A First Love Crap
By ewfzy
.
.
.
CHANBAEK STORY
Genre : Romance, Drama?
.
.
.
"Kau pulang?"
Senyum lebar Jane berikan untuk menanggapi sapaan Chanyeol padanya. Wanita itu lantas berjalan menghampiri Chanyeol setelah melepas sepatunya.
Sebuah kernyitan segera tercetak di kening Chanyeol begitu melihat cara berjalan Jane yang nampak linglung. Aroma alkohol tercium jelas dari sekujur tubuh wanita itu saat ia mendekat.
"Kau mabuk Jane?"
Alih-alih menjawab Jane hanya menggelengkan kepala sambil terkikik. "Tidak, aku masih sadar, tenang saja. Kau bilang ingin membicarakan sesuatu kan? Kau ingin bicara di mana?" tanya Jane dengan pandangan mata yang tak fokus, tubuhnya bahkan beberapa kali oleng dan hampir terjatuh. Untung Chanyeol sigap memeganginya.
"Kita bicara besok saja, lebih baik sekarang kau tidur." sahut Chanyeol sambil menuntun Jane berjalan pelan menuju kamarnya.
"Tidak Chanyeol, aku bisa bicara sekarang." wanita itu menahan langkahnya, kepala ia gelengkan kuat-kuat. "Apa yang ingin kau bicarakan huh?"
"Kau mabuk Jane."
"Bukankah kau bilang ada sesuatu yang penting? Apa yang ingin kau bicarakan? Apa ini tentang Jackson? Atau menyangkut tentang pernikahan kita?"
"Kita bicarakan besok, oke." final Chanyeol pada wanita yang terus bersikeras itu.
Dengan pandangan yang berusaha ia fokuskan, Jane perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Chanyeol tepat di kedua bola mata. "Ah— apa ini tentang Baekhyun?"
Tak ada tanggapan dari yang lebih tinggi. Dan, itu membuat Jane tersenyum miris. "Benar tentang dia rupanya ..." Lirih wanita itu merasa kasihan pada dirinya sendiri. "Apa kalian kembali bersama?"
Chanyeol masih bungkam, dan hal itu sukses membuat Jane kehilangan kesabaran.
"KATAKAN CHANYEOL!" Wanita itu berubah meninggikan suaranya lengkap dengan matanya yang telah berkaca-kaca. Pandangannya begitu tajam, seolah ada berbagai emosi yang ingin ia sampaikan dari sorot itu.
"Jane, aku tidak ingin bertengkar. Kau mabuk, lebih baik kau istirahat."
"Tidak perlu mengalihkan pembicaraan. Apa yang aku katakan benar kan?"
Chanyeol menarik napas panjang sambil mengusap wajahnya kasar. Ia tahu jika sudah seperti ini maka pembicaraan takkan membaik selama beberapa waktu kedepan.
Jane terkikik, semakin lama kikikannya semakin keras meski air mata masih setia mengalir dari sepasang bola matanya. "Apa aku sama sekali tak memiliki tempat di hatimu Chanyeol? Tak bisakah kau memandangku lebih dari seorang pengasuh Jackson?"
"Hentikan Jane, apa yang kau bicarakan? Kau tahu aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri."
"Adik? Hahahaha . ... Sialan Park! Kau pikir kenapa aku menyutujui pernikahan kontrak sial ini? Menurutmu siapa yang sudi terkurung dalam ikatan tanpa cinta demi mengasuh seorang bocah hah?"
"Aku tak pernah memaksamu, dan kita sudah membicarakan ini sejak awal. Kau bebas menghentikan kontraknya kapanpun kau mau."
"AKU TIDAK BISA!" Jane mengusap wajahnya yang telah basah oleh air mata frustasi. "Aku tidak bisa Park Chanyeol!" sekali lagi Jane mengulangi kalimatnya, kali ini entah mengapa nadanya terdengar begitu pilu.
"Kenapa?"
Jane menggigit bibirnya yang kering sebentar, sebelum sebuah senyuman kecut ia layangkan. "Aku tidak bisa ... Karena aku mencintaimu."
Chanyeol terdiam, tercenung akan pengakuan wanita itu padanya. Kalau boleh jujur Chanyeol tak pernah menyangka akan mendapatkan sebuah pengakuan seperti ini.
"Aku mencintaimu, apa kau tak bisa melihatnya sama sekali?"
Lima tahun tinggal bersama rupanya tak cukup untuk membuat Chanyeol menyadari jika Jane memiliki rasa lebih terhadapnya. Sedikit konyol memang, entah Chanyeol yang tidak peka atau Jane yang terlalu rapi menyembunyikan perasaannya.
Atau, mungkin pria itu yang memang enggan ambil peduli?
Langkah pelan Chanyeol ambil mendekati Jane yang masih sibuk menangis. Tubuh bergetar itu ia rengkuh, kepala Jane ia usap pelan.
"Maafkan aku."
...
Chanyeol berbaring di atas ranjangnya sejak kemarin malam dengan pikiran yang terus berkelana tak tenang.
Tak ada satupun yang berjalan baik. Beban di pundaknya terasa semakin berat, masalah demi masalah tak henti mendatanginya. Chanyeol sendiri bingung apa yang sebenarnya ia inginkan. Tak punya arah. Semua terasa abu-abu.
Apa sejak awal ia memang mengambil keputusan yang salah? Atau Chanyeol terlalu egois?
Satu helaan napas berat keluar, pada akhirnya Chanyeol memutuskan bangkit dari acara berbaringnya. Berjalan menuju dapur untuk mendapatkan segelas air putih, yang ia harap bisa sedikit menyegarkan otaknya yang semakin kusut.
Bunyi nyaring ponsel yang tergeletak di atas counter dapur serta-merta mengambil alih seluruh atensi Chanyeol. Si tinggi itu lantas meletakkan gelasnya dan beralih pada benda segi empat miliknya.
Dari Baekhyun
Ponsel di atas nakas Chanyeol ambil. Dalam hati bertanya-tanya, kenapa Baekhyun menelpon sedang pesan yang ia kirimkan kemarin tidak dibalas. Tak ingin berpikir terlalu jauh, Chanyeol segera menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan.
"Halo?"
"... Chanyeol?" Chanyeol mengernyit begitu mendengar suara orang lain yang menyapanya. Entah mengapa ia berubah cemas sekarang.
"Ini siapa?"
"Bagus kau mengangkat panggilan, karena kalau tidak, mungkin aku akan terbang ke New York untuk menyeretmu kemari." alih-alih menjawab, pria di ujung sana mengalihkan topik pembicaraan.
Kerutan pada dahi Chanyeol cukup mendeskripsikan bagaimana pria itu tengah kebingungan saat ini.
"Maaf, tapi ini siapa? dan aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan."
Pria yang menjadi lawan bicaranya mendengus "Kau tak mengenali suaraku? Tck ... Tapi itu tak penting sekarang, " satu tarikan napas menjadi jeda. "Aku menghubungimu karena ada sesuatu yang penting. Aku tidak mengerti bagaimana hubunganmu dengan Baekhyun, dan aku takkan mempertanyakan bagaimana kalian bisa bercinta—"
Panggilan tiba-tiba terputus begitu saja. Sementara, Chanyeol tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar kata 'bercinta'.
" Halo? " ujar Chanyeol setelah berhasil mengatasi masalah batuknya. Tak ada sahutan, panggilan benar-benar diputus sepihak.
Aneh sekali. Siapa yang barusan meneleponnya? Sebenarnya itu suara yang tidak asing, seperti milik Will, tapi Chanyeol tidak yakin. Dan lagi, kenapa pula pria itu ada di Korea?
Lalu bagaimana bisa pria itu tahu tentang ia dan Baekhyun? Kenapa menghubunginya dan mematikan panggilan begitu saja?
Berbagai macam pertanyaan muncul dalam kepalanya.
Chanyeol mencoba menghubungi Baekhyun lagi, tapi nomornya tiba-tiba tidak aktif. Membuatnya semakin kebingungan tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara di tempat lain Baekhyun tengah bersungut marah. Pria itu merampas ponsel miliknya dari tangan Will. "Apa yang kau lakukan?!"
"Tentu saja menghubungi Park Chanyeol dan memberitahunya jika kau sedang hamil anaknya." jawab Will santai, karena ia merasa tak melakukan kesalahan apapun.
Baekhyun menghela napas kasar. "Aku tak ingin memberitahunya."
Mata Will melotot, tak habis pikir dengan apa yang Baekhyun katakan. "Yang benar saja! Tentu Park Chanyeol harus tahu, dia harus bertanggung jawab."
Baekhyun menggeleng "Aku akan membesarkan bayiku sendiri. Aku tak ingin membebani Chanyeol lagi Will."
...
Baekhyun duduk bersandar pada kepala ranjang, empat hari tanpa terasa telah ia habiskan di rumah sakit. Mata bulan sabitnya sibuk mengamati hasil USG-nya beberapa hari lalu. Sementara bibirnya terus-terusan melengkung ke atas merasa senang.
"Apa kau begitu bahagia?" tanya Junmyeon yang entah sejak kapan memasuki kamar inapnya.
Baekhyun mengangguk mengiyakan.
Junmyeon lantas mengambil duduk di samping ranjang. "Lalu apa rencanamu selanjutnya? Direktur takkan suka jika mendengar kau hamil."
Lengkungan pada bibir itu perlahan memudar "Aku akan menyembunyikannya untuk sementara waktu."
"Sampai kapan? Kau tak bisa menyembunyikan ini terlalu lama Baek, perutmu akan semakin membesar. Dan, jika media sampai tahu karirmu akan hancur."
"Aku tahu Hyung," sebuah senyum Baekhyun paksakan muncul di belah bibirnya, tak ingin membuat Junmyeon semakin khawatir. "Tenang saja, aku pasti bisa mengatasinya." ujar Baekhyun mantap. Meski sebenarnya ia sendiri tidak tahu apakah ia benar-benar bisa bertahan. Ia tak memiliki siapapun di sisinya. Untuk Chanyeol, Baekhyun tak ingin menyusahkan pria itu lagi.
Junmyeon hanya bisa tersenyum miris melihat Baekhyun. Bocah itu telah banyak berubah rupanya. Junmyeon beralih mengemasi barang-barang Baekhyun, hari ini pria itu sudah diperbolehkan pulang.
...
Hari ini Baekhyun merasa bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Ia mulai kembali pada rutinitasnya, menghadiri acara fansign di tiga tempat berbeda yang beberapa hari lalu sempat tertunda.
Acara dimulai pukul delapan pagi, di tempat pertama semuanya berjalan lancar. Beberapa penggemar terus menanyakan keadaanya. Mereka semua khawatir akan insiden beberapa hari lalu. Sedikit banyak hal itu membuat Baekhyun tersenyum, Baekhyun senang karena banyak orang yang mengkhawatirkannya.
Baekhyun beralih menuju lokasi berikutnya, kali ini berada di Heocheon. Lumayan jauh dari Seoul.
Setelah menempuh dua jam perjalanan akhirnya mereka sampai. Di sana sudah di penuhi puluhan penggemar yang menunggu kedatangannya.
Semua berjalan baik, dan kini Baekhyun sudah berada di tempat ketiga. Tak beda jauh dengan kedua tempat sebelumnya, semua masih aman terkendali. Sampai ketika seorang penggemar membawakannya sebuah hadiah. Baekhyun menerima kotak hadiah itu dengan senang hati, kemudian membukanya karena penasaran apa isi di dalamnya. Mata Baekhyun berbinar begitu tahu jika itu adalah kotak berisi stroberi.
Namun, detik setelahnya wajah Baekhyun berubah pucat. Aroma buah yang begitu ia sukai itu entah mengapa membuatnya mual.
"Humpph..." Baekhyun segera menutup mulutnya ketika dirasa akan memuntahkan isi dalam perutnya.
"Baekhyun Oppa ... Kau baik-baik saja?" tanya penggemar wanita yang memberinya hadiah itu. Penggemar itu nampak sangat khawatir melihat wajah Baekhyun yang berubah pucat.
"Y-ya, aku baik. Tidak perlu khawatir."
Tak ingin membuat keributan lebih besar, Baekhyun memutuskan untuk meminta izin ke toilet sebentar.
Sementara, Junmyeon dan dua bodyguard segera datang menghampirinya. Ketiga orang itu, sama-sama menanyakan apa yang terjadi.
Wajah Baekhyun semakin pucat, rasanya begitu mual dan kepalanya pusing.
Acara tidak bisa dilanjutkan, Junmyeon memutuskan untuk membawa Baekhyun ke rumah sakit. Berkali-kali kata maaf ia ucapkan untuk para penggemar yang belum sempat mendapatkan giliran. Junmyeon takut jika nama Baekhyun berubah buruk karena insiden ini. Tapi di luar dugaan, respon penggemar malah berbanding terbalik dengan bayangannya.
Junmyeon sudah membayangkan akan ada keributan besar begitu acara dibubarkan paksa. Mungkin beberapa penggemar akan mengamukhu karena merasa ditipu, dan merasa membuang waktunya dengan sia-sia. Namun, tidak. Tidak sama sekali, yang ada para penggemar malah setuju dan mendukung. Mereka meminta agar Baekhyun —idola kesayangan mereka agar segera ditangani di rumah sakit.
...
Will yang baru beberapa hari kembali ke New York berhasil dibuat tak tenang ketika Junmyeon mengabarinya jika Baekhyun kembali masuk rumah sakit.
"Bagaimana bisa? Dia bahkan belum genap seminggu pulang dan sekarang harus dirawat lagi?" cerca Willis di sepanjang koridor agensinya. Pria itu terlalu kalut hingga tak menyadari telah menjadi pusat perhatian karena terus mengomel.
...
"Tidak bisakah kalian memberikan istirahat sebentar untuk Baekhyun?" Beberapa langkah di belakang Will ada seorang pria yang otomatis menghentikan langkahnya begitu mendengar Willis menyebut nama Baekhyun.
Alis pria itu berkerut dalam. Penasaran akan apa yang tengah Will bicarakan dengan seseorang di sebrang sana.
" Baiklah, baiklah kututup kalau begitu."
Will mempercepat langkahnya, dan segera pergi begitu saja dari gedung agensinya. Meninggalakan sebuah helaan napas berat dari pria yang sedari tadi coba mencuri dengar dari pembicaraannya.
"Tunggu!" Langkah lebar Willis terhenti ketika telinganya mendengar seseorang yang berteriak ke arahnya.
Chanyeol berlari menghampiri Willis yang hampir masuk ke dalam mobil. Pria itu mendekat dengan napas terengah-engah. "Ada yang ingin kutanyakan padamu."
...
Mobil sport merah itu telah pergi sejak beberapa menit lalu. Sementara, Chanyeol masih terdiam pada posisinya. Pandangan matanya kosong, sedangkan kakinya rasanya terpaku pada lantai.
Seperti deja vu. Ia masih tak percaya harus mendapat kabar seperti ini untuk kedua kalinya.
...
Jam menunjukkan pukul dua belas lebih. Rambut kusut serta baju kerja Jane masih setia menempel di tubuh. Langit sudah sepenuhnya menggelap dan itu artinya waktu yang tepat untuk Jane keluar dari kamarnya.
Dengan langkah pelan dan hati-hati ia berjalan mengendap menuju dapur. Ia tak ingin membuat keributan dan berakhir membangunkan semua orang. Namun, detik berikutnya Jane berteriak. Wanita itu hampir terjungkal begitu melihat bayangan Chanyeol yang duduk di meja makan dengan tenang.
Sial, padahal beberapa hari ini Jane sengaja keluar dari kamarnya saat tengah malam untuk menghindari sosok itu.
"Chanyeol ... Kau belum tidur?" tanya Jane kikuk.
Si tinggi menoleh ke arah Jane yang sedang tersenyum canggung. "Duduklah, aku membeli makanan. Kau pasti belum makan malam kan?"
Tanpa banyak bicara wanita itu memilih menuruti Chanyeol. Duduk di hadapannya dan mulai memakan apa yang pria itu beli.
Sepanjang acara makannya, Jane sama sekali tak menatap Chanyeol. Ia terlalu malu dengan kelakuannya beberapa hari lalu, dan jujur saja ini terasa amat sangat canggung untuk Jane.
"Jane, ada yang ingin ku bicarakan—"
"Aku minta maaf." belum sempat kalimat Chanyeol terlontar seluruhnya, tapi Jane lebih dulu menyela. "Maaf atas kejadian beberapa hari lalu, kau bisa berpura-pura itu tak pernah terjadi."
Chanyeol menatap nanar wanita di depannya yang terus menundukkan kepala dalam.
Beberapa detik diisi udara kosong sebelum akhirnya Chanyeol membuka suara.
"Jane, aku ingin mengakhiri kontrak pernikahan kita."
Kepala Jane refleks terangkat, "Kenapa?" wajahnya nampak bingung dan panik "Jika ini karena kata-kataku malam itu— Lupakan saja, semua yang kukatakan waktu i-itu ... aku hanya sedang mabuk. Maaf jika membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi ku mohon jangan membatalkan kontrak itu."
Chanyeol menarik napas panjang, mengusap wajah kusutnya sebelum kembali menatap wanita di hadapannya." Tidak. Aku memang berniat mengakhiri semuanya, ini bukan karena kau yang menyukaiku. Aku hanya merasa menjadi orang yang benar-benar jahat jika terus mengurungmu dalam pernikahan palsu ini."
"T-tidak Chanyeol, aku baik-baik saja. Aku sama sekali tidak keberatan dengan pernikahan ini. L-lagipula, Jackson juga masih sangat kecil ... Dia pasti akan bingung kalau tiba-tiba kita berpisah."
"Jangan khawatirkan Jackson, dia akan baik-baik saja. Hanya pikirkan dirimu Jane."
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan ku, aku tidak keberatan. Yang terpenting adalah Jackson, Jackson— dia masih sangat membutuhkan sosok ibu."
"Jangan khawatirkan soal itu. Itu bukan tanggung jawabmu, biarkan aku yang mengurusnya. "
Wanita berambut pirang itu mendengus "T-tapi aku tidak ingin mengakhirinya sekarang."
"Aku tak ingin menyakitimu lebih jauh Jane. Maafkan aku, ini adalah hal terbaik yang bisa ku lakukan. Besok aku akan mengurus surat cerai dan aku akan mentransfer sisa pembayarannya ke rekeningmu."
"Tidak, aku tidak mau ini berakhir di sini. Kau bilang kontrak akan berakhir ketika Jackson sudah cukup dewasa untuk mengerti semuanya— tapi kenapa tiba-tiba?"
"Dia sudah tahu semuanya."
"Maksudmu?
" Bocah itu sudah tahu, Jackson tahu kalau Baekhyun adalah ibunya."
"Lalu ... Apakah Jackson yang meminta agar kau kembali dengan Baekhyun?" bukan tanpa alasan Jane berpikiran demikian. Ia jelas tahu bagaimana Jackson sangat menyukai Baekhyun selama ini.
Chanyeol menjawab dengan gelengan kepala.
"Kalau begitu tidak masalah, aku bisa tetap mengasuhnya seperti—"
"Baekhyun hamil Jane ..."
Mulut Jane seketika terbungkam. Matanya melotot tak percaya. "Jangan bercanda Park!" seru Jane mencoba menyangkal.
"Aku tidak berbohong ... Kurasa itu adalah anakku."
"Fuck!" sebuah umpatan keluar dari bibir Jane tanpa bisa ia tahan. Satu lelehan air mata lolos begitu saja. Kedua tangannya terkepal erat di samping tubuh, sebelum ia bangkit dengan kasar dari duduknya.
"Aku tidak peduli, tapi yang jelas aku takkan mengakhiri semua begitu saja sekarang."
...
Pagi kembali menjemput meski Chanyeol masih tetap pada posisinya sejak semalam. Duduk sendiri sambil merenungi kilas balik hidupnya di meja makan.
Jika ada kata yang bisa mendeskripsikan bagaimana keadaan Chanyeol kali ini mungkin 'kacau' adalah yang paling mendekati. Semuanya berantakan. Tak ada yang berjalan baik satu pun. Chanyeol bisa gila.
"Morning Dad" Suara sapaan sang putra menyadarkan Chanyeol dari lamunan.
"O-oh Jack, morning."
Bocah itu menghampiri Chanyeol, dan mengambil duduk di sebelahnya. "Apa Daddy sakit?"
"Tidak, Daddy baik-baik saja."
Dahi si mungil mengerut, merasa tidak puas akan jawaban sang ayah. "Kau yakin?"
"Tentu, sekarang lebih baik Jackson mandi. Daddy belum sempat membuat sarapan, kita akan makan di luar."
"Yes!" Jackson memekik senang sebelum melompat menuruni kursi dan berlari menuju kamarnya untuk segera bersiap.
"Jackson!" Panggilan Chanyeol menghentikan langkah Jackson yang hendak memasuki kamarnya. "Ya Dad?"
"Mau pergi ke Korea denganku?"
...
..
.
TBC
See you on the next chapter
