Kissing Lesson sequel

Title: More Lesson

Genre: Romance

Rate: M

Words: 1k+


Tahun kelima menjadi tahun yang melelahkan bagi Harry. Yah, walaupun sebenarnya setiap tahun sangat melelahkan baginya. Tapi tahun ini, Harry harus memenuhi dua perannya di Hogwarts. Sebagai murid, dan guru.

Sebagai guru, Harry menjadi pengajar untuk teman-temannya. Bersama dengan rekan-rekannya sesama Dumbledore's Army, Harry memenuhi waktunya untuk berlatih sihir bersama.

Sebagai murid, Harry tidak bicara tentang kehidupannya menjadi murid Hogwarts. Bukan tentang dirinya yang menghadiri kelas para profesor Hogwarts. Ia juga tidak bicara tentang sihir, sama sekali tidak. Ia belajar tentang ciuman, dengan Draco Malfoy.

Harry tidak akan menyangkalnya. Ia lah yang menginginkan pelajaran tambahan dengan Draco. Tapi Harry akan selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia melakukannya hanya untuk membuat kemampuan berciumannya lebih baik. Harry tidak akan mengakui kalau ia melakukannya hanya untuk mencium Draco. Tidak akan.

Harry hanya sesekali mendapati dirinya memikirkan Draco. Tetapi yang ia pikirkan hanyalah kapan pemuda Slytherin itu punya waktu untuk mengajarinya berciuman. Harry bersikeras kalau ia tidak memikirkan Draco karena merindukannya.

Harry juga tidak peduli jika Draco berciuman dengan orang main selain dirinya. Ingatlah bahwa Harry berciuman dengan Draco karena melihatnya mencium dua gadis di depan matanya. Ya, seharusnya memang begitu. Seharusnya Harry tidak peduli. Seharusnya Harry tidak memasang raut wajah kesal saat melihat Draco berbicara dengan para gadis itu. Seharusnya ia tidak perlu menatap tajam para gadis yang mengelilingi Draco sambil tersenyum genit padanya. Seharusnya Harry tidak peduli.

"Harry?" Hermione yang berdiri di samping Harry menyikutnya. Ia sudah bicara panjang lebar, tapi sepertinya sahabatnya itu tidak mendengarkan sama sekali. "Harry, apa kau mendengarkanku?"

"Tidak." Harry menjawab dengan lugas. Ia juga tidak menoleh ke arah Hermione. Malahan Harry langsung saja pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

Hermione dan Ron saling bertukar pandang. Mereka ditinggalkan kebingungan oleh Harry. Mereka hanya bisa mengejarnya tanpa bisa bertanya apa yang terjadi padanya.

.

Sudah beberapa hari ini Harry berada dalam suasana hati yang buruk. Alasannya hanya satu dan Harry bisa mengatasinya. Tidak, Harry tidak benar-benar mencoba untuk mengatasinya. Harry hanya menghindarinya. Ia sebisa mungkin untuk tidak menemui Draco dan memalingkan pandangan saat bertemu dengannya.

Tetapi, jika Draco muncul tiba-tiba di hadapannya, tentu saja Harry tidak bisa menghindar. Apalagi kalau Draco langsung saja menariknya dan menahannya sehingga tidak bisa kabur.

Harry menatap malas pada Draco yang dengan seenaknya menariknya. Harry tidak bertanya apa yang diinginkan pemuda itu. Ia hanya tetap diam menunggu Draco untuk bicara duluan.

Draco yang awalnya ingin membuat Harry marah-marah karena sudah menariknya, akhirnya bicara duluan. "Apa-apaan dengan wajah itu?" Tentu saja Draco tidak suka dengan wajah datar Harry padanya.

Harry mendesah malas. "Apa kau punya sesuatu yang penting untuk dikatakan? Kalau tidak aku pergi sekarang."

Draco makin tidak suka. Ia semakin mendekatkan dirinya dengan Harry, mengurung Harry di antara dirinya dan dinding. "Kau sepertinya sudah ahli dalam berciuman, sehingga kau tidak perlu kuajarkan lagi?"

Harry tidak langsung membalas. Ia memalingkan wajahnya. "Entahlah."

Sudut bibir Draco terangkat. Tangannya menyentuh wajah Harry, memaksanya untuk menatapnya. Draco juga sedikit menunduk untuk menatap lurus ke dalam manik hijau itu. Ia bersiap ingin menciumnya.

"Tunggu," tahan Harry sambil mendorong Draco. "Ada orang." Harry menyadarinya karena samar-samar mendengar suara orang mengobrol.

Draco tidak suka berlama-lama. Ia langsung menyambar pergelangan tangan Harry dan menariknya pergi. Ia tidak pergi jauh. Draco langsung pergi menuju lemari sapu dan mengunci pintunya dari dalam.

Tanpa menunggu lagi, Draco langsung menempelkan bibir mereka. Ia mencium Harry dengan lebih ganas daripada biasanya. Draco pun makin bergairah saat Harry mulai membalas ciumannya. Tangan mereka juga saling memeluk satu sama lain, mendekatkan diri untuk memperdalam ciuman mereka. Lengan Harry benar-benar mengunci Draco untuk terus mendekatkan tubuhnya. Draco juga tidak mau melepaskan pelukannya pada pinggang Harry. Tangannya juga bergerak liar mengusap punggung Harry.

Dada keduanya naik turun setelah ciuman berakhir. Mereka saling menatap untuk waktu yang lama. Mungkin ini adalah ciuman paling panas yang pernah mereka lakukan.

"Ingin mempelajari sesuatu yang baru hari ini?" tanya Draco berbisik. Tidak sedetik pun Draco mengalihkan pandangannya dari Harry.

Merasakan jantungnya berdebar kencang, Harry punya tebakan apa sesuatu yang baru itu. Ia pun mengangguk tanpa ragu.

Draco menyeringai. Ia kembali mencium bibir basah Harry. Namun kali ini Draco tidak berlama-lama di sana. Ia turun, mengincar leher putih Harry. Draco menghirup aroma manis dari tubuh yang menggoda itu membuat Harry mendesah tertahan. Tangannya juga dengan mudah masuk ke dalam kemeja Harry. Ia menggoda tubuh itu dengan dingin dari tangannya.

Harry menggigit bibir bawahnya. Saat Draco berhenti dengan apa yang dilakukannya, ia memasang raut wajah kecewa. Tapi ia mengerti kenapa Draco berhenti. Pemuda itu sedang meminta persetujuannya. Harry bisa tau dari miliknya yang mengeras di bawah sana.

Mungkin pikirannya sedang berkabut. Karena itulah Harry tidak tau dengan apa yang ia lakukan. Ia dengan nakal menyentuh milik pemuda di depannya. Meskipun terhalang oleh celana yang dikenakan Draco, Harry bisa merasakan betapa panasnya benda itu.

"Can I?" tanya Draco berbisik di telinga Harry.

Tidak bersuara, Harry menjawab dengan tindakan. Ia mulai membantu Draco membuka celananya. Ia meneguk ludah saat kejantanan pemuda itu berada tepat di depannya.

"Ngh..." Harry menahan desahannya saat Draco yang berhasil membuka celananya memanjakan miliknya. Ia menutup mulutnya dengan tangannya saat Draco membuat milik mereka saling bertemu.

Harry merasa pikirannya kosong saat miliknya terus bersentuhan dengan milik Draco. Dan saat itulah Harry menginginkan lebih. Ia tidak ingin Draco hanya menyentuh milik mereka bersamaan. Ia ingin Draco berada di dalam dirinya.

"Sepertinya kau sudah siap." Draco langsung saja mengangkat sebelah kaki Harry. Ia tidak melakukan pemanasan terlebih dahulu karena baginya itu hanya buang-buang waktu.

"Ugh... Ah!" Harry mengalungkan lengannya di pundak Draco. Ia juga menutup rapat matanya saat merasakan penis Draco mulai memasukinya. Harry tidak yakin apakah yang dirasakannya saat ini adalah rasa sakit atau malah rasa nikmat. Ia mengepalkan jemarinya menahan perih, tapi ia tidak mau meminta Draco untuk berhenti.

Draco mendesah saat ia sudah berada sepenuhnya di dalam Harry. Ia tidak langsung bergerak, melainkan ia memastikan terlebih dahulu bahwa Harry baik-baik saja. "Are you okay?" Bagaimanapun juga, ini adalah yang pertama untuk Harry... untuk mereka. Draco tidak mau menyakitinya.

Harry mengangguk sebagai balasan. Ia tidak mau melepaskan pelukannya karena terlalu malu untuk menatap Draco.

Draco pun menurutinya. Ia perlahan mulai bergerak. Meskipun Draco ingin bermain dengan tempo yang lebih cepat, ia tetap menahan diri. Draco juga tidak melepaskan pegangannya pada Harry. Ia juga tidak lupa untuk memberi kecupan di wajah Harry saat pemuda itu mengeluh kesakitan. Ia akan membuatnya nyaman.

Saat merasakan bahwa dirinya akan segera keluar, Draco menangkup wajah Harry. Ia kembali melihat manik hijau di balik kacamata itu. "Aku tidak akan mengeluarkannya di dalam jika kau membencinya."

Mengejutkan, Harry menggeleng. "Lakukan apa yang kau inginkan. Aku sama sekali tidak keberatan." Dan tepat setelah ia mengatakannya, Harry merasakan Draco memenuhi dirinya.

Keduanya terdiam untuk waktu yang lama. Draco mengeluarkan miliknya dengan perlahan membuat Harry sedikit mendesah. Ia kemudian menyingkirkan rambut Harry yang basah karena keringat yang menutupi keningnya. Ia juga memberikan kecupan-kecupan manis dan ciuman singkat di bibir.

Meskipun yang dilakukan Draco sangatlah sederhana, hal itu berhasil membuat Harry merasakan sesuatu. Jantungnya berdebar kencang, dan perutnya terasa geli. Bohong kalau Harry bilang ia tidak suka dengan perlakukan manis ini. Harry bahkan tidak menyangka jika Draco bisa bersikap selembut ini.

Masih belum bersuara, Harry dan Draco mulai merapikan diri. Mereka kembali berpenampilan seolah-olah tidak pernah melakukan hal sekacau tadi. Keduanya memilih untuk duduk terlebih dahulu sebelum pergi, mengembalikan energi mereka terlebih dahulu. Juga, ada banyak hal yang harus dibicarakan sekarang.

"Untuk pelajaran yang satu itu, cukup kau simpan sendiri."

Harry menoleh ke arah Draco yang tampaknya malu-malu untuk bicara. Harry juga tidak terlalu bodoh untuk mengerti maksud sebenarnya dari perkataan Draco. Ia pun mengangguk.

Entah kenapa, Draco senang melihat anggukan singkat itu.

"Apa kau sudah melakukannya?" Draco kembali bersuara. "Gadis itu. Apa kau sudah menciumnya?"

Harry sempat berpikir lama tentang gadis yang dibicarakan Draco. Harry kemudian berseru dalam hati saat menyadari siapa gadis yang dibicarakan Draco. Jangan heran kenapa Harry sampai lupa. Selama beberapa hari belakangan ini, ia tidak pernah lagi berpikir untuk mencium Cho. Ia bahkan tidak mendapati dirinya memikirkan gadis itu lagi. "Kenapa kau penasaran?"

Draco menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Well, kau tidak menemuiku akhir-akhir ini. Kupikir kau sudah menciumnya. Makanya kau tidak butuh lagi contoh agar bisa menjadi lebih baik dalam berciuman."

Ah, tampaknya Draco salah paham. Sepertinya pilihan Harry untuk menjauhi Draco membuatnya berpikir seperti itu. Dan sepertinya, hal itu jugalah yang membuat Draco muncul tiba-tiba di hadapannya.

"Jadi, sudah, ya." Draco sebisa mungkin menyembunyikan rasa kecewa di suaranya.

Harry pun menggeleng. Ia tidak mau Draco salah paham. Hm, kenapa dia tidak mau Draco sampai salah paham?

"Aku belum menciumnya sampai sekarang," jelas Harry, "dan aku bahkan tidak lagi berharap untuk menciumnya. Dan sebenarnya aku sengaja menghindarimu karena..." Harry tiba-tiba berhenti. Ia menoleh ke samping, dan wajah Draco yang menunggu jawabannya membuat Harry bingung. Jantungnya lagi-lagi berdebar kencang.

Harry langsung memalingkan wajah. Ia bingung bagaimana harus mengatakannya. Harry mencoba mencari kata-kata yang tepat agar perkataannya tidak berbelit. "Aku kesal padamu. Tidak, aku tidak tau apakah aku memang kesal atau tidak. Aku hanya tidak suka... saat kau bersama para perempuan itu."

Draco berkedip beberapa kali. Ia meyakinkan dirinya bahwa apa yang didengarnya bukanlah sekadar imajinasi. Harry benar-benar mengatakan bahwa ia tidak suka melihat Draco bersama orang lain. "Kenapa kau tidak suka?"

Harry kesal. Sudah ia duga Draco akan bertanya walaupun sudah tau betul apa yang ia maksud. "Aku tidak akan mengatakannya."

Draco berseru jengkel. "Ayolah, bilang padaku."

Harry sekali lagi menolak. "Kau pasti sudah tau apa maksudku."

Sudut bibir Draco terangkat. Jempol dan telunjuknya menjepit dagu Harry, memintanya untuk melihatnya. Draco kemudian mencium bibir Harry singkat. Hanya ciuman singkat tanpa lumatan, namun begitu manis.

"Untuk apa itu?" tanya Harry. Meskipun suaranya terdengar tenang, sebenarnya ia sangat gugup. "Aku tidak memintanya."

Draco mengernyit. "Kenapa aku hanya boleh menciummu saat kau meminta?"

Harry mendengus. "Kau yang mengatakannya. Kau akan mencium seseorang jika mereka meminta."

Draco terdiam sesaat. Tidak ia sangka Harry mengingat perkataannya. "Ya, aku memang seperti itu," Draco memberi jeda, "tapi, aku tidak pernah mencium orang lain selain dirimu selama dua minggu ini."

Sekarang giliran Harry yang terdiam. Ia sebisa mungkin untuk menenangkan dirinya. Menenangkan jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang karena terlalu bahagia.

"Well, mungkin aku sempat mencium seseorang, tapi aku tidak benar-benar ingin melakukannya," Draco mengingat-ingat, "seperti yang kau bilang, dulunya aku akan mencium mereka jika mereka memang meminta. Tapi, saat menempelkan bibirku dengan gadis itu, aku memikirkanmu. A-ah, tidak. Aku tidak memikirkanmu. Hanya saja... wajahmu tiba-tiba muncul di benakku." Draco menggeleng dengan gugup.

Sementara itu, Harry dibuat tersenyum oleh semburat merah di wajah yang nyaris pucat itu. Harry juga senang karena keadaan berbalik. Kini Draco yang berusaha untuk menghindari tatapannya.

Melirik sekilas, Draco mencoba menatap kembali manik hijau Harry. "So, you don't like it, when I kiss other girls?"

Harry berdeham membuang rasa gugupnya dan kemudian mengangguk dengan malu-malu.

Senyum Draco kembali mengembang. "Baiklah," nada suaranya kembali percaya diri seperti sebelumnya, "aku hanya akan menciummu seorang mulai saat ini. Tapi, dengan satu syarat," Draco mengangkat jari telunjuknya, "kau hanya boleh menciumku, dan hanya aku."

Harry tersenyum dengan helaan napas tipis penuh kelegaan. Itu adalah syarat yang sangat mudah untuknya. Harry pun memberikan Draco jawabannya. Ia memajukan tubuhnya untuk mencium Draco di bibir. Dan kemudian ia tersenyum. "Awas saja kalau kau sampai bosan padaku."

Draco tersenyum lebih lebar lagi—sepertinya hari ini ia memberikan senyum paling lebar di hidupnya. "Aku bahkan tidak pernah membayangkan kalau aku akan bosan padamu." Dan Draco memberikan satu ciuman lagi, yang lebih lama, panas, namun manis.


.

More Lesson Completed

.

.


.

A/N

Setelah yang manis-manis pure and innocent, saatnya untuk yang manis-manis hot and spicy heheheh - 3 -

Jumpa lagi lain waktu^^

See you!

Virgo