A First Love Crap
By ewfzy
.
.
.
CHANBAEK STORY
Genre : Romance, Drama?
.
.
.
Seperti rencana yang telah Baekhyun susun, ia mengajak Jackson mengunjungi tempat-tempat yang telah mereka lihat melalui internet sebelumnya.
Baekhyun duduk di bangku paling depan, sementara Jackson duduk sendiri di bangku belakang. Bocah itu sibuk dengan miniatur deadpool dan juga Iron man di kedua tangannya. Sedangkan Baekhyun duduk bersedekap dada dengan wajah yang tertekuk kesal.
Terkadang ekspektasi memang tidak selalu seindah realita. Tujuan utamanya hari ini adalah mengunjungi Namsan Tower tapi batal gara-gara Chanyeol tidak memberikan izin. Baekhyun sudah melakukan berbagai cara untuk membujuk Chanyeol, tapi tetap saja Chanyeol bulat dengan keputusannya.
Alasannya? simpel, tempat itu terlalu ramai, terlalu luas dan banyak sekali tangga. Sangat tidak cocok untuk Baekhyun kunjungi sekarang -mengingat ia sedang mengandung. Itulah alasan kenapa Baekhyun murung sekarang.
"Berhentilah cemberut dan menekuk wajahmu seperti itu. Kita bisa mengunjungi Namsan Tower lain waktu."
Baekhyun tak menjawab, masih merasa kesal karena keinginannya tidak dituruti.
"Lagipula Jackson juga tidak keberatan."
Merasa namanya disebut Jackson segera menyahut, "Kita bisa pergi ke sana lain waktu Papa."
"Kau dengar itu?" tanya Chanyeol yang sekali lagi tak mendapat sahutan.
Coex Aquarium menjadi opsi yang Chanyeol pilih pada akhirnya. Meski masih sedikit kesal tapi Baekhyun berakhir menuruti tempat yang Chanyeol pilih.
"Kita mampir ke supermarket dulu, ada sesuatu yang ingin kubeli." Baekhyun berseru ketika melihat di depan ada supermarket. Tanpa banyak protes Chanyeol segera menepikan mobilnya.
"Aku turun sendiri, kau di sini saja bersama Jackson. Aku takkan lama." Baekhyun segera keluar dari mobil dan sedikit berlari memasuki supermarket.
Chanyeol sengaja tidak memarkirkan mobilnya, karena ia pikir Baekhyun akan segera kembali seperti apa yang pria itu ucapkan. Namun, sudah 15 menit berlalu dan pria mungil itu belum menampakkan batang hidungnya juga.
Chanyeol mencoba menghubungi Baekhyun tapi panggilannya tak mendapatkan jawaban membuatnya jadi semakin gusar. Tak ingin mengambil risiko Chanyeol segera mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya dan menyusul Baekhyun.
"Jack tunggu di mobil sebentar ya. Daddy mau menyusul Papa, mungkin Papa sedang kesulitan membawa belanjaannya."
"Okay Daddy!"
Chanyeol mulai menyusuri tiap rak supermarket, mencoba menemukan seorang pria mungil dengan padding hitamnya. Namun, perhatiannya mulai teralihkan begitu telinganya menangkap sedikit keributan di deretan rak paling ujung. Tanpa pikir panjang ia segera pergi untuk melihat apa yang terjadi.
Segerombolan orang terlihat tengah melingkari sesuatu. Semakin penasaran Chanyeol berjalan mendekati kegaduhan itu.
"Kau benar-benar menjijikkan!"
Chanyeol bisa melihat ada beberapa pegawai supermarket yang coba melerai, namun sebagian lainnya hanya melihat dengan pandangan mencemooh, bahkan ada beberapa yang mengabadikannya dengan ponsel.
"Apa menyenangkan menjadi simpanan pria beristri?"
"Apa kau pikir bisa melakukan semua seenakmu karena kau adalah seorang idola? Tcih!"
Perasaan Chanyeol semakin tidak enak, hatinya semakin tak karuan. Tanpa pikir panjang ia segera menerobos segerombolan orang itu, mata Chanyeol terbelalak begitu menemukan pria yang sedari tadi ia cari tengah bersimpuh di lantai.
"Dasar murahan!" tepat setelah ujaran itu -entah siapa yang memulai- orang-orang mulai melempari Baekhyun dengan telur, susu, dan bahan apa saja yang ada di keranjang belanja mereka.
"YAH! APA YANG KALIAN LAKUKAN!" Teriak Chanyeol geram.
Chanyeol segera berjongkok, melepas jaket yang ia kenakan untuk menutupi kepala Baekhyun dan segera menyeret pria itu pergi dari sana.
...
Baekhyun menatap lama penampilannya di depan cermin besar kamar miliknya.
"Apa aku semenjijikan itu?" monolognya.
Mungkin lebih dari satu jam ia mematri wajah dan tubuhnya di sana. Baekhyun sendiri tidak mengerti kenapa ia begitu betah melihat pantulan dirinya.
"Mereka semua sekarang membenciku." Senyuman miring ia sematkan di sudut bibirnya. Senyum tipis yang entah mengapa terlihat menyedihkan.
Kejadian siang tadi tentu saja masih membekas dalam ingatannya.
Rencana liburannya dengan sang putra yang batal, menjadi tontonan ditempat umum, dan wajah bodoh menyedihkannya itu menjadi headline berita dimana-mana. Hari sial, mungkin hari tersial di hidupnya?
Ah, tidak, Sepertinya ia pernah lebih sial dari ini.
Baekhyun memang telah menyiapkan dirinya untuk segala kemungkinan terburuk. Tapi tetap saja, ia masih begitu terkejut, sangat menakutkan mendapatkan serangan seperti itu di tempat umum. Terlebih ketika ia sedang sendirian.
Tok Tok
Ketukan pada daun pintu mengalihkan perhatian Baekhyun dari cermin di depannya. Tak lama seorang pria dengan tinggi di atas rata-rata muncul dari balik sana.
"Saatnya makan malam," ucapnya begitu memasuki kamar Baekhyun.
"Ah! Benar." Baekhyun refleks menengok ke arah jam dinding. Bagus, dia benar-benar tidak sadar telah menghabiskan banyak sekali waktu. Bahkan ia belum sepenuhnya siap, tubuhnya masih terbalut bathrobe putihnya seusai mandi tadi. "Aku hampir melewatkannya, kalian duluan saja aku akan siap dalam lima menit."
"Baiklah." Setelah mengiyakan, bukannya kembali menuju meja makan si tinggi itu justru melangkah mendekati si mungil.
Baekhyun yang melihat pantulan Chanyeol dari kaca sontak menoleh dengan pandangan bertanya.
"Ada apa?" Tanya Baekhyun penasaran.
Chanyeol tak memeberikan jawaban apapun alih-alih berdiri di belakang pria itu dan memandangnya melalui cermin.
Baekhyun menatap Chanyeol penuh antisipasi. "K-kenapa?"
"Kau baik?" Hening. Pertanyaan singkat itu nyatanya menghantarkan suasana canggung untuk mereka berdua.
"Apa kau baik-baik saja?" Lagi, Chanyeol mengulang pertanyannya.
Baekhyun masih terdiam, ia jelas tahu ke mana arah pembicaraan pria itu.
Sebuah senyum Baekhyun paksakan muncul dari sudut bibirnya.
"Tentu saja" bohong Baekhyun tak ingin membuat pria itu khawatir. "Aku baik-baik saja, jangan pikirkan-"
"Jangan berbohong padaku."
Lengkung di bibir tipis itu perlahan memudar. Satu tarikan napas berat Baekhyun embuskan perlahan. "Itu mengejutkan, dan aku tak mengantisipasinya sejak awal. Tapi kurasa aku akan terbiasa nanti."
"Kau akan membiasakan dirimu dengan perlakuan semacam itu?" ujar Chanyeol dengan satu alisnya yang terangkat tak suka dengan jawaban Baekhyun.
"Lalu aku harus bagaiamana? Menuntut mereka?" Baekhyun terkekeh sejenak "Lagipula apa yang mereka katakan benar, … Bukan begitu?" Tanya Baekhyun menatap Chanyeol di kedua matanya melalui pantulan cermin.
Kedua iris itu saling berpandangan seolah saling bertukar emosi melalui sorotnya.
"Ikut aku kembali ke New York." tandas Chanyeol singkat.
Baekhyun sontak membulatkan matanya, menolehkan kepalanya dengan cepat untuk mencari kedua iris Chanyeol. Bibirnya terkatup kehabisan kata-kata.
...
Tak lama, hanya berselang tiga hari setelah Baekhyun menyetujui ajakan Chanyeol mereka segera mengurus kepindahan Baekhyun ke New York. Mengurus dokumen penting serta surat-surat berharga lainnya.
"Kau sudah mengepak semuanya?" Chanyeol datang menghampiri Baekhyun yang sibuk mengisi koper-kopernya.
"Sudah, semuanya sudah siap." Jawab Baekhyun dengan pandangan mata yang masih fokus pada koper miliknya.
"Baekhyun ..."
"Hmm?" sahut Baekhyun tanpa menoleh.
"Kau tidak ingin berpamitan dengan orang tuamu dulu?" Pergerakan si mungil terhenti, hanya sejenak, sebelum ia kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Orangtua yang mana Chanyeol?"
Chanyeol tahu hubungan Baekhyun dengan kedua orang tuanya memang kurang baik sejak dulu. Tapi bagaimanapun Chanyeol tak ingin Baekhyun menyesal nanti.
"Jangan begitu, seperti apapun mereka masih orang tuamu Baek."
Si manis itu tersenyum tipis sebelum mendengus kasar. "Tak ada yang bisa disebut orang tua." Baekhyun bangkit duduk di samping Chanyeol.
"Pria itu sekarang sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya dan wanita itu sudah berhenti mengganggu ku. Dia berhenti meminta uang dan pindah ke Jepang bersama selingkuhannya sejak satu tahun lalu. Jadi sudah jelas bukan, aku tak memiliki orang tua lagi."
Jujur apa yang barusan dikatakan Baekhyun membuat Chanyeol terkejut. Ia tahu jika hubungan Baekhyun dengan orang tuanya memang kurang baik, tapi ia tak menyangka jika lima tahun berlalu hubungan mereka menjadi seburuk ini.
"Kalau begitu mungkin kau ingin mengunjungi Bibi Gong?" Tawar Chanyeol mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Tak ingin membahas kedua orang tua Baekhyun lebih jauh.
"Bibi Gong sudah meninggal dua tahun setelah aku debut."
Chanyeol tak bisa berkata-kata lagi. Ini jauh lebih mengejutkan.
"Kenapa kau tak memberi tahuku?" Sahut Chanyeol. Ia tahu Bibi Gong tentu lebih berharga untuk Baekhyun dibanding kedua orang tua kandungnya. Lantas bagaimana pria itu mengurus hidupnya tanpa seorang pun berada di sisinya selama ini?
Sebenarnya lima tahun terakhir tak ada yang berjalan bagus. Baik Chanyeol maupun Baekhyun, mereka berdua sama-sama sakit. Baekhyun sendiri sudah merasa hancur, begitu tahu akan kehamilannya.
Kala itu keinginannya untuk debut dan menjadi penyanyi terkenal bukan hanya sekadar mimpi maupun cita-cita. Pada dasarnya Baekhyun terobsesi, ia ingin menunjukkan kepada kedua orang tuanya. Ia ingin menunjukkan bagaimana ia bisa sukses dan terkenal. Baekhyun ingin membuat kedua orang tuanya bangga dan berpikir dua kali sebelum meninggalkannya.
Baekhyun tahu, pernikahan orang tuanya sudah di ujung tanduk saat itu. Namun, Baekhyun ingin egois, ia tentu menginginkan keluarga seperti orang lain. Baekhyun ingin sekali merasakan kehangatan keluarga yang selalu orang-orang bicarakan itu, ia ingin kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya.
Tapi jika dipikir-pikir hal itulah yang menjadikan Baekhyun orang paling egois. Karena obsesi gilanya akan keluarga bahagia, ia justru mengorbankan bayinya, memaksa putranya yang tak berdosa merasakan apa yang ia rasakan. Tak hanya itu, ia bahkan juga merampas mimpi orang yang paling ia cintai.
Kertas di tangan Baekhyun remat saking tak percayanya. Sementara Chanyeol yang berdiri di sampingnya pun mematung tak tahu harus melakukan apa. Saat itu mereka berdua masih sangat muda, tak benar tahu tentang apa yang baiknya dilakukan.
"Chanyeol katakan padaku jika ini salah! Pasti dokter itu membohongiku kan? Apa-apaan dengan isi kertas ini?" teriak Baekhyun tak percaya.
Chanyeol bergeming, ia belum selesai dari rasa terkejut setelah melihat apa isi kertas itu.
"Chanyeol aku hamil? Yang benar saja! Hahahaha— Sepertinya aku harus menuntut klinik itu karena tidak becus." Baekhyun tertawa keras sebelum akhirnya membuang kertas yang ada di tangannya. Mengambil jaket yang ia gantung di samping pintu hendak pergi merealisasikan apa yang barusan ia katakan.
"Baekhyun tenanglah." Chanyeol menahan tangan si mungil.
"Tidak Chanyeol ini salah! Aku tidak mungkin hamil!" Baekhyun berusaha melepaskan tangan Chanyeol, bersikukuh jika hasil pemeriksaan kesehatannya salah.
Chanyeol memilih bergeming daripada membalas perkataan si mungil.
"Chanyeol aku tidak bisa membiarkan bayi ini tumbuh dan berkembang dalam perutku. Aku masih punya kesempatan, Sajangnim tidak boleh tahu. Aku akan melakukan aborsi sebelum semua terlambat."
"Baekhyun apa kau gila? Kita sudah cukup berdosa dan sekarang kau ingin membunuhnya?"
"Lalu aku harus bagaimana?! Debut kita kurang dari satu bulan Chanyeol!"
Iya, bukan hanya Baekhyun yang akan debut, saat itu Chanyeol juga seorang trainee yang akan debut bersamanya.
Farewell Party, adalah awal dimana semua kesalahan itu terjadi. Pesta itu diadakan untuk merayakan debut mereka bersama semua trainee yang ada. Pesta diadakan di sebuah bar dekat dengan gedung agensi.
Malam itu semua orang minum dan berbahagia, begitupun dengan Chanyeol. Tapi beruntung pria itu memiliki toleransi tinggi terhadap alkohol, jadi ia tak sepenuhnya mabuk. Lain halnya dengan Baekhyun yang benar-benar teler.
Baekhyun terus merengek jika kepalanya pusing dan ingin muntah. Chanyeol dengan segala otaknya yang masih waras berinisiatif memesan kamar yang memang disediakan di bar tersebut untuk Baekhyun beristirahat.
Chanyeol menuntun Baekhyun menuju lantai atas. Ketika sampai di ruangan yang berisikan single bed itu tingkah Baekhyun berubah semakin aneh. Ia mengatakan jika tubuhnya terasa panas, dan dengan tiba-tiba melepas seluruh pakaiannya membuat Chanyeol kelimpungan.
"Kenapa panas sekali Chan? tolong hidupkan ac nya!" perintah Baekhyun dengan tubuh telanjangnya.
Chanyeol menutupi tubuh polos itu dengan selimut, sebelum menuruti permintaan si mungil untuk menghidupkan AC.
"Panash Chanyeolh ..." rintihan Baekhyun semakin menjadi, bahkan suaranya terdengar begitu parau sekarang.
Selimut yang menutupi tubuh polosnya Baekhyun tendang, pria itu bergerak ke kanan dan ke kiri bak cacing kepanasan. Chanyeol mencoba mengambil kembali selimut yang Baekhyun lemparkan, namun, detik berganti dan Chanyeol terkejut ketika Baekhyun tiba-tiba menyambar bibirnya.
Bukan ciuman biasa, Baekhyun melahap bibirnya seolah itu adalah Stroberi kesukaannya. Ciuman basah yang begitu intens, tangan berhiaskan jari lentik itu mencengkeram rambut Chanyeol erat. Ciuman itu tak juga berhenti, dan ini pertama kalinya Chanyeol melihat sisi liar dari Baekhyun.
"Mhh~" Ciuman mereka semakin dalam, tak hanya melumat Baekhyun juga mulai menghisap bibir Chanyeol sesekali. Baekhyun melepas ciuman ketika dirasa dadanya mulai kehabisan pasokan oksigen.
"Tubuhku rasanya panas sekalih—." bisik Baekhyun menggelitik telinga Chanyeol. Mata sayu itu menatap mata lebar di depannya. Baekhyun semakin merapatkan tubuhnya, bahkan ia telah berada di pangkuan si tinggi sekarang. Baekhyun dengan sensual mulai menggesekkan bokongnya di atas kebanggaan Chanyeol dan kembali menciumnya.
"Hngh... " Chanyeol mengerang akibat perbuatan si mungil. Namun seolah ada alarm peringatan di kepalanya ia dengan segera menahan pundak Baekhyun, melepaskan ciuman sepihak tak ingin melewati batas.
"Baekhyun kau mabuk."
"... Kenapa berhenti hh—?" rengek Baekhyun merasa kesal.
"Kau mabuk Baekhyun, dan aku tidak ingin kau menyesali ini besok pagi." Chanyeol menurunkan Baekhyun dari pangkuannya. Ia sudah hampir kehilangan akal sehat, jadi sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan Chanyeol segera mengambil kembali selimut yang telah jatuh menyedihkan di lantai untuk menutupi tubuh Baekhyun—lagi.
Chanyeol membaringkan tubuh Baekhyun di atas kasur, "Tidurlah ... Kau harus istirahat." Ucap Chanyeol lembut sambil mengelus rambut Baekhyun penuh kasih sayang.
Baekhyun menepis tangan Chanyeol pelan. "Chanyeol apa kau tak ingin tidur denganku?" bisik Baekhyun lembut selembut embusan angin.
Chanyeol bahkan belum sempat mencerna pertanyaan Baekhyun dengan benar tapi si mungil itu justru mendorong tubuhnya kuat-kuat hingga membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh terlentang.
Si mungil menaiki tubuh Chanyeol, merendahkan kepalanya dan kembali berbisik, "Orang bilang sensasi bercinta saat mabuk itu luar biasa."
Ia menjilat dan menyesap leher Chanyeol seduktif. Tangannya dengan nakal bermain-main di area selatan Chanyeol, sebelum akhirnya melepaskan celana jeans itu kasar.
Baekhyun terkikik dengan wajah memerah dan mata sayunya begitu melihat penis Chanyeol telah mengeras akibat perbuatannya. Benda panjang yang sudah mengacung tegak itu Baekhyun remas dan dengan segera ia masukkan ke dalam mulutnya untuk diberikan pelayanan terbaik.
"Mhh... Baekh—" Chanyeol mengerang pasrah, kuluman agresif Baekhyun di bawah sana benar-benar membuatnya gila.
Malam itu Chanyeol kalah dan berakhir menuruti kemauan si mungil yang berada dalam pengaruh alkohol.
Chanyeol tak keberatan ketika Baekhyun terus menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, toh memang dirinya yang salah karena tak bisa mengendalikan diri dan malah mengikuti kemauan Baekhyun yang jelas-jelas sedang tidak sadar.
...
Baekhyun menatap lama obat yang ada di atas telapak tangannya. Mengamati pil-pil itu dengan seksama sementara otaknya berperang. Pikirannya benar-benar kalut akhir-akhir ini.
Satu tarikan napas panjang ia ambil sebagai isyarat telah yakin dengan keputusannya. Matanya terpejam erat sebelum pil-pil ditangan ia masukkan ke dalam tenggorokan. Tangannya dengan gemetar meraih segelas air putih yang sebelumnya telah ia siapkan. Meneguknya dengan rakus seakan tak ada hari esok.
"Baekhyun!" teriak Chanyeol mengalihkan atensi si mungil.
"Obat apa yang barusan kau minum?" Chanyeol tergopoh-gopoh, langkah panjangnya berantakan menjangkau sang kekasih dan merebut gelas ditangannya. Ia tahu akhir-akhir ini mental Baekhyun sedang tidak stabil, maka dari itu Chanyeol selalu memberikan perhatian ekstra.
Mata bulat Chanyeol menemukan sebotol obat di atas nakas, dengan penuh curiga ia lantas mengambilnya. Pria itu tak membaca dengan detail, tapi beberapa kata yang menerangkan jika obat itu berbahaya bagi janin cukup membuat Chanyeol kelimpungan.
"Kau gila?!" teriaknya penuh emosi. "Seberapa banyak yang kau minum?" Cecar Chanyeol tanpa ampun.
"Cukup untuk membuat bayi ini mati." jawab Baekhyun dingin. Pandangan matanya nampak kosong, ia bahkan tak ambil peduli dengan teriakan marah sang kekasih.
"Sial Baekhyun, kau-" Chanyeol kehabisan kata-kata, wajahnya ia usap kasar. Rasanya ingin sekali ia berteriak dan memaki-maki kekasihnya yang bodoh itu.
"Muntahkan!"
Baekhyun menggeleng, ia berusaha menghindar dari yang lebih tinggi.
"Aku tak ingin memilikinya! Ini tubuhku, aku berhak melakukan apapun."
Chanyeol habis kesabaran, emosinya sudah di ubun-ubun. Langkah lebarnya memudahkan ia meraih lengan Baekhyun. Tanpa ragu segera mencengkram kedua rahang si mungil. "Muntahkan Baekhyun!" perintahnya.
Si mungil memberontak, bersikeras menutup mulutnya rapat-rapat tak ingin memuntahkan obat yang barusan ia telan.
Chanyeol tak habis akal, dengan sengaja ia menutup hidung Baekhyun sementara tangan yang lain masih mencengkeram rahang nya. Berusaha membuat akses oksigen ke dalam tubuhnya terhenti. Detik demi detik berlalu dan Chanyeol masih betah menunggu si mungil menyerah.
Ketika Baekhyun mulai kehabisan napas, ia mau tak mau membuka mulut untuk mengais oksigen. Dengan kesempatan itu Chanyeol segera memasukan jarinya ke dalam mulut Baekhyun sampai pangkal tenggorokannya. Memicu rasa mual pria mungil itu agar memuntahkan isi perutnya.
Berhasil.
Baekhyun mengeluarkan semua isi perutnya yang sebenarnya hanya cairan bening dan butiran pil yang belum sempat dicerna tubuhnya. Obat berwarna merah muda itu berceceran di lantai.
"Kau meminum sebanyak itu?" tanya Chanyeol tak percaya. "Kau bukan hanya akan membunuh bayimu, tapi juga akan membunuh dirimu sendiri!"
"AKU TIDAK MENGINGINKANNYA SIALAN!"
"BERIKAN OBAT ITU PADAKU!"
"INI SEMUA SALAHMU!!"
"AKU MEMBENCIMU PARK CHANYEOL!"
Baekhyun terus berteriak seperti orang kesetanan. Pria itu mengamuk, melempari Chanyeol dengan benda-benda yang bisa dijangkau tangannya.
Baekhyun merasa seluruh dunianya hancur. Segala sesuatu yang telah ia bangun dan persiapkan seolah runtuh dan jatuh berserakan di bawah kakinya. Satu-satunya yang ada dipikiran Baekhyun adalah ia tak mungkin lagi bisa debut dan itu berarti kesempatan mempersatukan kembali kedua orang tuanya musnah.
Menit demi menit terlewati dengan Baekhyun yang masih sibuk dengan tangisannya. Sementara Chanyeol tak kalah kacaunya, pria itu duduk di lantai dengan punggung yang ia sandarkan pada dinding. Mata bulatnya menatap Baekhyun dengan berbagai macam emosi.
"Tolong pertahankan dia." Ucap Chanyeol akhirnya memecah keheningan.
Baekhyun mengangkat kepalanya, wajahnya berantakan dengan air mata yang masih mengalir deras.
"Ayo ke agensi," lanjutnya.
"Kau gila? Untuk apa pergi ke sana?!" teriak Baekhyun tak habis pikir.
"Kita diskusi, aku akan melakukan apapun agar kau bisa debut … tapi kumohon pertahankan dia."
…
Semua seperti diburu, begitu tergesa.
Chanyeol dan Baekhyun sudah siap bahkan ketika matahari baru muncul dari peraduannya. Pesawat mereka akan berangkat kurang dari dua jam lagi.
Kenyataan ia akan pindah dan memulai kehidupan baru di New York membuatnya cukup khawatir. Namun berkat Chanyeol ia bisa sedikit bernapas lega. Pria itu ada di sampingnya jadi Baekhyun pikir semua akan baik-baik saja.
Bukan begitu?
Baekhyun berharap tak salah langkah, ia harap keputusan yang ia pilih tidak mengantarkannya pada kesalahan lain dalam hidupnya.
Sedari tadi Baekhyun tenggelam dalam pikiran, jantungnya berdebar keras sedang tangannya tertaut dingin di atas paha. Kakinya bergerak gusar, meski kedinginan ia merasakan keringat mulai bercucuran di punggungnya.
Si mungil tersentak begitu tangan lain tiba-tiba melingkupinya. Baekhyun menoleh, menatap si tinggi di sebelahnya. Namun pria itu hanya bergeming dengan pandangan lurus ke depan, seolah tak terjadi apapun. Baekhyun tersenyum tipis, lantas mengeratkan genggaman tangannya bersama Chanyeol.
...
..
.
TBC
Hello long time no see, maaf ya baru update :')
