"Ino." Panggilan Shikamaru menyentak kedua manusia yang saling menatap satu sama lain.

Ino segera memundurkan badannya dan menolehkan kepalanya ke belakang. "Shikamaru." Sahutnya seperti tidak terjadi apa-apa.

Ino melihat Shikamaru dengan senyum tipis yang terkembang. Ia kembali menatap Sasuke yang menganggukkan kepalanya kecil.

Ia menyusul Shikamaru dan menggandeng lengannya agar pemuda itu tidak terfokus pada Sasuke.

"Ada apa kau mencariku?"

Shikamaru terlihar berpikir, alisnya terangkat tinggi. "Ada hubungan apa kau dengan Sasuke?"

Ino menghembuskan nafasnya, dan melepaskan gandengannya dengan kasar. "Mulutmu bau rokok! YA! Kau masih saja mengisap batangan kanker itu. Kau mau cepat mati?!" Ino menuding Shikamaru untuk mengalihkan pembicaraan.

"HAHH!" bukannya merasa bersalah, Shikamaru malah menghembuskan nafasnya kuat-kuat ke arah Ino.

Dan dengan amarah yang membara Ino memiting kepala Shikamaru. "Kau seharusnya mati saja!"

Mereka saling berkelit dan memukul satu sama lain untuk melepaskan diri. Ino tidak menahan dirinya lagi. Gadis itu dengan sengaja menjambak rambut nanas Shikamaru saat pitingannya dengan mudah di lepas lelaki itu.

"Shikamaru, Ino. Apa kalian berumur lima tahun?" sebuah suara akrab menghentikan aksi mereka sejenak. Mereka berdua menunduk dalam sembari melepaskan diri.

Shikamaru dan Ino tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi pusat perhatian di lobi gedung Hokage.

"Chouji!" Ino bersuara dengan bersemangat setelah sesaat mengangkat kepalanya. Ia berlari dan memeluk tubuh gempal tersebut.

"Kau dari mana saja? Aku tidak pernah bertemu denganmu semenjak pulang ke desa."

"Mengalihkan pembicaraan eh?" Chouji berujar dengan malas. Pelukan Ino terlalu kuat, suara Ino terlalu keras berada di kupingnya.

Ino manyun, melepaskan pelukannya. Merasa tidak mempunyai urusan dengan Chouji, Ino bergerak menuju ruangan konfrensi—tempat berkumpulnya para kelima kage diikuti oleh kedua teman satu timnya.

"Merajuk?" tanya Chouji lagi.

Ino menggeleng.

"Aku pergi ke Kumogakure guna menjalankan misi diplomasi." Chouji menyerah. Kalau sudah merajuk, gadis itu tidak akan segan-segan mendiamkannya selama satu minggu penuh.

"Aku tidak merajuk. Kau juga tidak harus menjawab pertanyaanku, Chouji." Kata Ino membantah sambil memasang senyum satu garisnya.

Mendengar Ino yang begitu dewasa, Chouji beralih memundurkan kepalanya dan menatap Shikamaru. Pikiran mereka seolah terhubung karena melihat perubahan Ino.

"Jangan berbicara di belakangku." Desis gadis itu nyalang.

Ino membuka pintu ruang pertemuan. Ia memamerkan senyum paling anggun di hadapan para petinggi desa.

"Kau tiba dengan cepat ke gedung ini." Sapanya pertama kali melihat ketika melihat Ino.

Ino membungkukkan badannya kepada para Kage yang sedang duduk berkumpul, lalu berjalan mendekati seseorang sambil tertawa formal.

"Mereka adalah pemimpinku, Tuan Okumura." Ujarnya sambil menundukkan kepala.

"Panggil aku seperti biasa. Bagaimana kabarmu, Ino?" Orang yang bernama Okumura tersebut mendekati Ino dan mencium pipinya.

Semua mata di ruangan tersebut mengerjap dan menahan nafas mereka, ketika disuguhkan sesuatu di luar ekspetasi.

"Sibuk. Dan anda?" seolah sudah terbiasa, Ino tidak terkejut sama sekali dengan tindakan yang dilakukan oleh Okumura tersebut.

"Bekerja seperti biasa." Jawabnya. "Yang jelas, aku membutuhkan bantuanmu saat ini."

Ino melepaskan tas dari tangannya dan meletakkannya pada meja yang berada di sudut ruangan. "Apa yang bisa kubantu, Tuan Shuuji? Sampai kau menemuiku bersama para Kelima Kage yang terhormat."

"Bukan dia, lebih tepatnya kami meminta bantuanmu sebagai Ino Yamanaka." Sahut Kakashi tenang seolah telah mengetahui semua yang terjadi pada dirinya. Tidak ada yang menyadari bahwa saat itu tangan Kakashi mengepal dengan erat.

Ekspresinya berubah, senyumannya berubah, Ino mengerti dia dimintai bantuan sebagai apa.

...

Okumura Shuuji, 30 tahun. Seorang anak keturunan Daimyou dari Negara Kapas. Kabarnya, saat ini ia sedang mencalonkan diri sebagai Daimyo Negara Anggur.

Sesuai dengan peraturan Daimyou, seharusnya ia bisa dengan tenang mendapatkan jabatan tersebut. Tapi, entah masalah apa yang membuatnya datang ke desa Konohagakure dan itu juga melibatkan Kage dari kelima Desa Tersembunyi.

"Aku sudah mendengarnya. Kau mencalonkan diri sebagai Daimyo. Lalu, apa masalahnya? Sesuai dengan peraturan, kau layak untuk mendapatkan jabatan tersebut."

"Dia akan terpilih kalau saja tidak ada rumor ini." Raikage menyerahkan sebuah surat kabar.

"Jadi... kau 'Gay'?" Ino bertanya santai tanpa mengalihkan pandangannya dari surat kabar tersebut.

"Aku tidak Gay!" tolaknya mentah-mentah.

Ino menyadari sesuatu. Ia mengangkat kepalanya dan menatap satu persatu kelima kage lalu kembali ke Okumura Shuuji.

"Ada hubungan apa, kau dengan kelima kage?" tanyanya penuh selidik.

"Ino..." Kazekage ingin menyanggah.

"Aku tidak akan membantu sampai kalian menjawab pertanyaanku."

Ini terasa sangat aneh. Sejak kapan, kage membantu Daimyou dalam masalah pencalonan diri, kalau tidak ada sebuah tujuan bersama yang lebih besar untuk dicapai.

"Kelima Desa Trsembunyi telah sepakat mendukung pencalonan Daimyou Shuuji di Negara Anggur agar dapat bekerja sama pada sektor perekonomian, Nak." Ujar Tsuchikage. "Shuuji-sama telah setuju untuk membagi keuntungan hasil Negara tersebut apabila diperbolehkan memasukkan barangnya ke setiap Negara, Desa Tersembunyi." Lanjutnya lagi.

"Kalian menjanjikan sesuatu, untuk hal yang belum pasti?" Kini Ino nge-lag. Siapa yang bingung disini sebenarnya.

"Negara Anggur merupakan salah satu negara dengan pencapaian ekonomi tertinggi untuk beberapa tahun terakhir. Tetapi mereka tidak memanfaatkannya dengan baik. Apabila kerja sama ini terjadi, maka Negara Anggur bisa mengembangkan sesuatu yang lebih bermanfaat." Shikamaru memainkan frasa seolah Negara Anggur tidak memanfaatkan hasil desanya dengan baik.

"Kami hanya berusaha meletakkan seseorang yang bertanggung jawab pada ranahnya." Kini Mizukage ikut bersuara.

Ino merasa cukup dengan alasan yang diberikan. Ia menganggukkan kepalanya.

Gadis itu kembali menatap Okumura Shuuji dengan pandangan menilai. "Jadi kau tidak gay?" tanyanya kembali dengan lugu, mencoba fokus pada masalah yang ada.

"Aku tidak gay!" Shuuji menyanggah dengan kesal.

"Lalu kenapa kau masih sendiri?" tembak Ino tepat sasaran.

Semua Kage begitu menghormati Okumura Shuuji. Tapi bagi Ino, Shuuji adalah sebuah masalah yang butuh penyelesaian. Semoga ketika ini selesai, Kakashi dan Shikamaru tidak bertanya-tanya mengenai hal yang dia kerjakan di luar desa selain mengemban misi yang diberikan oleh desa.

"Aku masih ingin bersenang-senang. Aku tidak mau berumah tangga." Dalihnya tidak dipercayai oleh Ino.

"Ini bukan hanya masalah berumah tangga. Kau tidak dekat dengan perempuan sepanjang hidupmu." Tutur Ino sambil menatap lurus Shuuji. "Jangan pernah berkata bohong, karena Konoha Press telah menyelidikimu dengan sangat dalam. Itu sebabnya kau datang kepadaku bukan?" kata Ino. "Kau tidak berhubungan dengan perempuan, tidak berkencan, bahkan tidak bercinta dengan siapa pun. Kenapa?" lanjutnya lagi.

"Karena aku tidak tertarik."

"Itu." Ino menekankan kalimat. "Itulah masalahnya. Kau dirumorkan gay karena tidak tertarik dengan seorang perempuan. Sedangkan, seorang laki-laki normal berusia 30 tahun tidak mungkin tidak jatuh cinta pada seseorang. Jadi, katakan kepadaku apa yang kau sembunyikan. Siapa orang tersebut." Atmosfer ruang pertemuan menjadi sangat dingin. Untuk pertama kalinya, Ino mengeluarkan pendapat dengan bebasnya di gedung Hokage. Biasanya, ada satu-dua kalimat yang ia tahan agar tidak menjadi masalah.

Okumura Shuuji mengembuskan nafasnya dengan kasar. "Dia Ibuku. Aku mencintai ibuku."

Seperti ada sebuah petir menyambar di sekitar ruangan, Ino dan para Kage beserta Shikamaru menahan nafasnya. Terlalu terkejut.

Ini lebih buruk daripada yang Ino pikir. Ia tahu, bahwa yang menjadi seorang Nyonya Daimyou dari Negara Kapas saat ini bukanlah Ibu kandung Okumura Shuuji. Dia adalah ibu sambung yang pernah bekerja sebagai pengasuh Okumura Shuuji.

Raikage menggebrak meja saat mendengar pengakuan itu. "Aku tidak bisa menerima ini! Kau lebih menjijikkan daripada para penjahat yang ada! Kau mengkhianati keluargamu sendiri!" untuk kali ini, para Kage menyetujui dalam hati.

"Tenangkan Raikage, atau bawa dia keluar sebelum Shuuji habis kesabaran." Bisiknya pada Shikamaru.

Shikamaru bergerak cepat menahan Raikage. Sangat disayangkan para pendamping Kage tidak diperbolehkan masuk agar tidak banyak orang yang mengetahui informasi ini.

"Itu bagus." Sahut Ino mendapatkan tatapan tidak setuju dari para Kage. "Itu lebih mudah. Akhiri sekarang."

"Apa? Tidak! Aku tidak bisa."

Ino tidak menerima alasan. Ia menatap Shuuji dengan tajam.

"Gay, aku bisa menerimanya. Gay, aku bisa dipilih. Gay, aku bisa sukses. Beri aku waktu 10 tahun lagi dan aku bisa membuatmu menjadi Daimyo gay. Tapi mencintai ibu sambungmu sendiri, itu akan menjadi rahasia yang memalukan. Dunia berubah setiap harinya, zaman terus berkembang. Media berita akan semakin berinovasi dalam mengembangkan teknik mencari berita. Reputasimu akan terancam apabila kau tidak memiliki kekasih. Orang tidak suka lelaki tanpa kepastian dan orang sangat suka meromantisasikan sebuah hubungan dalam bentuk pekerjaan dan kepemimpinan." Ino menarik nafasnya, sebelum memuntahkan ucapannya lagi. "Shuuji, kau bukan Kage dari desa Ninja. Kau seorang Daimyou yang diharapkan mampu memajukan sebuah Negara." Ino memberi pengertian eksplisit mengenai perbedaan Daimyou dan Kage.

"Aku tidak bisa. Kau tidak berhak ikut campur dalam urusan pribadi keluarga—" Shuuji tahu, tatapan yang Ino tunjukkan adalah tatapan tidak ingin dibantah dengan alasan apa-pun.

Jadi, dia berkata. "Tidak bisa. Sudah terlambat."

"Kenapa?"

"Karena aku mencintainya. Di hari ayahku menikahinya 15 tahun lalu, aku menyadarinya. Seharusnya aku menggagalkan pernikahan mereka. Seharusnya, aku mengatakan kepada ayahku bahwa aku mencintainya. Kadang aku penasaran bagaimana jika saat itu aku mengatakannya." Ino sudah memasang wajah jelek, mencoba tidak mempercayainya.

"Awalnya kami menyangkal. Karena itu sebuah reaksi alami. Berpura-pura tidak terjadi, dan menganggap semuanya baik-baik saja. Kemudian berkembang dengan kami bercinta di lemari kamar saat makan malam bersama. Ayah mencintainya. Dia istrinya dan juga ibuku. Dia dan aku, kami memiliki perasaan yang sama. Mungkin aku lebih banyak, tapi itulah yang kami miliki."

Mau tahu bagaimana reaksi Ino ketika mendengarnya? Rasanya seperti seseorang melemparkan seonggok sampah ke wajahnya. Begitu menjijikkan. Ia marah. Kemarahan membuat tubuhnya kaku dan perasaan tidak terdefinisi lainnya menyeruak masuk ke dalam hatinya.

Inilah kenapa, Ino tidak lagi mau mencoba pekerjaan ini sekembalinya ke desa. Menjaga semua rahasia kotor orang bukanlah pekerjaan yang menyenangkan.

Ino, ketika berada di luar desa mengambil pekerjaan lain sebagai pemecah masalah. Ia membereskan kekacauan yang orang lain perbuat mau secara baik ataupun buruk. Kliennya kebanyakan para Daimyou dan pemangku kekuasaan politik lainnya.

"Kau tidak memiliki apa pun." Ujarnya setelah terdiam lama. "Kau hanya punya setumpuk rahasia dan kebohongan, dan kau memanggilnya dengan cinta. Sementara itu kau membiarkan seluruh hidupmu berlalu begitu saja selagi orang tuamu mengasuh adik-adikmu, merayakan ulang tahun pernikahan mereka dan menua bersama. Kau terpaku dalam waktu, kau menahan nafasmu, kau diam membatu menunggu sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Hidup untuk momen-momen curian di lorong rumah dan lemari.. kau terus meyakinkan dirimu bahwa itu akan menjadi nyata karena dalam pikiranmu itu harus terwujud, tapi tidak. Itu tidak akan pernah terwujud karena momen curian bukanlah kehidupan. Jadi, kau tidak punya apa-apa. Kau tidak punya siapa-pun. Akhiri sekarang." Pinta Ino tegas.

Perkataan itu bukan hanya untuk Shuuji, tapi juga untuk dirinya sendiri. Ino seperti berusaha menyadarkan dirinya, bahwa hidupnya akan sia-sia apabila tetap terus mengejar Sasuke.

Ia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan Itu, karena Ino tidak pernah berjuang seperti Sakura. Ia harus bergerak maju, tidak boleh terpaku pada waktu.

"Kau wanita yang sangat kejam." Cibirnya halus. Shuuji tidak bisa lagi membantah ucapan menohok Ino. Lebih tepanya ia tidak bisa menyanggah karena semua ucapan Ino adalah kebenaran.

Seulas senyum tercipta di bibir Ino. "Kau memintaku sebagai Ino Yamanaka, bukan sebagai ninja." Ujarnya yang telah mendekat kepada Shuuji. "Jadi, kau mendapatkannya. inilah Ino Yamanaka."

Ino berbalik mengambil tasnya dan bergegas untuk pergi.

"Kalau begitu bantu aku. Menyelesaikan semua masalah politik ini. Bantu aku untuk mengembalikan reputasi baikku." Shuuji kembali menahannya.

"Itu mudah. Menikah. Kau itu kosong dan carilah seseorang yang bisa mengisi kekosongan itu."

Ino berjalan pergi keluar. Langkahnya terhenti saat ia iseng mengaktifkan jutsunya untuk melupakan masalah yang ada di ruang pertemuan tadi. Suara berisik yang mengisi kepalanya, membuatnya tenang.

Sampai, ada satu suara yang begitu mengenalnya memanggil nama Ino dengan begitu lirih.

"Sakura?" Ino menggigit lidahnya. Ada sedikit keraguan ketika menyebutkan nama itu.

"Ino... tolong aku."

Sepertinya, Tora harus bersabar lebih lama lagi.

.

.

.

Ino sama sekali tidak mengira kalau Sakura meminta tolong kepadanya. Sakura adalah wanita yang mandiri, ia disegani oleh petugas rumah sakit karena keterampilannya yang gemilang. Mendengar suara Sakura yang begitu sendu memanggil namanya membuat Ino bertanya-tanya.

Menenteng dua buah paper bag berbeda warna, Ino memasuki kawasan Rumah Sakit Konoha dengan nyaman. Dulu, ia pernah belajar ilmu medis agar berguna untuk teman satu timnya. Tapi sekarang, sepertinya ia tidak begitu tertarik dengan dunia medis. Makanya itu Ino menolak saat Shizune memintanya bekerja di tempat tersebut.

"Sakura?" Ino mengetuk ruang kerja Sakura dan membuka pintunya sedikit melihat ke dalam.

Kosong.

Sampai sebuah tangan terlihat dari balik meja.

"Di sini." Jawabnya lirih.

Ino masuk, menutup pintu dan mendekati meja tersebut. Ia sedikit tercengang dengan penampilan kusut Sakura yang terduduk di lantai. Air mata yang menetesi kedua pipi, mengacaukan riasannya.

"Tidak ada yang melihatmu bukan? Naomi? Shizune-san? Atau bahkan Tsunade-sama?" tanya Sakura terbata-bata. Tubuh perempuan itu bergetar ketakutan.

"Aku berhati-hati. Tidak ada yang melihatku." Ino berujar dengan iba.

"Aku minta maaf karena mengganggu waktumu, Ino. Aku tahu kau sedang banyak mengurusi masalah desa, Tora dan Kage. Kau bahkan diminta secara langsung oleh mereka." Ujar Sakura berusaha tersenyum, namun tidak bisa. Raut ketakutan terus menghiasi wajahnya.

Ino jongkok, menyamakan posisinya dengan Gadis berambut merah muda tersebut. "Aku selalu punya banyak waktu, Sakura."

"Aku tidak akan memanggilmu kalau aku tidak merusak pakaianku." Ujarnya was-was. "Aku melihatnya, Ino. Aku melihat Gaara di sini. Dia datang kepadaku untuk melakukan Medical Check Up seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tersenyum dan entah kenapa aku masih bisa bersikap dengan tenang, aku dapat mengendalikan diriku. Tapi itu tidak lama karena aku beralasan untuk ke kamar mandi. Semua di luar kendaliku, aku muntah sehingga mengenai pakaianku. Biasanya, aku membawa pakaian ganti karena terbiasa untuk lembur. Tapi aku lupa bahwa hari ini aku ada janji dengan Sasuke-kun sehingga aku tidak membawa pakaian ganti satu pun. Aku tidak bisa keluar dengan memakai pakaian kotor. Jadi, apa kau membawa pakaianku?" untuk pertama kalinya, Ino melihat Sakura yang kebingungan. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, ia yakin ini sangat buruk. Sakura tidak pernah berbicara dengan tidak jelas, sekalipun ia menghadapi masalah yang berat.

"Aku membawakanmu dua pakaian yang sangat bagus untuk dipilih." Ino berkata dengan pengertian. Ahh, rasanya Ino ingin menangis melihat Sakura yang menangis begini.

Ino menyunggingkan senyum tipisnya berusaha untuk memberikan kekuatan.

"Sakura."

"Apa yang harus aku lakukan, Ino. Aku berbuat salah, aku berbuat dosa. Kami berbuat dosa, Ino." Tubuh Sakura bergetar panik dan semakin menutupi badannya ke dalam lutut.

"Kau kena—"

Sakura mendongak dan berusaha menghapus jejak air matanya. "Aku hamil dan itu anaknya Gaara."

Mata Ino membulat tidak percaya. Bukankah Sakura sangat mencintai Sasuke? Terus kenapa dia mengkhianati—

"Itu sebuah ketidaksengajaan." Potongnya cepat. "Kau tahu rumah sakit mental yang aku bangun?" Ino mengangguk. "Sunagakure berencana membuatnya dan aku pergi ke desa itu untuk membahas rancangan sekaligus pendanaannya. Kami bekerja sampai tengah malam dan tanpa sadar kami melakukannya. Aku dan Gaara hanya terlalu lelah. Dan sekarang aku hamil. Aku tidak mencintainya Ino. Aku harus bagaimana?" Sakura menangis tanpa mengeluarkan suara. Ia begitu ketakutan.

Pada waktu ini, memiliki anak tanpa seorang ayah adalah aib yang sangat buruk untuk keluarga. Seperti sebuah kutukan yang sedang menunggu karma.

"Jika Kakashi tahu..."

"Tidak. Kakashi-sensei adalah pria bagimu. Tapi bagiku, dia tetaplah seorang guru dan Hokage. Pemimpin tertinggi di desa ini. Dia adalah sebuah ide dan gagasan untuk membuat perdamaian dunia. Aku tidak bisa mengacaukan kerja sama antara Konoha dan Suna. Perdamaian ini adalah impian kita, Ino."

"Aku tahu kau sedang berusaha bersikap rasional dan aku mengerti alasannya. Tetapi, kau tidak bisa berpura-pura ini baik-baik saja. Ini tidak baik, Sakura."

"Kalau Konoha atau Suna keluar dari aliansi, maka semua akan kacau. Aku tidak ingin kemenangan kita atas perang kemarin menjadi hancur karena aku."

"Apa dia memperkosamu?" ujar Ino tiba-tiba.

"Ya?"

"Apa Gaara memperkosamu?" tekannya sekali lagi.

Sakura menggeleng kuat. "Tidak, aku bahkan ragu kalau dia mengingatnya."

"Lalu kenapa kau begitu ketakutan? Kau bisa berbicara dengannya secara pribadi."

"Aku tidak mencintainya, Ino. Aku tidak bisa kalau harus mengkhianati Sasuke-kun. Dan bagaimana kalau dia tidak mempercayai apa yang aku katakan? Aku hanya akan menanggung malu."

"Itu tidak masuk akal, Sakura Haruno! Kalau Gaara menyangkal kau bisa membuktikannya. Kau itu seorang Dokter. Kau mengenal yang namanya tes DNA. Aku..."

Ino diam. Sakura menundukkan kepalanya. Ini tidak ada habisnya. Sakura hanya membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya tidak pergi dari Sasuke. Dia memang tidak mengatakannya, dan Ino hanya perlu mencari tahu.

"Sakura... lihat aku." Panggilnya tegas. "Apa yang kau inginkan."

"Ino, jangan. Kau tidak boleh."

"Apa yang kau ingikan?"

"Aku tidak bisa meminta bantuanmu. Kau harus menangani Tora."

"Apa yang kau inginkan?"

"Solusi. Aku membutuhkan solusi agar aku tidak mengkhianati Sasuke-kun." Benar bukan apa yang dipikirkan oleh Ino. Semua hanya tentang Sasuke Uchiha.

"Aku punya tiga pilihan dan kau tidak harus mengambilnya karena ini terlalu berisiko."

Sakura diam menunggu Ino melanjutkan ucapannya.

"Aborsi."

"Kau akan menggugurkan anak dari Kazekage Gaara."

"Kau menggugurkan seorang anak yang memiliki masa depan sebagai calon Kazekage Negara Angin."

.

.

.

TBC


Note's:

Komentarnya dong, banyak-banyak. Aku butuh beberapa saran.

Apakah ini alurnya terlalu lambat?

Apakah kalian bosan dengan cerita ini?

Atau, kalian tidak suka dengan ceritanya?

Mungkin kalian bosan karena terlalu banyak masalah yang datang sebelum ke inti cerita.