A First Love Crap
By ewfzy
.
.
.
CHANBAEK STORY
Genre : Romance, Drama?
.
.
.
Baekhyun benar-benar memilih untuk tak ambil peduli akan ratusan artikel berita tentangnya. Menjauh dari hiruk-pikuk kebisingan media. Bahkan setelah 2 bulan berlalu nama Baekhyun masih menjadi topik panas yang terus dibicarakan. Sepertinya reputasi Baekhyun di Korea sebagai artis sudah benar-benar hancur, namun ia memilih tak ambil pusing. Biarkan saja, toh Baekhyun juga tak berencana kembali ke dunia hiburan lagi.
Mata sabit itu masih berkedip di tengah gelapnya ruangan.
"Chanyeol~" panggilnya membuat pria yang sudah hampir terlelap itu kembali terjaga.
"Hmm?"
"Kau sudah tidur?" tanya Baekhyun mencoba memastikan.
"Aku mungkin sudah tertidur nyenyak sejak satu jam lalu, kalau saja kau tak terus-terusan memanggil namaku."
Baekhyun mengerucutkan bibirnya tanpa sadar, merasa kesal.
"Aku tidak bisa tidur."
Chanyeol tak menanggapi lagi, karena demi Tuhan ia sangat mengantuk sekarang.
"Chanyeol!" pekik Baekhyun tak senang ketika Chanyeol malah mengabaikannya.
"Bagaimana kau bisa tidur jika terus-terusan memanggilku. Diam dan tutup matamu, nanti kau akan tertidur." sahut Chanyeol dengan rasa kantuknya yang tak tertahankan.
Baekhyun sudah mencoba, tapi tetap tidak bisa. Matanya benar-benar tak mau tertutup membuatnya frustasi.
Untuk beberapa waktu hanya diisi udara kosong. Baekhyun masih terjaga ditemani suara detikan jam yang berputar ketika sebuah pemikiran tiba-tiba muncul dalam otaknya.
"Chanyeol ..." panggil si mungil itu lagi. "Tiba-tiba merasa takut." Kesadaran Chanyeol kembali Baekhyun tarik paksa.
"Kenapa?" jawab yang lebih tinggi dengan suara seraknya.
"Aku takut tak memiliki kesempatan untuk bisa melihat Baby. M-maksudku, Ini kehamilan keduaku dan dokter bilang cukup berisiko. Bagaimana jika aku tak selamat?" tanya Baekhyun mulai melantur.
"Apa yang kau bicarakan. Itu semua takkan terjadi, jangan memikirkan hal yang tidak-tidak!" pertanyaan Baekhyun sukses membuat rasa kantuk Chanyeol menghilang.
Sementara si mungil malah terkikik mendengar Chanyeol memarahinya karena pemikiran konyol itu.
"Tapi aku bersyukur, fakta bahwa anak-anakku memiliki ayah sepertimu membuatku lega."
Chanyeol menatapnya, menunggu penjelasan lebih jauh. Walau dalam gelap Baekhyun bisa melihat bagaimana manik hitam itu tengah mengawasinya.
"Meskipun aku tak ada, nantinya mereka masih memilikimu. Ayah hebat yang bisa diandalkan, yang akan merawat mereka dengan baik. Kau bisa menjadi sosok ayah dan ibu sekaligus. Mengisi kekosongan yang mungkin akan aku tinggalkan."
"Berhenti bicara sembarangan! Jangan coba-coba kabur dan lepas tanggung jawab lagi! Aku takkan memaafkan mu jika kau melakukannya kali ini." Chanyeol menjeda, "Kau sudah berjanji akan membesarkan mereka bersamaku."
"Aku hanya memikirkan kemungkinan terburuk." Baekhyun tersenyum seolah apa yang ia katakan hanyalah gurauan biasa.
"Berhenti memikirkan hal-hal seperti itu. Bayangkan saja sesuatu yang bagus!"
Chanyeol yang merasa kesal dengan pembicaraan Baekhyun memutar tubuhnya, lebih memilih tidur membelakangi pria itu.
"Chanyeol jangan memunggungiku!" Rengek Baekhyun tak suka.
"Kau membuatku kesal." tukas Chanyeol tanpa menuruti keinginan Baekhyun.
"Kau marah?" tanya yang lebih pendek lembut.
Hening. Pertanyaanmya tak mendapati sahutan.
"Maafkan aku." ujarnya menyadari jika apa yang ia katakan mungkin sedikit keterlaluan.
Dalam hitungan detik tubuh Chanyeol kembali berbalik, menenggelamkan Baekhyun dalam pelukan hangatnya. "Jangan membuatku takut." Pelukan itu semakin Chanyeol eratkan, kepalanya ia tenggelamkan pada leher yang lebih mungil. "Semua akan baik-baik saja, kau dan baby semua pasti akan baik-baik saja."
...
"Jack bosan tidak?" Tanya Baekhyun sambil meletakkan ponselnya, mulai merasa suntuk. Selama berjam-jam hanya mereka habiskan untuk duduk di sofa dengan suara televisi sebagai latar. "Mau jalan-jalan?" lanjutnya.
"Tentu!" pekik Jackson tanpa sadar melemparkan miniatur Iron man di tangan saking semangatnya.
"Kalau begitu ayo kita siap-siap."
Baekhyun bangkit dari sofa dengan susah payah. Yah, sekarang tubuhnya sudah tak seperti dulu lagi. Baekhyun butuh tenaga ekstra hanya untuk sekadar bangkit dari sofa, berat badannya naik hampir 15 kilogram sejak pindah ke New York. Perutnya juga semakin membesar membuat dirinya sedikit kesulitan.
Sebenarnya Baekhyun sudah mencoba diet, tentu ia tak ingin berat badannya terus bertambah dan membuatnya terlihat seperti babi. Tapi Chanyeol memarahinya, pria itu selalu bilang jika dirinya tidak gendut sama sekali. Chanyeol juga mengatakan jika berat badan Baekhyun adalah berat badan normal ketika hamil.
Deretan rak-rak besar Baekhyun lewati satu per satu sambil mendorong troli belanjaan yang sudah hampir penuh. Sementara Jackson berjalan mendahului sebagai pemandu yang akan berhenti tiba-tiba ketika menemukan snack kesukaannya.
"Sudah?" tanya Baekhyun.
Jackson menganggukkan kepala semangat, semua makanan yang ia inginkan sudah masuk ke dalam troli. Baekhyun tersenyum melihat Jackson yang nampak senang. Kemudian ia segera mendorong troli belanjaannya menuju kasir.
"Jackson!" teriakan itu sukses membuat Jackson maupun Baekhyun menoleh.
Seorang wanita berambut pirang tiba-tiba datang dengan langkahnya yang berantakan.
"Jack? Ini benar-benar Jackson kan?" Wanita itu berjongkok, menangkup kedua pipi Jackson, lalu mengusap kepalanya.
"Kapan Jack pulang? Kenapa tidak memberi kabar?"
Jane, Baekhyun yakin seratus persen wanita itu adalah Jane meski tidak melihat wajahnya.
"Mama! Jack merindukan Mama ..." Jackson balas memeluk Jane kemudian.
"Mama juga rindu" Jane menghujani wajah Jackson dengan ciuman kupu-kupu.
"Jack-" Baekhyun menarik tangan putranya, sedikit menjauhkan bocah itu dari Jane.
Seoalah baru menyadari, Jane menoleh ke arah Baekhyun, "Oh! Maaf aku tidak melihatmu." responnya ketika mendapati Baekhyun yang berdiri di belakangnya.
Baekhyun tak membalas, pria mungil itu hanya tersenyum dingin sebagai tanggapan.
"Jack ayo kita pulang." ajak Baekhyun lembut, matanya kemudian teralihkan pada Jane "Maaf kami harus pergi sekarang."
Mendengar itu Jane kelabakan, "Tunggu!" Dengan cepat ia meraih tangan Baekhyun.
"Sudah lama kita tidak bertemu, aku juga sangat merindukan Jackson. Tidak bisakah kau meluangkan waktu sejenak?"
"Maaf aku-"
"Aku benar-benar merindukannya Baekhyun. Ku mohon berikan sedikit waktu." mohon Jane memelas.
"Papa, Aku juga merindukan Mama" cicit Jackson sembari menatap Baekhyun penuh harap. Baekhyun selalu lemah dengan tatapan itu dan berakhir menghela napas sebelum akhirnya menyetujui permintaan sang putra.
Lalu di sinilah mereka sekarang, duduk bertiga di sebuah cafe dengan beberapa potong kue di atas meja.
"Sekarang Jack tinggal di mana?" tanya Jane pertama kali.
"Kami tinggal di sekitar sini."
Mata Jane berbinar "Apakah Mama boleh berkunjung?"
Jackson spontan melirik ke arah Baekhyun seolah meminta persetujuan. Menangkap sinyal itu Baekhyun segera memberikan gelengan kecil.
"I-itu, Jack akan meminta izin dulu kepada Daddy."
Mendengar penuturan itu Jane nampak tak senang. "Kenapa? Apakah Mama menjadi orang asing sekarang?"
"Tidak, bukan begitu Ma. Hanya saja-" Jackson bingung harus bagaimana menjelaskan. Ia sendiri saja tidak mengerti kenapa ayahnya menjadi sangat overprotektif sejak pulang dari Korea.
"Maaf Jane, kami tak bisa membiarkan sembarang orang tahu tempat tinggal kami. Yah, kau tahu sendiri bagaimana berita tentangku di luaran sana." tukas Baekhyun mengambil alih pembicaraan.
"Ah, soal itu. Maaf aku turut prihatin atas apa yang menimpamu. Aku sendiri tak habis pikir kenapa mereka bisa begitu jahat menulis semua itu."
Baekhyun mati-matian menahan ekspresinya, ia berusaha sekuat tenaga agar tak memutar bola matanya malas. Dasar wanita rubah, umpatnya dalam hati.
Baekhyun diam bukan berarti ia tak tahu siapa dalang yang bekerja sama dengan mantan agensinya, membocorkan informasi dan foto-fotonya. Baekhyun memilih bungkam karena semua serangan itu hanya ditujukan padanya. Ia tak mau memperbesar masalah, Baekhyun memilih berpura-pura tidak tahu mengingat selama ini Jane lah yang mengasuh putranya.
"Kau bisa mempercayaiku Baekhyun. Aku akan tutup mulut dan merahasiakan semuanya. Aku takkan membocorkan di mana kalian tinggal, aku hanya akan berkunjung untuk Jackson."
"Maaf Jane, kami tidak bisa." tolak Baekhyun se sopan mungkin.
"Kau tidak percaya padaku?" nadanya mulai meninggi.
"Bukan begitu, tapi kami tak ingin mengambil risiko." Jawab Baekhyun dengan tenang. "Kau bisa berbincang dengan Jackson sepuasmu sekarang, aku akan menunggu."
Jane mengepalkan tangannya erat. Menahan amarah dan rasa kesal akan sosok yang sedang duduk di hadapannya. Belum lagi melihat perutnya yang sudah membuncit, Jane benar-benar murka.
Menit-menit Baekhyun lalui dengan mendengarkan pembicaraan dua orang berbeda usia tersebut. Ia tak ikut berbincang lebih memilih diam menyibukkan diri dengan ponsel miliknya.
"Papa," Baekhyun segera mengalihkan atensi ketika Jackson memanggilnya. "Aku mau ke toilet."
"Ayo Papa antar" Baekhyun menyakukan ponselnya dan hendak bangkit dari tempat duduk.
"Tidak perlu Pa, aku bisa sendiri. Papa di sini saja, lagipula kamar mandinya juga dekat." tolak Jackson.
"Baiklah kalau begitu, jangan lama-lama." Jackson memberikan anggukan sebelum melesat menuju kamar mandi yang berada di ujung ruangan, meninggalkan ia duduk berdua dengan Jane.
Jane menatap malas ke arah Baekhyun, memperhatikan bagaimana pria itu tengah mengusap-usap perut buncitnya. "Jadi kau benar-benar hamil, eh?"
Baekhyun mengangkat kepala untuk kemudian menatap Jane dengan ujung matanya "Seperti yang kau lihat."
Wanita itu berdecih "Memang benar Jalang rupanya." gumamnya yang masih bisa Baekhyun dengar.
Baekhyun tak membalas, ia tak ingin merusak moodnya hari ini.
"Kau yakin itu memang milik Chanyeol?" tanya Jane syarat akan sindiran. Membuatnya sukses mendapatkan picingan tak suka dari Baekhyun. "Maaf-maaf, aku tidak bermaksud- kau tahu kan berita-berita itu. Jadi aku hanya penasaran."
Baekhyun menarik napas dalam menelan kembali rasa kesalnya. "Tentu ini miliknya, karena hanya dia orang yang aku inginkan dan kuizinkan meniduriku. Karena aku bukan murahan, Ah- kau penasaran tentang berita itu?" Baekhyun menjeda kalimatnya untuk meminum jus yang telah ia pesan. "Kau tahu sendiri kan bagaimana pesonaku, aku adalah primadona. Mereka yang membuat rumor palsu itu adalah pria-pria yang sakit hati karena cintanya ku tolak."
Jane memutar bola matanya, sialan, rutuknya dalam hati.
"Kau menikmati hidup sekarang?" pembicaraan itu berlanjut dengan Jane yang terus melontarkan tanya.
"Ya, aku cukup bahagia akhir-akhir ini."
"Dengan reputasi jelekmu itu?"
"Itu cukup mengganggu pada awalnya, tapi sekarang tidak lagi. Aku bahagia karena ada Chanyeol dan Jackson."
Kalimat Baekhyun sukses menyulut emosi Jane, membuatnya terlihat seperti pecundang yang Baekhyun kalahkan dengan mudah.
"Ah, tentu saja kau bahagia. Semua jelas terlihat dari bagaimana bentuk tubuhmu sekarang." Jane mengamati Baekhyun dari ujung kaki hingga kepala, menghujaninya dengan tatapan mengejek.
Baekhyun mengepalkan tangannya, merasa geram dengan setiap kalimat yang wanita itu ucapkan. Baekhyun memaksakan sebuah senyum, ia tak boleh terpancing emosi. "Kau benar, Chanyeol juga selalu mengatakan lebih menyukai tubuhku yang sekarang." Baekhyun mendekatkan kepalanya pada Jane hanya untuk berbisik "Dia bilang tubuhku jauh lebih menggairahkan dan membuatnya tidak tahan."
Baekhyun bersorak puas dalam hatinya ketika melihat bagaimana wajah Jane berubah memerah padam.
Wanita itu berdecih sebelum kembali bersuara, "Baekhyun kau jadi membuatku penasaran, apa kalian sudah menikah sekarang? Atau hanya berpacaran?" tanya Jane merujuk kepada hubungannya dengan Chanyeol.
Baekhyun terdiam, kali ini ia tak bisa menjawab.
Tak kunjung mendapatkan jawaban membuat Jane mengambil kesimpulan sepihak. "Jadi kalian belum menikah? Bahkan berpacaran juga tidak? Astaga."
Tak lama terdengar kekehan dari wanita itu, "Jadi kalian tak memiliki hubungan apapun? Dan kau dengan senang hati memberikan tubuhmu padanya?" wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Aku tak menyangka kalau kau memang memiliki sisi jalang dan murahan Baek." tawa Jane semakin keras. "Ah iya, jadi benar apa yang orang katakan selain murahan dan jalang kau juga tak tahu malu." lanjut Jane. Jarinya terulur mengusap ujung matanya yang sedikit berair.
Setelah meredakan tawanya Jane kembali bersuara, "Baekhyun, apa kau bahkan pernah mempertanyakan tentang hubungan kalian berdua kepada Chanyeol? Apa kau tidak takut dibuang setelah ini?" Jane menjeda kalimatnya "Apa kau juga tidak penasaran dengan hubungan kami?"
Baekhyun kembali bungkam, semua yang Jane katakan benar adanya. Ia bahkan tak pernah mempertanyakan perihal status pria itu dan bagaimana hubungan mereka berdua sekarang maupun ke depannya.
"Baekhyun," suara Jane memanggil si pria mungil dengan lembut. "Kami hanya berpisah, tapi belum bercerai."
...
Bunyi pintu yang terbuka dari luar sama sekali tak mengusik tidur lelap seseorang. Chanyeol yang baru pulang bekerja terdiam sejenak, mengamati bagaimana si mungil itu meringkuk di atas sofa.
Perlahan Chanyeol mendekat, mengusap pelan kepala Baekhyun untuk membangunkan. Namun si mungil rupanya benar-benar tertidur pulas hingga usapan-usapan itu sama sekali tak memberikan efek padanya.
Chanyeol tersenyum kecil, memilih jongkok di depan sofa sambil mengamati wajah lelap itu semakin dekat. Jarinya terulur untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi mata terpejamnya. Masih tak menerima respon Chanyeol mulai jahil, jarinya ia gunakan untuk menekan-nekan hidung Baekhyun, lalu pipinya, dan terakhir ... jari itu menuju bibir bawah berwarna pink merekah Baekhyun yang sedikit terbuka.
Si mungil terusik, dahinya mengernyit sebelum perlahan matanya terbuka dan pemandangan pertama yang ia dapatkan adalah wajah tampan Chanyeol lengkap dengan pakaian kerjanya.
"Chanyeol?" Si mungil mengerjab dalam keterkejutan. Sementara yang lebih tinggi dengan cepat menarik jarinya.
"Kenapa tidur di sini?" tanya Chanyeol pada si mungil. "Kau tidak membaca pesanku?"
"Aku sudah membacanya, tapi aku tetap ingin menunggumu." cicit Baekhyun sambil berusaha mendudukan dirinya.
"Ada apa? Tidak biasanya." tanya Chanyeol penasaran.
Baekhyun terdiam, seperti tengah memikirkan sesuatu. Chanyeol masih memperhatikan gerak-gerik si mungil yang tak kunjung memberikan jawaban.
"Ada yang ingin kau katakan?" tersadar akan apa yang barusan ia lakukan Baekhyun segera menggeleng cepat, sebelum menemukan topik sebagai pengalihan.
"Apa kau sudah makan?" tanya Baekhyun sambil mengusap rahang Chanyeol lembut. "Kau mandilah, aku akan menyiapkan makan malam."
Chanyeol mengangguk dan Baekhyun segera berjalan menuju dapur.
"Kau yang memasak semua ini?" tanya Chanyeol begitu melihat meja makan. Dahinya berkerut dalam melihat banyaknya hidangan di atas meja.
"Tidak, Bibi Gwen yang memasaknya aku hanya membantu sedikit. Aku tahu kau akan mengomeliku jika aku ketahuan memasak."
Chanyeol mengangguk-anggukan kepala puas mendengar penuturan Baekhyun.
Untuk beberapa menit hanya diisi suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Chanyeol sibuk menghabiskan makanannya sementara Baekhyun memperhatikannya. Chanyeol yang merasa diperhatikan melirik balik. "Kau tidak makan?"
Baekhyun menggelengkan kepala pelan. "Sedang tidak berselera."
"Kau harus tetap makan." Tanpa basa-basi Chanyeol langsung mengambil piring dan menyendokkan nasi serta beberapa lauk untuk Baekhyun. "Makanlah!" ujarnya sembari menyodorkan sepiring nasi untuk Baekhyun.
Chanyeol menegak segelas air putih untuk mengakhiri sesi makan malamnya. Sedangkan yang lebih mungil hanya mengaduk-aduk isi piring miliknya.
"Sebenarnya ada apa?" Chanyeol merasakan ada sesuatu yang janggal. Sesuatu yang tengah mengganggu pikiran Baekhyun. Mata bulatnya lantas melirik pada sepiring makanan yang tak tersentuh itu.
"Kenapa tidak dimakan? Jangan coba-coba melakukan diet lagi Baekhyun." nada Chanyeol terdengar frustasi.
Baekhyun buru-buru menggeleng "Tidak, aku tidak diet. Hanya kurang berselera."
"Ada makanan yang sedang kau inginkan?"
Baekhyun sekali lagi menggeleng.
Chanyeol menghela napas "Kau harus tetap makan Baek."
Chanyeol bangkit dari tempat duduknya, melangkah mendekat dan mengambil duduk di samping Baekhyun lantas mengambil alih piringnya.
"Buka mulutmu..." Tangannya terulur menyodorkan sesendok nasi beserta lauk pauknya.
"Aku tidak-"
"Kau harus tetap makan walaupun sedikit." Baekhyun mengembuskan napas pasrah, dan berakhir membuka mulutnya untuk menerima suapan Chanyeol. Si mungil itu memang terkadang harus sedikit dipaksa ketika sifat rewelnya kambuh.
Tapi untuk hari ini entah perasannya atau memang Baekhyun tiba-tiba menjadi pendiam. Kini dua orang itu diselimuti hening, keduanya sama-sama bungkam dengan pikirannya masing-masing.
"Uhm... Chanyeol, ada yang ingin aku tanyakan." setelah kebisuan panjang akhirnya Baekhyun bersuara untuk pertama kali.
"Soal apa? Tanyakan saja" Balas Chanyeol yang sibuk memotong daging untuk ia suapkan kepada Baekhyun.
Baekhyun memainkan jarinya resah sebelum melanjutkan kalimatnya. "T-tentang pernikahanmu dengan Jane."
Chanyeol spontan menghentikan aktivitasnya, namun hanya sepersekian detik sebelum kembali menyuapkan makanan ke mulut Baekhyun.
"Kenapa?"
Baekhyun menjeda, memilih mengunyah makanan di mulutnya terlebih dulu sebelum melanjutkan.
"Apa selama ini kalian benar-benar menikah?" lanjut Baekhyun. "M-maksudku pernikahan yang sah secara hukum." ujarnya dengan jantung berdebar menanti jawaban yang lebih tinggi.
"Iya kami menikah, dan itu memang pernikahan yang sah secara hukum."
Jawaban itu sukses membuat perasaan Baekhyun tak karuan, hatinya semakin resah. "Dan sampai sekarang kalian belum bercerai?" tanya Baekhyun kembali memastikan.
Chanyeol mengangguk. Anggukan yang sukses membuat jantungnya merosot, menghancurkan segala harapan Baekhyun, dan mungkin impian masa depannya.
"Ah, jadi begitu." Baekhyun mengerti, Baekhyun tahu bagaimana posisinya sekarang.
Baekhyun lantas mengangkat kepalanya, memaksakan sebuah senyum tipis untuk Chanyeol. "Baiklah, kalau begitu aku sudah tidak penasaran lagi sekarang."
Chanyeol sebenarnya ingin menjelaskan lebih banyak tapi entah mengapa bibirnya malah terkunci. Ia ingin menjelaskan tentang bagaimana pernikahan rumit mereka, tapi Chanyeol hanya berakhir bungkam membiarkan Baekhyun mengambil kesimpulan sepihak.
Sejak malam itu Baekhyun benar-benar hidup seperti orang bodoh. Pikirannya kosong, ia juga lebih sering menghindari Chanyeol dan mencegah kontak mata dengannya. Chanyeol sendiri juga tak mencoba meluruskan, membiarkan jarak diantara mereka semakin lebar.
...
Terbangun tengah malam adalah hal yang paling Baekhyun benci. Mata dan tubuhnya lelah tapi ia sama sekali tak bisa tertidur lagi. Pukul dua dini hari, masih terlalu awal untuk memulai hari tapi otaknya tak mau mengerti. Rasa haus pada tenggorokan pada akhirnya memaksa Baekhyun untuk keluar mengambil air minum.
Baekhyun terkesiap ketika mendapati Chanyeol tengah duduk di ruang tengah dengan laptop yang menyala sementara lampu ruangan dibiarkan padam. Tidak biasanya, pria itu tak pernah menyelesaikan pekerjaannya hingga selarut ini di sana.
"Kau terbangun?"
"I-iya" Sahut Baekhyun sedikit berdeham karena rasa kering di tenggorokannya. Sudah lama sekali rasanya tak melihat sosok itu.
"Bisakah kau mengambilkan sebotol air dingin untukku juga?"
"Tentu." Balas Baekhyun sambil melanjutkan berjalan menuju dapur. Setelah menenggak segelas air Baekhyun beralih menuju lemari pendingin. Bukannya segera mengambil botol minuman itu Baekhyun malah terdiam.
Ia kembali mengingat sesuatu yang beberapa hari terakhir terus membebani pikirannya. Termenung memikirkan jika ia dan Chanyeol bukan sepasang kekasih, mereka tak terikat hubungan apapun dan Chanyeol tak pernah menjanjikan apa-apa soal hubungan mereka kedepannya. Apalagi status pria itu yang masih suami orang lain.
Ia terpaku di sana dengan pemikiran kacaunya. Kesedihan itu lagi-lagi berhasil menguasainya, membuat matanya dengan mudah berair.
"Apa begitu sulit untukmu menemukan sebotol air?"
Baekhyun terkesiap, segera membuang wajahnya cepat dan tangannya tergerak menghapus air matanya kasar. Ia tak ingin Chanyeol melihatnya. "M-maaf."
Baekhyun membuka pintu lemari pendingin, hendak mengambil se botol air mineral ketika sebuah lengan tiba-tiba melingkari perutnya membuat ia hampir memekik terkejut. Tubuhnya mendadak kaku, mata sabitnya diam-diam mengintip bagaimana lengan besar itu memeluknya posesif. Tanpa sepatah kata terucap, Chanyeol tarik tubuh Baekhyun menjauh sambil menutup pintu kulkas.
"Sebenarnya apa yang terus mengganggu pikiranmu?" Bisik Chanyeol lembut dan pelan.
"Tidak ada." Bohong Baekhyun tak ingin ditanya lebih jauh.
Baekhyun mencoba melepaskan belitan Chanyeol pada pinggangnya, ia tak ingin terlena lebih jauh lagi. Namun bukannya mengendur yang ada pelukan itu semakin Chanyeol eratkan.
"Apa ini soal Jane?" tebak Chanyeol yang segera Baekhyun elak dengan cepat.
Chanyeol menundukkan kepalanya, perlahan ia tumpukan dagunya pada pundak Baekhyun.
"Sebenarnya aku sudah mengajukan berkas perceraian bahkan sebelum aku berangkat ke Korea."
Baekhyun sontak menoleh akan rasa tak percaya. Mengingat jaraknya dengan Chanyeol yang sangat dekat gerakan itu membuat pipinya tanpa sengaja bersentuhan dengan milik Chanyeol.
Chanyeol tersenyum sedangkan Baekhyun merasa kikuk. "Jadi ini memang soal Jane."
Baekhyun terdiam, ia tak bisa lagi berkutik karena Chanyeol jelas sudah menangkap basah dirinya.
"Apa yang kau takutkan?" tanya Chanyeol lagi.
Baekhyun berubah kesal dengan pertanyaan tak bermutu itu. Tubuh mungilnya dengan cepat ia putar agar bisa berhadapan dengan si tinggi.
"Kau serius bertanya tentang itu? Apa yang ku takutkan?" sungut Baekhyun. "Tentu saja kehilanganmu!" lanjutnya dengan ekspresi datar, namun dari nada bicaranya ia jelas sedang menahan kesal sekarang.
Bukannya merespon dengan serius tapi Chanyeol malah menertawainya. Pria tinggi itu terkekeh, entah kenapa jawaban Baekhyun terdengar lucu di telinganya.
"Kenapa tertawa? ini bukan saatnya untuk bercanda Chanyeol!" omel Baekhyun pada yang lebih tinggi. Baekhyun menarik napas dalam mencoba mengontrol emosinya, juga sebagai isyarat jika ia memang sedang tidak ingin bercanda.
"Jadi kau menghindari ku seminggu ini hanya karena itu?"
"Ini bukan hanya soal itu. Ada banyak hal yang ada di dalam kepalaku. Kini bukan lagi tentang kita, tapi juga tentang masa depan Jackson dan juga si kecil yang sebentar lagi hadir." Mata bulan sabit itu melirik ke arah perut buncitnya, mengusap pelan sebelum kembali melanjutkan. "Aku takut mereka tak bisa mendapatkan kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya. Aku takut mereka tumbuh sepertiku." lanjut Baekhyun dengan nada bicaranya yang lebih rendah.
Chanyeol meredakan tawanya, mengusap kepala Baekhyun pelan mencoba menenangkan. "Ketakutanmu tak berdasar, aku sudah berjanji bukan? Aku akan bertanggung jawab Baek, kau takkan membesarkan mereka sendirian."
"Tapi statusmu bahkan masih suami orang."
Tubuh mungil itu Chanyeol rengkuh, menyandarkan kepala Baekhyun pada dadanya. Tangan Chanyeol ia gerakkan untuk memberi usapan lembut pada punggung si mungil.
"Aku sedang mengurusnya. Pernikahan ku memang sedikit rumit, aku mengajukan pernikahan kontrak dengan Jane. Pernikahan ini dilandasi atas dasar kepentingan kedua belah pihak dan dapat diakhiri apabila salah satu pihak merasa dirugikan atau sudah tak lagi diuntungkan. Sebenarnya mudah untuk memutus kontrak ini tapi Jane sengaja mempersulitnya." Chanyeol menatap manik Baekhyun yang masih diselimuti kekhawatiran itu teduh. "Pengacaraku sudah berusaha menemui Jane tapi ia terus menghindar. Aku berjanji akan menyelesaikan semuanya sebelum persalinanmu."
Itu berarti satu bulan, hanya satu bulan tersisa sebelum persalinan Baekhyun.
"Kau yakin bisa menyelesaikannya?"
...
..
.
TBC
