu Nagiko sebelum pertemuannya dengan Taneda. Untuk fanfiksi ini, alurnya canon lebih ke manga dan novelnya, Fei akan pakai beberapa detil materi dari anime jika dianggap lebih enak untuk dimasukkan ke rangkaian ceritanya, serta mengubah bahkan meniadakan beberapa detil canon tanpa mengubah alur canon (karena ada OC). Saat bagian ini diunggah, Fei sudah lebih dulu mengetik sampai chapter 29. Ide judulnya berasal dari light novel 'Osamu Dazai and the Dark Era', makanya pembukaan cerita ini dimulai dari situ juga.
Review?
