A First Love Crap
By ewfzy
.
.
.
CHANBAEK STORY
Genre : Romance, Drama?
.
.
.
Baekhyun sedang duduk di kursi tunggu rumah sakit untuk menanti gilirannya diperiksa. Sebenarnya dokter Zhang sudah berjanji akan datang mengunjunginya, tapi pria itu terus berhalangan datang karena jadwalnya yang padat. Jadi, hari ini ia memutuskan datang ke rumah sakit untuk kontrol kandungannya.
"Bukankah itu Baekhyun?
"Baekhyun? Byun Baekhyun maksudmu? Mana? Di mana?"
Wajahnya sontak menegang kala bisik-bisik itu terdengar inderanya. Baekhyun mencoba menoleh pada sumber suara, dan ia menemukan dua gadis yang sedang berdiri di sisian koridor. Mereka berdua melihatnya layaknya hantu, kedua mata melotot dengan bibir yang sedikit terbuka.
"Benar! Benar itu Baekhyun." salah satu dari mereka memekik heboh. "Apa yang sedang ia lakukan di sini? Apakah dia sedang menjalani perawatan?"
Lontaran tanya yang beruntun itu membuat Baekhyun semakin resah dan segera membuang muka. Tangannya cepat-cepat tergerak untuk membenarkan topi dan masker di wajahnya.
"Jadi dia benar-benar sakit? Apa itu penyakit yang parah?"
"Tunggu! Lihat pria di sampingnya! bukankah dia pria yang sama dengan yang di video?" bisik-bisik kedua gadis itu semakin keras membuat jantung Baekhyun berdebar cepat. Tangannya refleks menggenggam milik Chanyeol yang duduk di sebelahnya.
Chanyeol yang tak sadar akan situasi menoleh pada yang lebih mungil. "Ada apa?"
Tak kunjung mendapati jawaban Chanyeol merendahkan kepalanya "Kau butuh sesuatu?" tanyanya lagi, mengira jika Baekhyun tak mendengarnya.
Suara beberapa bidikan kamera ponsel terdengar, membuat Chanyeol sontak menoleh. Menemukan kedua gadis yang berjalan cepat menjauhi mereka berdua. Kini Chanyeol mengerti alasan Baekhyun tiba-tiba memegang tanganya, ia tidak bodoh untuk menebak jika dua orang itu mengenali mereka.
"Aku akan mengejarnya." ujar Chanyeol segera bangkit dari duduknya. Namun Baekhyun menahan pria itu dengan mencekal pergelangan tangannya.
"Biarkan saja."
"Tapi—"
"Tidak apa-apa."
"Kau yakin?" ujar Chanyeol coba memastikan. "Aku tidak ingin ada keributan." balas yang lebih mungil.
...
Baekhyun harusnya bisa bernapas lega ketika dokter mengatakan jika kandungannya telah memasuki minggu ke 23 dan janinnya dalam keadaan sehat. Namun pria itu sama sekali tak menunjukkan kelegaan di sepanjang perjalanan pulang hingga membuat Chanyeol bertanya-tanya apa yang tengah ia resahkan.
Baekhyun masih bergeming di tempatnya, sementara mobil Chanyeol sudah berhenti sejak lima menit lalu dan ia harusnya turun sekarang.
Chanyeol yang tak kunjung mendapati pergerakan akhirnya bersuara.
"Ada sesuatu yang mengganggumu?" tanyanya membuyarkan lamunan yang lebih mungil.
"Huh?" Baekhyun terkesiap. Kepalanya segera ia tolehkan ke kanan-kiri dan barulah ia sadar jika mereka telah sampai.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Chanyeol sekali lagi.
Satu helaan napas berat Baekhyun embuskan. Mencoba mengurangi beban yang ada di pundak dan pikiranya. "Chanyeol, sepertinya aku akan berhenti sampai di sini."
"Maksudmu?" tanya si jangkung tak mengerti ke mana arah pembicaraan Baekhyun.
"Ku rasa aku akan mengakhiri semuanya. Karir ku. Aku tak bisa terus-terusan melarikan diri."
Jujur Chanyeol cukup terkejut dengan pernyataan Baekhyun. Karena ia tahu sebagaimana penting karir yang telah ia bangun selama ini.
"Kau akan keluar?"
Baekhyun menganggukkan kepalanya, "Iya dan mungkin aku juga akan berhenti menyanyi untuk selamanya."
Chanyeol bisa melihat ada setitik sedih dalam raut Baekhyun yang coba ia sembunyikan. Ia tahu benar bagaimana si mungil itu begitu mencintai musik dan bagaimana hidupnya ia dedikasikan untuk menyanyi.
"Kau yakin dengan keputusanmu?"
Baekhyun terdiam, tidak bohong ini adalah keputusan sulit baginya. Tapi kejadian di rumah sakit beberapa waktu lalu terus menganggu pikirannya. Ia tak bisa terus-terusan lari dan bersembunyi. Baekhyun ingin hidup bebas, ia ingin hidup bahagia seperti orang pada umumnya.
Pandangan Chanyeol beralih menatap tangan Baekhyun yang terjalin erat di atas pahanya. Ia mengerti jika Baekhyun sedang kebingungan, tentu ada banyak hal yang ia khawatirkan. Untuk itu Chanyeol memberanikan diri untuk menggenggam jarinya, mengusap punggung tangannya lembut coba memberikan sedikit dukungan.
"Kalau menurutmu ini yang terbaik, maka lakukan. Tapi kau harus pastikan tak akan menyesal dikemudian hari."
Baekhyun tidak terkejut ketika fotonya bersama Chanyeol di rumah sakit siang tadi tersebar.
Jari lentik itu menekan sebuah postingan yang menunjukkan foto amatiran yang sedang ramai dibincangkan. Namanya kembali melejit menduduki posisi pertama sebagai yang paling banyak dicari di situs online.
Persis seperti dugaannya.
Rumor di luaran sana semakin menggila dan Baekhyun rasa ia harus segera memberikan klarifikasi. Ia harus meluruskan semuanya. Ia tak boleh terus lari dari masalah jika ingin hidupnya tenang.
Membuat para wartawan minggir hanya agar mobilnya bisa lewat benar-benar butuh kesabaran ekstra. Setelah waktu yang cukup lama akhirnya Baekhyun tiba di basement agensi bersama Chanyeol.
Satu tarikan napas berat, dan satu lagi dengan embusan napas panjang.
"Mau aku temani?"
"Tidak perlu, ada Junmyeon Hyung yang sudah menungguku."
"Baiklah, kalau begitu aku tunggu di sini."
Dari tempatnya duduk Chanyeol bisa melihat jelas raut tegang pada Baekhyun. Si mungil itu terus-terusan mengambil napas dalam berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Mau kuberi pelukan penyemangat?" tawar Chanyeol tiba-tiba.
Baekhyun yang sibuk melepaskan seatbeltnya otomatis menoleh.
"Tentu, jika kau tak keberatan." Baekhyun mencicit. Sebenarnya ia tak bermaksud berucap sepelan itu. Hanya saja debaran di dadanya membuat ia kehilangan kontrol atas volume suaranya.
Tak menunggu lama Chanyeol segera membawa tubuh mungil itu masuk ke dalam dekapannya. Sudah lama sekali sejak terakhir Baekhyun mendapatkan rasa gelitik di dalam perutnya. Benar-benar menggelikan.
Baekhyun turut membalas pelukan itu erat seolah semua beban di pundaknya bisa terangkat begitu saja. Chanyeol mengusap kepala Baekhyun lembut.
"Kau pasti bisa melakukannya." lirih Chanyeol seperti mantra, memberikan efek yang begitu luar biasa untuk Baekhyun.
"Terima kasih."
Selesai dengan pelukan yang Chanyeol berikan Baekhyun segera turun dari mobil. Tak ingin membuang-buang waktu ia ingin semua masalah cepat selesai. Kakinya melangkah menuju lift, tujuannya adalah lantai paling atas gedung agensi.
Begitu pintu lift terbuka pemandangan pertama yang ia dapatkan adalah Junmyeon yang sudah berdiri menunggunya.
"Hyung, maaf membuatmu menunggu."
"Tidak, aku juga baru tiba beberapa menit lalu." ujar Junmyeon sebelum menarik langkah yang memaksa Baekhyun mengikutinya menuju ruangan sang direktur.
Pintu kayu itu diketuk, hingga mendapatkan sahutan dari dalam. Baekhyun dan Junmyeon pun masuk ke dalam ruangan sang direktur.
"Selamat pagi sajangnim." sapa Junmyeon sopan.
"Wow, kejutan apa ini? Byun Baekhyun akhirnya muncul dan menemuiku bersama manajer kesayangannya?" sambut Direktur Lee pertama kali.
"Duduklah, pasti melelahkan harus menerobos lautan wartawan di bawah sana." Direktur Lee mempersilakan Baekhyun dan Junmyeon duduk di sofa yang ada di dalam ruang kerjanya.
"Jadi kenapa akhirnya kau menemuiku? Apa kau sudah lelah berlari dan bersembunyi? Atau pikiran mu sudah berjalan dengan waras sekarang?" tanya Direktur Lee berturut-turut. "Ah, bagaimana kau sudah menyingkirkan bayimu itu?" Pertanyaannya begitu enteng, seolah bayi dalam perut Baekhyun tidak ada harganya sama sekali.
"Tidak. Sampai mati pun aku tak akan menggugurkannya."
"Astaga, kau masih saja keras kepala rupanya. Apa kau tidak pernah membuka sosial media? Atau setidaknya mencari namamu di situs pencarian dan lihat berita apa yang muncul."
"Aku sudah melakukannya. Aku jelas mengerti apa yang terjadi dan apa yang mereka bicarakan."
Kali ini Direktur Lee mulai menaruh atensi lebih, menatap Baekhyun yang duduk dengan penuh percaya diri.
"Lalu apa yang mau kau lakukan sekarang? Kau ingin membenarkan semua rumor itu?" tanya Lee Myung Soo dengan senyum remeh temeh di bibirnya.
"Aku akan keluar."
Pernyataan itu sempat membuat pria paruh baya di hadapannya menghentikan tawa. Namun tak lama, karena ia kepalang percaya diri jika Baekhyun tak mungkin senekat itu mengorbankan karirnya. Ia kembali tertawa, seolah menganggap pernyataan Baekhyun hanyalah angin lalu.
Ia menghela napas," Kau tahu benar akan seperti apa akibatnya. Jadi jangan membuatku berpikir jika kalimat itu serius." ujarnya ringan.
"Aku serius Sajangnim, aku lebih memilih bayiku." Baekhyun menoleh kepada Junmyeon yang sejak tadi duduk diam di sampingnya "Hyung kau bawa suratnya?"
Junmyeon tak menjawab, alih-alih membuka sebuah tas jinjing yang sedari tadi ia bawa. Baekhyun tersenyum melihat map berukiran tulisan emas itu. Memperlihatkan betapa resminya sesuatu di dalamnya.
Junmyeon menundukkan kepala sopan sebelum menggeser map itu pada Direktur Lee. "Surat pernyataan pemutusan ikatan kerja sama." terangnya tanpa diminta.
Tatapan yang Baekhyun terima berubah tajam. Baekhyun mengamati bagaimana semua kalimat Junmyeon mengubah drastis raut sang pria paruh baya.
Dokumen itu dikeluarkan kasar, dibaca, diperiksa. Sangat teliti. Diikuti dengan rahang Direktur Lee yang semakin mengeras.
"Kau tahu apa artinya ini?"
Tentu direktur Lee tidak senang dengan keputusan Baekhyun. Baekhyun adalah artisnya yang paling populer dan tentu saja berpenghasilan paling banyak. Meski rumor yang beredar cukup mempengaruhi reputasinya tapi Lee Myung Soo yakin semua masih bisa diatasi.
"Kau tahu apa isi dokumen ini kan Baekhyun? Karirmu akan hancur, benar-benar hancur. Kau akan diblacklist dari semua agensi di Korea, kau juga takkan diizinkan muncul di layar televisi."
"Aku tahu."
Dua kata itu sukses membuat yang paling tua di antara mereka murka. Melempar kembali map yang ada di tangannnya ke atas meja. Keras. Membuat dokemen di dalamnya terseret keluar dan mendarat di hadapan Baekhyun.
"Kau tak ingat bagaimana dulu kau merangkak dari bawah hingga bisa menjadi sukses seperti sekarang ini? Jangan menjadi bodoh hanya karena cinta dan bayi sial yang bahkan belum lahir itu!"
Alih-alih menjawab Baekhyun hanya diam.
"Kuberi waktu sampai besok." sang pria baya berujar dengan wajah memerah, tampak jelas tengah menahan amarahnya. "Pikirkan lagi, sebelum aku sendiri yang menghancurkanmu."
"Tentu aku sudah memikirkannya."
Map di meja Baekhyun ambil kembali hanya untuk sekadar merapikan letaknya. Ia benahi agar sesuai menghadap kepada siapa itu ditujukan.
"Tapi maaf, keputusanku sudah bulat."
Sebuah senyum penuh hormat ia ulas untuk terakhir kalinya. Baekhyun bangkit dan memberikan bungkukan sopan sembilan puluh derajat. Bagaimanapun Direktur Lee telah berjasa padanya.
...
"Halo semuanya, ini Baekhyun! Bagaimana kabar kalian? Sudah lama sejak terakhir kali saya menyapa, saya harap kalian semua baik-baik saja dan menghabiskan waktu melakukan hal yang menyenangkan.
Dengan rasa terima kasih yang mendalam di hati saya, pada akhirnya saya harus menyampaikan jika saya telah memutuskan untuk berpisah dengan agensi yang selama ini telah membesarkan nama saya. Terima kasih. Saya sangat berterima kasih kepada para staff dan agensi karena telah merawat saya selama ini dan membantu saya tumbuh menjadi orang seperti saya hari ini.
Dan untuk para penggemar, saya ingin meminta maaf karena telah membuat kekacauan. Maaf sudah membuat kalian khawatir tentang rumor yang akhir-akhir ini beredar. Saya tidak bisa sepenuhnya membantah rumor-rumor itu tapi banyak sekali informasi yang tidak benar di sana. Sangat mudah menjadikan kebohongan terlihat nyata tapi tidak semua bisa dibuktikan.
Sekali lagi saya dengan tulus ingin meminta maaf atas semua kekacauan yang terjadi. Saya banyak memikirkan cara menjaga dukungan berharga kalian dan bagaimana bisa melindungi hati kalian. Cinta dan dukungan tulus yang kalian berikan begitu luar biasa, hingga ucapan terima kasih saja tidak akan pernah cukup.
Mari bertemu di lain kesempatan. Saya pasti akan menjaga dukungan dan cinta berharga yang kalian berikan kepada saya. Untuk itu harap selalu sehat. Terima kasih. "
Sebuah surat panjang baru saja ia publikasikan lewat media sosial miliknya. Butuh waktu lama hingga Baekhyun akhirnya benar yakin pada setiap kata yang ia tulis di sana.
"Bagaimana? Merasa lebih baik?"
Baekhyun mengangguk, "Semua terasa lebih ringan sekarang."
"Bagus, kini kau hanya perlu fokus pada dirimu sendiri."
Keduanya kembali terdiam. Menikmati setiap tarikan napas yang hanya dibagi berdua dalam satu ruangan.
"Chanyeol..."
"Hm?"
"Aku sudah melakukan hal yang benar kan?" tanyanya ingin mendapat validasi akan keputusan yang ia buat.
"Tanyakan pada dirimu sendiri. Kupikir kau sudah lebih dewasa dan mengerti mana yang benar dan salah, bukan begitu?"
Baekhyun mengulum senyum. Kini perilaku Chanyeol jauh lebih mudah terbaca olehnya. Tentang apa yang coba ia sampaikan secara tersirat, tentang kejujuran di setiap perbuatannya. Dan, gengsinya yang begitu mendarah daging yang dibiarkan terus mengambil alih.
"Sebenarnya aku banyak memikirkan tentang penggemarku. Bagaimanapun mereka yang selalu mendukung dan memberikan cinta padaku selama ini. Aku takut semua orang berubah membenciku."
"Baekhyun, penggemar sejati pasti akan tetap mendukungmu. Mereka mungkin kecewa, tapi tidak akan membencimu."
"Berhentilah mengkhawatirkan hal-hal yang belum tentu terjadi."
Baekhyun melihat wajah Chanyeol, berusaha mencari sepasang netranya. Kehadiran Chanyeol di setiap relung detik miliknya sukses membantahi
segalanya. Membantahi kekhawatirannya, ketakutannya
dan mengokohkan keyakinannya.
Benar. Segalanya adalah nyata dan memang di sinilah dirinya.
...
"Bagaimana kesepakatan akhirnya?"
Suara itu terdengar datar tapi penuh intimidasi. Pria baya itu menatap lurus ke depan sementara sekretarisnya berjalan terburu dengan tangan yang sibuk bergerak di atas tablet.
"Mrs. Jane setuju dan bersedia menemui anda akhir pekan ini."
"Bagus, kau bisa mengatur pertemuannya."
"Baik Sajangnim." ujar pria berkacamata itu cepat. Ia lantas menyibukkan diri dengan mencatat perintah yang atasannya berikan.
Beberapa hari terakhir agensi yang pernah menaungi Baekhyun itu sangat sibuk. Ratusan telepon masuk setiap harinya, dari berbagai media maupun sponsor yang telah menjalin kerja sama. Yang mereka inginkan hanya satu, klarifikasi. Karena hingga sekarang pihak agnesi masih bungkam tak memberikan tanggapan apapun terkait berita keluarnya Baekhyun yang menggemparkan publik.
Saham agensi juga mendadak terjun bebas buntut dari kabar hengkangnya Baekhyun. Tentu saja hal ini membuat Direktur Lee benar-benar murka.
...
Senyumnya masih terkembang lebar dengan jemari menari di atas layar ponsel.
"Nah, yang ini adalah Namsan Tower." tunjuk Baekhyun pada sebuah gambar menara pada ponselnya. "Nanti kita juga bisa bersepedah di sekitar sana."
Jackson menganggukkan kepala semangat dan berseru tidak sabar ingin segera mengunjunginya.
Setelah semuanya, kini Baekhyun merasa lebih bebas dan tenang. Ia berencana mengajak putranya jalan-jalan, sesuai dengan janji yang pernah ia buat ketika di New York lalu.
Ia memutuskan untuk mengganti nomor ponselnya, tak lagi membuka sosial media, bahkan tak lagi menonton tayangan berita di televisi. Ia ingin memulai semuanya dari awal.
"Kalau yang ini?" tunjuk Jackson pada sebuah gambar sungai dengan kembang api di atasnya.
"Ah, itu adalah sungai Han. Akan sangat cantik saat malam hari.
Nanti kita sekalian ke sana bersama Daddy juga."
"Yesss, Jackson akan pergi bersama Daddy dan Papa!" seru Jackson penuh semangat.
Baekhyun terdiam menatap Jackson dengan keterkejutan yang ia rasakan.
"A-apa? Jack mengatakan apa barusan?" Baekhyun meletakkan ponsel di tangannya. Menatap penuh ke arah Jackson yang duduk di sampingnya.
"Hng?" mendapati reaksi Baekhyun yang tiba-tiba berubah, membuat Jackson berdebar cemas.
"Katakan sekali lagi."
"Jackson akan pergi bersama Daddy dan Papa." ulangnya sedikit mencicit.
PAPA
Tak sempat dia berpikir lebih jauh, jalan pemikirannya terputus oleh satu kata itu.
Terhenyak, Baekhyun berlutut, merengkuh sang anak dalam pelukannya. Terisak karena keterkejutan yang tak disangka-sangka. Baekhyun tidak bisa menjelaskan bagaimana bahagianya dia saat ini.
Si kecil itu Baekhyun hujani dengan kecupan sayang di seluruh wajahnya. Air matanya masih mengalir, ia benar-benar merasakan haru akan sebuah kata yang begitu berarti untuknya.
"Apa kau marah jika aku memanggilmu Papa?"
Baekhyun menggelengkan kepala cepat. "Tidak. Aku sama sekali tidak marah. Aku sangat senang sayang, aku benar-benar bahagia saat Jack memanggilku Papa."
"Lalu kenapa Papa menangis?"
Baekhyun terseyum, mengusap air matanya kasar. "Papa hanya merasa terlalu bahagia. Ini adalah air mata kebahagiaan."
Jari mungil itu bergerak mengusap air mata yang mengalir di pipi Baekhyun "Jangan menangis lagi Papa. Aku mencintaimu, kau membuatku sedih jika terus menangis."
Baekhyun mengangguk tanpa suara, sekali lagi memeluk putranya sayang.
Jackson baru saja tidur sedangkan Chanyeol sibuk dengan pekerjaannya di dalam kamar. Semenjak ia di Korea semua pekerjaan Chanyeol kerjakan secara daring.
Baekhyun yang bosan berjalan menuju dapur. Menemukan beberapa piring kotor yang belum dicuci. Merasa tak ada hal lain yang bisa dilakukan akhirnya ia berinisiatif untuk mencucinya.
Baekhyun sedang memeras spons cuci piring ketika Chanyeol tiba-tiba datang dengan langkah lebar.
"Letakkan itu!" Baekhyun terkejut, dan tanpa pikir panjang langsung meletakkan spons yang hendak ia gunakan mencuci piring. Mengangkat kedua tangannya persis seperti maling yang sedang tertangkap basah mencuri.
"Kau mencuci piring?"
Baekhyun yang masih diliputi bingung mengangguk.
"Ck! Sudah berapa kali kubilang kau duduk manis saja." Baekhyun menghela napasnya, baru tersadar jika sifat over protektif Chanyeol itu muncul lagi.
"Jangan berlebihan! Mencuci piring tidak akan membuatku mendadak pingsan Chanyeol."
Baekhyun mengambil lagi spons yang sempat ia jatuhkan.
Melihat itu Chanyeol tidak senang, tanpa basa-basi segera mengambil alih spons tersebut dari tangan Baekhyun.
"Tak bisakah kau hanya menurutiku? Jangan lakukan hal-hal sepele yang bisa membuatmu sakit."
"Chanyeol kau terlalu berlebihan—"
"Apa kau tahu bagaimana khawatirnya aku ketika melihat berita kau pingsan di atas panggung? Saat itu, mati-matian aku menahan diri untuk tak memesan tiket ke Korea saat itu juga. Aku juga tahu selama ini kau kecanduan dengan obat-obat itu. Dan aku tahu bagaimana dampak pil yang telah kau minum beberapa tahun terakhir ini mempengaruhi tubuhmu."
Chanyeol mengomel panjang lebar, tidak mengerti pula kenapa ia tiba-tiba menjadi sangat sensitif hanya karena masalah remeh begini. Bereaksi terlalu berlebihan.
Baekhyun tak memberi tanggapan, ia bahkan baru menyadari jika Chanyeol memperhatikan tiap hal kecil yang ada padanya. Harusnya Baekhyun kesal, tapi kalimat Chanyeol tahunya menciptakan bahagia di hati kosongnya.
Baekhyun mulai serakah, berpikir bagaimana ia akan hidup bersama Chanyeol, Jackson, dan calon bayinya nanti. Tidak. Bahkan jutaan dolar takkan bisa memberikannya kebahagian yang setimpal.
Untuk itu Baekhyun takkan menyesali apa-apa lagi sekarang.
Baekhyun mendongak, mencari-cari sepasang bola mata si tinggi. "Chanyeol"
"Kenapa?" tanya Chanyeol dengan sisa kesalnya "Kau tidak suka aku memarahimu?"
Baekhyun menggeleng. Kaki pendeknya ia bawa mendekat pada yang lebih tinggi. "Aku senang."
Chanyeol menaikkan satu alisnya heran. Menatap Baekhyun dengan sejuta tanya dalam kepala.
"Kau merasa senang?"
Baekhyun mengangguk cepat. Senyuman tipis ia sunggingkan sebelum kakinya kembali mengikis jarak antaranya dengan Chanyeol.
"Ternyata selama ini aku tidak salah. Rupanya kau masih sangat mencintaiku kan?"
Sebuah pemikiran terbersit dalam benak. Baekhyun mendongak, berjinjit dan dengan cepat membubuhkan kecupan di sudut bibir yang lebih tinggi.
Mata bulat si jangkung membola. Tak menyangka dengan perlakuan tiba-tiba itu.
Baekhyun menahan tawa begitu selesai memberikan kecupan singkat itu. Menatap lucu ekspresi yang Chanyeol tunjukkan.
"Aku akan istirahat sekarang, selamat malam."
Ujar Baekhyun sebelum melenggang meninggalkan Chanyeol dengan wajah konyolnya.
...
..
.
TBC
Selamat bermalam jumat.
Terimakasih untuk semua readers aku yang masih setia baca cerita yang tak kunjung usai ini.
