Aku Hinata Hyuuga.

Aku baru menginjak 19 tahun.

Hidupku kelam. Tidak ada yang membuatku bahagia.

Aku punya keluarga namun aku seakan sendirian.

Aku tidak memiliki siapapun untuk ku berbagi rasa.

Setiap hari aku lewati dengan perasaan dingin.

Aku tak memiliki teman. Apalagi sahabat.

Aku tak suka keramaian. Aku pun tak suka semua orang yang memandangku. Memperhatikan ku. Bahkan hanya untuk sekedar keluar dari rumah saja aku perlu mengendap. Jika waktu senja ataupun gelap malam. Aku baru berani keluar.

Aku lebih suka tak terlihat. Namun bukan berarti aku mau sendiri seperti ini.

Dalam hidupku. Aku tidak punya arah dan tujuan. Tidak memiliki apapun untuk menjadi semangat ku menjalani hidup.

Karena itu setiap harinya ku lalui dengan begitu saja.

Diam.

Aku bisa dari pagi sampai malam hanya memainkan ponsel saja.

Terkadang itu membuat ku prustasi.

Karena aku tak memiliki kegiatan apapun.

Dirumah pun tak ada satupun yang berusaha mengubahku.

Sedangkan aku tak bisa merubah diriku sendiri. Kebiasaanku.

Aku bahkan terkadang lupa untuk makan. Bagiku jika perutku lapar baru aku bergerak mencari makan.

Itulah aku. Tak berguna. Beban bagi semua orang.

Aku tahu ibuku sedih melihatku.

Namun ia pun tak berani mengaturku.

Aku tidak dekat dengan orang tuaku.

Dahulu aku selalu dibanding bandingkan dengan kakak ku.

Atau mungkin sampai saat ini.

Kakak ku baik. Tapi dalam hatiku, aku membenci nya. Dia tidak salah.

Hanya saja diriku yang tidak bisa menerima kesempurnaan nya.

Dia adalah kebalikan ku.

Pintar. Percaya diri. Dan membuat seluruh keluarga bangga.

Sementara aku. Bodoh. Insecure. Dan tidak ada satupun dari diriku yang membuat keluarga ku bisa bangga.

Dan jangan lupakan aku juga BEBAN KELUARGA.

Kerjaku hanya makan. Tidur. Namun tetap hidup.

Terus saja seperti itu.

Dulu setelah selesai sekolah dasar. Ibuku sangat kecewa padaku.

Karena hanya aku dari kedua saudaraku yang peringkat ujian nya paling bawah. Bahkan ia tidak menanyaiku apa aku mau meneruskan sekolahku atau tidak.

Padahal aku sangat ingin sekolah. Memiliki teman. Dan juga impian.

Namun mereka bahkan tidak ingin uangnya terbuang untuk ku. Karena mungkin menyekolahkan ku itu hanya akan membuang buang uang saja.

Aku tak menyalahkan mereka. Karena aku tau mereka sudah berusaha. Mereka juga merekrut guru privat untuk ku. Namun tidak berhasil. Bahkan hal itu membuatku semakin putus asa.

Setelah itu ibuku menilaiku adalah anak yang buruk. Tidak patuh. Dan tidak berguna. Karena setiap harinya aku menolak untuk belajar. Untuk sekolah. Bahkan aku sering kabur setiap hari, setiap waktu belajar ku dengan guru privat yang ibuku percaya.

Dan itu tentu membuat aku dan ibuku sering berseteru. Dia selalu memukulku. Sampai aku menangis terisak pun dia tak peduli. Dan itu terjadi setiap harinya. Tentu aku tau hal itu pun membuat ibuku sering stres.

Baginya aku telah gagal. Dan aku bukan anak baik. Ia pun merasa gagal menjadi seorang ibu. Dan menyerah mengurusku.

Lalu aku dijemput oleh nenek dari ayahku.

Dan hidup bersamanya. Terpisah dari keluarga ku. Selama bertahun-tahun. Sampai neneku meninggal barulah kami hidup seatap bersama kembali.

Begitulah alasan nya kenapa kini aku dan ibuku tidak pernah dekat.

Akulah yang membatasi diri.

Dulu aku sangat butuh seseorang disisiku. Namun yang kuterima hanya rasa sakit.

Aku sering menangis sendirian.

Dan kini aku sudah terbiasa sendiri. Aku tidak butuh lagi siapa siapa. Aku bisa bicara dengan diriku sendiri. Dalam hatiku.

Dan kini akupun segan untuk menolak permintaan ibuku.

Dari dulu sampai saat ini. Ternyata aku tetap mencoba untuk diterima olehnya.

Meskipun kini aku tidak peduli dengan hasilnya.

Namun ketakutan ku pada masalalu ku membuatku patuh.

Seperti malam ini.

Aku tidak mandi. Juga tidak wangi. Pakaianku alakadarnya. Namun ibuku memintaku berganti pakaian. Dan aku pun menurut saja.

Aku tidak mengerti. Kenapa hanya aku yang diundang oleh tetangga untuk datang.

Aku pikir ini hanya suruhan biasa. Jadi tanpa berpikir panjang aku datang sendirian tanpa memikirkan apapun.

Dan kini aku paham maksud undangan itu.

"Aduh cantik sekali ya Hinata"

Dengan tidak sadar aku hanya tersenyum kaku. Tentu saja aku merasa kata katanya hanyalah bualan.

Aku bahkan tidak cuci muka. Apalagi cuci rambut.

"Sudah besar ya sekarang. Bibi pikir Hinata tidak ada dirumah."

Aduh kenapa keadaanya begini.

"Soalnya tidak pernah kelihatan" lanjut nya.

Aku hanya menunduk. Aku jelas malu. Aku kesini sendirian.

Bibi tsunade adalah tetangga ku. Dia sudah berumur tapi kulihat tubuhnya sangat bagus. Dan juga awet muda.

Setelah beberapa saat berbasa basi. Akhirnya aku tau. Undangan ini hanyalah strategi mereka untuk mempertemukan ku dengan seseorang. Keponakan nya.

Pria itu. Dari pertama kali melihatku.

Mata birunya terus saja memperhatikan ku.

Aku tahu itu meskipun aku hanya sesekali memandangnya. Dia sama sekali tak mengalihkan pandangan matanya dariku.

Shit. Sialan.

Ini sungguh memuakan. Aku tak suka. Sangat. Mengganggu.

Kapan ini akan berkakhir.

Ketika kami ditinggalkan oleh para orang tua dengan alasan mereka yang sudah ku tahu disengaja.

"Naruto." Kini aku terpaksa harus berbincang dengan pria itu.

"Hm, Aku tau kau sudah dengar namaku tadi" ku katakan itu dengan susah payah. Aku sulit berinteraksi begini. Apa yang harus ku katakan.

"Boleh ku minta nomormu Hinata"

Aku tidak mau.

"... " Namun ku pikir apapun yang kulakukan akan sia sia. Lebih baik aku yang memberitahunya daripada dia mendesak dan bertanya tentang ku pada orang lain. Pada akhirnya aku memberikan nomorku.

Catat. Dengan terpaksa!

"Yosh! Baiklah."

Oh, semangat nya membuatku heran. Ada ya orang seperti ini. Jelas jelas aku tidak suka. Dan dia tau itu, namun dia malah semakin senang. Ini jelas tidak normal.

"Em, Maaf.. Aku keluar sebentar"

Tanpa basa basi aku keluar. Aku sudah tidak tahan. Masa bodoh jika mereka semua berpikir aku tidak sopan.

Aku tidak peduli. Semua orang berhak berpikir apapun yang mereka inginkan.

Toh aku sudah memberinya nomor ponselku.

Dan aku tahu lelaki itu pasti sudah tau jika aku takan kembali lagi.

Saat aku pulang. Adikku Hanabi sudah senyum senyum sendiri menggodaku.

Oh ternyata dia juga tau.

Jadi hanya aku disini yang tidak tau apa apa?

"Tampan kan kak Naruto"

Aku sedikit terkekeh.

Aku tau dia habis menguping dan mengintip.

Bisa bisanya.

"Heh, lumayanlah." Aku jawab dengan asal dan langsung pergi mencari ibuku.

"Apa apaan itu tadi. Kenapa ibu merencanakan ini untuk ku?" Aku protes jelas sekali aku sangat kesal.

Ibuku memandangku bingung.

"Memangnya ada apa Hinata. Apa Bibi Tsunade meminta bantuan yang merepotkan?"

Wajah ibuku yang heran membuatku jadi bingung.

"Jadi ibu tidak tau apa apa?"

"Tadi Kakak dikenalkan dengan pria oleh bibi Tsunade bu"

Celetukan Hanabi membuat ibuku tersenyum.

Kulihat dengan jelas dari senyumnya ibuku bahagia.

Heey! Apa apaan itu.

"Tidak apa-apa Hinata. Kan tidak setiap hari begini."

"Ibu senang ada yang mau mengenalmu"

"Tapi aku tidak!" Aku berdecak kesal. Apa disini hanya aku yang merasa dirugikan.

Dengan cepat aku pergi ke kamarku.

Meninggalkan Hanabi yang masih berusaha menggodaku.

Mau tak mau aku pun kepikiran juga.

Berani sekali tetangga ku menjodohkanku.

Aku yakin pasti ibuku terlalu sering menceritakan ku yang selalu dirumah sendiri. Tapi kan ibuku saja tidak berani bertindak. Kenapa malah orang lain?? Heh menyebalkan.

Baru saja aku merebah dikasurku. Aku lihat sudah ada pesan dari nomor baru.

Dan aku tau itu pasti Naruto.

"Simpan nomorku ya Hinata."

By : Naruto.

Aku melempar ponselku setelah membacanya. Tak berniat membalasnya apalagi repot repot menyimpan nomornya.

Tak lama kemudian aku masih mendengar notifikasi pesan diponselku. Berkali kali. Akupun tidak mau peduli.

Malas sekali. Aku tidak mau berurusan dengan siapapun.

Aku single. Bukan jones. Sekalipun aku memilih sendirian. Itupun adalah pilihanku.

Meskipun aku tau sih memang tak ada yang menyukaiku.

Tapi kan itu pilihanku sendiri.

Itu kenapa aku tak pernah terlihat diluar sana. Karena aku tidak mau.

TIDAK MAU.

Sama sekali. Aku benci. Biarlah aku tak disukai. Tak dikenali orang orang. Biarkan saja. Aku ingin tetap seperti ini.


Inipun kisah nyata.

Waktu itu aku memang sangat terganggu dan tidak mau berhubungan dengan siapapun.

Maaf untukmu. Kamu tidak tau apapun tentangku.

Bahkan keluarga ku sendiri pun tak tau banyak tentangku.

Hanya aku yang tau.

Andai waktu bisa diputar.

Aku pun tak mau begitu mengabaikan mu.