Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't own the characters. I just borrowed our beloved characters here. No profit gained from this fic.

.

{repost from AO3}

.

Augustrope 2023 Day 23: it gets worse, before it gets better

POV First Person - OT3 Rin x Kakashi x Obito

o0o

.


Saya akan mengisahkan padamu tentang takdir dan tragedi. Tentang tiga bocah ninja; seorang gadis dan dua teman lelakinya. Mereka yang tercerai-berai, tetapi terus terhubung, sebab terjebak oleh jaring-jaring takdir penuh rahasia.

Ini bukan kisah cinta, terus terang saja—ini benar pada satu sudut pandang. Tetapi mungkin, dalam sudut pandang lain, ini juga merupakan kisah cinta. Meski bukan dalam konteks yang hangat dan manis. Kisah kami adalah representasi cinta yang berselimut darah dan tragedi kejam.

Saya tidak pernah membayangkan—setelah menjatuhkan diri dan mengarahkan jantung saya tepat pada kilatan cahaya elektrik yang terkonsentrasi pada tangan Kakashi, bahwa segalanya menjadi jelas bagi saya; dan saya benar-benar melihat segalanya.

Rasanya sangat menyakitkan, jika kau ingin tahu. Tapi detik itu, saat pandangan saya bersiborok dengan Kakashi dan merekam mata terbelalak dan tatapan ngerinya untuk kali terakhir, saya hampir yakin ini keputusan yang tepat.

Hampir.

Ini bukan cara yang benar untuk mengakhiri hidup, saya tahu. Pada saat itu, saya tidak bisa memikirkan apapun—entah bagaimana. Yang saya pikirkan hanyalah saya harus melindungi desa, dan itu bisa dicapai jika saya mengorbankan diri.

Mungkin, karena keraguan itulah saya terjebak di sini. Dunia afterlife tidak pernah seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Tetapi saya diberitahu ini adalah tempat bagi mereka yang masih terikat dengan dunia. Saya hampir tidak percaya … keterkaitan apalagi yang saya miliki di sana?

Jawabannya ialah Obito—yang kami sangka sebelumnya telah meninggal di bawah reruntuhan batu. Dia masih hidup dan selamat. Obito menyaksikan kematian saya … dan itulah titik awalnya.

Jika boleh memilih, saya ingin memilih cara meninggal yang lebih manusiawi, di hadapan sosok yang saya cintai. Saya ingin memberi Kakashi kesan yang baik dalam memorinya, alih-alih trauma psikologis yang mengerikan.

Itu memang kebodohan saya. Yang saya sadari kemudian, dan sangat saya sesali.

Sebab itulah saya dihukum di sini.

Saya menyaksikan segalanya di sini; segenap tindakan mereka berdua. Saya menyaksikan Obito yang meraung membabi buta membantai pasukan musuh. Saya menyaksikan kepedihan Obito saat mendekap jasad saya yang sudah mati. Saya menyaksikan Kakashi yang hancur dan dihantui mimpi buruk selama puluhan malam.

Saya menyaksikan mereka berdua tumbuh dewasa, dan berpisah jalan seraya perlahan menjadi pribadi yang sama sekali berbeda.

Saya mengetahui dengan ngeri. Obito memilih jalan kegelapan. Sementara Kakashi berjalan tanpa mengetahui apapun tentang temannya yang masih hidup dan sudah berubah.

Mengapa semua menjadi kacau? Saya frustrasi. Saya menjadi hantu dan tidak sanggup melakukan apa-apa.

Waktu tidak bisa dibalik. Dan tidak ada yang bisa diubah lagi.

Teringat kembali masa kecil saya. Saya hanyalah gadis biasa. Ibu saya pensiunan kunoichi. Beliau yang mendorong saya masuk Akademi dan mengasah skill medis dan penyembuhan. Saya berteman dengan Obito sejak kami berusia lima tahun. Bagi saya, Obito seperti saudara laki-laki yang saya sayangi. Dia agak ceroboh, tetapi tidak bodoh. Dia sedikit payah dalam mengurus dirinya sendiri dengan benar, selalu datang terlambat dan melewatkan hal-hal penting. Saya bertekad untuk terus berada di sisinya demi menjaga dan mengawasinya.

Seharusnya, tidak ada yang istimewa tentang diri saya, kecuali semenjak kami terhubung dengan Kakashi, hingga kami bertiga disatukan dalam tim yang sama.

Mungkin, inilah masalahnya …

Saya mengambil tindakan gegabah dan meninggalkan mereka berdua. Padahal saya sudah berjanji pada Obito akan terus mengawasinya, dan saya bertekad untuk menjadi penghubung baginya dengan Kakashi.

Kakashi …

Pemuda itu cinta pertama saya. Kakashi memiliki hampir semua hal yang diidamkan perempuan saat memandang lelaki. Dia terlihat keren dan bisa diandalkan. Saya selalu mengaguminya dan berharap dia kembali memandang saya seperti cara saya memandangnya. Kau boleh menyebut ini cinta monyet atau apapun. Tetapi, siapa yang bisa menentukan kita akan jatuh cinta pada siapa? Pada akhirnya, kita semua tidak memiliki kendali atas hati kita sendiri, sama seperti takdir kita.

Takdir saya sebagai anak perempuan biasa yang terhubung dengan anak Uchiha dan jatuh cinta pada anak jenius Konoha.

o0o

.

Saya mengawasi hari-hari Obito di persembunyiannya. Saat dia menutupi wajahnya dengan topeng dan mengambil identitas orang lain. Yang dia perbuat ketika mengambil tikungan tajam dan menimpakan tragedi yang sama pada trio Amegakure. Itu sangat kejam. Sudah cukup tragedi kelam yang menimpa kami bertiga. Tetapi Obito memaksakan kehendaknya demi mencapai tujuannya. Itu dosa pertama Obito.

Lalu yang paling tidak dapat dipercaya, ialah apa yang dia perbuat pada Minato-sensei dan Kushina-san. Saya merasa mual dan ngeri saat melihat Obito mendesak Kushina-san dan mengeluarkan paksa Kyuubi dari dalam dirinya. Saya hampir tidak percaya yang di balik topeng itu adalah Obito. Mana mungkin, Obito sanggup berbuat sejahat itu? Saat mengingat nama Obito, saya hanya dapat membayangkan seorang anak dengan tawa lebar. Obito yang paling peduli terhadap teman-temannya. Obito yang berhati lembut dan mudah menangis terhadap hal-hal yang sentimentil.

Saya membuka paksa mata saya. Bayangan Obito yang dulu benar-benar lenyap. Dan saya dipaksa untuk percaya bahwa sosok bertopeng yang bertarung melawan Minato-sensei adalah Obito yang sama yang saya kenali dulu.

Rasanya pedih menyaksikan semua itu tanpa bisa mengubah apapun—bahkan hantu juga punya perasaan. Rasa pedihnya melebihi tusukan listrik milik chakra Kakashi.

Saya membayangkan perasaan sakit hati Kakashi bila nanti tiba waktunya mengetahui kebenaran tentang Obito—saya tahu cerita ini akan mengarah ke sana.

Saya juga mengawasi Kakashi secara bersamaan setelah itu. Dia juga memilih jalannya sendiri, di bawah bayang-bayang. Tidak sepenuhnya berada dalam kegelapan total—seperti Obito. Dia juga mengenakan topeng. Berada dalam pasukan Anbu memberinya yang dia butuhkan berupa berupa pelampiasan atas emosi yang bersumber dari kegelapan hatinya.

Mereka semua tidak bersalah. Karena sebab diri saya-lah, kedua teman saya hidup dalam penderitaan panjang.

Dan kami semua adalah korban.

Saya jadi memikirkan kata seandainya. Apakah di sana ada skenario lain? Benarkah dulu, keputusan saya adalah satu-satunya jalan? Seandainya saya menahan diri dan mengajak bicara Kakashi mengenai situasi saya, mungkin, dia akan mengusahakan cara lain. Mungkin, saya akan menjadi jinchuriki yang bisa digunakan untuk melindungi Konoha—alih-alih menghancurkannya. Benarkah akan seperti itu? Siapa yang bisa menjamin? Sementara kondisi kami saat itu dalam keadaan dikepung musuh dan tidak ada waktu untuk berdiskusi.

Apakah keputusan saya salah? (Pertanyaan bodoh).

Tapi saya masih mencari pembelaan atas kesalahan saya, berharap ada seseorang yang mau memberikan jawaban berbeda seperti yang saya inginkan.

(Saya seolah mendengar para dewa sedang menertawakan penderitaan saya).

o0o

.

Di tempat ini waktu tidak bergerak. Saya dapat menyaksikan lintas kejadian mereka. Seolah direkam oleh kamera dan ditayangkan melalui layar yang mengelilingi ruangan tak berujung ini; di lantai, di dinding, di atap. Terkadang, saya memejamkan mata dan berusaha membutakan diri supaya tidak melihat, tetapi gambaran mereka berdua terus bergerak sebagaimana waktu di dunia.

o0o

.

Pada akhirnya, saya melihat cahaya dalam diri Kakashi. Rasanya sedikit lega melihat Kakashi di jalan barunya bersama murid-muridnya. Saat itulah, saya bisa melihat dan turut merasakan. Akan ada perubahan besar yang dibawa oleh salah seorang murid Kakashi. Saya cukup senang melihat dia menikmati hari-harinya bersama anak-anak itu. Yang paling berkesan ialah, bagaimana Kakashi memegang kata-kata Obito dan mengajarkan tekad Obito kepada murid-muridnya. Kakashi telah berubah menuju cahaya berkat Obito—saya tahu dia sangat menyayangi Obito sebesar saya menyayanginya atau bahkan lebih. Mungkin, ada suatu tempat milik Obito di hatinya yang tidak pernah saya miliki. Jujur saya sedikit cemburu.

Kakashi keras dan ketat dalam membuat kualifikasi ujian, tapi itu demi kebaikan murid-muridnya kelak. Saya tahu dia belajar banyak dari masa lalu.

Mungkin, jalan kami tidak sepenuhnya buruk

Tragedi yang menimpa kami harus terjadi untuk mengarah ke sini. Konsep yang terdengar kejam tetapi inilah faktanya.

Saya kembali menipu diri bahwa kesalahan saya tidak sepenuhnya buruk.

o0o

.

Di sisi lain, saya juga tidak mengalihkan pandangan dari Obito. Dia tidak hanya menggunakan identitas orang lain, tetapi juga membuat versi kepribadian dirinya yang lain. Jantung saya—yang tidak sepenuhnya hidup—berdenyut sakit setiap menyadari pahitnya fakta ini. Menjadi Tobi sangat lucu baginya. Saya masih berharap ada sebagian diri Obito yang dulu yang tersisa pada Tobi. Ada suatu waktu saat dia terlihat bersenang-senang—seperti yang dia tampakkan—bersama partner timnya di organisasi yang dia kendalikan. Suara tawa dan kekonyolannya tampak begitu murni hingga hampir menipu saya. Mengira dia sungguh bersenang-senang. Saya melihatnya kemudian saat sedang sendirian, berwajah muram dan cahaya matanya hilang—mungkin, masih ada sisa tangis di hatinya.

o0o

.

Saya tahu waktu ini akan tiba. Obito mengobarkan perang melawan dunia. Yang saya pahami dari garis besar tujuannya; dia ingin membuat dunia di mana saya hidup di sana bersamanya. Dunia milik para pemenang. Dunia yang hanya mengenal bahagia dan tidak mengenal derita. Itu memang terdengar manis, tetap saja dunia itu palsu.

Obito sudah berhasil sejauh ini. Dan jalannya mengarahkannya berhadapan langsung dengan Kakashi.

Saya bisa merasakan betapa terpukul dan sakit hatinya Kakashi begitu topeng Obito dihancurkan paksa—reaksinya seperti yang sudah saya duga.

Ketika menyaksikan mereka berdua bertarung dalam dimensi Kamui, saat itulah segalanya terlihat lebih terang.

Jika kau bertanya, pihak siapa yang saya dukung? Jawabannya adalah keduanya. Saya mendukung mereka berdua beserta apa yang mereka bela dan yakini. Seperti halnya sebelum ini saya menjadi penghubung mereka.

Hanya satu yang tidak saya setujui; jika Obito masih menyalahkan Kakashi atas apa yang terjadi pada saya, maka dia salah besar. Kematian saya murni sebab keputusan saya sendiri. Kakashi tidak bersalah sama sekali.

Meski begitu, saya tidak pernah melihat Obito sebagai musuh yang dibenci. Tidak. Saya tidak pernah bisa membenci Obito, bahkan setelah menyaksikan semua kejahatan yang dia lakukan. Bila seluruh dunia membenci Obito, itu dapat dimaklumi. Tapi bagi saya, Obito tetaplah Obito. Dia bukan Tobi, atau Madara. Dia hanya Obito, seorang anak Uchiha yang pernah bercahaya seterang matahari dan bermimpi menjadi Hokage.

Mungkin, Kakashi juga berpendapat sama, meski cara mengungkapkannya berbeda.

Kakashi selalu memandang Obito sebagai cahayanya. Penyelamat yang telah mengubah hidupnya. Semenjak Obito mengorbankan diri demi menyelamatkan kami dari reruntuhan gua yang tragis itu, segenap pandangannya tentang dunia tidak pernah sama lagi.

Obito selalu memandang Kakashi sebagai rival yang ingin dia kalahkan, secara bersamaan sebagai teman yang ingin dia lindungi. Mereka berdua seperti magnet yang saling tarik-menrik.

Bagaimana pendapat Kakashi setelah melihat kekuatan Obito yang kini setera dengannya? Saya ingin tahu. Sejak dulu, Obito tidak pernah menjadi lemah. Jika ada kelemahan Obito, maka itu adalah kami berdua; saya dan Kakashi.

Saya memahami mereka berdua. Saya memahami Obito dan obsesinya dengan dunia baru versi dirinya. Bahwa kami semua adalah korban. Saya bisa melihat kesungguhan Obito dalam tekadnya yang obsesif.

Saya dapat memahami Kakashi dalam ucapannya pada Obito "yang dapat saya berikan padamu hanyalah kematian." Itu simbol keteguhan hatinya. Bahkan, pertarungan mereka berdua adalah simbol bagi keseluruhan cerita dan perjalanan kami. Mereka berdua seperti dua (pilar) masa lalu yang bertabrakan. Sementara Kakashi telah berjalan maju setelah berhasil menghadapinya dengan teguh. Obito berkubang dalam penolakan dan berusaha melarikan diri.

Saya takjub melihat pertarungan mereka. Namun, menatap punggung mereka membuat saya sadar akan sesuatu. Bila saya merasa telah berperan baik sebagai penghubung bagi mereka, saya salah. Ada suatu tempat di antara mereka berdua yang tidak dapat saya masuki. Ikatan khusus yang hanya mereka berdua miliki. Saya mengira saya telah meninggalkan mereka berdua, tetapi sebenarnya sayalah yang ditinggalkan oleh mereka.

Mereka berkembang dan menjadi dewasa meski di jalan yang berbeda. Saya di sini, terjebak di suatu tempat di perbatasan dua alam; dalam wujud anak berusia tiga belas yang tidak bertumbuh—mungkin hanya mental saya yang dipaksa 'mendewasa' seiring peristiwa yang saya saksikan.

o0o

.

Saya tahu Obito masih memiliki kami. Dia menyimpan bukan hanya kenangan, tetapi juga diri kami semua dalam kotak yang tertutup rapat di sudut terdalam hatinya. Obito tetaplah Obito. Ketika dia hampir ditelan oleh Jubi, saya dapat merasakan penderitaannya—segenap perasaannya yang mengalir. Sekali lagi, ini lebih menyiksa, kau tahu? Melihat orang yang kau sayangi terus-menerus menderita dan tidak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Sebab saya belum diizinkan untuk turun tangan.

Itu merupakan salah satu saat terpanjang bagi saya menyaksikan Obito yang terus berpegang teguh dengan tujuannya. Dia bahkan mengambil keputusan sendiri, dan mengkhianati Madara—yang telah memanipulasinya.

Saya kagum melihat bagaimana murid Kakashi—Naruto—yang berhasil menarik Obito keluar dari kegelapannya. Itu bukan sekadar jurus ceramah biasa. Naruto hanya melakukan satu jentikan; mengingatkan Obito akan siapa dirinya. Saya tahu Obito masih menyimpan impiannya. Sebab hingga akhir, tidak ada gambaran bagaimana "dunia dengan diri saya berada di dalamnya" tapi justru Obito membayangkan alternatif lain jika dirinya kembali sejak awal dan tidak pernah jatuh dalam kegelapan. Saya menangis melihat bayangannya saat menjadi Hokage—dia sungguh pantas memperoleh impiannya menjadi nyata, alih-alih hanya khayalan. Dan bahwa Obito membawa diri saya dalam setiap langkahnya. Semua yang dia perbuat, disebabkan oleh saya. Perang ini, dia kobarkan untuk saya. Dan pada akhirnya dia kembali berkat saya.

Saya menyaksikan reuni mereka bertiga dan menyimak percakapan mereka. Minato-sensei seharusnya tidak perlu merasa bersalah. Beliau sudah melakukan yang terbaik. Bahkan setelah tahu (dosa) yang diperbuat Obito terhadapnya, beliau menyelamatkan nyawa Obito dua kali.

Bukan salah Kakashi juga bila dia tidak dapat meraih hati Obito. Meski pada akhirnya mereka berdua dapat berbicara dari hati ke hati. Tentang Obito yang menderita setelah kematian saya. Dan Kakashi yang keadaannya tidak jauh lebih baik. Inilah yang mereka berdua butuhkan. Komunikasi yang tertunda selama hampir delapan belas tahun. Saya tahu jika mereka bertemu lebih awal, mereka berdua pasti akan saling menopang satu sama lain dan berbagi beban penderitaan.

Tetapi ini lebih dari cukup.

Betapa saya merindukan saat seperti ini ketika kami berkumpul bersama seperti dulu.

Saya senang melihat mereka berdua akhirnya bekerja sama sebagai tim dua orang yang solid. Mereka berdua adalah partner yang hebat saat berdiri saling mendukung.

o0o

.

Mungkin, saya boleh bernafas lega sejenak di babak ini. Melihat Obito dan Kakashi bergerak bersama menyelamatkan dunia. Obito sudah berjuang begitu keras. Dan akhirnya tiba waktunya bagi saya mengulurkan tangan seperti peran saya yang seharusnya; penghubung bagi mereka berdua. Sekaligus menuntun Kakashi dan memberitahukan bahwa saya juga menyaksikannya selama ini. Saya tidak memiliki banyak waktu dengan Kakashi, tapi saya harap perasaan saya juga tersampaikan padanya.

Obito selalu menjadi pihak yang rela berkorban. Ketika dia membiarkan dirinya ditusuk besi yang kemudian meleburkan tubuhnya, ada banyak makna di balik tindakannya. Dia memang tidak sabar ingin bertemu dengan saya. Tapi itu bisa juga disebut sebagai penyucian dan penebusan dosa. Obito memang senang membuat dirinya terluka; bahkan setelah hancur ditimpa batu, lalu bangkit kembali dari luka-lukanya, kini dia membiarkan tubuhnya lebur menjadi debu. Obito akhirnya bertemu saya setelah melalui jalan memutar yang sangat jauh. Karena itulah, saya langsung mendekapnya dan mengatakan bahwa saya baik-baik saja dengannya—dia tidak perlu menceritakan apapun sebab saya sudah mengetahui semuanya. Saya selalu memaafkannya.

o0o

.

Hal yang paling saya kagumi dari hubungan Obito dan Kakashi adalah penglihatan mereka yang terhubung. Dan bahwa selama lebih dari separuh hidup mereka, mereka berbagi mata yang sama. Inilah yang saya maksud; satu-satunya tempat yang tidak dapat saya masuki.

Obito tidak pernah menyesali satu matanya yang diberikan pada Kakashi. Suatu simbolisme. Dari semua benda, dia memberikan mata. Anggota tubuhnya yang berharga. Poros kekuatan miliknya.

Sebab untuk itulah dia dapat membantu Kakashi sekali lagi. Meminjamkan mata dan kekuatannya untuk terakhir kali. Melihat pada kecerdasan Kakashi dan ketangkasannya menggunakan sharingan Obito, saya yakin hanya mereka berdua yang sanggup menyelaraskan kolaborasi terhebat sepanjang sejarah.

Sekarang, kami berdua yang mengawasi Kakashi dari tempat ini. Saya tidak lagi terjebak dalam kesendirian.

Menyaksikan Kakashi menjadi hokage. Meneruskan mimpi Obito, dan membawa mimpi kami semua akan perdamaian. Kakashi adalah yang paling berhak memegang kehormatan itu.

Dengan berakhirnya perang, sejarah shinobi memasuki era baru. Di zaman peralihan dari masa lalu menuju masa depan, dibutuhkan seseorang yang seperti Kakashi—orang yang telah menyesap kegetiran masa lalu, dan memiliki visi yang maju sebagai jembatan bagi dua era yang berbeda. Untuk itulah Kakashi ada.

Dan untuk dialah kami semua ada.

Kami kemudian melihat pada akhirnya; pelajaran yang tersingkap. Bahwa takdir kami tidak sepenuhnya buruk. Dibutuhkan percikan-percikan untuk mengakhiri masalah panjang dari rentetan peristiwa sejarah. Dan kami adalah anak-anak yang terseret di atas panggungnya. Sebab begitulah cara dunia berjalan; yin dan yang, hitam dan putih. Masing-masing dari kami memegang peran penting bagi jalannya keseimbangan.

Bagi Kakashi, ujian hidupnya masih akan terus berlangsung sepanjang dia bernapas. Tapi kami tahu dia selalu sanggup menghadapinya. Kami adalah masa lalunya; dia tidak pernah membuang kami. Dia memeluk kami dan membawa kami sebagai satu kesatuan dengan jiwanya. Bahwa masa lalu sebagai cara baginya berpijak, untuk memandang lurus menuju masa depan. Dengan keteguhan tekadnya, seperti itulah dia membangun sosok dirinya.

Saya berharap, kami bertiga kelak memperoleh peluang reinkarnasi di era yang lebih bersahabat, untuk bertemu dan memulai dari awal kembali, juga kesempatan kedua untuk kisah kami yang menyisakan kesan hangat dan bahagia.