HenXiao


Summary:

Semua bermula dari kedua orangtua Hendery yang pulang dengan seorang gadis asing ke rumah.

Hingga timbul keributan yang menyeret nama Xiaojun di dalamnya.


"Mommy pulang!" Ten berseru memasuki rumah besarnya bersama sang suami.

"Mom?"

Johnny—suami dari Ten—menghampiri si putra sulung. "Dia Hasun. Untuk sementara dia akan tinggal di sini."

"Kenapa?"

"Hendery? Ada apa dengan wajahmu? Mom tidak suka." Ten mengoreksi mimik muka Hendery yang terlihat tak suka pada gadis bernama Hasun.

"Kemarilah, Hasun! Akan kutunjukkan kamarmu."

"MOM!"

Ten menatap si bungsu yang sebelumnya hanya diam kini berteriak padanya.

"Kenapa, Haechan?"

"Siapa dia? Kenapa dia harus tinggal di rumah kita?"

"Ini rumah milik Dad dan Mom, kami cukup punya hak mengijinkan siapa yang boleh tinggal dan tidak."

"Tapi dia orang asing!"

Johnny terkejut mendapati reaksi kedua anaknya. Ia menatap Ten sekilas, menyadari ada sesuatu yang tidak tepat—penolakan yang ditunjukkan terlalu jelas.

Sedang Hasun yang menyadari dirinya menjadi sumber keributan segera menarik tangannya dari genggaman Ten. "Tuan, aku pulang saja. Tidak apa, besok pagi aku bisa datang ke panti lagi."

"Lalu jika kau baru ke panti besok pagi, ke mana malam ini kau akan tidur jika tidak di sini?"

Hasun terdiam. Jujur ia tak punya tempat lain untuk menginap selain panti. Hanya panti yang sebelumnya selalu jadi tempat untuk pulang.

"Benar, kan? Tidak ada tempat lain selain di sini."

Yang ditanya hanya mengangguk singkat dengan takut menatap dua keturunan Seo.

"Kamar untukmu tidur sudah disiapkan. Ayo, kuantar!"

"Mom!" Hendery berteriak memanggil ibunya yang kini terus berjalan menuju lantai dua dan mengabaikannya.

"Dad? Sungguh setuju melihat Mom membawa gadis asing?"

"Kami tidak sejahat itu membiarkan dia berada di jalanan saat malam. Sangat berbahaya."

"Bagaimana jika dia yang membahayakan? Dia bisa saja salah satu komplotan dari perampok."

"Apa dia terlihat seburuk itu di mata kalian?" Johnny bertanya dengan kecewa. "Kalian terlalu terbiasa dengan hidup mewah, hingga lupa banyak orang seperti Hasun di luar sana." Johnny berujar sembari berlalu.

Ia memiliki alasan menyetujui istrinya untuk menawarkan Hasun menginap malam ini. Gadis itu terlihat menyedihkan, dengan lambung bermasalah yang sudah tak diisi selama dua hari. Tak ada tempat untuk tidur, hanya duduk di tepian pintu kamar mandi pasar. Ia masih ingat Hasun begitu lahap memakan sup berisikan daging di salah satu kedai langganan Ten beberapa waktu lalu.

"Hasun, pesanlah! Jangan hanya dilihat,"

"Tapi maaf, aku tidak tau harus pesan yang mana."

"Pesan apa pun yang kau inginkan,"

Hasun menatap Ten sungkan.

"Kau harus makan untuk isi tenaga. Kau baru saja keluar dari rumah sakit." Ten menatap pada bekas tusukan jarum di tangan kurus Hasun.

"Makan, Hasun. Perjalanan kita masih sedikit jauh. Jika tidak diisi sekarang, kau bisa kelaparan nanti."

Johnny masih ingat Hasun begitu berbinar menatap hidangan yang dipilihkan Ten datang tepat di depannya. Seolah Hasun belum pernah melihat hidangan tersebut seumur hidupnya.