Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
Spy x Family: Tatsuya Endo
.
.
.
Pairing: Naruto x Yor
Genre: romance/fantasy/adventure
Rating: T
Setting: AU (Alternate Universe)
.
.
.
Snowland's Sunrise
By Hikayasa Hikari
.
.
.
Chapter 1. Ayah, tolong aku!
.
.
.
Ada satu keinginan yang terpendam di diri laki-laki itu. Keinginan yang menjelma sejak dirinya menyadari kehidupan ini. Keinginan yang tidak akan dimengerti orang lain.
"Hidup di negeri bersalju begini, semua orang merasakan dingin, tetapi aku tidak merasakan dingin itu. Hanya kehangatan yang kurasakan di tubuhku ini," ucap laki-laki berambut pirang itu ketika menginjakkan kakinya di hamparan putih yang terbentang luas di hutan pinus.
Tidak ada udara yang keluar setiap pemuda remaja itu berbicara. Badannya juga tidak menggigil karena pakaian sederhana dan tipis yang membalut badannya. Tidak perlu memakai mantel atau sesuatu yang membuatnya terasa hangat di cuaca sedingin ini.
"Naruto!" panggil seorang pria berambut pirang yang melambaikan tangan padanya. Dia sedang menyandang tumpukan kayu yang sudah dipotong di punggungnya. Tentunya tumpukan kayu itu sudah diikat dengan tali tambang agar mudah dibawa.
"Ayah!" balas Namikaze Naruto tersenyum lebar. Dia yang sedang menikmati suasana damai di sekitarnya, segera menyambar setumpuk kayu bakar yang sudah diikat dengan tali tambang -- semula tumpukan kayu bakar tergeletak di dekat pohon saat Naruto sedang beristirahat sambil menunggu ayahnya.
"Ayah sudah mencarimu kemana-mana. Rupanya kau di sini."
"Maaf."
"Dasar! Kau selalu saja begitu!"
Namikaze Minato menghela napas. Tidak pernah bisa memarahi anak semata wayangnya. Lantas langkahnya yang panjang terayunkan menuju Naruto.
"Ayo, kita pulang. Sudah hampir malam," kata Minato melihat mentari yang sudah hilang di ufuk barat. Langit semakin meredup seiring hujan salju turun perlahan.
Naruto mengangguk, mengikuti ayahnya yang berjalan mendahuluinya. Pandangannya terfokus pada tumpukan kayu bakar yang dibawa ayah.
"Wah, Ayah mendapatkan kayu yang lebih banyak daripada aku!" seru Naruto membelalakkan mata.
Minato menoleh ke arah Naruto, tetap terus berjalan. "Kau kalah lagi."
"Apa? Aku lagi yang memasak?"
"Sesuai kesepakatan kita tadi pagi, yang sedikit mengumpulkan kayu bakar, harus memasak malam ini."
"Yaaah, aku kira bisa mengalahkan Ayah lagi."
Naruto mendadak terkulai lemas. Langkahnya terhuyung-huyung. Minato tertawa pelan menyaksikan kekalahan sang anak.
Tiba di rumah, Naruto langsung memasak di dapur. Sementara Minato mengurus kayu-kayu bakar yang disimpan di gudang -- gudang itu berbentuk rumah kayu kecil, terpisah beberapa meter dari rumah utama.
Rumah yang ditinggali Naruto dan Minato beraksitektur eropa. Cukup besar dengan dua kamar dan ruangan-ruangan lainnya. Ada juga cerobong asap yang digunakan untuk perapian agar suasana tetap hangat di seluruh ruangan.
Naruto sudah lihai memasak sejak berusia tujuh tahun. Minato yang mengajarinya memasak. Bukan hanya memasak, tetapi Minato juga mengajarinya berbagai hal termasuk seni berpedang.
"Seperti biasa, sup jamur ini enak sekali," ujar Minato menyesap cairan kaldu dengan sendok kayu. Senyum puas menghiasi wajahnya yang masih tampak muda, padahal sudah berusia empat puluhan.
"Aku bersyukur Ayah bisa menikmati masakanku setiap hari, tetapi sesekali izinkan aku menang dari Ayah, jadi Ayah yang membuat makanan untukku," timpal Naruto usai meminum teh dan meletakkan gelas kosong ke meja kayu persegi. Melanjutkan makan sup jamur dengan beberapa suap.
"Kau tidak akan pernah mengalahkan Ayah."
"Ayah, izinkan aku menang. Sekali saja."
"Tidak!"
"Ayah!"
"Jangan berbicara selagi makan!"
"Ayah juga berbicara sambil makan."
"Naruto! Jangan membantah!"
Minato menghela napas lagi. Tetap tenang melanjutkan makan. Sementara Naruto merengut. Makan dengan cepat.
"Aku sudah selesai!" seru Naruto meletakkan mangkuk ke atas meja. Menuangkan sedikit cairan teh ke gelas. Meneguk teh dengan cepat.
"Eh? Kau marah, ya?" balas Minato tercengang, melihat Naruto membawa peralatan makan ke wastafel.
"Tidak."
"Ayolah, hanya perkara sepele seperti itu, kau malah bertingkah seperti anak kecil. Kau sudah berumur sembilan belas tahun. Bersikaplah lebih dewasa."
"Aku..."
Perkataan Naruto terputus setelah mencium sesuatu yang menusuk hidung. Matanya terbelalak karena menyadari asap sudah memenuhi pintu belakang dapur. Api melahap cepat pintu dan seluruh dinding yang terbuat dari kayu.
"Ayah! Kebakaran!" teriak Naruto segera mengambil air dari keran dengan mangkuk yang dipegangnya, bermaksud memadamkan api, tetapi justru Minato menangkap tangannya sehingga mangkuk itu terjatuh ke lantai kayu.
"Naruto! Kita harus lari dari sini secepatnya!" balas Minato menutupi tubuh Naruto dengan mantel miliknya. Mantel itu selalu dipakai Minato ketika bepergian.
"Ada apa, Ayah? Mengapa kita harus lari?"
"Tidak ada waktu lagi! Ayo!"
Minato menyeret Naruto pergi dari ruangan yang sudah dipenuhi asap tebal. Api sudah menguasai dapur dan ruangan lainnya. Membakar habis rumah itu dengan ganas.
Ada beberapa orang berkuda yang mengelilingi rumah terbakar itu. Mereka berpakaian elit dengan amor di bagian dada dan lengan kiri. Topeng berbentuk hewan menutupi wajah masing-masing. Bersenjatakan busur dan panah.
"Apa mereka sudah mati?" tanya salah satu prajurit berkuda itu, melihat orang yang ada di depannya.
"Kita bisa menentukan mereka mati atau tidak setelah melihat jasad mereka secara langsung," jawab orang yang paling depan, mungkin itu pemimpinnya.
"Kita tunggu api ini padam, setelah itu, kita cek keadaan mereka."
Dua orang yang berbicara itu, saling mengangguk. Menunjukkan muka tanpa dosa di hadapan si jago merah yang sudah membumihanguskan kediaman Namikaze. Berharap keluarga Namikaze itu mati di malam ini.
.
.
.
"Ayah, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Naruto saat berjalan di belakang Minato. Mereka sudah sangat jauh dari lokasi kebakaran tadi.
Minato yang tidak mengenakan mantel, hanya berbalut pakaian sederhana dan tipis, diam saja. Menghentikan langkahnya di dekat pohon pinus paling besar. Menyadari sudah berada di kaki perbukitan.
"Mungkin ... ini saatnya kau pergi dari Ayah," kata Minato menjeling Naruto. Mukanya sangat datar.
"Hah? Apa maksud Ayah?" sahut Naruto membulatkan mata sempurna.
"Pergi! Jangan tunjukkan mukamu pada Ayah lagi!"
"Ayah! Mengapa Ayah berkata begitu?"
"Pergi!"
Minato mendorong Minato sekuat tenaga. Sehingga Naruto terjungkal ke belakang. Punggungnya menghantam keras tanah bebatuan.
"Ayah!" seru Naruto membeliakkan mata, "mengapa Ayah jadi begini?"
Tidak ada siapapun di sekitar Naruto. Hanya angin kencang yang menerpa dirinya. Hujan salju semakin deras, seolah merasakan apa yang dirasakan Naruto.
"Ayah! Ayah!" Naruto mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. "Jangan tinggalkan aku! Aku masih membutuhkan Ayah! Ayah!"
Naruto bingung. Dia celangak-celinguk. Mondar-mandir. Berusaha mencari sosok ayahnya yang seakan menghilang di kekelaman malam.
"Ayah!" Naruto terus berteriak, tetap berusaha mencari ayah. Tapi, ayah tidak ada di mana-mana, hingga langkahnya tidak menapaki tanah berlapis salju lagi.
Naruto menyadari dirinya oleng ke belakang. Badannya terasa ringan saat melayang ke bawah. Matanya terbelalak, seolah nyaris keluar.
Tidak! Aku jatuh ke jurang! Aku akan mati!
Naruto bermonolog. Merasakan rambut dan pakaiannya berkibar cepat. Telinganya berdesing karena deru angin yang kencang. Berpikir inilah akhir hayat hidupnya.
Ayah! Tolong aku! Ayah!
Suara hati Naruto berteriak hingga ke langit sana. Malam yang hening, menjadi saksi atas kemalangan Naruto.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/N:
Halo, jumpa lagi dengan saya di fandom yang baru. Ya, saya lagi mencoba menulis cerita fanfic untuk pairing Naruto x Yor. Karena saya lagi suka dengan anime Spy x Family, jadinya saya berpikir untuk memasangkan Naruto dengan karakter Spy x Family. Yor menjadi pilihan dari teman saya untuk cerita kali ini.
Cerita ini bersetting zaman medieval dengan pemerintahan kerajaan, mungkin ada sihirnya. Tapi, saya lihat dulu perkembangan ceritanya gimana. Soalnya agak ganjal ya kenapa Minato dan Naruto bisa selamat dari musibah kebakaran. Kalian pasti berpikir begitu, 'kan?
Oke, segini aja dari saya. Saya akan melanjutkan cerita ini jika ada waktu, karena saya juga sibuk membuat webtoon saat ini. Tentunya saya juga akan menulis jika mood nulis itu udah muncul lagi.
Terima kasih.
Dari Hikayasa Hikari.
Kamis, 7 September 2023
