A First Love Crap

By ewfzy

.

.

.

CHANBAEK STORY

Genre : Romance, Drama?

.

.

.

Jumat sore yang mendung, seakan cuaca turut murung layaknya suasana hati seseorang. Hari ini Chanyeol sengaja pulang lebih awal untuk menemui Jane.

Chanyeol baru tiba ketika wanita cantik berambut pirang itu sudah duduk manis di salah satu meja ujung dekat jendela cafe. Chanyeol lantas mengambil langkah panjang dan duduk di hadapannya, wanita itu menyambutnya dengan senyum tipis. Wajahnya nampak gugup menatap Chanyeol dari balik senyumannya.

"H-hai, bagaimana kabarmu?" Sapanya pertama kali.

"Aku baik." jawab Chanyeol singkat.

Jane mengangguk dengan mata coklat mudanya yang memandang Chanyeol dalam.

"Maaf membuatmu menunggu." Lanjut Chanyeol yang menyadari tatapan intens itu.

"Tidak, aku juga baru sampai." Jane membasahi bibirnya sebentar sebelum kembali bersuara "Rasanya sudah lama sekali ..."

"Iya sudah lama sekali," sahut Chanyeol. "... dan selama itu pula kau membuatku menunggu."

Jane mengangkat satu alisnya, menatap Chanyeol dengan pandangan bingung.

Chanyeol menarik napas panjang sebelum membenarkan posisi duduknya. "Aku akan langsung pada intinya saja Jane," lanjutnya seolah menjawab kebingungan wanita itu. Lagipula Chanyeol juga tak ingin berbasa-basi.

"Aku mengajakmu bertemu untuk membicarakan sesuatu, kurasa selama ini kita sudah cukup membuang-buang waktu." mulainya.

Chanyeol mengeluarkan sebuah map coklat yang sedari tadi ia bawa. Membuka isinya dan segera menyodorkan surat-surat di dalamnya pada Jane.

"Kau bisa membacanya terlebih dahulu, setelah itu tanda tangani di sini." tunjuk Chanyeol pada sebuah kolom yang sudah disediakan di kertas tersebut.

Jane cukup membaca judul pada kop surat, hanya sekilas dan ia sudah tahu apa isinya. Ekspresi di wajah cantiknya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Kau membuangku sekarang?" Pertanyaan itu meluncur dari bibirnya, tatapan Jane berubah tajam menatap Chanyeol dengan sisa kewarasannya. Tak ada lagi ramah tamah yang coba ia tunjukkan.

Chanyeol bergeming, belum sempat menjawab pertanyaan wanita berdarah eropa itu.

"Jadi ini yang kuterima setelah apa yang kulakukan?" Sebuah senyum miris lantas muncul dari bibir Jane menertawakan dirinya sendiri.

"Jane kau tahu bagaimana perjanjiannya, dan kurasa kita sudah tak diuntungkan dengan pernikahan ini lagi sekarang." Chanyeol balas memberikan tatapan bersalah.

"Chanyeol, apa bertahun-tahun tinggal bersama masih tak membuatmu mengerti juga? Apa waktu yang kita habiskan bersama sama sekali tak berarti bagimu? Apa kau tidak ingat aku adalah satu-satunya orang yang ada bersamamu saat itu. Apa itu juga tak berarti apapun? "

"Aku berterimakasih, tentu kau sangat berjasa dalam hidupku dan Jackson. Tapi aku tidak bisa lagi melanjutkan semua ini Jane, nyatanya menghabiskan tahun-tahun bersamamu tak merubabah apapun. Aku sudah mencoba, sudah ratusan kali aku mencoba membuka hatiku, tapi tidak bisa." Berat suara itu berdengung melemah diakhir kalimat.

"Chanyeol-"

"Aku tidak mencintaimu Jane." Sahutan itu menyentak Jane, pundaknya merosot, tergugu sedang hatinya teremas kuat.

"Aku hanya mencintai Baekhyun, sekeras apapun aku berusaha," Chanyeol mengembuskan napas berat.

"Hatiku akan terus dipenuhi olehnya." sambung Chanyeol lagi.

"Maaf, mungkin aku terlihat sangat brengsek di matamu, tapi kupikir ini adalah yang terbaik yang bisa kulakukan. Mari berpisah dan melanjutkan hidup dengan lebih baik. Kau masih muda dan bebas Jane, cari pria lain yang jauh lebih baik dariku. Aku benar-benar minta maaf."

"Tidak Chanyeol! Aku hanya mau kau!" Jane memekik, masih tak terima akan keputusan pria di hadapannya.

"Kita hanya akan saling menyakiti jika terus bersama—"

"Ini semua pasti karena si jalang itu kan?! Pria itu! Aku bersumpah takkan membiarkannya mendapatkanmu lagi!"

"Jane-" Kalimat Chanyeol lagi dipotong begitu saja. "Ah- dan ini" tunjuk Jane pada surat-surat yang sebelumnya Chanyeol bawa. "Berhenti mengirimiku kertas sialan ini!" Teriak Jane dengan tangannya yang merampas lembaran putih di atas meja, merobeknya menjadi beberapa bagian sebelum berlalu pergi meninggalkan Chanyeol dengan serakan kertas di depannya.

Chanyeol mengusap wajahnya kasar, mediasinya gagal lagi. Pria itu termenung sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi pengacaranya.

Memilih untuk langsung menyerahkan berkas percerainnya ke pengadilan.

...

Baekhyun sudah lama tak merasakan paginya seberisik ini. Tidur nyenyaknya terganggu oleh bunyi ponselnya yang tak berhenti berdering membuatnya mau tak mau harus membuka mata dan mengangkat panggilan.

Kening cantik itu berkerut begitu melihat jika Junmyeon lah sang pelaku penelponan. Aneh sekali, tidak biasanya mantan manajernya itu menghubungi pagi-pagi buta begini.

"Ya, Hyung?" Sapa Baekhyun begitu panggilan terhubung.

Baekhyun kemudian bangkit dari kasurnya, menyalakan laptop dan segera mengecek email seperti yang Junmyeon perintahkan. Manajernya mengirimi beberapa link, tanpa pikir panjang Baekhyun segera membuka tautan itu satu persatu.

Maniknya menatap tajam pada setiap untaian kalimat yang tertulis pada salah satu portal berita Korea yang ditampilkan. Air mukanya berubah, rahangnya mengeras, ekspresinya semakin serius membaca tiap kata yang tertulis di sana.

Ini sudah sangat keterlaluan.

"Aku akan menuntut mereka Hyung!" Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Baekhyun setelah kebisuan panjang.

Baekhyun marah, baru pertama kali ini ia merasa sangat marah kepada seseorang. "Hyung tolong bantu aku mengumpulkan semua bukti dan identitasnya, siapapun yang ikut berkomentar buruk tentang putraku akan kulaporkan, tak terkecuali." Suara Baekhyun bergetar menahan emosi. Jika seperti ini ia tak bisa berdiam diri lagi, identitas putranya disebar luaskan di media masa. Tak hanya itu headline berita yang ditulis pun juga sangat tidak etis.

Putranya menjadi bulan-bulanan, bocah kecil itu mendapatkan berbagai macam ujaran kebencian yang bahkan Baekhyun saja tak kuasa membacanya. Sebutan anak haram, anak yang tak diakui, pembawa sial dan julukan lain yang mereka lontarkan benar-benar menyakitinya.

Lagipula orang tua mana yang bisa tahan melihat putranya di caci maki seperti itu? Jackson tidak bersalah, putranya sama sekali tak bersalah. Kelahirannya adalah anugrah, bagaimanapun putranya terlahir suci.

...

Ini memang masih terlalu pagi untuk memulai hari, tapi Baekhyun tak bisa menahan dirinya. Setelah panggilan dari Junmyeon ia tak bisa berpikir jernih. Merasa tak habis pikir saja, bagaimana bisa seseorang menjadi sangat mengerikan seperti itu.

Baekhyun berdiri dengan emosi yang masih membumbung tinggi. Berpijak kepada dua kakinya yang sesekali ia ketukan, menunggu pintu rumah yang belum juga terbuka. Sekali lagi Baekhyun memencet bel, kali ini sedikit kasar karena ia merasa cukup kesal sekarang.

Pintu akhirnya terbuka memunculkan seorang wanita dengan setelan tidurnya. "Apa yang kau lakukan di rumahku?" sambut Jane dengan nada tak bersahabat. Rambutnya nampak kasut dengan kantong matanya yang mengerikan.

"Bereskan kekacauan itu!" sahut Baekhyun tak mau basa-basi.

"Excuse me?" Jane berkerut kening, matanya mengerling kebingungan.

"Jangan pura-pura bodoh! Aku tahu itu semua ulahmu Jane!" Baekhyun meninggikan suaranya, kesabarannya sudah hampir habis.

"Ah–" Seolah baru mengingat sesuatu Jane menganggukan kepalanya mengerti. "Jadi kau sudah membacanya?" nadanya mengejek, kemudian ia tertawa sumbang.

"Kau suka dengan apa yang mereka tulis?" Tanya Jane masih dengan senyumnya yang lebar.

Baekhyun berdecih sambil membuang muka, tak jabis pikir dengan reaksi yang wanita itu berikan. "Bagaimana bisa kau setega itu kepada Jackson?"

Jane tak menjawab melainkan hanya kedikan bahu.

"Terlepas dia putra ku atau bukan, bukankah selama ini kau juga ikut membesarkannya? Demi Tuhan dia hanya seorang bocah yang tak mengerti apa-apa. Tak adakah sedikit saja rasa sayangmu untuknya?"

Jane berdecak keras. Matanya menatap Baekhyun kesal, apalagi mendengar kalimatnya yang terlalu mendramatisir itu membuatnya semakin muak. "Tidak! Tidak ada! Lagipula ini semua terjadi juga karena ulah bocah sial itu. Kalau saja dia tidak terus-terusan merengek meminta bertemu denganmu sudah pasti Chanyeol takkan meninggalkanku"

"Hanya karena itu?"

Jane melirik tak suka "Hanya karena itu kau bilang?" sahutnya cepat.

"Apa kau sebegitu menyukainya? Apa kau yakin benar-benar mencintai Chanyeol?"

"Baekhyun, apa kau bodoh atau dungu? Tentu saja aku mencintainya, untuk apa aku membuang-buang waktu dan tenagaku mengasuh putra bodohmu itu kalau bukan demi Chanyeol?"

"Kalau begitu itu bukan cinta Jane! Apa yang kau rasakan adalah obsesi, jika kau memang mencintainya kau tidak akan melakukan semua ini."

"Kau tidak mengerti apa-apa Baekhyun, jadi tutup saja mulutmu! Diam dan urusi saja anak harammu itu!"

Baekhyun tertegun dengan kalimat yang baru saja Jane lontarkan tentang putranya. "Bagaimana bisa kau mengatakan itu Jane?"

Jane memutar bola matanya malas, "Apa? Bukankah semua itu benar? Dia memang anak haram, kelahirannya sama sekali tidak diinginkan. Kau bahkan hampir membunuhnya! Kau membuatku muak Baekhyun!"

Jari Baekhyun teremat kuat di kedua sisi tubuhnya. Berusaha sekuat tenaga agar tak sampai melayangkan pukulan di wajah Jane. "Tarik semua berita itu, Jane. Aku sudah cukup bersabar selama ini, dan aku takkan diam saja kali ini. Aku akan memberikan kesempatan terakhir untukmu."

"Kesempatan?" Jane mendengus, hampir meledakkan tawa. "Kesempatan apa yang kau maksud?" Pada akhirnya wanita itu tertawa dan melanjutkan kalimatnya. "Kau bisa lakukan sesukamu, dan aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku takkan menyerah untuk mendapatkan Chanyeol lagi."

"Baiklah, kalau begitu terima kasih. Terima kasih karena sudah meyakinkanku. Dengan begini aku tak lagi ragu, aku akan menuntutmu. Kali ini aku bersumpah akan memberikan hukuman yang setimpal untukmu."

Jane mengedikkan bahu acuh, "Aku tidak peduli. Lakukan sesukamu dan aku juga akan melakukan hal yang sama." Dari sorot matanya Jane terlihat sama sekali tak menyesal. Ia bahkan masih bisa tersenyum dengan wajah bengisnya seolah tak memiliki rasa takut akan apapun.

...

Chanyeol duduk di sofa ruang tamu dengan gusar, menatap lurus pintu apartemennya seolah ingin melubanginya. Sesekali matanya melirik ke arah jam dinding, berharap agar sosok mungil itu segera muncul, karena demi apapun ini sudah dua jam sejak pria itu pergi tanpa memberitahu kabar bahkan ia juga tak membawa ponselnya.

Beberapa jam lalu ketika ia bangun dari tidur rumah dalam keadaan sepi, Jackson masih tertidur sementara Baekhyun entah pergi ke mana.

"Jika dalam lima menit Baekhyun tidak pulang, aku bersumpah akan pergi ke kantor polisi!" gumamnya sambil meremat ponselnya yang tidak berguna.

Seolah doanya terkabul, suara tombol pintu yang ditekan dari luar terdengar dan pintu apartemen terbuka menampakkan sosok Baekhyun dengan sebuah kantong di tangannya. Chanyeol melompat dari duduknya, mengambil langkah lebar dan segera menerjangnya dalam pelukan erat.

Baekhyun terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan kantong plastik di tangan.

"Kau dari mana saja?" tanya Chanyeol dengan suara beratnya yang mengintimidasi. "Kenapa tidak memberitahuku? Baekhyun apa kau tahu betapa khawatirnya aku?" lanjutnya bertubi-tubi.

"Maaf tak meminta ijin dulu kepadamu. Aku hanya-" Baekhyun belum menyelesaikan kalimatnya, tapi Chanyeol lebih dulu mengurai rengkuhan beralih menangkup kedua pipinya sambil mengecek dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang menyakitimu? tidak ada yang luka?" wajah khawatir chanyeol benar-benar terlihat jelas, pria itu bahkan masih sibuk mencari-cari apakah ada yang salah dari penampilan Baekhyun.

Si mungil menghela napas sebelum mengusap rahang yang lebih tinggi. "Aku baik-baik saja Chanyeol." Setelah itu barulah Chanyeol bisa sedikit tenang.

Chanyeol menarik napas dalam lantas menatap Baekhyun dengan pandangan penuh arti. "Kau dari mana?" tanyanya sekali lagi.

Baekhyun nampak ragu, menggigit bibirnya sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Chanyeol "Menemui Jane."

Alis pria itu terangkat "Menemui Jane?" ulang Chanyeol meminta penjelasan lebih.

"Identitas Jackson tersebar. Kurasa ini semua perbuatan Jane."

"APA?!" Sahut Chanyeol terkejut. Alisnya menukik tajam, telinganya terasa panas akan informasi yang baru saja Baekhyun berikan.

Ini jelas bukan berita sepele, putra yang selama ini ia besarkan dengan penuh kasih sayang, darah dagingnya yang ia jaga dengan sepenuh hati, lalu bagaimana bisa wanita itu menyebarkan identitasnya dengan tak bertanggung jawab seperti itu?

Chanyeol menutup matanya seolah berusaha meredam segala emosi yang hendak keluar. "Wanita itu benar-benar-" kini matanya terbuka, beralih menatap Baekhyun menyeramkan.

"Dan kau- Kenapa juga kau begitu gegabah? Bagaimana bisa kau pergi seorang diri? Jane bisa saja mencelakaimu!" Tuturnya dengan nada yang seidikit tinggi, menghujani Baekhyun dengan tatapan cemas, marah, khawatir, semua bercampur jadi satu.

"Maafkan aku..." cicit Baekhyun. Kakinya ia langkahkan mendekat memeluk Chanyeol hingga tubuh tinggi itu terhuyung ke belakang.

Bekhyun memeluk Chanyeol dengan rasa bersalah, kemudian mendongakkan kepalanya. "Aku tidak bisa menahannya, aku ingin mendengar alasan Jane melakukan semua ini. Aku ingin dengar alasan kenapa dia tega melakukan itu pada Jack."

Sepasang manik itu saling beratatapan, bertukar pandang mencoba saling memahami satu sama lain.

"Kau sudah mendapatkan jawaban?"

Baekhyun mengangguk.

"Kau mau menuntutnya?"

Baekhyun terdiam, nampak ragu "Bagaimana menurutmu?" si mungil balik bertanya.

Chanyeol sudah menduganya, si mungil itu masih saja merasa tak enak kepada Jane. "Tentu akan kulakukan. Ini sudah sangat keterlaluan, dia sudah melampaui batas kesabaranku."

...

Satu minggu belakangan adalah hari-hari paling sibuk bagi Chanyeol. Bolak-balik kantor polisi dan pengadilan sudah tak terhitung jumlahnya. Ini semua ia lakukan semata-mata untuk menyelesaikan semua perkara perceraian juga tuntutannya kepada Jane.

Cukup melelahkan memang, tapi mau bagaimana lagi? ini semua ia lakukan demi Baekhyun dan putranya. Lagipula Chanyeol tak ingin terus-terusan terbebani, ia ingin segera bebas dari masalah yang ada. Hidup tenang bersama dengan keluarga kecilnya.

"Sudah siap?" Tanya Chanyeol dari balik kemudi.

"Sudah Dad!" Pekik Jackson antusias.

"Kalau begitu kita berangkat." Chanyeol melajukan mobilnya untuk mengantarkan putranya pergi ke sekolah barunya. Chanyeol memutuskan untuk memindahkan sekolah Jackson karena lingkungannya sudah tak kondusif lagi.

"Pa, kapan adik bayi lahir?" Jackson membuka pembicaraan.

"Eumm... Kurang dari satu bulan Jack akan bertemu adik bayi." Jawab Baekhyun yang duduk di samping putranya.

"Yesss! Jack tidak sabar ingin bermain dengannya." Bocah itu melompat kecil di tempat duduknya. Merasa sangat bersemangat menanti kelahiran adiknya.

Baekhyun tersenyum turut tertular bahagia. Ia sendiri juga tidak sabar menanti kelahiran putra keduanya.

Setelah menurunkan Jackson di sekolahnya Chanyeol dan Baekhyun melanjutkan perjalanan. Mereka hendak membeli beberapa perlengkapan bayi karena tanggal persalinan Baekhyun sudah semakin dekat.

Sebenarnya mereka sudah membeli banyak di rumah, tapi Baekhyun merasa jika ada beberapa barang yang kurang. Jadilah mereka pergi untuk berbelanja keperluan yang Baekhyun inginkan.

"Kita mampir membeli kopi dulu." Ujar Chanyeol memberitahu Baekhyun.

"Biar aku saja yang turun, akan memakan waktu jika harus parkir."

"Baiklah kalau begitu." Chanyeol menepikan mobilnya di pinggir jalan. Baekhyun segera keluar begitu mobil berhenti dan masuk ke dalam Coffee shop yang sudah menjadi langganan mereka berdua.

Jane menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobilnya dengan keras. Deru napasnya masih bergulung akan emosi. Wanita itu memejamkan mata, mencoba meredam amarah. Baekhyun menuntutnya atas pencemaran nama baik. Pria itu benar-benar melaporkannya, dan semua menjadi semakin kacau sekarang.

Hari ini ia terpaksa datang untuk memenuhi panggilan polisi, memberikan beberapa pernyataan dan kesaksian setelah sebelumnya mangkir beberapa kali.

Dirasa pikirannya mulai tenang Jane lantas menyalakan mesin mobilnya dan melaju keluar dari parkiran. Ia buru-buru mengemudikan mobilnya untuk menemui seseorang dan meminta bantuan.

"Sial!" Jane menggeram kesal ketika lampu jalan telah berubah merah, mengharuskannya berhenti untuk menunggu. Tak lama tatapan wanita itu menajam ketika melihat sosok yang

menurutnya tak asing.

Picingan itu masih menyoroti pada seorang pria mungil yang baru keluar dari sebuah cafe dengan menenteng dua buah minuman di tangannya. Pria itu tersenyum manis sebelum melambai kepada seseorang.

Mata Jane mengikuti ke mana arah pandangnya, dan berubah tak suka ketika melihat Chanyeol berada di sebrang jalan membalas lambaian itu dengan senyum tampan pula.

Ia tak pernah melihat senyum Chanyeol selebar itu, dan yang menyebalkan adalah Baekhyun dengan mudah menjadi alasan pria itu tersenyum sebegitu lebarnya. Interaksi kecil itu nyatanya membuat Jane semakin benci, membakar rasa marah dan cemburu di hatinya.

Sangat menyebalkan melihat bagaimana mereka tertawa tanpa peduli akan keadaannya yang kacau.

Jane mendengus lagi. "Aku tidak akan hancur sendirian sialan!"

Ia tak bisa meredakan labil suasana hatinya, pikiran buntunya tak menemukan cara lain. Dan satu-satunya hal yang terpikirkan sekarang adalah menarik rem tangan mobilnya dan menginjak pedal gas dengan kuat.

Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi sementara lampu jalan masih jelas-jelas berwarna merah.

"BAEKHYUN AHH!" Chanyeol berteriak keras. Bola matanya hampir melompat begitu melihat sebuah mobil yang melaju ke arah Baekhyun. Ia berlari seperti orang kesetanan, mengerahkan seluruh tenaga yang ia miliki untuk menjangkau Baekhyun. Chanyeol menarik tangan si mungil, namun bagian mobil itu masih sempat menghantam tubuhnya membuat mereka berdua terguling beberapa kali.

Hening.

Telinga Chanyeol berdenging membuatnya tak bisa mendengar apa-apa. Kepalanya berputar, Chanyeol menggeleng, ia tak boleh kehilangan kesadaran.

Dengan susah payah Chanyeol mencoba bangkit, tubuhnya terasa berat karena Baekhyun menimpanya. Perlahan telinganya mulai berfungsi lagi dan orang-orang mulai berdatangan menghampiri mereka berdua.

"Baekhyunah? Byun Baekhyun!" Chanyeol menggoyangkan tubuh itu tapi tak mendapatkan respon apapun.

Baekhyun tak sadarakan diri, ada luka di kening dan tangannya membuat Chanyeol panik. Pria itu semakin panik ketika menemukan cairan bening bercampur darah membasahi bagian bawah tubuh Baekhyun.

"Tidak, tidak, tidak..." Chanyeol bergetar, seluruh tubuhnya rasanya lemas sekali. "PANGGILKANAMBULANS! CEPAT PANGGIL AMBULANS!" teriak Chanyeol dengan sisa tenaganya.

Mobil ambulans tiba di depan rumah sakit, di sepanjang jalan yang terasa begitu lama itu tak sama sekali Chanyeol lepaskan genggaman tangannya.

"C-chanyeol..." parau suara itu segera tertangkap indera. "Anakku..." Baekhyun membuka sedikit matanya.

"Ya, sayang kau akan baik-baik saja. Jangan khawatir." ujar Chanyeol mencoba menenangkan meski hatinya tak karuan sekarang.

"Selamatkan dia, kumohon selamatkan dia..." suara Baekhyun semakin melirih di akhir sebelum ia kembali kehilangan kesadaran.

Chanyeol hanya bisa mengangguk sambil menahan tangisnya meski ia tahu Baekhyun tak bisa melihatnya. Begitu turun dari ambulans tubuhnya terdorong ketika para petugas medis tiba dan memberikan penanganan kepada Baekhyun.

Bayangan akan bagaimana darah yang tak berhenti keluar dan kesadaran yang terenggut serta napas satu-satu milik Baekhyun terus menghantui.

Chanyeol ketakutan.

Bagaimana jika prianya tak selamat?

Pikirannya benar-benar kalut, Chanyeol takut luar biasa. Tangannya bergetar hebat seirama dengan detak jantungnya. Koridor sepi rumah sakit menyisakan dirinya sendirian di bangku tunggu itu. Chanyeol memandangi tangannya yang terdapat bercak darah milik Baekhyun, perlahan menggenggam kepalan tangannya seolah itu bisa meredam getaran di sana.

Setelah beberapa menit yang panjang seorang perawat datang menghampirinya untuk menjelaskan beberapa hal sebelum membawa Chanyeol menemui dokter yang menangani Baekhyun.

Chanyeol mengusak rambutnya kasar, Baekhyun mengalami pendarahan hebat dan berada dalam kondisi kritis. Dokter harus segera melakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya dan berusaha menyelamatkan salah satu dari mereka. Kemungkinan hanya salah satu, dan dokter tidak bisa memastikan mana yang akan selamat karena keduanya sama-sama kritis. Dokter bahkan tak menjanjikan apapun mengingat kondisi keduanya, ia justru mengatakan jika ada kemungkinan terburuk keduanya takkan selamat.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Chanyeol sekarang. Ia hancur. Hanya salah satu dari mereka, dan itu artinya Chanyeol akan kehilangan salah satunya atau mungkin keduanya. Andai diperbolehkan, Chanyeol lebih memilih menukar nyawanya daripada kehilangan mereka. Chanyeol bahkan tak bisa membayangkan bagaimana melanjutkan hidup setelah ini.

Ketakutanya terus menguasai, pria itu tertunduk semakin dalam dengan jantung yang berpacu semakin kencang berharap Tuhan tak memisahkan mereka lagi.

Satu jam terlewat dan semua terasa semakin lambat pudaknya semakin memberat. Baekhyun masih di dalam ruang operasi dan yang paling menyebalkan ia tak bisa melakukan apapun.

...

..

.

TBC