Disclaimer: Bukan punya saya.
Warning: Dark, medieval fantasy world. Latar tempat mengambil dari The Witcher. Lore gabungan dari Goblin Slayer dan The Witcher. 3 crossover.
Chapter 1
Raynare lahir di desa kecil bernama White Orchard. Ibunya merupakan pekerja seks komersial di satu-satunya bar yang ada di desa ini. Ia tak pernah tahu siapa ayahnya. Setiap kali gadis itu bertanya, ibunya selalu menjawab terlalu banyak laki-laki yang menidurinya. Mungkin salah satu dari mereka. Saat Raynare berusia 15 tahun, ibunya meninggal dunia karena penyakit kelamin yang ia derita. Meninggalkannya seorang diri untuk bertahan hidup di dunia ini.
White Orchard hanyalah desa kecil di perbatasan . Dipimpin oleh bangsawan rendah yang tinggal di satu-satunya benteng tua dekat sungai. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani gandum. Tidak banyak pilihan pekerjaan yang tersedia di sini membuat Raynare mengambil jalan yang sama seperti ibunya. Lagi pula dia tidak memiliki keahlian apa pun selain ilmu untuk menyenangkan laki-laki hasil didikan ibunya.
Raynare tidak pernah merasa diterima di desa ini karena status ibunya sebagai orang luar. Penduduk desa tidak pernah peduli padanya. Saat ia kecil, gadis seangkatannya selalu mengerjainya sementara anak laki-laki memperkosanya. Bukan hanya mereka saja, bahkan orang dewasa terkadang menyeretnya ke luar desa dan melakukan hal yang lebih gila dibandingkan para anak laki-laki.
Raynare paham dengan jelas bahwa dia bukanlah orang terhormat maupun orang suci. Ia terlahir dari darah yang hina dan akan selamanya hidup dalam jalur itu. Raynare hanya ingin bertahan hidup selama mungkin dan berharap dapat memperbaiki kehidupannya suatu hari nanti.
Raynare adalah wanita cantik yang memiliki tubuh indah secara alami. Itu sebabnya gadis seangkatannya terus menjahili karena iri sementara laki-laki memanfaatkan tubuhnya. Meski ia diperkosa sebanyak yang ia ingat, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak ada yang cukup peduli untuk membelanya.
Menjadi pekerja seks komersial selama 5 tahun membuat pemikiran dan sudut pandangnya berubah. Ia tidak lagi mengenal apa itu 'harga diri seorang wanita'. Rasa malu ketika menunjukkan area intimnya sudah terkikis sejak kecil. Kadang Raynare berpikir apa yang bisa dibanggakan sebagai seorang wanita? Ia sudah sampai pada tahap akan menyerahkan tubuhnya asal dibayar.
Selama 5 tahun itu juga Raynare telah ditiduri oleh banyak jenis laki-laki, mulai dari musafir biasa, tentara, sampai para petualang yang sesekali mengunjungi White Orchard untuk beristirahat. Ia mendapatkan uang dari 'menyenangkan' mereka.
Mereka yang dimaksud adalah orang dari luar desa. Para laki-laki di desa ini selalu menggunakannya secara gratis dengan dalih sebagai biaya sewa tinggal di desa mereka. Raynare tak ingin berseteru apalagi mereka jauh lebih kuat secara fisik. Pernah sekali ia menolak dan mencoba memberontak tetapi akhirnya wajahnya babak belur dan butuh waktu berminggu-minggu untuk pulih. Selama itu juga ia tidak mendapatkan pemasukan yang membuatnya menderita kelaparan.
Kini umurnya sudah menginjak 20 tahun. Wajahnya kian cantik, tubuhnya langsing dan rambut hitamnya tergerai. Di malam yang penuh bintang, Raynare duduk sambil menulis diary di buku yang dibelinya 5 tahun lalu. Wanita itu hanya menulis kesehariannya sebagai pekerja seks komersial dan berapa laki-laki yang menggunakan tubuhnya. Itu saja, ia tak memiliki momen indah untuk ditulis dan diabadikan. Hanya seks yang menemani kesehariannya.
Raynare menutup buku itu dan menyimpannya di laci. Menjatuhkan tubuhnya di tumpukan jerami yang beralaskan kain tipis setelah mematikan api penerangan. Ia kemudian tertidur lelap sambil mengharapkan esok akan ada sesuatu yang berbeda.
Ia tinggal di gubuk reyot dekat sungai cukup jauh dari desa. Kawasan ini sebenarnya tidak aman karena dekat dengan sarang monster seperti goblin maupun ghoul.
Goblin adalah monster kerdil dengan kulit berwarna hijau dan memiliki kecerdasan rendah. Ia selalu meneror desa dan menjarah makanan serta menculik wanita. Pernah sekali kejadian kawanan goblin menyerang desa, mengambil hewan ternak dan beberapa wanita yang sedang bekerja di ladang. Penguasa setempat merespon dengan membuat permintaan ke guild petualang di kota terdekat dan beberapa hari kemudian sekelompok petualang datang untuk menjalankan quest. Pada akhirnya hanya satu dari mereka yang selamat. Para wanita yang diculik sebelumnya telah mati.
Sementara ghoul adalah monster dengan kecerdasan setara hewan. Makanan utama mereka adalah mayat. Konon katanya bekas medan perang adalah sarang utama dari ghoul karena mayat-mayat dari prajurit yang mati memicu kedatangan ghoul.
Bagaimanapun, Raynare tidak pernah melihat monster sepanjang hidupnya. Ia tak pernah keluar desa dan saat penyerangan goblin dirinya sedang berada di bar.
Raynare memulai hari dengan bangun jam 12 siang. Membersihkan tubuhnya di bak mandi kayu atau bathtub setelah mengambil air di sungai. Mandi adalah hal mewah untuk sebagian besar rakyat biasa. Meski begitu pekerjaannya menuntut untuk selalu tampil bersih agar menarik perhatian laki-laki. Setelah mandi, ia sarapan dengan roti sisa kemarin dan pergi ke desa untuk memulai harinya.
Sebenarnya bukan ia satu-satunya orang luar di desa ini. Ada Willis contohnya, seorang dwarf yang telah hidup selama 50 tahun di White Orchard sebagai tukang besi atau blacksmith. Ada juga Tomira yang berprofesi sebagai herbalist. Ia cukup dihargai di sini karena keahliannya dan telah banyak menyembuhkan orang yang terluka.
Jalan menuju ke bar searah dengan lokasi blacksmith Willis. Secara personal Raynare jarang berinteraksi dengan Willis karena ia adalah seorang dwarf. Willis juga tidak pernah melakukan tindakan apa pun terhadapnya. Namun, sekarang ia ingin berbicara dengan dwarf itu.
Raynare menghampiri Willis yang sedang menempa pedang dan duduk di bangku kayu terdekat. Dwarf tersebut melirik sebentar ke Raynare kemudian mengalihkan pandangannya lagi pada pedang yang ditempa.
"Ada yang bisa kubantu?" Willis bertanya layaknya pedagang yang kedatangan pembeli.
"Tidak. Aku hanya mampir saja." Raynare menjawab.
"Jika tidak ada urusan maka pergilah! Aku sedang sibuk di sini."
Mendapatkan pengusiran tak membuatnya takut. Ia tetap duduk sambil memperhatikan Willis yang menempa sisi tajam pedang itu. "Jangan tempramen seperti itu, dwarf. Aku hanya ingin mengobrol denganmu."
"Aku terlalu sibuk untuk meladenimu." Willis sepertinya tidak berniat untuk terlalu dekat dengan manusia.
Raynare hanya acuh. Ia memikirkan topik apa yang cocok untuk memulai percakapan. "Katakan padaku, kau berasal dari mana? Ibuku pernah berkata bahwa kau sudah puluhan tahun hidup di desa ini."
Willis menatap sinis. "Apa itu penting untukmu?"
"Tidak juga, hanya penasaran."
"Cih. Aku berasal dari Oxenfurt."
Raynare tersenyum. "Maksudmu kota yang dijuluki sebagai kota pendidikan itu? Kota yang banyak melahirkan scholar terkenal."
"Ya ya, terserah apa katamu."
"Lalu kenapa kau pindah ke sini? Ke desa kecil ini."
"Itu bukan urusanmu."
Raynare terdiam. Mencari topik lagi. Namun, ia sudah kehabisan pertanyaan. Wanita itu sudah tahu informasi umum tentang Willis dan jika ia mengajukan pertanyaan yang agak pribadi maka Willis menolak untuk menjawab. Seperti tadi. Mata ungunya menatap kosong pada besi yang ditempa. Pikirannya tertuju pada satu kota, Oxenfurt.
Hidup selama 20 tahun di desa ini bagaikan siksaan neraka sekaligus kenikmatan surga di saat bersamaan. Maksud dari kenikmatan adalah Raynare selalu berusaha untuk menikmati pekerjaannya. Kadang ia mendapatkan pelanggan tampan dan menikmati setiap sentuhannya. Kadang atau mungkin hampir setiap hari ia mendapatkan pelanggan laki-laki yang jorok dan bau. Itu tidak membuatnya senang, tetapi ia harus dituntut untuk terlihat menikmati permainan mereka. Dari sana Raynare mulai belajar menikmati setiap jenis laki-laki yang berhubungan dengannya. Terlepas ia tampan atau tidak sebagai bentuk profesionalitas.
Sedetik kemudian Raynare mendapatkan ide. Ia ingin hidup lebih baik dan cara pertama adalah keluar dari desa ini. Mengadu nasib di kota besar sepertinya adalah kesempatan bagus. Orang kota tentunya akan lebih bersih dan kaya. Wanita itu cukup percaya diri dengan wajah dan bentuk tubuhnya serta fakta bahwa ia adalah wanita tercantik di desa ini. Belum lagi pengalamannya selama 5 tahun akan dengan mudah mendapatkan pelanggan tetap di sana.
Raynare menganggukkan kepala. Sepertinya rencana telah dibuat.
"Willis, bagaimana aku bisa pergi ke Oxenfurt?"
Dwarf itu menatap Raynare dengan heran dan menghentikan pekerjaannya. "Kau ingin pergi ke kota?"
Wanita itu mengangguk.
"Sebaiknya lupakan saja. Kota tidak cocok untuk gadis desa sepertimu."
Raynare tidak senang. "Jangan menasehatiku! Aku bisa hidup mandiri dengan caraku sendiri!"
"Dengan cara menjajakan tubuhmu? Oh ya benar sekali. Like mother like daughter ."
Raynare sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Willis karena itulah faktanya. Ia hidup dengan menjajakan tubuhnya. Ia tahu itu dan sadar akan hal itu. "Semua orang punya cara hidup masing-masing dan aku bangga dengan diriku yang sekarang. Aku hanya ingin mencari kehidupan yang lebih baik dan pergi ke kota adalah satu-satunya cara. Mereka pasti akan membayarku lebih mahal."
Hidup sebagai pelacur lebih baik dibandingkan menjadi budak. Ia sudah beberapa kali mendapatkan pelanggan pedagang budak dan melihat betapa memprihatinkannya para budak dirantai lehernya seperti binatang. Ternyata ada yang lebih menyedihkan dari kehidupannya. Oleh sebab itu ia selalu bersyukur dengan keadaannya yang sekarang meski ia tahu ia sudah tak punya harga diri sebagai wanita.
Willis kembali menatap wanita cantik tersebut. "Jika kau ingin kehidupan lebih baik, kenapa kau tidak menjadi adventurer saja?"
Seorang petualang. Raynare telah melihat beberapa petualang ini. Orang yang dilapisi oleh armor dan membawa senjata. Mereka bekerja untuk menyelesaikan quest seperti membunuh monster. Tentu saja petualang identik dengan kata 'kuat'.
Raynare menjawab. "Aku ini hanya pelacur. Keahlianku adalah membuat laki-laki puas di ranjang. Bukan yang ahli sihir atau mengayunkan pedang. Mustahil bagiku menjadi petualang."
Willis berbaik menuju tungku api untuk memanaskan pedang itu. "Tidak ada syarat khusus untuk menjadi petualang sejauh yang aku ingat. Satu-satunya syarat adalah minimal berusia 15 tahun. Lagi pula menjadi adventurer tidak selalu berburu monster atau bandit. Peringkat rendah sering kali hanya mengambil pekerjaan serabutan seperti quest membersihkan ladang dan sebagainya. Kau tidak perlu ahli pedang untuk melalukan itu."
Ini informasi baru bagi Raynare. Jadi guild menerima semua permintaan dan akan menyerahkannya pada para petualang sesuai peringkat mereka. Jika pekerjaan serabutan Raynare masih sanggup melakukannya dan mungkin bayarannya akan lebih mahal dari menjadi pelacur.
"Terdengar kesempatan bagus. Kalau begitu aku akan mencoba jadi petualang. Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana aku bisa sampai ke Oxenfurt?"
Willis menatap Raynare agak lama. "Jika kau berjalan dari sini maka akan butuh waktu 10 hari. Itu belum termasuk resiko monster dan bandit. Jika memakai kuda atau gerobak mungkin 3 sampai 4 hari. Kau bisa menumpang di gerobak pedagang yang menuju ke sana atau siapa pun itu. Saranku jika kau benar-benar ingin pergi ke Oxenfurt maka kesempatan terbaikmu adalah pergi bersama rombongan tentara. Mereka akan pergi ke kota bulan depan untuk menyetor pajak. Bersama tentara cenderung lebih aman dari serangan bandit."
Willis ada benarnya. Tentara lebih berpengalaman dalam bertarung. Kesempatan untuk bertahan hidup di perjalanan meningkat drastis. "Saran yang bagus. Terima kasih, Willis. Apa ada saran lain untuk jadi petualang?"
"Meskipun kau tidak bisa bertarung, tapi penting untuk memiliki senjata dan armor."
Raynare setuju dengan dwarf itu. "Kalau begitu bisakah kau membuatkanku satu set lengkap armor dan senjata sebelum aku berangkat?"
Willis membusungkan dadanya. "Tentu saja bisa. Jenis armor apa yang ingin kau buat?"
Raynare terdiam sesaat. "Aku tidak tahu. Aku buta soal persenjataan. Aku serahkan semuanya padamu."
Willis memperhatikan tubuh Raynare dengan seksama. "Menilai dari bentuk tanganmu, kau tidak bisa mengayunkan sebuah pedang. Tidak banyak otot di sana. Pilihan terbaik adalah belati. Kemudian armor yang paling cocok untukmu adalah jenis light armor."
"Baiklah, aku ambil yang itu. Berapa koin yang harus kubayar?"
"Semuanya 250 florens."
Raynare melebarkan matanya. "Itu terlalu mahal. Bisakah kau menurunkannya?"
Willis menggeleng dengan tegas. "Aku tidak bisa berkompromi soal uang."
Raynare mendecak. "Dasar kaum mata duitan." Detik berikutnya ia mempunyai ide. Raynare berdiri dan menghampiri Willis, sedikit berjongkok kemudian merangkulnya. Jemarinya meraba-raba pangkal paha Willis. "Bagaimana kalau kau memberikan potongan 50 florens dan aku akan menghangatkan kasurmu setiap hari sampai bulan depan?" Raynare berkata tepat di dekat telinga dwarf itu dengan suara seksi.
Willis menghela napas lalu mendorong wanita itu agar menjauh. " Aku tidak tertarik dengan wanita manusia. Aku hanya ingin koin."
Raynare kesal dengan rencananya yang gagal. "Baiklah, 250 florens. Deal."
Setelah itu Raynare pergi ke bar dengan perasaan gembira. Satu bulan ini ia akan mencari uang sebanyak-banyaknya untuk bekal di kota nanti. Raynare memiliki tabungan sebanyak 500 florens selama 5 tahun bekerja sebagai pelacur. Uang yang banyak jika dibandingkan dengan penduduk yang lain. Terima kasih kepada keahliannya dalam managemen uang.
Waktu tak terasa hingga satu bulan kemudian.
Hari ini adalah pagi yang cerah di musim semi. Di gubuk reyot tempat Raynare tinggal, wanita itu sedang sibuk mengemasi barang-barang. Tidak banyak barang yang ia miliki sebenarnya, hanya beberapa pakaian 'minim bahan' dan buku diary. Cukup satu tas untuk menampung semuanya.
Kemarin lusa Raynare telah mengajukan permintaan ke pimpinan tentara yang menjaga desa ini untuk menumpang ke Oxenfurt. Mereka mengizinkannya dengan biaya 50 florens termasuk makanan. Bukan kesepakatan yang buruk dan ia menyetujuinya.
Dan hari ini adalah jadwalnya untuk meninggalkan desa. Ia sudah tidak sabar untuk keluar dan melihat dunia. Membuat hatinya berdebar-debar kegirangan. Armor dan senjata yang dipesan sudah selesai seminggu lalu. Raynare memakainya hari ini.
Bagian atas armor itu hanya melindungi sepasang payudaranya. Menampilkan perut putih dan lehernya yang mulus. Sementara bagian bawahnya adalah celana pendek hitam yang terbuat dari kulit dan berlapis jaring besi sebagai pengaman. Juga sabuk yang memiliki kantung di sisi pinggang kanan dan kiri untuk menyimpan sesuatu. Sepatunya adalah sepatu boat kulit berwarna hitam hingga lutut.
Armor yang melindungi payudaranya berasal dari campuran besi dan mithril berwarna perak. Sementara belatinya terbuat dari mithril murni yang membuatnya ringan dan tajam. Raynare menyimpan senjata itu di belakang pinggulnya. Hampir setiap malam ia mencoba mengayunkan belati tersebut berharap terbiasa menggunakannya.
"Persiapan telah selesai. Sampai jumpa Whiter Orchard. Mungkin aku akan mampir ke sini sebagai seorang petualang." Raynare bergumam sambil melihat kalung warisan ibunya.
Dengan begitu Raynare menghampiri rombongan tentara dengan karavan mereka yang berisi gandum. Tak lama kemudian mereka pergi menuju Oxenfurt.
Bersambung
AN: Kuharap kalian menikmati cerita ini.
