Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
Spy x Family: Tatsuya Endo
.
.
.
Pairing: Naruto x Yor
Genre: romance/fantasy/adventure
Rating: T
Setting: AU (Alternate Universe)
.
.
.
Snowland's Sunrise
By Hikayasa Hikari
.
.
.
Chapter 3. Guru dan murid
.
.
.
Yor menarik Naruto, berlari menjauhi lokasi pembakaran. Mereka menempuh semak belukar dan apa saja, asalkan bisa selamat dari kejaran Twilight.
"Hei, siapa yang mengejar kita itu?" tanya Naruto. Keningnya mengerut. Perasaan penasaran menguasai hatinya.
"Kau tidak perlu tahu soal itu," jawab Yor tegas, tidak melihat Naruto.
"Mengapa? Kita ini partner, 'kan? Seharusnya saling berbagi rahasia."
Yor hanya diam saja, tidak menggubris perkataan Naruto. Dia tetap berlari cepat, tetap menggenggam erat ujung mantel yang kini dipakai Naruto. Sebisa mungkin dia menyamakan larinya agar Naruto bisa mengikutinya.
Naruto dan Yor berhenti setelah Yor memastikan sudah sangat jauh dari lokasi pembakaran. Kini mereka tiba di tepi jurang.
"Kita beristirahat di sini dulu," kata Yor duduk di batu besar yang ada di tepi jurang. Melepaskan tudung jubahnya dari kepalanya. Membiarkan angin cukup kencang menerpa dirinya.
Naruto duduk di atas batu kecil, menghadap Yor. Jidatnya tetap mengernyit, sebab muncul pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Segera mengutarakan apa yang dipikirkannya itu.
"Kalau kau tidak mau memberitahu alasan mengapa orang hitam tadi mengejar kita, tentu kau tidak keberatan untuk memberitahu alasan mengapa sihir es yang kau tunjukkan tadi, bisa membakar sebagian hutan," ungkap Naruto meletakkan kedua tangannya di atas lutut. Kedua kakinya tegak melebar. "Sihir apa yang kau gunakan itu? Api atau es?"
Yor sedikit melebarkan mata. Kemudian dia melirik ke arah lain. Memegang tangannya yang telah terluka cukup parah karena seolah terbakar.
"Sihir yang kumiliki memang berwujud es, tetapi dampaknya bisa berubah menjadi api. Aku sendiri juga tidak tahu mengapa sihirku ini berbeda dari yang lainnya," terang Yor menukikkan alis, "orang-orang di sekitarku menjadi takut setelah mengetahui kemampuanku ini, sehingga mereka mengusirku dan keluargaku dari wilayah mereka."
"Itu kejam sekali!" seru Naruto membesarkan mata.
"Benar."
"Kisahmu sama seperti kisahku. Keluargaku juga terusir dari tanah kelahiran ibuku. Entah apa yang menyebabkan keluargaku terusir. Ayah juga tidak pernah memberitahuku apa yang menyebabkannya."
"Apa mungkin keluargamu itu penyihir?"
"Tidak. Kami keluarga biasa saja."
"Aku tidak percaya kalian itu keluarga biasa. Karena aku merasakan adanya tarikan manna kuat dari dalam tubuhmu. Manna yang bersifat panas."
"Manna bersifat panas?"
Naruto kembali membeliakkan mata. Ternganga. Tidak mengerti apa yang dikatakan Yor.
Yor menunjuk Naruto. "Kau itu penyihir!"
Naruto membulatkan mata sempurna. "A ... apa? Penyihir?"
"Ya. Mungkin ayahmu merahasiakan status kalian yang sebenarnya. Kalian itu keluarga penyihir yang berelemen api."
"Ta ... tapi ... penyihir ... itu tidak mungkin, 'kan?"
"Itu sudah jelas, kau memiliki manna. Berarti kau itu penyihir."
"Penyihir ... itu golongan yang dilarang untuk berbaur dengan orang-orang biasa. Tidak! Aku tidak mau menjadi golongan yang dibenci orang-orang!"
Naruto berteriak, menolak asumsi yang dilontarkan Yor. Tidak mau menjadi target buruan.
Tiba-tiba, muncul orang-orang dari balik pepohonan. Mereka berlari mendekati Naruto dan Yor. Karena sejak awal, mereka sudah mengawasi Naruto dan Yor -- karena Yor membakar sebagian hutan saat melawan Twilight.
"Hei, kalian terkepung, para penyihir!" seru salah satu orang bertopeng binatang dan berpakaian amor khas kerajaan Helios. Menghunuskan tombak ke arah Naruto dan Yor.
"Dasar, kita ketahuan oleh pasukan pemburu penyihir!" gerutu Yor langsung berdiri, melesat untuk meninju topeng yang dipakai anggota pasukan pemburu penyihir itu. Otomatis topeng yang terbuat dari tanah liat itu, retak. Si pemilik topeng juga terlempar jauh dan menabrak pohon.
Naruto dan para anggota pemburu penyihir, mematung. Wajah mereka pucat pasi. Kemudian tatapan Yor yang sangat seram, tertuju pada orang-orang di hadapannya. Yor berlari sangat laju, menghantam perut salah satu anggota itu, dengan tendangannya. Mengakibatkan orang itu terlempar jauh dengan kondisi perut yang teramat sakit. Mungkin tulangnya juga patah.
Tidak hanya itu, Yor melompat salto. Mendarat kuat di bahu lelaki bertopeng. Mengakibatkan orang itu tumbang ke belakang dan tersungkur pingsan. Tulang di bahunya sudah luluh lantak.
"Uwaaah!" teriak beberapa orang bertopeng lain, yang malah lari pontang-panting karena takut melihat keganasan Yor. Bahkan ada salah satu dari mereka, buang air kecil di celana.
Sepi. Yor mengembuskan napas untuk merilekskan dirinya. Sementara Naruto tetap terpaku, menatap dirinya tanpa berkedip.
"Itu teknik beladiri yang kupelajari dari orang tuaku," ucap Yor tersenyum, seolah mengetahui pikiran Naruto, "kata ibuku, penyihir tidak boleh menggunakan sihir untuk menyakiti orang lain kecuali satu hal, yaitu jika keadaan sudah mendesak, penyihir boleh menggunakan sihirnya itu."
Naruto manggut-manggut. "Kau luar biasa sekali. Baru kali ini, aku melihat seorang gadis bisa menyerang orang sampai terlempar begitu."
"Itu efek dari kekuatan fisik luar biasa yang diturunkan dari orang tuaku."
"Oh, aku jadi takut jika kau menyentuhku."
"Seharusnya aku yang takut kau menyentuhku."
"Mengapa kau takut aku menyentuhmu?"
"Kau akan membuatku terluka seperti ini lagi."
Yor menunjukkan tangan kanannya yang terluka. Naruto melihat itu. Dia tercengang.
"Apa lukamu itu benar-benar efek dari kekuatan sihir yang kumiliki?" tanya Naruto menunjuk tangan Yor.
"Ya," jawab Yor mengangguk, "kau harus menggunakan kemampuan sihirmu untuk perlindungan diri. Jangan cuma menonton saja saat aku bertarung sendirian."
"Eh? Ah, maaf."
Naruto cengengesan. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Yor hanya tersenyum, lalu mengambil kantong kulit besar yang terpasang di pinggang bagian belakangnya. Membuka jubahnya terlebih dahulu agar memudahkannya mengambil sesuatu yang ada di kantong kulit besar itu.
Yor memakai dress hitam tanpa lengan dengan kerah yang memperlihatkan sedikit belahan dada besarnya. Rok selutut yang terbuka di bagian kiri, tersibak lebar sehingga paha putihnya terlihat jelas.
Wajah Naruto memerah saat melihat penampilan Yor. Cepat menutup mata dengan tangan kanannnya. Tidak mau melihat pemandangan yang menggetarkan jiwa itu.
"Hei, pakaianmu terbuka sekali! Apa kau tidak malu berpakaian seperti itu di hadapan laki-laki?" tutur Naruto membelakangi Yor.
"Hah? Aku lebih suka berpakaian seperti ini karena lebih bebas untuk bergerak," balas Yor bertampang polos.
"Perempuan itu harus berpakaian sopan yang tertutup."
"Kau itu ... sungguh lucu, ya?"
Yor terkekeh pelan. Selesai membalut luka di tangan kanannya dengan perban. Menutupi tubuhnya lagi dengan jubahnya.
"Kau boleh melihatku lagi karena penampilanku sudah tertutup," sambung Yor. Menampilkan senyum menawan.
Naruto menoleh pelan ke arah Yor. "Kau lebih cantik berpenampilan seperti ini."
"Apa? Cantik?"
Giliran wajah Yor yang merona merah. Memegang dua pipinya. Menundukkan kepala. Memejamkan mata.
"Ada apa denganmu?" tanya Naruto berjalan mendekati Yor.
"Ti ... tidak apa-apa," jawab Yor spontan mundur agar Naruto tidak mendekatinya, "oh ya, kau harus bisa menggunakan kemampuanmu itu. Aku yang akan mengajarimu."
"Eh? Kau yang mengajariku?"
"Ya. Mulai hari ini, aku bukan hanya partner, tetapi gurumu juga."
Yor menunjuk lantang ke arah Naruto. Sikapnya lebih tegas. Memberikan kesan agar Naruto menghormatinya.
"Baiklah, kau guruku sekarang. Itu berarti aku harus memanggilmu, Master, begitu?" tanya Naruto bertampang serius.
"Master?" Yor tercengang. "Master Yor?"
Yor terpaku sebentar, kemudian menggeleng kuat. Menukikkan alis. Bersedekap dada.
"Kau tetap panggil aku Yor saja," ujar Yor. Nadanya tetap tegas.
"Baiklah, Yor," tukas Naruto tersenyum. Sedikit memiringkan kepala ke kanan.
"Kita mulai latihannya hari ini!"
"Eh? Hari ini?"
"Iya. Tapi, latihannya di tempat lain."
Yor menarik kerah mantel Naruto. Membawa Naruto pergi dari sana. Sudah merencanakan latihan seperti apa yang akan diberikannya untuk Naruto.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/N:
Chapter 3 up. Gimana pendapatmu tentang chapter ini? Terima kasih.
Tertanda, Hikayasa Hikari.
Sabtu, 16 September 2023
