The Sky That Protect The Cloud

Katekyo Hitman Reborn! Fanfiction

1827 (Hibari x Tsuna)

Hurt/Comfort, typos, no-beta-ed, OOC (ofc:)), Shonen-Ai, Boy's Love, TYL!1827

Disclaimer.

Tidak ada keuntungan apapun yang didapat dari tulisan ini. Adapun KHR masih jadi milik Amano Akira (kalau punya w udah ada arc nikahan 1827 ama 8059 di manganya /plak)

Cover image is not mine.

Anyways, happy reading!


Hibari Kyoya adalah entitas berbahaya. Arti dari bahaya itu sendiri, adalah dia yang selalu membawa tonfa dan mengayunkannya tanpa pandang bulu. Hibari yang mengelompokan manusia menjadi satu bernama herbivor, karena dia tau tidak akan ada otoritas yang melebihi dirinya sang karnivor. Bukan sombong namun dibalik perangai tenangnya, dibalik setiap rasa haus darah yang selalu dikeluarkan, selalu kepalanya berputar untuk memikirkan strategi terbaik, tidak asal maju apalagi dengan banyaknya musuh di hadapannya.

Hibari itu pintar, hanya saja dia pendiam, tidak suka berkerumun. Dia akan memilih mengamati dari jauh dan menjalankan rencananya daripada berdekatan dengan para herbivor. Sama ketika mereka melakukan rapat untuk membahas misi apa saja yang akan dijalankan para guardian of Vongola atau saat mereka sedang berkumpul bersama saja.

Sang Decimo yang memutuskan bahwa mereka harus selalu berkumpul bersama setidaknya seminggu sekali, atau yang biasa terjadi sebulan sekali, itu pun hanya saat makan malam saja. Namun empunya tidak masalah, asalkan seluruh 'keluarganya' menampakan diri maka baginya sudah lebih dari cukup.

Decimo, satu-satunya keberadaan yang dirinya kategorikan sebagai omnivor, menjadikan yang pertama memecah belah pengelompokan manusia ala Hibari, dan pantaslah dia menjadi the only one. Dia yang berhasil membuat seorang Hibari Kyoya mau mengikutinya, walau sampai mati pun dia tidak akan mengakuinya secara vokal. Orang yang kehadirannya saja bisa membangkitkan sesuatu dalam diri si pemangsa. Seorang dengan anehnya bisa langsung mengalihkan semua fokusnya, bahkan dari pertaruangan yang disukainya.

Sebuah entitas yang masih menjadi pertanyaan terbesar dalam hidup Hibari Kyoya.

Dan seorang yang mampu membuatnya kalang kabut menghilangkan segala kedinginan di rautnya.

"Kondisinya semakin menurun! Kita harus memindahkannya ke ruang operasi sekarang juga!"

"Mana kantong darah yang kuminta?! Cepat atau dia akan kehabisan darah!"

"Dokter detak jantung dan oksigennya menurun drastis!"

Dan masih banyak teriakan entah apa masuk ke dalam pendengaran tajamnya. Kini dirinya berharap dia tidak memiliki telinga yang super peka ini, atau sekalian saja tidak perlu memiliki telinga dan mata agar pemandangan di hadapannya tidak pernah terlihat.

Dirinya berdiri di antara kerumunan orang, herbivor, yang saling berteriak mengasilkan kegaduhan maksimal. Anehnya dia tidak merasa marah alih-alih ketakutan.

Ah, sepertinya ini kali kedua Hibari berhasil menemukan arti rasa takut.

Dia justru menginginkan mereka berteriak lebih kencang, bukan untuk meminta kantong darah tambahan dan suntikan obat, melainkan teriakan penuh kelegaan karena berhasil menstabilkan kondisi orang itu. Hibari sudah tau bila tidak mungkin dia akan sembuh seketika itu juga, sekalipun menggunakan sun flame. Hibari hanya ingin orang itu melewati masa kritisnya, dia ingin orang itu kembali tertidur dan akan bangun besok pagi dengan senyum menyebalkannya.

Hibari hanya ingin sosok Sawada Tsunayoshi kembali pada kehidupannya.

"Juudaime!"

Storm Guardian Vongola Decimo berlari sekencang yang dia bisa, mengabaikan bila dia terlihat seperti gembel yang tidak tidur berhari-hari. Kemeja yang tidak dikancing semua serta tidak dimasukan ke dalam celama bahannya, dasi dan jas yang menghilang, rambut perak yang sangat berantakan. Nyatanya Gokudera memang tidak mendapatkan tidur selama dua hari, lupakan soal makanan yang hanya berupa rokok dan kopi pahit selama dua hari itu.

Alis yang selalu menukik semakin menajam kala dia melihat langsung kegaduhan ruang gawat darurat salah satu rumah sakit milik Vongola. Urgensi ingin masuk ke dalam, menuju sisi bos kesayangannya namun tubuhnya sudah ditahan lebih dulu oleh perawat, tak lupa lengan kekar milik Yamamoto ikut membantu.

"Lepaskan aku Takeshi! Aku bilang lepaskan!" Rontanya tanpa kenal lelah. Dia bahkan tidak menyadari bagaimana caranya memanggil 'rekan dekatnya'.

Yamamoto sendiri tidak banyak bicara. Lelaki yang selalu tersenyum di mana saja kini hanya menampakan wajah mendung, persis seperti keadaan sebelum hujan. Bukan hujan yang akan menyingkirkan kegelisahan, namun hujan yang mengucurkan kesedihan mendalam.

"Hayato, ayo duduk dulu," pintanya pelan.

"Bagaimana bisa aku duduk disaat Juudaime membutuhkanku?! Aku harus berada di sampingnya sebagai tangan kanan yang baik dan membantunya. Aku harus begitu bukan?!"

"Kau tau yang dibutuhkannya sekarang adalah dokter, bukan orang pemarah sepertimu," Mukuro, sebagian Mist Guardian Vongola Decimo, menunjukan senyum sinisnya. Ah, bukan senyum seperti biasanya, karena yang melengkung hanya bibirnya, tidak dengan mata dwi warnanya.

"Yang dikatakan Mukuro benar, kau harus menenangkan dirimu dulu, Gokudera," giliran Sasagawa Ryohei, Sun Guardian Vongola Decimo, angkat bicara, ditambah dengan tepukan pelan dibahu bergetar Gokudera.

"Baka-dera, Vongola justru akan marah kalau kau seperti ini," nada malas dari guardian termuda secara mengejutkan lebih bermakna kekhawatiran. Lambo yang selalu bersikap manja sekarang hampir mustahil menyembunyikan genangan air di pelupuk matanya. Tidak, dia tidak merengek tapi menahan air mata kesedihan karena dia tau Tsuna tidak suka melihatnya begitu.

"Hayato—" sebelum Yamamoto bisa menyelesaikan kalimatnya, sebuah tangan sudah menyentak tubuhnya, membuat pria tinggi itu sedikit terhuyung kebelakang akan gerakan tiba-tiba.

Gokudera menutup matanya rapat-rapat, bibirnya sudah mengerut ke dalam —terlalu dalam malah saking kuatnya digigit— bahkan tangannya gatal mengambil batang kanker yang terselip di saku celana miliknya. "Diamlah yakyuu-baka. Tanpa kau ulangi juga aku sudah mendengarnya tadi. Daripada kalian terlalu banyak bicara sebaiknya perhatikan saja keadaan Juudaime."

Kali ini Yamamoto benar-benar lega mendengar panggilan 'kesayangan' Gokudera padanya. Lelaki dengan luka di dagu itu ikut mendudukan diri sembari terus mengusap pelan punggung lelah Gokudera. Mata ke-emasannya menatap sekitar sebelum berhenti pada satu sudut, agak jauh dari kerumunan para guardian, namun masih cukup dekat untuk bisa melihat semua yang terjadi di balik pintu besi ruangan gawat darurat.

Baru saja Yamamoto akan menyapa, namun kalimatnya tidak pernah keluar dari mulutnya.

"Kufufu, sepertinya penjaga awan kita terlihat tenang seperti biasanya," dan Yamamoto berani bersumpah Mukuro sengaja mengulur suaranya pada kalimat 'seperti biasanya'.

Empat pasang mata serentak menatap arah yang sama, pada sosok Hibari Kyoya yang melipat tangannya, mengabaikan noda darah yang telah mengering menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Rambutnya yang agak turun membuat susah menebak ekspresinya, walau sangat diragukan untuk sesosok mist dengan tawa khasnya.

"Hibari, kau yang pergi dengan Tsuna di misi kali ini bukan? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah ini hanya pertemuan negosiasi biasa?" Pertanyaan beruntun dari Yamamoto sepertinya berhasil menurunkan suhu disekitar mereka. Tidak ada perubahan spesifik dari raut Hibari, namun sebagai rekan kerja selama hampir sepuluh tahun ini, mereka semua sepakat bahwa pertanyaan tadi telah memancing rasa amarahnya.

Baiklah, apa sih yang tidak membuat Hibari tidak marah? Berkerumun lebih dari tiga orang saja membuat mereka hampir di-kamikorosu. Markas The Founder sudah seperti area terlarang padahal pintunya terhubung dengan markas Vongola. Jangankan mendekat, mencoba memanggilnya saja dalam jarak dua meter sudah dikasih lirikan sinis minta ampun.

Setidaknya sampai tiga tahun yang lalu. Semua, termasuk teman-teman mereka yang lain, dengan satu suara akan mangatakan bila sosok ganas karnivor Namimori telah berubah. Iya, berubah. Tidak banyak memang, namun Hibari sudah bisa makan bersama tanpa menebar killing intent melebihi kapasitas. Dia bahkan bertahan disatu ruangan bersama herbivor yang paling dibencinya.

Hibari Kyoya telah menjadi lebih manusia.

Dan hanya satu orang yang bisa mereka pikirkan ketika ditanya siapa.

"Para herbivor itu," suara mirip desisan kembali menyadarkan mereka. Pandangan penuh tanya dilayangkan, "kamikorosu."

"Kyo-san!" Ah, syukurlah kamus penerjemah Hibari Kyoya nomor dua muncul, jadi nyawa mereka masih selamat karena tidak bertanya lebih lanjut pada sang pemangsa.

Hibari bahkan tidak melihat kedatangan Kusakabe dengan segera menghampirinya, mengambil map tebal yang dibawanya dan langsung melengos pergi, mengabaikan sepenuhnya eksistensi bernama manusia di sekelilingnya.

Masih dengan nafas terputus-putus akibat berlari dari tempat parkir Kusakabe bahkan baru sadar barang yang dibawanya telah menghilang setelah semenit penuh mengusap peluh yang bercucuran.

Sungguh, mempunyai bos seperti Hibari dengan kombinasi suasana hati yang paling buruk adalah sebuah bencana.

"Kusakabe-san, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Tidak menolak kesempatan emas yang muncul, Yamamoto sekali lagi langsung bertanya akan hal yang sudah menganggunya sejak sebelum kakinya menginjak rumah sakit.

Sebenarnya apa yang menyebabkan Tsuna, seorang Bos Vongola, bisa sampai kritis? Yang mana dirinya ditemani oleh Hibari Kyoya, the strongest guardian?

=The Sky That Protect The Cloud=

Langkah kakinya penuh dengan awan kelabu, sama dengan mata abu metal yang memancarkan rasa haus darah yang begitu pekat. Hanya orang bodoh yang tidak akan menyadarinya. Akan rasa ingin menghancurkan yang sangat kuat namun ditahan mati-matian demi secuil janji lama yang saking lamanya orang-orang akan mempertanyakan bagaimana cara dia masih mengingatnya?

Hibari akan selalu mengingatnya, dan dia tau sosok yang sama juga akan mengingatnya. Tidak peduli sekecil apapun kejadiannya, sependek apapun kata-katanya, dia akan terus mengingatnya bila berkaitan dengan 'keluarganya'. Salah satu sifat yang agaknya kurang disukai si penjaga awan namun dia lebih dari tau bila kepala batu omnivor itu sudah dalam taraf parah.

"Tidak biasa sekali melihatmu kehilangan postur, Hibari. Kupikir kau akan langsung membunuh mereka semua?" Pertanyaan dengan suara dalam terdengar di balik banyang. Kantor cloud guardian penuh kegelapan dengan terang bulan saja menyembunyikan sosok mereka yang menyukai warna gelap.

Membunuh, Hibari bahkan lupa diumur berapa kata itu menjadi sangat normal. Ketika masih di Namichuu dia tidak sembarang membunuh orang. Oke ralat, dia memang meng-kamikorosu tapi hanya sekedar memberikan pelajaran bagi pelanggar hukuman. Paling-paling korban tersialnya harus di rumah sakit selama dua bulan, atau tiga Hibari lupa detailnya.

Namun Hibari tidak akan lupa satu orang yang menjadi langganan berciuman dengan tonfanya. Orang yang akan tersenyum saat sudah babak belur akibat pukulannya.

Orang aneh yang terus terang membuat Hibari Kyoya ketagihan akan keberadaannya.

Dan jauh dilubuk hatinya, bila menyangkut orang itu Hibari tidak akan segan mengayunkan senjata kesukaannya untuk mengakhiri hidup yang lain.

"Hn," hanya jawaban yang bisa didengar Reborn. Dia baru saja menginjakan kaki di bandara setelah menjalankan misi panjangnya ketika salah satu anak buah Vongola mengabarkan keadaan gawat pemimpin mereka. Tanpa menunggu bagasinya selesai dimuat, Reborn sudah mengambil kunci mobil milik anak buah itu dan meninggalkannya di sana. Peduli amat dengan orang lain maupun bagasinya, dalam pikiran Reborn hanya pergi secepatnya ke rumah sakit dan memastikan kabar tentang murid dame-nya.

Dengan keadaan ricuh ditambah dengan kehadiran hampir seluruh guardian, Reborn lebih memilih mengamati dari sudut. Dan bibirnya tidak menahan seringaian ketika mendapati gelagat rancu si awan penyendiri.

Mengetahui semua akan baik-baik saja di sana, Reborn langsung melangkahkan kaki menuju mansion, berdiri di dalam ruangan yang sama dengan Hibari.

"Kau sudah mendapatkan informasinya, lalu apalagi yang kau tunggu?" Melirik dengan malas map yang terbuka di atas meja, Reborn sama sekali tidak meragukan kecepatan informasi seorang Hibari. Justru merasa ada yang salah bila Hibari tidak mendapatnya secepat ini, belum jika kesalahan ini terjadi di depan matanya langsung.

Pride seorang Hibari sudah tercoreng.

Oh, dan jangan membuat Reborn mulai dengan keterkaitan pada muridnya.

"Kau mau ikut atau tidak? Dan sebaiknya kau melatih mulutmu sekarang, akanbo."

"Hei aku sudah bukan bayi sekarang, apa kau buta? Atau mau kubantu membuat lubang baru di matamu?"

Dengusan malas terdengar keras. Hibari mengambil jas yang sempat dia tanggalkan, merapikan dasinya dan berjalan keluar ruangan. "Selamat bersenang-senang. Jangan lupakan bersihkan kotorannya hingga tidak bersisa," hanya itu yang Hibari dengar sebelum pintu tertutup sepenuhnya.

Di sisi lain Reborn menurunkan fedoranya, menatap lantai dan membiarkan bayangan malam menyapu seluruh wajahnya. Bibirnya enggan menyunggingkan senyum, seringaian lagi.

Bohong bila dia tidak merasa kesal. Bohong kalau dia tidak khawatir. Bohong kalau tangannya tidak gatal memegang Leon yang berubah menjadi pistol dan mengarahkannya pada wajah-wajah brengesek mereka. Oh tolonglah, sepuluh tahun dia bersama dengan muridnya, dame-Tsuna-nya, Reborn bahkan yakin waktunya lebih lama dibandingkan dengan Iemitsu, dan bohong bila tidak ada perasaan cemas orang tua pada anaknya yang menggerogoti hatinya.

Iya, Reborn belum tua-tua amat, masih kencang kulitnya dan masih suka menghamburkan uangnya pada wanita dan barang mewah, tapi hei! Reborn juga seorang manusia —walau menurut Lambo dan ,mengejutkannya, Tsuna darahnya tidak panas melainkan dingin dengan artian sebenarnya— yang bisa merasakan.

Menghela nafas kasar, Reborn berdecak pelan sambil merapikan jasnya. Lebih baik dia menyusul Tsuna daripada dia makin tua karena menggerutu terus di ruangan ini.

Sekalian dia mau memikirkan latihan apa yang akan dia berikan untuk Tsuna nanti. Tapi jangan bilang-bilang ke Tsuna biar jadi bahan kejutan —kata Reborn—.

=The Sky That Protect The Cloud=

Tsuna bersumpah kali itu bukan pertama kalinya dia merasakan sakit kepala yang teramat sangat.

Kepalanya serasa ditusuk ratusan jarum, mirip ketika intuisi supernya memberontak namun kali ini lebih mengerikan rasanya. Seluruh tubuhnya mati rasa, Tsuna masih bisa merasakan bila dia berasa di rumah sakit sekarang dengan segala bau disinfektan yang tajam.

Tidak berpikir lebih jauh, Tsuna yang telah dilatih secara tegas —lebih ke spartan namun Tsuna memilih mengatakannya dalam hati— menjadi seorang bos mafia dengan cepat mengingat peristiwa sebelumnya. Bagaimana dia berakhir di sini, dan beberapa tebakan lainnya mengenai kondisi tubuhnya.

'Reborn pasti akan menambah porsi latihanku,' sepuluh tahun sudah lebih dari cukup bagi Tsuna agar bisa mebak jalan pikiran gurunya itu. Gambaran neraka penuh siksaan sudah lewat dengan jelas dalam imajinasinya. Tsuna ingat terakhir kali dia merasakannya adalah saat kekalahan Vongola pada pertandingan persahabatan dengan Gesso dan Giglio Nero. Entah apa yang merasuki dua pemilik Tri-Ni-Sette hingga mengajak -baca memaksa- Tsuna dan guardiannya untuk mengikuti Choice Battle sekali lagi.

Kalau mengutip kata Yuni sih, 'untuk bersenang-senang saja dan meningkatkan tali persaudaraan.'

Senang sih senang, tapi kalau maksudnya mengumpulkan orang-orang penuh 'haus darah' macam Gokudera, Mukuro, Kikyo, Zakuro, dan Gamma, ditambah dengan senyuman happy-go-lucky Yamamoto, teriakan ekstrime Ryohei, sorakan Bluebell, dan sorot penuh iritasi milik Hibari dalam satu, ulangi, satu ruangan yang sama lebih baik Tsuna mundur duluan.

Dia masih belum mau mati muda karena kelebihan bermesraan dengan paperworks.

Lagipula mansion bagian barat belum selesai reparasi karena adu jotos tonfa dan trident, masa harus dibagun lagi?

Eh, apa Tsuna sudah bilang pertandingannya di mansion Vongola? Iya agak lain memang. Yang ajak siapa yang harus jadi induk semang— err tuan rumah siapa.

Sudahlah! Tsuna malas memikirkan kertas-kertas yang menggunung di ruangannya. Sekarang yang lebih penting dia harus bisa keluar dari rumah sakit, dan menghampiri orang itu. Sosok yang dia yakin sekarang sudah menimbulkan beberapa bencana yang tidak ingin dia sebutkan.

'Kyoya—'

Sayang belum sempat Tsuna mencabut infus di tangannya, sebuah letusan dari senjata api terdengar menembus langit-langit ruangannya.

'HIEEE! Paperworks!'Maaf Tsuna refleks menyebut pacar— musuh bebuyutannya itu.

Dalam manik karamelnya terlihat jelas bayangan pria tinggi dengan topi fendora kebanggaannya, sebelah tangan menunjuk ke atas dengan pistol hijau terang yang berasap ujungnya. Tatapannya tertutup, namun Tsuna yakin ada sepasang onyxmenyumpah serapah dirinya saat ini.

"Kalau kau rindu latihan dariku kenapa tidak bilang secara langsung, dame-tsuna?"

'MATI AKU!' "I-itu.. ha-hahaha.. halo Reborn?"

Sungguh Tsuna sampai sekarang bertanya-tanya kenapa tawa ceria Rain Guardian-nya tidak pernah mempan digunakannya.

Kalau tidak ingat ada luka menganga di bagian puggung Tsuna, sudah dipastikan palu Leon akan mendarat sempurna di kepala berpucuk coklat. Reborn menghela lagi nafasnya, secara diam-diam, menurunkan pistolnya dan berjalan mendekat. "Kau tidak cocok menggunakan jurus tawa Yamamoto. Yang ada malah membuatku semakin ingin memasukanmu dalam lubang galian pembuangan Vindice."

"Ehh? Tapi kata Mukuro, Hayato, dan Takeshi senyumku imut— HIEE! Iya, maafkan aku Reborn!"

Sungguh Reborn dengan wujud dewasanya ribuan kali lebih menyeramkan dari wujud bayinya.

Suara tarikan kursi menyadarkan khayalan Tsuna. Reborn melihatnya dalam diam, tidak mengatakan apa-apa. Entah dia memang malas berbicara, atau ada hal lain yang menahan mulutnya untuk mengeluarkan suara.

Belum juga Tsuna memutuskan keheningan mereka, Reborn telah memotongnya duluan, "bagaimana keadaanmu?"

"Sudah lebih baik, kalau tidak ada kabel-kabel ini mungkin aku akan duduk sekarang."

"Kau hampir saja mati murid bodoh," Reborn tidak sungkan mengeluarkan tatapan tajamnya, yang ini sama sekali tidak memiliki niat usil. Tsuna yang melihatnya ikut bungkam, bukannya dia main-main, hanya saja semenjak kejadian mengancam nyawa yang dia lalui semenjak umurnya baru 14 tahun, kejadian seperti ini sudah seperti makanan sehari-harinya. Tidak bisa Tsuna kategorikan ini sebagai pasrah akan kematian, lebih kepada inilah takdirnya. Dan Tsuna mengerti hal tersebut dalam cara yang kurang lebih mengejutkan.

"Ya, aku hampir saja mati. Namun aku berhasil bukan? Aku masih di sini, berbicara denganmu, sehat, tanpa kekurangan satu apapun."

Reborn melatihnya dengan tegas sepertinya.

"Hibari pergi duluan," hanya itu yang dikatakan Reborn. Tsuna menghela nafasnya, sudah menduga duluan hal ini.

"Kenapa kau tidak menghentikannya. Kau tau dia akan berlebihan melakukannya," kalimat pertama bahkan tidak repot-repot menggunakan tanda tanya.

Alis Reborn terangkat sebelah, "kau mengharapkan aku menghentikannya?"

"Menurutmu?" Oh ayolah, Tsuna lelah dengan kegiatan tanya bertanya mereka —soalnya tidak ada jawaban, makanya menjadi tanya bertanya—.

TOK! TOK! TOK!

Ketukan diselingi bukaan pintu menarik atensi keduanya. Gokudera masuk dengan satu tas sedang berwarna hitam, kemungkinan baju ganti Tsuna dan makan paginya. Sekarang sudah masuk subuh omong-omong.

"Juudaime?! Anda sudah sadar? Bagaimana keadaan anda? Apa ada yang sakit? Mau kupanggilkan dokter—" tangan yang tersabung dengan selang infus terangkat pelan, cukup untuk mendiamkan segala pertanyaan yang akan keluar dari bibirnya.

"Aku baik-baik saja seperti yang kau lihat, Hayato-kun, minus pegal dan mati rasanya," jawab Tsuna memelan diakhir kalimat. Dia sudah cukup pusing dengan segala pikirannya, jangan tambahkan dengan kekhawatiran si tangan kanan.

"Biarpun begitu saya akan tetap memanggilkan dokter. Tolong tunggu sebentar, Jyuudaime," selesai dengan barang bawaannya, Gokudera segera keluar ruangan meninggalkan bos-nya dan Reborn yang masuk dalam suasana kehing.

Dalam diam Tsuna mengobservasi gurunya itu. Tangan terlipat, kaki yang berpangku tinggi, tak lupa fendora kebanggaannya menutup setengah wajah. Postur tubuh sempurna untuk seorang pembunuh nomor satu, sempurna dalam mengintimidasi lawannya, pun sempurna dalam menutup emosi yang terkumpul pekat.

"Reborn—"

"Kenapa, dame-Tsuna?" Oh, betapa Tsuna tau pertanyaan itu tidak merujuk pada panggilannya barusan. "Aku minta maaf," dan Tsuna mengalah duluan untuk memulai.

"Pertemuan itu berjalan lancar pada awalnya. Semua terlihat menikmati negosiasi yang diberikan. Kami hampir mencapai kesepakatan bila saja pihak mereka tidak menyerang duluan. Beberapa anak buah mereka ternyata tidak begitu menyukai Vongola dan akhirnya pertempuran tidak bisa dihentikan—"

"Kau tau sekali apa yang aku tanyakan," sudah berapa kali Reborn memotong kalimatnya hari ini?

"Salahkan latihanmu sehingga refleksku menjadi sangat bagus." Lihatlah Reborn, muridmu sekarang sudah berani mengangkat suaranya tanpa takut.

"Tidak peduli apa yang terjadi, kali ini adalah salah Hibari Kyoya. Kau harus menghukumnya sesuai aturan. Aku tidak akan mendengar penolakan. Posisinya memungkinkan untuk melindungimu, jadi tidak ada alasan yang bisa kau keluarkan kali ini."

"Dan membiarkannya mendapat luka lebih parah dariku atau mungkin—" Tsuna tidak sanggup kalau harus melanjutkan kalimatnya. "Tidak, Reborn. Kyoya tidak bersalah di sini, dan aku tidak akan menjatuhkan hukuman apapun padanya. Dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik," 'bahkan aku yakin dia sekarang sedang menghukum dirinya sendiri,' batin Tsuna berdecak kesal memikirkan kelakuan penjaga awannya.

Bukan sekali dua kali dia mendapati Kyoya melakukan tugas kotor. Kadang—mungkin terlewat sering, namun Tsuna mengabaikannya— ketika sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, penjaga awannya akan langsung bereaksi. Tidak bisa dipungkiri dari semua guardians-nya mungkin hanya Kyoya dan Mukuro yang paling bisa dia andalkan untuk urusan dunia mafia sesungguhnya. Dan bukan, baik Yamamoto, Gokudera, Lambo, Sasagawa, sampai Chrome, mereka semua sudah pernah melakukannya.

Pembunuhan pertama mereka yang terjadi bahkan sebelum mereka menyentuh umur dua puluh.

Kali ini Tsuna harus setuju dengan kalimat, 'setelah pembunuhan pertama, orang tidak akan sulit untuk membuat yang kedua dan seterusnya.'

Tsuna berjanji, langsung di depan leluhurnya, dia akan mengubah Vongola, menjadikannya kelompok vigilante seperti yang seharusnya. Dia juga tau jika mengubah sebuah kelompok mafia memerlukan pembunuhan, walaupun itu untuk mengubah arahnya. Vongola itu keterlaluan besarnya, pengorbanan—dalam hal ini mungkin Tsuna lebih mengartikannya sebagai pengorbanan mental— yang dilakukan haruslah sama besar, lebih besar.

Sebisa mungkin Tsuna menempuh jalan damai, terdengar mustahil, tapi lihatlah, sepuluh tahun adalah waktu yang lama untuk mengumpulkan bukti dari perkataannya itu. Memang tidak semua bisa berjalan lancar, seperti apa yang dia alami saat ini.

"Reborn, kau tau prinsipku, pride yang aku sumpahkan di hadapan kalian semua. Sampai aku masuk ke dalam liang kubur, sampai aku hancur berantakan dan tidak bisa lagi disatukan, aku akan terus memegangnya," tidak ada kekosongan dimanik karamel, malah ada api, flame yang terlampau murni terpancar di sana.

Kadang kala Reborn berada dilema, bersyukur muridnya begitu baik, atau mengutuk karena muridnya terlalu baik.

Helaan nafas panjang lagi-lagi keluar dari bibir seksinya, Reborn merasa umurnya memendek setiap helaannya hari ini. "Kau bos-nya, kau tau apa yang harus dilakukan."

Senyum sendu nampak dibibir pucat Decimo, "aku tau, dan terima kasih."

=The Sky That Protect The Cloud=

Ruangan, atau seharusnya disebut puing-puing, terlihat mengerikan. Noda hitam terlihat dimana-mana, entah bekas bakaran atau terciprat cairan pekat bernama darah. Sinar sayup-sayup dari matahari terbit tidak bisa menghilangkan kesan angkernya. Hawa mencekam yang terjadi sejak semalam memekat kala mendekat menuju ruang makan, tempat para hebivor jahanam berpesta di atas kemalangannya.

Oh, orang-orang tidak tau mereka telah menyulut api yang tidak seharusnya.

Gema dari teriakan melangsa tidak terdengar dalam telinganya. Baginya hanya ada satu suara yang akan didengarnya. Suara yang tidak terlalu berat namun tidak juga cerempeng, hasil hormon puber yang dialami. Ada kala suara itu melengking bersamaan dengan teriakan khas-nya. Suara itu juga penuh kelembutan, dia ingat bagaimana lembutnya nada yang digunakan ketika dia menghibur 'keluarganya'.

Belum dengan lengkingan yang diberikan khusus untuknya seorang ketika malam—

(Oi Hibari, jangan diteruskan, ini masih rated T!)

Intinya, bagi Hibari suara orang juga dibagi menjadi dua, polusi suara menganggu herbivor dan suara bak malaikat milik Sawada Tsunayoshi.

"Kamikorosu," Hibari tidak lagi membiarkan mereka bersuara. Dalam arti sesungguhnya.

Hebivor yang terakhir sudah dia kalahkan, dia gigit sampai mati. Namun kenapa hatinya masih sesak? Udara yang dia hirup justru menyakiti paru-parunya. Matanya panas, seakan ada yang ingin keluar tapi tertahan oleh dinding tak kasat mata. Tubuhnya gemetaran, berhasil dia tutupi dengan gerakan beringasnya.

Satu hal yang tidak banyak diketahui orang, bila selamanya tidak baik untuk tubuh memiliki kelebihan killing intense. Dia harus selalu menekan rasa haus darahnya. Dia membebani fisik dan mentalnya sendiri. Dia yang orang pikir hanya maniak pertarungan, hanya dalam kenyataannya dia ingin melepaskan bebannya.

Hibari melihat sendiri bagaimana tubuh yang lebih kecil darinya melompat, memeluknya, dan kemudian terjatuh tidak bergerak lagi. Satu-satunya pelukan yang akan Hibari masukan ke daftar panjang 'hal-hal paling dibenci sampai neraka jahanam milik Hibari Kyoya'.

Butuh perjuangan yang hebat bagi Hibari untuk tidak meluncurkan serangan balasan dan segera memanggil bantuan untuk menyelamatkan Tsunayoshi.

Kini dia kembali, ke tempat yang sudah seharusnya dia hancurkan. Tempat yang telah membuat Tsuna-nya berada diambang kematian. Dia tidak ada kata gagal yang cocok disandingkan bersebelahan dengan nama Hibari.

Hasil akhirnya? Sama sekali tidak ada yang berubah! Pukulan yang dia lancarkan, semua api yang membakar tempat itu, tidak ada yang bisa meredakan rasa terbakar dihatinya. Semakin Hibari melihat pemandangan dihadapannya, semakin haus darah itu menggerogotinya.

"Kyo-san! Tidak ada lagi yang tersisa di sini. Semua sudah diamankan," kala itu Kusakabe yakin sekali bila bos-nya lebih memilih menghabisi secara menyeluruhdibanding menangkap serta mengurung para pengacau ini.

Bila yang melakukannya adalah Hibari Kyoya tiga tahun lalu.

Damn, Sawada Tsunayoshi, entah apa yang kau perbuat hingga seorang Hibari-san 'menurut' begini.

"Hn," Hibari melangkahkan kakinya menjauh, membiarkan Foundation dan Cloud Squad miliknya yang mengurus 'pembersihan'.

Hibari membiarkan pikirannya mengambil alih seluruh indranya, dia hanya mengikuti bagaimana saraf motoriknya membuka pintu mobil, menyalakannya, dan membawa pergi ke tempat di mana dia seharusnya berada, kesisi orang yang paling dikasihinya.

Berada di samping Tsunayoshi dan memastikan dia tidak pergi dari sisinya.

Hibari akan menerima apapun itu, hukuman sampai cacian, dia merasa pantas mendapatkannya.

Dan, wao, sebegitunya hancur dirimu, Hibari?

Yah, hibari juga tidak akan mengatakan secara gamblang perasaannya. biarkan mereka menebak, dan kalau dia jengkel, tinggal di-kamikorosu bukan?

Bau antiseptik yang menyapa indra penciumannya sama sekali tidak mengenakan. Biarpun dia dan herbivor nanas itu langganan tinggal di sini —entah akibat perkelahian mereka sendiri atau karena mendapat X-Burner dari brunette tercinta— namun aroma obat tidak akan pernah nyaman untuk dihirup.

Langkah pelan membawanya menuju lantai paling atas. Tempat yang hanya memiliki satu kamar, dikhususkan untuk Vongola Decimo seorang. Pintu dengan bahan jati ditatapnya diam, ada kilat nanar di sana dan hanya segelintir orang bisa mengetahuinya.

Dua orang penjaga berpakaian serba hitam berdiri di samping pintu itu. Keduanya menunduk hormat, tau siapa yang berdiri dihadapan mereka. Dengan sekali lambai Hibari memerintah mereka untuk meninggalkan tempat.

Satu, dua, tidak helaan nafas panjang, barulah Hibari membuka pintu itu, yang dikiranya akan disambut pemandangan miris Tsunayoshi tertidur dengan puluhan kabel melingkupi tubuh kecilnya.

"Ah, Kyoya! Okaeri! Kau mau apel?"

Mah, boleh balikin rasa khawatir Kyoya yang berlebihan tadi nggak?—

(Errr maaf salah script—)

Walau dengan pemandangan yang sukses membuat Hibari keluar dari karakternya, nyatanya dia bersyukur, sangat. Dirinya lega melihat Tsunayoshi baik-baik saja, keterlaluan baik-baik saja. Kakinya mendekati ranjang tempat Tsuna sedang mengunyah apel, menatapnya sebentar sebelum membawa jari lentiknya menuju pipi gembil itu.

Menyudahi kegiatan makannya, Tsuna diam mengamati perubahan wajah dari Kyoya. Tidak ada. Apa yang kau harapkan? Tapi ini Tsuna, Sawada Tsunayoshi, Vongola Decimo. Kekasih Hibari Kyoya. Si omnivor yang diakui oleh sang karnivora. Little animal-nya.

Tangan tanpa selang infus dibawa ke atas, menggenggam terbalik tangan yang jauh lebih besar dari punyanya. Tangan yang sama sekali tidak mulus karena penuh luka dan tonjolan hasil bertahun-tahun mengayunkan tonfa. Tangan yang telah mengambil banyak nyawa seperti miliknya.

Satu-satunya tangan yang akan membawa kehangatan yang paling diimpikannya.

"Kau sudah berkerja dengan baik, Kyoya. Terima kasih."

Tsuna tidak mengharapkan balasan sama sekali, namun apa yang dia dapat jauh lebih manis.

Kyoya perlahan melingkarkan tangan ke bahunya, mendekap tubuhnya lembut seakan dia saat ini adalah kaya yang nyaris pecah. Walau begitu, aura posesif begitu terasa di sana. Tsuna bisa merasakan nafas hangat Kyoya di perpotongan lehernya, sedikit menggelitik, begitu pun dengan suara—lebih cocok disebut bisikan— yang mengalun tepat di bawah telinganya.

"Maaf."

Lihat benar-benar manis bukan?

"Kyoya, kau sama sekali tidak berbuat salah. Aku yang seharusnya minta maaf membiarkanmu mengalami kejadian ini, ne?"

Gelengan pelan menjadi balasannya, "tidak peduli apa pembelaanmu, kali aku yang salah."

"Tapi kau sudah menghukum dirimu sendiri. Apa itu tidak cukup, Kyoya?"

Kyoya diam, dia enggan berkata sedikit pun. Tsuna sudah tau hal ini, bagaimana kekasihnya selalu memprioritaskan dirinya, bagaimana banyaknya toleransi di luar zona aman yang telah Kyoya berikan padanya.

"Ketika kau memutuskan untuk melakukan misi 'bunuh diri', aku bersumpah mulai saat ini tidak akan ada lagi bahaya datang padamu. Nyatanya sumpahku hanya bualan belaka. Aku tidak bisa melindungi satu orang, orang yang paling berharga untukku. Lalu apa gunanya the strongest guardian bila dia tidak cukup kuat melindungi." Bukan pertanyaan lagi yang Kyoya berikan. Dia menyatakannya, dia mengakuinya, dan dia menyesali setiap inci kata yang dia maksud.

Dalam keheningan sepersekian detik itu, Kyoya bisa merasakan sepasang lengan memeluk punggungnya, menepuk pelan sesekali membuat gerakan lingkaran kecil. Tak cukup sampai sana, Kyoya bisa merasakan kecupan singkat di ujung bibirnya. "Kyoya, awanku yang paling kukasihi. Penjagaku yang paling kukagumi. Apa kau lupa dengan sumpahku? Aku akan menjadi langit yang membentangi elemenku. Dan di dalamnya ada dirimu, sang awan yang paling dekat dengan sang langit. Benar, awanlah yang selalu menutup langit, menjaganya supaya tidak ada satu pun yang bisa merusaknya. Tapi apa kau lupa bila langit juga akan melindungi awan bila waktunya tiba?—Tsuna megulurkan jarinya, menahan bibir Kyoya yang siap membantahnya— Kau tidak perlu merasa bersalah karena aku melindungimu. Dalam sakit atau senang, dalam suka maupun duka. Kita adalah satu. Selama awanku terus ada maka langit akan selalu menaungimu."

Ah, Kyoya benci ini. Dia tidak suka bila Tsunayoshi selalu tepat mengenai apa yang dia butuhkan.

"Hn, kamikorosu."

"Ahaha, tunggu aku sembuh dulu baru kita main kamikorosu lagi, ne?"

Sepertinya Tsuna kesambet rohnya anjing hujan ya? Nadanya happy-happy gimana gitu?

(Udah ah! Balik ke dialongnya)

Keduanya diam dalam posisi itu, tidak menghiraukan langit yang semakin terang dan detik jam yang terus berdetang. Keduanya saling menyesapi aroma satu sama lain, berbagi kehangatan yang bisa membuat hati masing-masing kembali tenang. Menghilangkan segala gundah yang melingkupi mereka sebelumnya.

"Lain kali aku akan melindungimu, jadi—" Hibari mengantungkan kalimatnya, membuat Tsuna memandangnya dengan penasaran.

Ketika Tsuna mendonggak, di sanalah bibir keduanya bertemu. Singkat dan mengandung banyak sekali kalimat yang tidak akan pernah keduanya bisa sampaikan lewat perkataan.

"—jangan pernah tinggalkan aku."

Disisa hari itu mungkin adalah momen ketenangan yang keduanya lewati setelah sekian lama bergulat dengan misi dan pekerjaan. Suasana kamar rawat yang hening ditemani kicauan Hibird yang datang seakan ingin mengiringi momen kasih tuannya. Sebuah waktu yang menunjukan betapa pekat cuarahan rasa sayang dari kedua insan itu.

Kehidupan yang mereka jalani, setiap langkah yang akan selalu dinodai oleh darah. Namun apa yang kau tau? Orang selalu berkata bila ada sesuatu yang ingin kita perjuangkan dan lindungi, niscana kekuatan akan datang melampaui apa yang kita bisa perkirakan.

Ingin bukti? Well, Sawada Tsunayoshi dan Hibari Kyoya sudah banyak membuktikannya hingga mereka hanya perlu satu kecupan manis dan tatapan mata untuk mengetahui semuanya.

Owari


Gimana? Gimana!? GIMANAAAA???
Arrgghhhh setelah vakum lama banget akhirnya bisa balik juga nulis T_T walau dikit-dikit aja :D
Ini juga pertama kali buat FF buat KHR! (omeeee /pasang petasan)
Kalau rada OOC maaf ya TT
Buat yang baru, salkennn panggil aja Rei.. jangan Thor karena w nggak kuat angkat palunya T_T
Masih banyak sih ide buat FF KHR, tapi moga masih bisa dieksekusi nanti XD
Sekian dulu cuap-cuap nya, kalau ada kritik dan saran dipersilahkaannnnnn
Sampai jumpa lain waktu! Ciaoooo