BoBoiBoy milik Animonsta Studios
Ditulis oleh Fauzi.edz
.
Bangkit dari Kegelapan
.
Blaze melempar bola basketnya ke sembarang arah, amarahnya kini berada di puncak tertinggi. Lagi-lagi ia menjadi bahan tertawaan. Ini semua gara-gara kalah tanding basket.
Setiap hari Senin dan Kamis, Blaze harus menahan emosinya ketika kalah tanding melawan tim seberang. Hal yang paling memalukan, kaki Blaze keram saat melakukan shooting. Begitu Gogobi, anak paling usil dikelasnya, tahu, segera ia mengejek Blaze. Gogobi memulai, menjulukinya beban tim, langsung diikuti teman-teman sekelas.
Seolah belum cukup memalukan, latihan basket sampai larut malam membuat Blaze sering tertidur saat pelajaran, empat tahun berturut-turut dari SD kelas 6.
"Wah, beban tim lagi enak berpetualang di alam mimpi nih," ejek Gogobi yang memancing tawa sekelas.
Blaze membaringkan dirinya di atas kasur.
"Kenapa sih mereka kayak gitu!" teriak Blaze dalam hatinya. "Rupa ku burukkah? Sampai mereka tega melakukan itu semua?"
"Blaze ..."
Blaze menoleh, Gempa memandangnya. Bibir Gempa tersenyum ramah. Tangan nya membawa beberapa barang lama, seperti barang antik. Blaze memandangi Gempa sambil mengerutkan alisnya.
Abang mau apa? Tanya Blaze dalam hati.
"Blaze mau tahu gimana kalau Blaze bisa bersyukur sama rupa Blaze?"
Ragu-ragu, Blaze pun mengangguk. Ia lalu mengambil koin lama bergambar kelapa sawit yang disodorkan abangnya itu.
"Kira-kira koin ini masih bisa digunain enggak?" Blaze menggeleng. "Rupa dan warnanya masih bagus?" Blaze menggeleng sekali lagi.
"Blaze, walaupun koin ini termasuk koin yang terlihat buruk rupa, tapi nilainya gede banget loh. Jadi jangan sampai orang-orang melihat Blaze dari luarnya aja, buktiin ke mereka kalau sebenarnya Blaze itu sempurna."
"Blaze! Nanti siang jangan lupa latihan basket, ya. Minggu depan kita lawan SMK Tengkotak!"
Blaze mengangguk lesu. Sekarang ia tahu, ia berada di masa kesuksesannya. Tidak ada lagi teman-teman sekelas yang mengejeknya. Malah bisa dikatakan, ia memiliki cukup banyak teman. Nilai-nilainya bukan yang terbaik, tetapi bukan pula yang paling jelek. Ia berhasil masuk tim basket selama tiga tahun berturut-turut.
Semua tampak sempurna. Blaze juga tidak menyesali mendengar nasihat abangnya empat tahun lalu. Buktinya sekarang Blaze sukses dan menjadi anak yang diperebutkan dalam perlombaan.
"Blaze? Blaze! Heh jangan ngelamun!"
Blaze terkejut dan langsung menoleh pada seseorang yang memanggilnya. Ia mendadak teringat percakapan sederhana bersama Gempa dulu.
"Bang, makasih ya Bang!" teriak Blaze tiba-tiba seraya memeluk abangnya, membuat Gempa terkejut.
"Kenapa?" tanya Gempa seakan mengerti situasi.
"Makasih ya Bang, sekarang Blaze bisa sukses gara-gara motivasi Abang dulu!" ucapnya sembari mengeratkan pelukan.
"Iya, gini kan enak kalo nurut."
"Woe, oper sini Ice!" teriak Blaze meminta bola basket.
"Oke, ambil nih Blaze!!"
Lemparan Ice tepat sasaran. Blaze melihat situasi agar bisa melakukan shooting.
Ting, bunyi tanda masuk poin pun disuarakan. Para penonton berteriak histeris saat melihat Blaze dapat melakukan shooting dengan sempurna.
"Blaze! Poin kita Blaze!" teriak Ice yang langsung berlari memeluk Blaze, disusul dengan teman lainnya.
Begitu pulang, Blaze langsung memeluk Gempa.
"Bang! Juara lagi Bang!"
"Alhamdulillah dong."
Blaze terkejut dan langsung mengikuti ucapan Gempa, "Alhamdulillah."
