Toko Bunga Yamanaka sore itu sudah mau tutup. Hanya ada satu dua orang yang ada di sana, Cuma lihat. Tidak beli. Sesaat kemudian mereka berdua berjalan pergi.
Ino sedang berjaga di sana, mengenakan kaos oranye lengan pendek dan celana capri putih panjang.
Saat ini, ino sedang berdiri di meja kasir sambil bertopang dagu. Ia berjanji kepada Iruka-sensei kalau hari ini akan buka toko dan para murid akademi akan berdatangan untuk beli bunga untuk keperluan acara besok. Ino menunggu satu orang murid lagi. Ia tahu bahwa hari semakin menggelap. Ia harus menunggu murid – murid yang belum mengunjunginya. Apakah ia harus tutup sekarang? Apakah—
"Ino-neechan," seorang anak kecil menghampiri Ino yang mulai meredakan diri dari rasa bosan di bagian kasir toko bunga itu.
"Ya?" kata Ino. "Kau mau beli bunga anggrek?"
"Iya," kata anak kecil itu.
"Tugas dari Iruka-sensei?"
"Itu benar," kata Anak kecil itu. "Bunga anggerknya tidak seperti yang dipajang di depan tapi dibungkus kerucut pakai kertas dan plastik."
"Tentu saja," kata Ino. Ia membuka lemari yang ada di sampingnya. Di sana, tersedia lima kuntum anggrek ungu yang terletak dan sudah dibungkus kerucut. Ia mengambil satu. "Tinggal empat lagi."
"Terima kasih, Ino-san," anak kecil itu menerima bunga itu.
"Sama – sama!" Ino tersenyum cerah. "Bilang yang lain untuk segera. Tokonya sudah mau tutup…"
Anak kecil tersebut sambil menyerahkan uangnya. "Sepertinya aku yang terakhir, Ino-neechan."
"Oh, ya?" Ino memegang dagu, lalu menerima uang anak itu. "Baiklah!"
Setelah anak itu berlari pergi meninggalkan toko bunga, Ino menghela. "Syukurlah!"
Ino berjalan kedepan dan memasang papan bertanda tutup. Setelah itu, ia menata kembali bunga – bunga yang berantakan sekaligus menyapu teras.
Sudah setahun Ino menikah dengan Naruto Walaupun dirinya sudah menikah, namun toko bunga nya tetap bernama Yamanaka Flowershop. Naruto juga tidak keberatan dengan itu. Ia menyerahkan hal ini kepada Ino karena ia lebih sibuk dengan tugasnya sebagai Hokage.
Ia dinikahi oleh Naruto tahun lalu.. Selama setahun ini, ia kira akan punya masalah dengan hubungan dengan Naruto dan lain – lain, melihat masa lalu Naruto yang relatif bermasalah. Naruto hanya sulit dibangunkan pagi hari karena sering ketiduran ia lebih memfokuskan pekerjaannya sebagai hokage. Dia pulang sore atau malam. Kalau ia memang harus menginap di gedung hokage atau terpaksa pergi menjalankan misi, ia akan mengirimkan Bunshin, memberikan info, lalu menghilang. Mungkin kehidupan Naruto yang seperti itu di rumah ini terlihat monoton, tapi bisa saja hal – hal yang berkaitan dengan tugasnya sebagai Hokage bermacam – macam.
Ino mengusap rambutnya. Sudah setengah jam lalu Ino menutup toko Bunga Yamanaka.Mungkin ia juga harus memaklumi kalau pengunjungnya tidak sebanyak ketika hari senin sampai jum'at. Kecuali dengan pesan Iruka kemarin.
Ia memandangi Toko Bunganya yang sudah cukup tertata,lalu memikirkan kembali tentang Iruka dan alasan kenapa juga sang guru menugaskan murid – murid untuk membeli bunga untuk keperluan tugas akademi dan kenapa tidak satu orang membeli banyak, kemudian dibagikan nantinya. Sebenarnya ia ingin mengatakan itu pada anak kecil tadi, tapi ia tidak bisa menceritakan keburukan mantan gurunya ke anak kecil, takut Iruka-sensei nanti tidak dihormati.
Setelah selesai bersih – bersih teras, Ino memandanginya sejenak, lalu bergumam. "Kenapa ruang tamu tidak sekalian?"
--
--
"Tadaima!" Naruto membuka pintu rumah, menampakkan dirinya yang bermuka datar.
"Okaerinasai," Ino meletakkan sapu, dan menghampiri Naruto dengan senyumnya.
"Kau istirahat dulu, Naruto!" Ino memegang bahu Naruto. pria berambut pirang itu mengerti, dan langsung melepaskan jubahnya. "Aku akan menaruh jubahmu di kamar."
Naruto mengangguk. Ia duduk di sofa ruang tamu untuk melepas lelah sambil memandangi ruang tamu yang kelihatan bersih. Pastinya sudah dibersihkan oleh Ino.
Beberapa saat kemudian, Ino menghampiri Naruto dan duduk di sampingnya,
Setelah itu, Ino duduk di samping Naruto. "Bagaimana Tugas Hokagenya?"
"Seperti yang aku bilang tadi pagi, ada pertemuan dengan Tetua bersama Tsunade-Obaachan tentang Daimyo di Hi no Kuni lumayan lama. Lumayan melelahkan," kata Naruto. "Tapi aku juga aku baru saja ke tempat Kakashi-sensei"
"Kau ke tempat Kakashi-sensei?" kata Ino. "Bagaimana keadaannya?"
"Baik - baik saja," kata Naruto. "Tadi aku bersama Kiba dan Shikamaru."
"Syukurlah," kata Ino. Kemudian, ia mengingat kunjungan Shizune tadi pagi. "Naruto, kau mau semangka?"
"Ada semangka?"
"Ada. Mau kubawakan ke sini?"
"Di ruang makan saja," kata Naruto. "Ruang tamu ini terlalu bersih. Nanti kamu repot."
"Baiklah," kata Ino berdiri dan berjalan ke ruang makan. "Ayo.."
--
--
Di ruang makan itu, Naruto duduk di meja makan.Ino membuka kulkas, lalu mengambil lima potong semangka yang ada di kulkas dan menyediakannya.
"Waah!" kata Naruto melihat semangka segar yang ada di hadapannya. "Apakah ini buatanmu sendiri, Ino?"
"Aku tidak mungkin membuat semangka," Kata Ino. Shizune-san kesini tadi siang.Kebetulan rumahnya sedang panen semangka."
"Yah, tentu saja," Naruto tersenyum. Kemudian, pria itu mengambil salah satu potongan semangka itu dengan kedua tangannnya, bersiap untuk makan. "Kau tidak makan?"
"Tidak," Ino mengggeleng. "Sudah tadi. Sepotong."
"Baiklah," Naruto memakan semangka itu.
Ino melihat Naruto sejenak, ia melihat Naruto yang makan dengan lahap. Kemudian, ia teringat akan Kakashi-sensei yang sedang sakit. Sesaat kemudian, ia berkata, "Apakah kau tidak membawa apa – apa ke Kakashi-sensei?"
Naruto berhenti makan, melihat Ino. "Kebetulan tidak." Ia lanjut makan.
Ino bersedekap sambil cemberut. Ia sedikit kecewa. "Seharusnya kalian bawa. Apa Shikamaru dan kiba tidak bawa juga? Seharusnya ada yang inisiatif, kan?"
Naruto menandaskan satu potong semangka. Lalu meraih potongan lain. "Tadi aku baru saja diskusi dengan Tsunade sama tentang misi Bakuhatsu Ningen di Hi no Kuni. Kemudian, ada Kiba yang mengajakku untuk menjenguk Kakashi-sensei. Jadi, aku harus pakai Kage Bunshin."
"Pakai Bunshin, ya?" Ino bertopang dagu. "Apakah sekarang ini kau juga Bunshin?"
"Apa kau lupa, Ino?" kata Naruto dengan nada malas. Ia sudah menandaskan potongan semangka kedua. Lalu meletakkannya di dekat piring potongan semangka. Kemudian, ia piring itu ke depan, tanda bahwa ia sudah selesai "Gerbang teras depan sudah di tanam segel pendeteksi Bunshin oleh Tsunade-sama. Jadi, kau tahu kan kalau aku sudah pasti bukan bunshin."
"Memang itu Ide Tunade-sama, kata Ino melihat piring potongan semangka yang digeser Naruto ke arahnya. Ia menariknya. Ia tahu bahwa Naruto sudah selesai. "Tsunade-sama tahu kalau kau terlalu bergantung pada Bunshin. Tapi kau kan hokage dan sebagainya, siapa tahu bisa mengakali."
"Yah…" Pandangan Naruto mengelilingi ruangan, lalu menatap Ino sambil tersenyum. "Kenapa aku harus memakai Bunshin kalau setiap aku pulang disambut oleh perempuan secantik kamu?"
Paras Ino memerah. "Naruto, kau…"
Ino sedikit memalingkan muka. Ia tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti ini. Ia adalah istri Naruto. Itu benar. Tapi ia juga tidak merasa bahwa Naruto melontarkan rayuan seperti itu secara tiba - tiba. Tapi itu lumayan.
Ino kembali melihat Naruto yang mengangkat alis sambil menahan senyum. Ekspresi apa itu?
"Sudahlah, Naruto," Ino berdehem, berpulih diri dari ketersanjungan.
"Baiklah," Naruto mengangkat bahu. "Aku mau tiduran santai dulu di kasur."
Ino mengangguk. "Aku mau masak ayam untuk makan malam kita nanti."
Naruto berdiri dan beranjak masuk ke kamar, meninggalkan Ino yang sedang bersiap untuk memasak.
To be Continued…
