Naruto - Masashi Kishimoto
Sasori dan Sarada - Ryuku S. A .J
Mini Sequel from "Hello" fanfiction, fanfiction is listed on my profile.
"Sasori?"
Ucap Sarada Uchiha sambil menaikkan sebelah alis matanya. Dia tampak kebingungan.
Sarada yang kala itu sedang mencari benda-benda keramat yang dimiliki kedua orangtuanya semasa muda malah mendapati sepucuk surat berwarna putih pucat di dalam kotak kecil yang diyakini milik ibunya, Sakura Uchiha. Surat itu berada di paling bawah, tertutupi oleh tiket ramen, tiket menonton film malam dan souvenir lainnya yang Sakura dapatkan selama menjalankan misinya dahulu.
Sarada amat sangat penasaran sekali tentang isi surat yang ia genggam erat sekarang. Sepengetahuannya Sakura hanya mencintai satu orang seumur hidupnya dan tidak pernah menyebut nama pria lain tapi entah kenapa nama pengirim surat ini terasa sangat mencurigakan hingga membuat Sarada tak kuasa menahan rasa penasarannya.
Akhirnya setelah pertimbangan yang cukup matang, Sarada membuka surat dari seseorang bernama Sasori tersebut. Surat itu walaupun sudah lama tersimpan Sarada tetap bisa mencium aroma kayu manis dan cherry. Tak lama kemudian dengan perlahan Sarada melipat kembali surat Sasori dan menaruhnya ke tempat semula. Air mata turun mengalir ke pipi dari matanya. Sarada tak menyangka bahwa dulu ibunya pernah mencintai pria lain. Entah bagaimana kabar dari pria itu sekarang. Entah siapa yang salah pada saat itu.
"Sarada, ayo sarapan dulu nak!"
Pekik Sakura dari dapur. Sarada menyahut panggilan ibunya sembari menghapus air mata yang sudah terlanjur jatuh.
"Iya ma!"
Hening.
Hanya ada suara antara sendok dan piring yang saling bertegur sapa.
Ingin sekali Sarada menanyakan Sakura tentang Sasori akan tetapi Sarada takut, bukan takut dimarahi tapi takut bahwa dia akan membuka luka lama yang sudah Sakura tutupi sekian lama. Sarada pun lalu teringat dengan ayahnya, apakah Sasuke tahu?
"Ma, Sarada ingin tanya sesuatu boleh?"
"Tanya saja."
"Mmmm, dulu di akademi sempat membahas perihal organisasi Akatsuki– uhh, apakah mama pernah bertarung dengan salah satu dari mereka?" tanya Sarada. Sakura terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Sakura.
"Beberapa yaa, sempat sih. Yang menyerang desa sampai hancur juga ada. Pain waktu itu. Lalu ada–" Sakura tiba-tiba saja berhenti berbicara. Sarada menelan ludahnya, dia berpikir mungkin saja ibunya akan menyebut nama pria itu.
"Sasori-danna…EH! Maksudnya Akasuna Sasori! Yeah-hahahaha." ucap Sakura terbata, sepertinya dia salting. Sarada tentu mendengar jelas apa yang Sakura ucapkan. Ibunya masih memanggilnya dengan honorifik seperti itu setelah sekian lama. Ah, Sarada sangat penasaran sekali dengan romansa yang Sakura lewati dengan Sasori ini.
"Ohh begitu ya. Mama hebat sekali bisa mengalahkan salah satu anggota Akatsuki. Aku dengar mereka semua kuat." Sarada tersenyum lebar, berusaha untuk mengalihkan pembicaraan yang ia mulai sendiri.
"Ya begitulah. Perang sudah berakhir dan semoga kita bisa menjalani hidup tanpa rasa takut lagi."
"Aku berangkat dulu ya ma!"
"Sarada jangan pulang terlalu malam, oke?"
"Oke~!"
Setelah berjalan agak jauh dari rumahnya, Sarada berhenti di depan restoran burger tempat dimana dia dan teman-temannya biasa berkumpul. Tak terlihat satu orang pun ada disana. Sarada hanya mengetahui bahwa Boruto hari ini tidak bisa diganggu karena sedang berlatih dengan Naruto. Mitsuki juga katanya tidak bisa menemani Sarada karena harus membantu Orochimaru. Sasuke pun minggu ini tidak ada di desa karena sedang menyelidiki sesuatu.
Akhirnya Sarada memutuskan untuk pergi ke danau yang cukup jauh dari desa. Sesampainya di tepi danau, Sarada membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau menikmati hembusan angin. Siang kala itu tidak terlalu panas, benar-benar cuaca yang pas untuk bersantai. Dari penglihatan seadanya, Sarada juga melihat beberapa orang dewasa sedang memancing. Satu sampai dua keluarga kecil berpiknik. Sarada menutup matanya, dia berencana untuk mengajak kedua orang tuanya untuk melakukan hal yang sama. Ah, Sarada tak sabar menunggu hari itu datang.
Waktu berlalu, tiba-tiba Sarada mendengar pekik gembira tak jauh dari sisi kirinya. Dia menoleh dan mendapati beberapa anak kecil sedang bermain dengan boneka yang sepertinya di kendalikan oleh chakra seorang shinobi. Dua boneka raksasa berbentuk kelinci dan harimau bermain-main diantara anak-anak kecil tersebut. Sarada secara sekilas melihat tali chakra dan menelusuri darimana tali tersebut berasal. Rasa penasaran membuat Sarada berdiri dan menghampiri kerumunan itu. Semakin dekat dia berjalan, semakin terlihat sosok yang mengendalikan boneka-boneka tersebut. Ahh sepertinya seorang pria paruh baya seumuran Kakashi? Atau mungkin lebih tua? Pikirnya. Orang itu memakai jubah coklat lusuh dan rambut merah terangnya terlihat berkilau di bawah sinar matahari. Sarada juga melihat senyum tipis dari sosok tersebut.
"Ini pertama kalinya saya melihat kemampuan seperti ini." ucap Sarada mendadak.
Shinobi tersebut menoleh, dia hampir saja menjawab Sarada namun alih-alih menjawab, sosok itu malah terkejut. Membelalakkan matanya tidak percaya, membuat aliran chakranya berhenti dan membuat boneka-boneka yang dikendalikan terjatuh, mengejutkan anak-anak yang sedang bermain.
"Ah tuan! Anda tidak apa-apa?" tanya Sarada panik melihat apa yang terjadi. Sosok itu kemudian tersenyum dan kembali menggerakkan boneka-boneka miliknya.
"Maaf, sekilas aku teringat seseorang."
Sosok pria berambut merah itu kemudian membuat satu kage-bunshin, untuk membantunya mengendalikan boneka dan agar dia bisa berbicara dengan Sarada sejenak. Dia membuka kupluk yang menutupi kepalanya. Betapa terkejutnya Sarada ketika melihat wajah pria tersebut, sangat muda! Suaranya sangat tua tapi wajahnya sangat muda. Sarada sangat bingung. Apakah teknik Nenek Tsunade juga bisa dipakai oleh kaum pria? Kurang lebih itu lah yang Sarada pertanyakan di dalam benaknya.
"Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan ini. Hmmm, sekarang di desaku pun mungkin hanya satu orang saja. Aku tidak terlalu ingat." Ramah, sangat ramah pikir Sarada. Entah kenapa Sarada merasa familiar sekali dengan sosok yang baru ia temui ini.
"Apakah anda memiliki koleksi boneka yang lain?" tanya Sarada. Pria itu terdiam sejenak. Koleksi yang dia miliki tentu akan sangat menakutkan apabila diketahui oleh orang lain. Karena sebelum bertaubat, dia adalah penjahat.
"Bagaimana ya. Apa mungkin aku menunjukkan koleksi dari orang-orang yang sudah ku kalahkan? Atau ku bunuh mungkin?" tanya sosok itu sambil tersenyum. Sarada tentu saja terkejut dengan pernyataannya.
"A-ah! Tidak usah repot-repot!"
"Tenang, aku hanya bercanda. Beberapa koleksi ku yang penting dan kuat sudah aku turunkan kepada seseorang di desaku."
"Ucapan anda sangat mengejutkan saya, tuan."
"Namaku Sasori."
Huh? Sarada terdiam. Siapa namanya tadi? Sasori? Sasori yang mengirim surat ke mama? Sasori mantan kekasih mama? Benarkah? Iyakah? Sasori? Apa benar Sasori yang ini? Anggota Akatsuki? Berarti dia berbahaya–
"Nona tidak perlu takut." ucap Sasori menyadarkan Sarada.
"Mungkin kamu terkejut mendengar namaku yang pernah menjadi salah satu anggota organisasi Akatsuki dan bertarung dengan ninja Konoha. Aku lihat dari ikat kepalamu. Jadi kita sudah masuk di era dimana sejarah kejahatan Akatsuki diajarkan ya…" jelas Sasori. Tapi bukan karena pelajaran sejarah yang membuat Sarada terkejut, ini berhubungan dengan ibu kesayangan dan satu-satunya!
"Tidak, tidak. Saya tidak mengenal anda dari sejarah– jarang sekali Konoha menjelaskan tentang kejahatan pada masa perang shinobi dulu."
"Ah begitu."
"Oh iya tuan, nama saya Sarada–"
"Sarada Uchiha." sambung Sarada. Sarada menerka-nerka apakah Sasori akan menyadari kalau dia ini adalah anak perempuan Sakura atau tidak.
Namun, tentu saja Sasori tahu. Sejak awal dia melihat Sarada, dia tahu kalau Sarada ini adalah anak Sakura. Walaupun tidak mewarisi warna rambut dan mata Sakura, Sasori tahu. Sangat sangat tahu.
"Salam kenal, Sarada Uchiha."
Sarada dan Sasori kemudian menghabiskan siang dan sore mereka bersama. Bermain dengan anak-anak kecil beserta keluarga lainnya yang datang ke danau. Kemudian Sasori juga mengajarkan Sarada bagaimana cara mengendalikan boneka. Dimulai dari boneka rusa kecil yang kemudian dihadiahkan kepada Sarada oleh Sasori sebagai alat latihan kalau Sarada bosan mempelajari teknik Uchiha yang harus Sarada kuasai. Beberapa orang dewasa yang tadi memancing juga memberikan Sasori dan Sakura ikan segar yang telah mereka bakar sembari berjalan pulang.
Sarada dan Sasori menikmati sore mereka yang seru bersama sampai tak menyadari sinar matahari kian memudar berganti dengan cahaya bulan yang segera muncul.
"Terimakasih atas waktunya, paman Sasori."
"Tidak masalah, Sarada."
"Apakah paman akan disini juga besok?"
"Kurasa begitu. Mungkin besok aku masih ada disini, mungkin aku akan melanjutkan perjalananku kembali." jelas Sasori. Sarada agak kecewa. Banyak sekali hal-hal yang ia ingin tanyakan terutama tentang hubungannya dengan Sakura dahulu. Walaupun Sarada mengerti bahwa mengungkit hal yang telah berlalu itu tidak sopan, tapi dia amat sangat penasaran.
Bertemu dengan Sasori terasa sangat hangat dan menyenangkan. Perasaan sama yang dia rasakan ketika bertemu dengan Suigetsu dan Karin dulu. Keluarga yang tidak ia sangka ia miliki. Walaupun Sasori jelas bukan bagian dari ayah maupun ibunya, tapi Sarada merasa sangat nyaman terlepas dari masa lalu Sasori yang sangat kelam.
"Kalau begitu saya harap saya bisa bertemu lagi dengan paman besok." ucap Sarada tersenyum. Sasori kembali terdiam. Bahkan senyumnya saja mirip sekali dengan Sakura.
Sarada berjalan meninggalkan Sasori sambil mendekap erat boneka kayu rusa yang ia dapatkan. Secara perlahan Sarada berlari dan mulai menghilang dari pandangan Sasori. Sasori membalikkan badannya, menatap bulan yang terpantul di danau. Dia bertanya-tanya, apakah Sarada juga sudah mewarisi kekuatan monster Sakura? Sasori terkikik kecil, akan sangat nostalgia sekali kalau Sasori bisa berlatih tarung dengan Sarada.
"Mama, aku pulang!"
"Sarada, cepat mandi dan makan malam ya!"
"Baik!"
Sarada berlari kencang menuju kamarnya. Dia meletakkan boneka rusa Sasori di atas tempat tidurnya dan menuju kamar mandi segera agar ia bisa menyantap hidangan makan malam yang sudah disiapkan Sakura. Tanpa Sarada sadari, Sakura berjalan menuju kamarnya untuk mengambil pakaian kotor yang Sarada lepaskan di kamarnya.
"Loh?"
Sakura menjatuhkan kembali pakaian Sarada ke lantai ketika sepasang mata hijaunya menemukan boneka kayu di atas kasur Sarada. Sakura jelas mengingat boneka tersebut. Boneka kayu itu adalah boneka kayu yang ia rakit bersama Sasori. Tapi apakah mungkin Sarada bertemu Sasori? Sakura meletakkan tangannya di kepala, pusing. Kemudian dia memegang boneka kayu rusa– mencoba untuk memindai chakra siapa yang ada pada boneka kayu tersebut. Ada chakra Sarada dan…
"Danna…"
Sakura kembali ke dapur. Tak lama kemudian dia melihat Sarada duduk di meja makan, siap untuk melahap masakannya.
"Selamat makan, terimakasih mama." ucap Sarada riang.
Sakura memperhatikan gerak-gerik Sarada saat ini. Memang betul dia terlihat ceria seperti biasanya. Haruskah Sakura bertanya? Apakah Sarada akan bercerita tanpa Sakura bertanya?
Sakura menghela nafas kemudian dia duduk di seberang Sarada. Mereka makan dengan tenang.
"Apa saja yang kamu lakukan hari ini, Sarada?"
"Aku pergi ke danau dan bertemu dengan paman yang melakukan pertunjukan boneka."
Sakura terdiam. Sudah pasti orang yang dilihat Sarada adalah Sasori. Sarada menceritakan semua yang terjadi hari ini, Sakura mendengarkan dengan seksama sambil menyantap masakannya. Dari cerita Sarada, sepertinya Sasori tidak membahas apapun antara dia dengan Sasori walaupun Sarada sudah jelas memperkenalkan siapa namanya. Dan juga Sarada tidak dalam bahaya selama berada disamping Sasori. Sakura bersyukur dan merasa tenang. Walaupun terkadang ia masih mengingat Sasori, Sakura tidak bisa menyuarakan isi hatinya. Dia sudah bahagia bersama Sasuke dan Sarada sekarang. Kegagalan dengan Sasori adalah sebuah pelajaran, pelajaran berharga yang tidak boleh disesali sedikitpun.
Malam semakin larut.
Sarada segera tidur setelah membantu Sakura merapikan meja makan dan mencuci piring. Tentu saja Sarada kelelahan. Sasori mengajarkannya untuk mengendalikan boneka, teknik itu sangat asing dan menguras tenaga.
Sakura berdiri menatap ke luar jendela, kemudian melangkahkan kakinya ke kamar Sarada. Dia membuka sedikit pintu kamar anak gadisnya, mengintip apakah dia benar-benar sudah tidur. Anak itu, tidur sambil mendekap boneka kayu hadiah dari Sasori. Sakura menjatuhkan air matanya. Dia tidak menyangka bahwa Sarada akan bertemu dengan Sasori. Sakura menutup pintu kamar Sarada dengan pelan. Tubuhnya merosot ke lantai.
"Sasuke… Sarada bertemu dengan Sasori."
"Sarada, kamu mau kemana?" tanya Sakura menghentikan langkah kaki Sarada yang hampir keluar pintu rumah sambil menggendong boneka kayunya.
"Anu– aku…"
"Jangan pulang terlalu malam seperti kemarin." Sakura memotong jawaban Sarada, dia menyilangkan kedua lengan di depan dadanya, menatap kesal Sarada.
"Baik ma."
"Jangan terlalu memaksakan diri dan terluka."
Sarada tersenyum lebar. Seseram apapun Sakura, Sarada mengerti kalau ibunya itu akan selalu peduli dan mengkhawatirkannya. Sarada meng-iyakan nasihat ibunya dan kemudian berlari dengan penuh senyum. Dia tidak sabar bertemu dengan Sasori hari ini sebelum Sasori pergi melanjutkan perjalanannya.
Tak lama kemudian, Sarada sampai di tepi danau kemarin namun dia tidak dapat menemukan Sasori dimanapun. Secara cepat dan mendadak boneka kayu raksasa berbentuk manusia datang dari seberang danau ke hadapan Sarada. Sarada menolehkan kepalanya sedikit dan melihat Sasori dari kejauhan mengendalikan boneka tersebut. Sepertinya Sasori sedang memancing bersama dengan orang-orang yang kemarin. Dari jauh Sasori mengisyaratkan Sarada untuk naik ke pangkuan boneka tersebut. Dengan sigap gaya bridal, boneka besar itu kembali terbang menyebrangi danau dan kembali ke Sasori.
"Paman Sasori!" sapa Sarada.
"Kamu benar kembali lagi ya."
"Tentu saja!"
Sarada kembali meluangkan waktunya bersama dengan Sasori. Sasori membantu para pemancing menangkap ikan dengan boneka kayu yang berbentuk seperti ember, menjaring ikan-ikan dan kemudian memberikannya pada para pemancing. Hari ini cukup ramai, beberapa muda-mudi turut meramaikan suasana pada siang ini. Sarada kembali berlatih cara mengendalikan boneka. Sasori mengajarinya dengan tekun.
"Sarada, coba hancurkan boneka ini."
"Memangnya tidak apa-apa?"
Sasori tidak menjawab, dengan ekspresi datar dan serius, dia menggerakkan telapak tangannya untuk sekali lagi menginstruksikan Sarada untuk menghancurkan boneka miliknya. Sarada mengambil kuda-kuda dan berlari ke arah boneka Sasori.
"Shannaaroooo!"
Boneka Sasori hancur berkeping-keping. Sasori cukup takjub dengan kekuatan Sarada. Seperti yang sudah dia bayangkan, Sarada sudah mewarisi kemampuan ayah dan ibunya dengan sangat baik.
Kepingan boneka Sasori yang hancur tiba-tiba saja bergerak sendiri dan bersatu seperti sedia kala, seolah-olah tinju Sarada tidak berefek apapun.
"Kamu akan tumbuh menjadi kunoichi yang hebat." ucap Sasori sambil menarik kembali bonekanya. Boneka itu memang dirancang kembali ke bentuk semula. Ada bahan dan tingkat elastisitas yang berbeda dengan boneka kayu lainnya, hasil kerjasamanya dengan Kankuro beberapa tahun silam.
Mendengar pujian dari Sasori membuat Sarada sangat senang. Dia tidak peduli lagi dengan rasa penasaran hubungan antara Sasori dengan Sakura di masa lalu. Sarada merasa sudah cukup mengenalnya seperti saat ini.
Sore kembali menyelimuti hari. Sarada berpamitan dengan Sasori mengingat dia sudah berjanji kepada Sakura untuk tidak pulang terlalu malam. Sasori juga memberitahu Sarada bahwa dia tidak akan ada di danau selama beberapa bulan kedepan namun Sasori berjanji akan mengirimkan surat kecil kalau dia sedang berada di area desa Konoha. Sasori juga menjelaskan bahwa dia tidak bisa terlalu dekat dengan area penjagaan seluruh desa kecuali desa Suna, desa di mana dia berasal.
Sarada melambaikan tangannya untuk yang terakhir kali. Dia membawa pulang kembali boneka rusa yang diberikan Sasori dengan sedikit modifikasi kayu biasa menjadi kayu yang lebih kuat dan elastis agar tidak mudah hancur bilamana Sarada gagal untuk menyalurkan chakra untuk mengendalikan boneka tersebut.
Danau di malam hari sangat sepi. Semua orang sudah tidak ada yang menghabiskan waktunya disini kecuali Sasori. Sasori juga sudah bersiap-siap untuk pergi melanjutkan perjalanannya. Dia kembali memakai jubah dan menutup kepalanya. Namun langkahnya terhenti ketika matanya melihat sosok yang dia rindukan selama ini muncul di hadapannya. Masih sama seperti dulu… ah tidak, lebih cantik dan anggun.
"Danna…"
"Sakura…"
"Aku pulang!"
Sarada berlari masuk ke dalam rumahnya. Tidak ada yang menyahut, biasanya Sakura akan segera menyambutnya tapi tidak ada suara.
"Sarada, sudah pulang?"
Sarada terkejut. Dia malah mendapati ayahnya berdiri tegak dan menyambutnya pulang.
"Papa?! Kapan papa pulang?"
"Hmmm, semalam."
"Semalam? Lalu kenapa pagi ini tidak ada?"
"Papa harus melapor ke Naruto, itu sebabnya." jelas Sasuke. Sarada kemudian meletakkan boneka kayunya di atas sofa. Sasuke melirik benda tersebut sebelum kembali bertanya kepada Sarada.
"Bagaimana harimu, Sarada?"
"Cukup melelahkan. Mama kemana?"
"Sakura ada urusan, mungkin di rumah sakit." ucap Sasuke, menyembunyikan fakta bahwa dia mengetahui kemana Sakura pergi dan apa yang Sarada lakukan selama dua hari terakhir. Tetapi Sasuke tidak khawatir, Sasuke yakin baik Sakura dan Sarada akan baik-baik saja. Sasuke yakin bahwa Sasori tidak akan melukai mereka berdua, karena sebesar itu rasa cinta Sasori pada istrinya.
Semalam Sakura mengatakan pada Sasuke bahwa Sarada bertemu dengan Sasori. Sasuke yang baru saja sampai saat itu segera memeluk Sakura dengan erat. Sasuke sendiri tidak percaya bahwa akan datang hari dimana anak semata wayangnya akan bertemu dengan Sasori. Sosok pria yang pernah Sakura cintai selain Sasuke Uchiha.
"Tidak apa-apa. Aku yakin Sasori tidak akan menyakiti Sarada." ucap Sasuke malam itu.
"Sakura, kalau kau mau bertemu Sasori akan kuizinkan." tambah Sasuke, Sakura pun terdiam.
"Aku hanya akan menulis surat untuknya– lebih tepatnya membalas. Membalas surat yang ia kirimkan belasan tahun yang lalu." jelas Sakura.
Sasori sampai pada desa kecil dekat desa Suna. Dia berpikir untuk beristirahat sejenak sebelum kembali ke desanya dan melaporkan segala tindak-tanduk yang dia lakukan selama beberapa tahun tidak berpulang ke desa.
Sasori merogoh kantung jubahnya. Secarik kertas berukuran sedang yang Sakura berikan padanya beberapa hari yang lalu. Akhirnya Sasori mendapatkan balasan atas surat yang dia kirimkan beberapa tahun lalu, di hari pernikahan Sakura dengan Sasuke.
"Danna… apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan terbaik.
Aku tidak tahu sampai kapan kau akan menjalani kehidupanmu. Mungkin saja kau akan tetap hidup dan aku tidak.
Terimakasih karena tidak membenciku dan tidak menyakiti Sarada ketika kau bertemu dengannya. Jujur saja aku takut kau akan menyakiti Sarada.
Bagaimana Sarada? Dia anak yang pintar kan? Apakah dia sangat mirip denganku?
Aneh rasanya karena aku masih tetap memanggilmu 'Danna'. Aku sangat menghormati dan mengagumimu, aku banyak belajar selama kita bersama.
Danna, aku harap kau bisa hidup dengan bahagia tanpa penyesalan dan rasa bersalah. Semua yang sudah terjadi, sudah berakhir. Aku tidak pernah membencimu dan aku berterima kasih karena Danna sudah menjadi bagian dari hidupku.
Salam rindu,
Sakura Uchiha."
Sasori melipat surat itu, memasukkan kembali ke dalam jubahnya.
Senyum tipis, Sasori menghela nafas.
"Dia benar-benar menegaskan nama Uchiha pada akhir suratnya." gumam Sasori. Agak kesal tapi tak mengapa.
Sasori merasa sedikit lega karena Sakura tidak membencinya. Dia juga berharap dia bisa bertemu kembali dengan Sarada dan mengajarkannya banyak hal sehingga Sarada bisa menjadi kunoichi hebat serba bisa seperti ibunya.
"Sarada Uchiha, kelak kamu akan menjadi bintang yang paling terang diantara seluruh bintang dan galaksi."
- Tamat -
Author's Note :
Ahh, tolong jangan tanya saya lagi kenapa saya masih muncul disini ;;
Saya sedang iseng buka profil fanfiksi kemudian baca ulang surat dari Sasori ke Sakura dan tiba-tiba kepikiran gimana jadinya kalau Sasori ketemu Sarada dan Sakura akhirnya membalas surat Sasori.
Kemudian terbitlah fanfik ini.
Saya ketik di kantor, sedih, hampir menangis, karena sebenarnya sesakit itu hati Sasori tapi karena sudah jadi boneka saya tidak bisa menggambarkan dengan dramatis perasaan Sasori. Pada intinya ada beberapa perasaan yang sudah sulit diutarakan Sasori tapi saya yakin Sasori itu masih punya hati dan perasaan normal seperti dulu.
Semoga para pembaca suka dengan fanfiksi ini!
Salam,
S. A .J
