CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA


"Ayah, bisakah kamu berhenti memotret kami?" Aqua merasa lelah dengan tingka Naruto yang terus-menerus memotretnya dan Ruby.

Sepertinya pria itu terlalu takjub dengan penampilan mereka yang memakai seragam sekolah.

"tidak, aku harus memajang ini di kamarku, kalian benar-benar hebat" Naruto berkata dengan semangat.

Ruby seakan tidak peduli, dia mengambil banyak gaya, memastikan dia berpose cukup imut di dalam kamera ayahnya, meski secara teknis dia sangat imut. Aqua sangat lelah dengan tingkah saudara kembarnya dan ayahnya yang menjadi sangat esentrik.

"kamu hanya membuat mereka tidak nyaman baka" Ai memukul pelan pundak Naruto.

"aku tidak menahannya, mereka sangat imut"

"bisakah kamu berhenti mengeluarkan liurmu, kamu terlihat sepeti pedofil"

Ai menatap kekasihnya dengan lelah, tapi dia sedikit maklum, hari ini kedua bayi kembarnya benar-benar menggemaskan. Memakai seragam sekolah, mereka akan memulai sekolah, ini benar-benar luar biasa.

"mereka selalu imut, karena mereka bayiku" Ai mencoba mengabaikannya dan bergabung dengan keduanya. "tapi tetap aku yang paling imut sih" Ai berpose dua jari andalannya, dia bergabung dengan Aqua dan Ruby agar Naruto bisa memotret mereka.

"apa kamu takut kalah saing?" gumam Aqua pelan.

Pada dasarnya Ai tetaplah Ai.

"Papa! Aku ingin hadiah" Ruby melompat dalam pelukan Naruto, dia menatap ayahnya dengan puppy eyes yang bahkan belum sedetik akan meluluhkan hatinya.

"tentu saja, karena kalian menjadi anak pintar hari, papa akan mengabulkan permintaan kalian!"

"sudah cukup, kita akan terlambat" Miyako segera menyela mereka, keluarga kecil ini benar-benar di penuhi kebahagiaan sekarang, jika dia tidak menghentikannya, mereka akan tiba siang hari.

"baiklah, kalian sudah siap mengalahkan musuh?' Naruto berseru dengan semangat.

"Ya, Papa!"

"Let's Go!"

Aqua berkeringat jatuh.

Dia sudah merasa lelah.

.

.

-o0o-

.

.

Naruto bersiul pelan, dia memasukkan barang-barangnya yang dibutuhkan, beberapa hari ini dia sudah bebas dari tugas kontraknya yang cukup merepotkan, entah apa yang terjadi tapi Gilgamesh akhirnya membiarkannya bernafas.

Naruto melirik jam dinding, jika dia mengingat dengan jelas, anak kembarnya akan menyelesaikan kelasnya sebentar lagi. Dan dia tidak ingin melewatkan untuk menjemput keduanya.

Rutinitas seperti ini yang membuat Naruto sangat bahagia, dia seperti menjadi seorang ayah yang sesungguhnya... oh tunggu sebentar, dia memang seorang ayah sekarang.

Naruto terkikik pelan memikirkannya.

"aku sudah mengatakan untuk memberimu waktu istirahat bukan berarti kamu bebas menemui mereka"

Senyum Naruto menghilang mendengar suara seseorang, lebih tepatnya ayahnya yang berusaha merusak kesenangannya. Gilgamesh menatap putranya dengan tatapan tajam.

"dan aku juga tidak mengatakan padamu jika aku ingin libur dan hanya di rumah saja. Urus saja urusanmu sendiri, kau tidak perlu repot-repot memikirkanku" ucap Naruto acuh tak acuh, dia berusaha untuk mengabaikan Gilgamesh.

Pria itu mendengus pelan.

"begitukah caramu berbicara pada ayahmu sendiri? dengar sini anak bodoh, kamu sudah memiliki pekerjaan melelahkan sepanjang ini dan kamu sudah melakukan hal tidak penting mengurusi dua bocah yang hanya menghabiskan uangmu" Gilgamesh memberikan tatapan meremehkan pada putranya, "aku memberimu saran, berikan saja wanita itu sejumlah uang dan kamu tidak perlu membuang waktu membebani dirimu"

Naruto terdiam dengan wajah tertunduk, tangannya mengepal, dia sangat tersinggung dengan ucapan Gilgamesh.

"jangan sama kan aku denganmu, dilihat dari sisi mana pun, kamu lebih cocok menjadi seorang tirani kejam daripada seorang ayah. Aku berbeda denganmu, aku menganggap kedua anakku dengan bagaimana semestinya, bukan menjadikan anaknya sendiri bagai alat untuk menghasilkan uang dan reputasimu, memalukan" ejek Naruto, dia menatap sinis pada ayahnya sendiri.

Naruto sudah sadar, bahwa Gilgamesh selama ini telah memanfaatkannya sebagai seorang anak. Dari dulu aktor bukanlah keinginan Naruto, dia dipaksa, dia ingin menjalani harinya dengan hari-hari normal tanpa perlu terbebani dengan penyamaran dan menghindari paparazi. Itu sangat menyebalkan dan Naruto sangat membencimu.

"tutup mulutmu bocah, jika bukan karena aku, kamu tidak bisa menikmati kemewahan yang kamu miliki. Jangan bertingkah seolah-olah aku hanya memerasmu"

Naruto menggeram.

"jika aku menyuruhmu diam, diamlah, ini demi kebaikanmu dan aku masih berbaik hati untuk tidak menghalangimu menemui wanita dan kedua bocahmu itu"

Naruto menatap tajam Gilgamesh, dia benar-benar membenci pria itu, sangat.

Tanpa mengatakan apapun, Naruto dengan kasar mengambil tasnya dan berjalan keluar dengan membanting pintu dengan kasar, amarahnya terasa meluap-luap. Dia hanya menemukan amarah jika berbicara dengan Gilgamesh.

Naruto menatap ke depan, matanya bersinar ke seriusan. Dia menunjukkan tekadnya dan dia tidak memilih untuk mundur.

"sepertinya memang aku harus melakukannya, bodoh amat dengan reputasiku, anakku lebih penting dari siapapun"

-o0o-

"Papa!"

Naruto tersenyum dari balik maskernya. meskipun tidak ada yang melihatnya tapi itu akan terlihat jelas dari matanya.

Naruto meretangkan berlutut dan merentangkan kedua tangannya untuk menangkap Ruby yang dengan senang hati memeluk ayahnya dan menyandarkan kepalanya di pundaknya, diikuti Aqua yang hanya berjalan, tidak terlalu antusias tapi dia senang dengan kehadiran ayahnya.

"bagaimana hari ini, apa kalian bersenang-senang?"

Senyuman Ruby menghilang, dia memalingkan wajahnya. Naruto tidak menyadarinya ketika Ruby semakin memeluknya erat dan menenggalamkan wajahnya di pundak ayahnya.

"sayang, aku tidak ingin ada rahasia di antara kita, kamu tau, papa di sini" Naruto menatap Aqua meminta penjelasan, namun Aqua sepertinya tidak tau dengan masalah adiknya sendiri. Sepertinya ini masalah personal milik Ruby.

"baiklah, hari ini mari kita bicarakan saja di rumah"

Naruto membawa kedua anaknya ke apartemennya, tidak ke apartemen milik Ai. Dia ingin berbicara pada mereka berdua, hanya mereka berdua.

"Ayah, di mana kita?" Aqua mewakili pertanyaan mereka yang begitu dengan asing rumah yang baru dilihatnya.

"yah, sebenarnya ini rumahku"

Naruto membawa keduanya di ruang keluarga, Aqua dan Ruby memperhatikan rumah ini dengan seksama. Rumah ini cukup besar dan nyaman ditinggali sebenarnya, hanya saja Aqua merasa bahwa rumah ini seperti terasa kosong.

"apa papa tidur sendirian di sini? apa papa tidak takut?" Ruby bertanya dengan polosnya, sedikit cemberut bahwa ayahnya memilih rumah luas ini hanya untuk tidur sendirian, bukankah lebih baik dia tinggal bersamanya di apartemen Ai.

Naruto terkekeh pelan.

"tidak begitu Ruby, sebenarnya aku mengajak kalian ke sini dan mengunjungi rumahku setelah sekian lama, kurasa..."

Aqua mengerutkan keningnya.

"lalu di mana kamu tinggal, kamu tidak membeli rumah untuk menghabiskan uangmu kan?"

Naruto tertawa mendengar perkataan Aqua.

"sebenarnya aku memiliki tiga rumah berbeda, apartemen Ai tidak terhitung, itu bukan milikku, itu miliki Ai sendiri" Naruto masuk ke dalam dapur untuk menyediakan makan siang untuk si kembar, "sejujurnya ini rumah yang ingin ku hadiahkan pada Ai, yah sebagai hadiah pernikahan mungkin"

"Apa Ai tau?"

Naruto mengusap telinganya, dia terkekeh canggung, fakta itu sangat membuatnya malu.

"ya, tentu saja dia tau"

Naruto membuang wajahnya yang memerah dan bergumam pelan, "bahkan tempat inilah yang menjadi saksi kalian 'dibuat'"

Aqua mengerutkan keningnya ketika Naruto hanya berbisik pelan, "kamu mengatakan sesuatu ayah?"

"tidak ada, habiskan makan siang kalian anak-anak, karena aku punya pembicaraan penting dengan kalian berdua" Naruto melirik Ruby, memastikan bahwa putrinya menerima 'perintahnya'

Ruby peka dan dia menunduk.

"iya, papa"

Naruto memeluk Ruby.

"kamu tidak seharusnya menanggung sendirian sayangku" Naruto mengecup pipi putrinya dengan penuh kasih.

Ruby terdiam, dia hanya membalas pelukan ayahnya.

-o0o-

"di mana mereka?" Ai bertanya begitu dia tiba di rumah Naruto.

Ai hampir marah padanya ketika mendengar Miyako mengatakan bahwa Naruto menculik si kembar- oke, dia hanya bercanda, tidak mungkin seorang ayah menculik anaknya sendiri.

"kecilkan suaramu, mereka sudah tidur"

Ai cemberut.

"kamu tidak meminta izinku membawa mereka"

Naruto memutar matanya malas.

"ayolah Ai, mereka anakku juga, aku hanya membawanya ke mari"

Ai mencoba mengalah, dia menarik kekasihnya untuk duduk.

"apa kamu mengatakan pada mereka tentang rumah ini?"

"belum waktunya mereka tau"

AI tertawa pelan, "seharusnya kamu mengatakan, di sini pertama kali kita membuatnya"

Wajah Naruto memerah.

"aku masih waras tidak mengatakan pada anak di bawah umur"

Naruto terkadang tidak bisa menahan bahwa kekasihnya ini memiliki dewasa yang cukup berbahaya.

"jadi?" Ai bertanya padanya.

Kali suasana di sekitar mereka menjadi serius, Ai menanyakan maksud Naruto tadi siang ketika dia menghubunginya.

"aku akan mempublish Aqua dan Ruby pada media sebagai anakku" kata Naruto serius. mata Ai melebar.

"tunggu! kamu serius?"

Naruto mengangguk dengan penuh keyakinan, dia tidak akan mundur.

"ini timing yang pas, kamu akan tampil di dome, bukan?" Naruto menatap Ai dengan serius.

Gadis itu terkejut lagi, "dari mana kamu tau?"

"aku juga berniat mengatakan hubungan kita berdua"

"kau gila?!" Ai berdiri dan tidak sengaja berteriak, "pikirkan reputasimu"

Naruto tidak meruntuhkan tekadnya yang sudah bulat.

"aku sudah memikirkan ini, ketika nanti media sibuk mempertanyakan ibu si kembar, aku ingin kamu berperan sebagai perempuan yang menerima ku apa adanya dan bersiap menjadi ibu angkat mereka"

Ai kehilangan kata, "itu terlalu beresiko"

"apa kamu tidak kehilangan dirimu menjadi idola?"

Ai berdecak pelan, dia memijat kepalanya yang terasa pening karena rencana gila kekasihnya, ini sangat berisiko. Ai tidak peduli dengan reputasinya sendiri, tapi bagaimana keluarganya dan bagaimana Naruto, hujatan itu akan tertuju padanya.

"ini bukan masalah sepele Naruto, semua kebencian akan mengarah padamu. terutama dari para penggemarku, kamu tau bagaimana mereka ketika idolanya diambil kan?" Ai berharap kekasihnya berpikir lebih dalam soal rencananya.

Naruto terdiam. Ai mengira bahwa laki-laki itu akan menyerah.

"aku hanya ingin kamu memikirkannya Naruto, kamu-"

"tidak!"

"ap-?"

Ai terkejut ketika Naruto menjatuhkannya di sofa dan menciumnya.

"keputusanku sudah bulat"

Ai menggelengkan kepalanya.

"kamu tidak bisa meyakinkan mereka"

"aku bisa!" Naruto berkata dengan tegas.

"tapi bagaimana-"

"berikan aku anak lagi"

Mata Ai melebar lagi.

"apa?"

"jika kamu hamil lagi, mereka tidak akan bisa berbuat banyak selain membiarkan kita sendirian"

Ai tidak menyukai ide in.

"Naruto..."

"Ai, ku mohon..." Naruto memejamkan matanya, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, "kamu dan aku sama-sama ingin memiliki keluarga yang utuh, kita berdua berjanji untuk mewujudkannya"

Naruto membuka matanya dan menatap Ai dengan serius.

"aku ingin memilikinya sekarang, aku tidak peduli jika harus membuang semuanya, bagiku kalian adalah segalanya. tolong, jangan biarkan semuanya sia-sia"

Ai tertegun, Naruto benar-benar serius, tekadnya tidak bisa berbohong. Perlahan tangannya bergerak menarik kepalanya semakin dekat padanya, hingga hampir tidak ada jarak di antara mereka.

"jika kamu ingin melakukannya, lakukanlah"

"Ai-"

Ai meletakkan jarinya di bibir Naruto.

"aku sudah siap melakukanya, mari kita mewujudkannya"

Senyuman Naruto melebar.

"aku akan menjaga kalian"

Ai tersenyum dan memeluk Naruto erat.

"iya, aku serahkan semuanya padamu"

Ai bisa merasakan Naruto mengangguk.

Setelah malam ini, Ai sangat yakin, hubungan keduanya akan berubah dan mungkin dia akan memperhatikan bagaimana jika Aqua dan Ruby memiliki adik bayi yang akan datang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

=dan berlanjut=


balasan review di chapter selanjutnya.

terima kasih sudah review