Chapter 1
Ino menggenggam erat tangan mungil yang sedang berjalan bersamanya menuju suatu tempat. Sedikit jauh berjalan, tampaklah sebuah rumah kecil yang terasa hangat. Ia tersenyum ramah, sembari membungkuk memberi salam saat bertemu pandang dengan Kazuho Hikari, temannya semasa akademi dulu, yang ia minta untuk pindah dari Konohagakure agar bisa membantunya.
"Terima kasih banyak karena kau mau menolongku, Kazuho." Ino berujar sambio menjabat tangan laki-laki itu. "Ahh, ini namanya Rai dan pengasuhnya, Katsuri."
"Aku membantumu karena aku bisa. Kau juga banyak membantuku satu tahun belakangan ini, lagi pula aku juga sedang mengembangkan usaha. Menjaga seorang anak, bukan perkara yang sulit." Kazuho tersenyum kecil. "Mari masuk. Rai, mulai sekarang anggap ini rumahmu ya." Lanjutnya lagi sambil mengacak rambut laki-laki kecil tersebut.
Kazuho Hikari adalah teman yang baik. Lelaki itu banyak membantunya saat berada di akademi. Sayangnya, ia berhenti menjadi Ninja karena baru beberapa bulan menjadi Genin, ia terkena cedera yang mengharuskannya berhenti dari dunia Shinobi.
"Kau yakin, dia akan aman berada di sini? Aku tidak setiap hari di rumah, kau tahu itu." Kazuho kembali mengatakan sesuatu saat Rai dan Katsuri telah memasuki rumah.
"Tempat ini masih berada di pinggiran Negara Api, aku juga akan kembali ke desa. Mungkin beberapa bulan sekali bisa berkunjung ke tempat ini. Ah, setiap kau pergi perjalanan bisnis, katakan kepada kepala desa agar dia bisa memperhatikan dan menjaga Rai saat kau tidak ada. Aku juga sudah berpesan kepadanya." Ungkap Ino secara detail.
Kazuho mengangguk dan menarik nafas. "Tapi kau baik-baik saja bukan? Tiga tahun belakangan ini bukan hal yang mudah untuk kau lalui."
Ino mengangguk ragu. "Aku baik-baik saja. Tidak perlu memikirkanku. Hmm, aku hanya ketinggalan informasi mengenai bahaya yang sedang kelima negara besar alami beberapa bulan lalu." Ino berujar merujuk kepada peristiwa bulan yang akan jatuh. Saat itu dia sedang berada di Negara Sunyi yang tidak termasuk ke dalam Aliansi.
Kazuho mendengus, "Di umurmu yang sekarang, kau seharusnya memiliki pacar! Bukan mengkhawatirkan desa."
"Dikatakan oleh seseorang yang memiliki lebih banyak waktu luang, tapi tetap tidak memiliki pendamping." Sinis Ino yang mendapatkan tolakan kecil di bahunya, dan terkekeh. "Aku akan pulang. Aku ingin berpamitan dulu dengan Rai." Lanjutnya sambil berjalan masuk.
Ino menyejajarkan dirinya dengan Rai yang baru berusia sepuluh tahun saat sudah berada di dalam rumah. Belum ia berbicara, Rai mendahuluinya terlebih dahulu.
"Nee-san terima kasih, karena telah menyelamatkanku." Ujarnya sambil memegang kedua tangan Ino. "Aku akan membalasnya nanti."
Ino merapikan rambut Rai lalu memeluknya. "Hiduplah dengan baik. Kau tidak berhutang apa-pun denganku."
"Baik." Rai tersenyum.
Ino juga tidak lupa berpesan kepada Katsuri. Setelah berpamitan, Ino mulai melanjutkan perjalanannya kembali. Kali ini ia akan bergerak ke Sunagakure terlebih dahulu. Kankuro pasti menunggu kabarnya sejak seminggu yang lalu.
.
.
.
Ino selalu percaya diri dengan kemampuan serta tidak pernah menyesal dengan pilihannya. Pasca perang dunia Shinobi ke-empat, ia mulai menapaki jalan seperti ayahnya, yaitu bekerja di Divisi Inteljen bagian Komunikasi dan Analisis, lalu dengan sejarah kecilnya yang pernah berguru dengan Hokage Ke-Lima sebagai Medic-Nin, membuatnya sering diminta untuk membantu operasi kecil-kecilan di rumah sakit, serta Ino dengan senang hati membantu Sakura mengembangkan klinik Kesehatan Mental Anak di bawah naungan Rumah Sakit Konoha.
Dalam waktu tiga tahun, Ino Yamanaka tumbuh menjadi gadis yang cemerlang, kehidupan yang sedang berjalan membuatnya tidak pernah memikirkan percintaan.
Ralat, Ino jadi memikirkannya, sekarang.
Karena rasa lelah yang menyerang setelah dua hari penuh ia habiskan dengan berjalan dan berlari agar cepat sampai di Sunagakure, membuat Ino memilih berhenti pada sebuah resto dan bar yang terletak di pinggiran desa pasir itu untuk beristirahat.
Tempatnya yang asing, membuat ia tidak nyaman. Selama Ino bepergian seorang diri, ia berusaha membuka diri dengan menyapa orang-orang agar kebaikan datang kalau ia sedang kesusahan. Tapi tidak tahu kenapa, saat ini Ino sangat malas untuk bersosialisasi.
Setelah memesan, ia membuka dompetnya lalu mengambil sebuah foto di dalamnya. Senyumannya terlukis kala melihat foto tersebut. Jarak yang di bangun antar desa dan dirinya menjadi sebuah alasan foto tersebut ada.
"Selamat datang, Tuan." Ujar seorang pelayan bar yang kebetulan sedang tidak melayani seseorang. Keramaian di dalam bar tak pelak membuat pelayan tersebut berteriak membuat Ino mendengarnya.
Ino yang masih terpaku di meja bar berusaha mengabaikan sekelilingnya dan lebih memilih melamun menatap foto itu penuh kerinduan. Tidak sampai beberapa menit ia jatuh ke dalam kenangan, tubuhnya menegang ketika pinggang yang terbuka di sentuh oleh seseorang yang ia kenal sekaligus orang yang Ino takuti.
"Ss-sasuke-kun." Ujar Ino terbata.
...
Sejak kematian ayahnya, Ino tidak percaya bahwa Dewa itu ada. Bahkan, jika orang mendapatkan sebuah keajaiban dari Dewa ia lebih senang menyebutnya dengan takdir.
Tapi, saat ini baginya takdir begitu menyebalkan, mengerikan dan juga kuat. Takdir memberinya dilema, memojokkannya, sehingga membuat Ino tidak berdaya.
Bahkan takdir, dengan mudah mengabaikan doa keputusasaannya.
"Ino." Panggil Sasuke. Setelah memaksa wanita itu untuk berbagi meja dengannya di sudut ruangan.
Ino tidak pernah mau bertemu dengan Sasuke Uchiha lagi dalam ketidaksengajaan mana-pun. Rasa suka dan benci yang membludak, membuat Ino takut dengan dirinya sendiri.
Takut, kalau hanya dengan melihatnya membuat perasaan Ino kembali jatuh. Dirinya sudah memantapkan diri untuk membuang perasaannya demi sahabatnya-Sakura Haruno.
Benci, ketika melihatnya, Ino akan mengamuk dan membongkar semua rahasia yang ingin ia simpan rapat-rapat demi kebaikan semua orang yang berada di lingkarannya dan Sasuke.
Itu sebabnya takdir sangat menyebalkan. Ia mendorongmu ke tepi jurang, sehingga membuatmu tidak berdaya... sehingga membiarkanmu membuat sebuah keputusan.
Pada akhirnya, takdir adalah sebuah pilihan dan sekarang Ino harus memilih takdir mana yang harus ia putuskan.
"Sasuke." Pertama-tama ia harus berusaha membuang honorifik dengan lelaki yang ada di depannya ini.
Sang empunya nama hanya menatap Ino dengan pandangan datar, padahal di benaknya banyak sekali pertanyaan yang timbul.
"Kk-kenapa.. kau tahu aku berada di sini?" ujar Ino canggung.
"Aku mengikutimu dari Negara Api." Ino kembali terdiam, tidak ingin melanjutkan pembahasan itu.
"Kau tidak kembali ke desa?" pertanyaan pertama keluar dari Sasuke. Ino terlalu banyak pertimbangan untuk menjawab.
Menyesap minumannya Ino berujar kikuk, "Setelah menemui Kankuro aku akan segera kembali."
Kembali hening,
"Sasuke, aku pikir kita tidak perlu bertemu lagi. Ahh itu tidak mungkin." Ujarnya pahit, bingung sampai menggigiti kukunya. "Ahh lebih baik kita berinteraksi seperti di akademi dulu. Kau yang selalu mengabaikanku, dengan begitu, teman-teman tidak akan curiga sekaligus terkejut dengan keanehan kita."
"Aku tidak setuju." Ujarnya pendek. "Aku tidak bisa mengabaikan waktu yang pernah kita habiskan bersama."
Ino memutar bola matanya dan mendengus, "Orang yang mendengar hal ini akan menganggap kita memiliki suatu hubungan. Apa-pun itu, bersikaplah seperti biasanya!"
Ketika Ino beranjak dari tempatnya, Sasuke dengan cepat menahan tangan Ino. "Kita tidak akan pernah bisa bersikap seperti biasa setelah kejadian waktu itu."
Sasuke selalu menjadi egois ketika mereka berdua bersama. Menjadi pihak yang lebih dominan dan juga keras kepala. Sasuke tidak pernah bersikap baik kepadanya. Lelaki itu tetap menjadi asing setelah sekian hari menghabiskan waktu bersama. Ino mengakuinya.
Ino menunduk, matanya menatap Sasuke marah. "Itu adalah sebuah kesalahan. Berbuat baiklah dengan Sakura. Kau memiliki janji dengannya bukan. Jangan menjadi lelaki pengecut pengingkar janji."
Senyum sinis Ino timbul ketika tanpa sadar Sasuke melepaskan tangannya. Ino harus tetap maju, dan bahagia selamanya.
.
.
.
"Kankuro." Pekik Ino dari kejauhan ketika melihat seseorang yang dicarinya di desa ini berada di Istana Kazekage.
Merasa dipanggil, sang empunya nama berbalik, "Ino?" Jawabnya tidak kalah terkejut dan berjalan cepat ke arahnya kemudian saling berpelukan. Ninja yang mendampingi Ino memandu mencari Kankuro bahkan harus permisi meninggalkan mereka berdua karena tidak ingin mengganggu. "Kau dari mana saja? Hampir satu minggu aku menunggu kabar darimu. Setelah penyergapan itu aku tidak pernah menemukanmu." Suara khawatir Kankuro membuat Ino merasa bersalah.
"Maaf.. maaf.. ada yang harus aku urus terlebih dahulu. Aku harus membuat Hana Chitose mati terlebih dahulu."
Kankuro mengangguk, "Syukurlah, akhirnya semuanya telah selesai."
"Hmm, aku harus melaporkannya kepada Gaara."
"Seharusnya tidak perlu, aku belum menyelesaikan laporan tersebut. Aku bisa menambahkannya. Tapi, karena kau sudah berada di sini, mari kita bertemu dengannya." Ujar Kankuro.
Setelah pergi bertemu dengan Kazekage Gaara dan melaporkan hasil misinya secara lisan, Ino pamit agar bisa langsung pulang ke desa.
"Ino." Panggil Gaara sekali lagi. "Selama kau menjalankan misi, kau tidak tahu apa yang terjadi dengan desa bukan?" Ino mengangguk ragu. "Kankuro baru aku angkat menjadi pemimpin dari Divisi Anti-Teror desa Sunagakure dan dia bertugas menangkap ninja pelarian desa. Saat desa berhasil menangkap salah satunya, mereka mengatakan hal yang aneh." Ujar Gaara penuh selidik melihat setiap ekspresi dari Ino, menilik apakah gadis itu mengetahuinya atau tidak.
Ino yang menunggu dengan tenang, hanya menatap wajah Gaara dengan polos. "Mereka mengatakan Sasuke Uchiha berkonspirasi untuk melakukan kudeta di Sunagakure."
Kening Ino berkerut. "Kapan itu terjadi?"
"Beberapa hari yang lalu." Jawab Kankuro.
"Itu mustahil. Aku baru saja bertemu Sasuke kemarin dan bisa aku pastikan dia tidak terlibat."
"Di mana kau menemuinya?"
"Bar dan resto di pinggiran desa Sunagakure. Kalaupun memang Sasuke melakukan hal itu, dia pasti tidak menemuiku. Lagipula, dia tidak memiliki banyak waktu di tempat ini. Dia harus segera pergi."
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Karena Sasuke mengatakan akan langsung bergerak pergi ke Negara Obat."
"Lalu untuk apa dia berada di Sunagakure?" tanya Kankuro sekali lagi. Namun, Ino tidak bisa menjawabnya.
Tidak mungkin Ino mengatakan bahwa Sasuke ternyata mengikutinya sejak dari Negara Api.
Kankuro menatap Ino penuh selidik, namun teralihkan dengan Gaara yang kembali bersuara. "Aku melihatnya sendiri dengan mata ketigaku."
"Jangan terlalu percaya kepadaku kalau begitu. Kau bisa langsung sampaikan ke desa Konoha apa yang sedang terjadi. Kau tahu, aku tidak pernah pulang selama hampir dua tahun tahun."
"Aku sudah menyampaikannya kepada Sakura. Kemarin, dia baru saja dari desa ini. Kami tertarik membuka klinik yang ia buka di Konoha."
"Ahh, Klinik kesehatan mental anak? Aku juga ikut membuat proposalnya. Jadi, sudah benar dibentuk ya?" Ino menerawang, "Baiklah kalau begitu. Aku langsung saja pamit untuk pulang ke desa." Setelah berjabat tangan, Ino kembali melanjutkan perjalanannya. Ia takut akan semakin dikorek tentang keberadaan Sasuke.
...
Nyatanya, Ino melakukan perjalanan pulang lebih lama dari yang ia perkirakan. Ketika ia berada di perbatasan Negara Api, Ino mendapati beberapa Anbu Root yang pernah berada di bawah naungan Danzo sedang berusaha melakukan kekacauan. Untuk itu ia menyelinap masuk dan menyelidiki beberapa hal sebelum kembali ke desa agar bisa melaporkan hasilnya kepada Rokudaime Hokage. Sebenarnya, Ino tidak begitu memahami sistem Anbu desa, tapi setelah kematian Danzo Shimura, Godaime Hokage mengumumkan pembubaran Anbu Root sebelum perang dunia berlangsung.
BAAM...
Ino terdikstrasi, menunduk seolah melindungi diri, ketika tidak jauh dari tempatnya terdengar ledakan besar. Ino pikir, serpihan ledakan tersebut akan mengenainya, ternyata tidak, alhasil ia berbalik dan bergerak dengan cepat ke sumber suara.
Sesampainya di tujuan, matanya membulat antara terkejut dan juga takut karena melihat ada begitu banyak Sasuke Uchiha saling bertarung melawan dirinya sendiri.
"Apa ini? Sasuke?" panggilnya ragu membuat semua musuh mengalihkan pandang kepadanya.
Nalarnya berpikir cepat, pasti ini ada hubungannya dengan kekacauan Anbu Root yang sedang diselidikinya. Terlalu lama terdiam, membuat salah satu musuh bergerak membawa pedang mendekatinya.
"Ino, menyingkir."
Teriakan itu membuat Ino melompat mundur, dan sekejap musuh yang bertampang Sasuke, di lalap oleh jutsu identik Uchiha terakhir tersebut. Ia meyakini, orang yang menolongnya adalah Sasuke yang asli.
Sasuke panik, ia memainkan pedangnya dengan mahir, menghabiskan banyak musuh lalu menancapkan pedangnya ke tubuh salah satu musuh yang berusaha mendekati Ino lagi. Gadis itu juga sedang berjuang melumpuhkan musuh dengan taijutsu. Ino bukanlah petarung garis depan, ia selalu membantu di garis belakang dengan kekuatan sensor dan juga medisnya. Tapi, untuk saat ini ia harus bertarung di garis depan selagi Sasuke menghabisi semuanya untuk melindungi dirinya sendiri.
Di sisi Ino, nafasnya tertahan sejenak, kala percikan darah musuh mengenai wajahnya. Kepalan tangan melayang untuk memukul musuh, namun tangannya tertahan karena musuh dari belakang berusaha melumpuhkannya. Ia melirik sebentar lalu mengeluarkan tenaga lebih, Ino menarik tangannya kuat lalu melompat dengan melemparkan kertas bom dan mengaktifkannya di udara.
Ledakan terjadi begitu cepat dengan Sasuke yang sudah berada di depannya menariknya untuk menjauh dari area tersebut.
"Apa yang terjadi? Kenapa kau ada begitu banyak? Apa ada masalah di desa? Bukankah kau seharusnya berada di Negara Obat?" tanyanya beruntun sambil mengintip dari balik tubuh Sasuke. Ia meringis ketika melihat beberapa musuh yang tergeletak selain karena dilalap api, ada juga yang menggila. Ino meyakini itu karena Genjutsu milik Sasuke.
Sasuke memegang bahu Ino dengan erat, matanya menatap tajam. "Kenapa kau ada di sini? Sudah lebih dari dua minggu kau pulang dari Sunagakure dan baru sampai? Apa yang terjadi? Kenapa kau lama sekali " tanya Sasuke sarat akan kekhawatiran. Matanya terus menatap wajah Ino yang penuh darah, sehingga tanpa sadar tangannya terangkat naik untuk membersihkan.
Sejenak, Ino merasa terbang melihat perlakukan dan gelagat khawatir Sasuke. Namun, semua langsung ditepisnya. Saat ini, tidak seharusnya ia memikirkan percintaan. Ino, tidak pantas mendapatkan cinta lagi. Terlebih dari Sasuke Uchiha. Ino harus membuang perasaannya untuk Sasuke.
Mundur selangkah, Ia mendengus dan menpis tangan lelaki itu dari wajahnya. "Jawab pertanyaanku dulu, Sasuke."
Sasuke menghela nafas. " Aku dalam perjalanan ke Negara Obat, namun berbalik saat mendengar dari beberapa orang bahwa Sakura di culik oleh Anbu yang berkhianat pada desa, lalu ada orang yang menyamar menjadi diriku membuat kekacauan di beberapa tempat."
Tersebutnya nama Sakura membuat Ino mundur selangkah. "Termasuk di Sunagakure? Kankuro memberitahukannya kepadaku."
Sasuke tahu, Ino bergerak menjauhinya, untuk itu ia kembali maju selangkah. "Aa. Bukan hanya aku, mereka membuat obat dari sampel darah aku dan Naruto." Seharusnya Ino tidak kaget dengan apa yang di dengarnya.
Naruto dan Sasuke merupakan pahlawan perang dunia ninja ke-empat, ditambah mereka memiliki kekuatan setara dewa. Seluruh tubuh mereka pasti memiliki nilai manfaat yang sangat tinggi.
Ino mengangguk kecil, menyadari sesuatu. "Baiklah kalau begitu. Aku mengerti. Sekarang, bagaimana? Kau pasti tahu, mereka sedang menuju ke tempat ini." Ujarnya ketika merasakan chakra Sakura, Naruto, Hinata, Sai dan Kakashi.
"Aku akan menanamkan Genjutsu kepada mereka semua, kau amankan tempat ini. Lebih baik pulang ke desa bersama mereka." Perintah Sasuke, seraya bergerak melakukan tugasnya.
Dalam hatinya, Ino tertawa miris. Sasuke tidak mungkin kembali ke desa kalau hanya masalah sekecil ini, Sakura yang di culik, membuat lelaki itu berbalik arah dari Negara Obat.
Setelah kepergian Sasuke, Ino duduk seraya mengusap perutnya yang kelaparan. Ia ingat, kalau belum makan dari tadi pagi.
"Ino." Pekikan Sakura dari atas membuatnya mendongak.
Saat semua turun dari jutsu gambar milik Sai, mereka terpana melihat Ino yang hampir dua tahun tidak pernah pulang ke desa Konoha. Sakuralah yang pertama berlari dan memeluknya.
"Kau ke mana saja selama ini. Aku berpikir kau tidak akan kembali ke desa." Sakura menyahut dengan perasaan lega mengaliri tubuhnya.
"Yang penting, aku berada di sini Sakura." Ujar Ino tenang menepuk bahu sahabatnya.
"Ino... ini?" Kakashi maju ke depan sambil melihat ke belakang gadis itu. Semua telah di amankan oleh Sasuke dengan cara diikat dan di Genjutsu agar tidak merusuh.
"Sasuke yang melakukannya kan?" sela Naruto seakan ikut bangga kepada sahabatnya.
"Ya. Tapi aku tidak bertemu dengannya." Ujarnya datar.
Kakashi maju untuk melihat lebih jelas Anbu yang berkhianat kepada Konoha.
"Ino-chan. Kau baik-baik saja?" tanya Hinata saat Sai dan Kakashi memeriksa semuanya.
Ino menyipit ke arah Hinata yang terus berada di samping Naruto. "Aku hanya lapar. Tapi, ada yang lebih aneh di sini. Hinata kau..."
"Ohh. Benar Ino. Teman kita ini akhirnya bersama." Sakura merentangkan tangan ke arah Naruto dan Hinata seolah sedang memamerkan produk. Gadis itu menyela karena Ino tidak dapat berkata apa-apa.
Sakura kesepian karena tidak ada Ino dan juga Sasuke yang masih melakukan perjalanan.
"Benarkah?" ujarnya heboh. "Wahhh akhirnya ya Hinata." Ino memegang tangan Hinata penuh syukur.
"Ehhh, kau juga tahu Ino?" Naruto terkejut.
"Di sini hanya kau yang bodoh." Balasnya sinis, Naruto pundung.
"Baiklah, karena kekacauan telah berhasil dibereskan, mari kita pulang. Ini semua akan di urus oleh Anbu. Ino?" panggil Kakashi mengajak gadis itu untuk berjalan bersama agak jauh di depan.
"Bagaimana dengan misimu?" bisik Kakashi. Ia tidak ingin percakapan ini di dengar oleh orang lain.
Ia menoleh ke arah Kakashi sekilas lalu mengangguk. "Sudah selesai. Aku akan menuliskan laporannya. Kankuro dan Kazekage juga akan menyampaikan hasilnya."
Kakashi mengangguk. "Kelima Kage mengatakan bahwa orang-orangnya telah kembali. Hanya kau yang belum. Melihatmu di sini membuatku sedikit lega, begitupun juga dengan Shikamaru yang cemas menunggu kau pulang."
Ino meringis, "Masih ada yang harus aku selesaikan, makanya aku pulang lebih lambat."
"Kau sudah melakukan yang terbaik Ino."
"Kalau begitu, beri aku libur. Selama dua tahun ini aku tidak pernah mengambil cutiku. Jadi, tolong di acc ya bapak Hokage." Pinta Ino dengan cengiran khasnya yang aneh dengan Kakashi yang terlihat berpikir.
"Baiklah."
.
.
.
TBC
NOTE'S:
BEBERAPA SCENE DIAMBIL DARI NOVEL SAKURA HIDEN UNTUK ALUR YANG LEBIH JELAS.
