Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't own the characters. I just borrowed our beloved characters here. No profit gained from this fanwork.

.

Octoberabble day 6: Last

Kakarin - Rin lives AU

domestic theme - crack comedy - humor gagal

.


Kakashi menarik napas panjang. Pertama-tama. Ia mengerjapkan mata dan mendongak ke atas. Memayungi matanya dengan telapak tangan. Ini tidak akan begitu menakutkan. Yang perlu dilakukan Kakashi hanyalah naik ke atas tower dan menjalankan rencananya.

Sebutir keringat sebesar biji jagung meluncur di dahinya. Mungkin sebab langit siang ini begitu terik. Baiklah. Ini memang menakutkan, sebab yang dia lakukan nanti akan sedikit mempermalukan dirinya. Bukan sedikit, melainkan banyak.

Tapi ia bisa apa?

Kakashi mengambil langkah. Mencoba mengusir kegentaran di hatinya sekali lagi.

Benaknya memutar ulang seluruh penyebab yang menjadi akar masalahnya.

Rin marah padanya. Semalaman penuh.

Kakashi diusir tidur di luar—sebenarnya, hanya di ruang tamu. Tapi tetap saja. Meski ia dapat tidur nyenyak, benaknya masih gusar. Sebab ketika bangun, ia mendapati rumah dalam keadaan sunyi dan kosong. Rin sudah pergi, berangkat lebih awal ke rumah sakit Konoha. Kakashi ditinggalkan sendirian—mengingatkannya seperti saat masih bujangan dulu. Tidak ada makanan yang tersaji. Untuk kali pertama dalam rumah tangganya—sepanjang yang Kakashi ingat, tidak ada kehangatan ciuman pagi seperti yang biasa diperolehnya.

Ini pagi yang buruk. Satu jam sebelumnya, dalam keadaan lesu, ia terlambat datang ke tempat latihan. Tapi ketiga muridnya tampak mengerti ada yang aneh dari dirinya pagi ini. Sakura yang pertama menyadarinya. Jadi, Kakashi tidak menyembunyikan apapun ketika ditanya. Ia menceritakan seluruhnya. Oh, masalah itu sebetulnya bukan murni kesalahannya.

Kakashi mengingat tatapan dingin Rin di meja makan kemarin. Ketika gad—istrinya melemparkan selembar foto—yang entah dari mana diperolehnya. Apakah Rin mematai-matainya? Tapi perhatian Kakashi segera teralihkan pada gambar yang ditangkap oleh foto itu. Wajah bermasker—itu dirinya, yang menempel begitu dekat dengan siluet wajah cantik seorang perempuan. Apakah mereka berciuman? Oh, tidak! Itu hanya kecelakaan! Dalam misi yang melibatkan penangkapan seorang mata-mata—yang belakangan diketahui bernama Hanare. Saat itulah adegan tersebut terjadi.

Tapi siapa sih?! Yang bertanggung jawab mengambil foto itu?! Ini sungguh pelanggaran privasi! Yang lebih penting, darimana Rin mendapatkannya?!

Rin bahkan tidak menghiraukan penjelasannya. Kakashi sudah berlutut seraya memohon-mohon agar dimaafkan, dan jawabannya berupa sebaris perintah dingin bahwa malam ini Rin tidak ingin tidur bersamanya.

"Perempuan memang menyebalkan," kata Sasuke.

"Aku tidak mengira ada yang mengambil foto sensei tanpa izin dan menyalahgunakannya!" Sakura bersimpati.

Naruto hampir terbahak, tapi Sakura menahan bocah itu dengan satu jitakan yang cukup keras di kepala pirangnya.

Mereka bertiga terdiam, menatap. Masing-masing tampak berpikir.

Bagaimana rasanya ditatap dengan iba oleh ketiga muridmu yang masih berwajah polos dan belum terkotori oleh dunia? Sangat menyedihkan. Membuatnya merasa begitu payah.

Jadi, ini ide Naruto, agar Kakashi mengumumkan permintaan maafnya dengan cara ini.

"Sensei. Pokoknya lakukan saja. Dengan cara begini Rin-nee chan akan melihat kesungguhanmu." Naruto berujar polos, seolah ini adalah sesuatu yang begitu mudahnya dilakukan.

Kakashi mendaratkan satu kakinya di tepi tower yang keras. Ia bisa melihat Konoha ke segala arah dari sini. Bukit patung Hokage di belakang punggungnya. Jalanan meliuk dan melingkar melewati rumah-rumah. Toko-toko dengan pintu dan jendela terbuka. Ini hampir jam makan siang, jadi cukup banyak penduduk yang masih berlalu lalang.

Kakashi menatap lurus ke depan. Ke bangunan rumah sakit Konoha dengan jendela-jendela birunya yang berkilauan oleh cahaya matahari. Ia menatap ke bawah. Pada selembar kain dan dua tongkat di tangannya. Ini ide Sakura, yang entah bagaimana benda ini dibuat dalam tempo singkat.

Apakah ketiga anak itu sekarang sedang mengawasinya di suatu tempat lalu menertawakannya? Ia bahkan tidak peduli jika ketiga muridnya memang berniat mengerjainya.

Sekarang adalah waktunya.

Kakashi menarik napas lagi. Angin bertiup mengaduk helaian rambut perak, tapi tubuhnya tetap panas oleh keringat. Dalam banyak pertempuran, ia tidak pernah takut. Dan tidak pernah sekalipun mundur sebagai pengecut. Anggap saja ini salah satu di antara pertempuran yang harus dilewati.

Kakashi bersiap. Mengacungkan tongkat kayu dengan kedua tangan. Kain putih berkibar menampilkan pesan yang ditulis dalam huruf kanji besar-besar:

RIN! TOLONG, MAAFKAN AKU!

Kakashi menghadap lurus tepat ke arah gerbang rumah sakit Konoha. Ia membuka mulutnya dan berseru:

RIN HATAKE!

PANGGILAN KEPADA RIN HATAKE!

YANG BERNAMA RIN DENGAN MARGA HATAKE!

TOLONG KELUARLAH DAN LIHATLAH KEMARI!

Kakashi merasakan keringat mengucur deras dan napasnya agak terengah-engah.

Untuk selanjutnya, ia hanya perlu duduk dengan kaki menggawai di tepi tower. Spanduk putihnya masih terpancang dan berkibar. Ia menunggu sosok yang bersangkutan menyembulkan kepalanya dari dalam bangunan rumah sakit.

Kakashi melongok ke bawah.

Oh, benar!

Ia baru saja membuat keributan dan kini semua mata tertuju padanya. Di antara mereka ada ketiga kepala berbeda warna; oranye, raven dan pink, yang sangat mencolok. Mereka mendongak ke arahnya dengan mata terbelalak.

Kakashi memasang senyum di mata. Mengacungkan jempol.

Oke, ia tak peduli apapun yang akan terjadi mulai detik ini, selain Rin yang akan memaafkannya.

Jadi, akhirnya Kakashi melihat itu … yang dia nantikan.

Beberapa kepala menyembul dari jendela rumah sakit. Ada dua orang yang keluar melalui pintu depan bangunan besar itu. Tapi bukan Rin.

Bahu Kakashi merosot.

"Kakashi-san!" Seorang pegawai rumah sakit berseragam putih, tergopoh-gopoh menuju gerbang. "Apa yang Anda lakukan di sana?"

"Kalian melihatnya sendiri!"

"Kakashi-san! Turunlah!" Seorang pria berkacamata, tampak tertarik saat mendongak memandangnya. "Nyonya Rin masih sibuk di ruang operasi!"

"Oh, tidak! Aku tidak akan turun kecuali Rin yang datang ke sini!"

"Kakashi-san! Apa Anda gila?! Jika memang ada perlu dengannya, Anda bisa datang melalui kami!"

Oh, itu dia. Ya, sepertinya Kakashi memang sudah gila.

Kedua pegawai itu berbisik-bisik sejenak, kemudian memalingkan muka dan berbalik. Kakashi menyaksikan mereka berdua menghilang ke dalam bangunan rumah sakit. Tatapannya pasrah dan sedih.

.


Rin sedikit pusing ketika keluar dari ruang operasi.

Baiklah. Hari ini memang agak lain dari hari-hari biasa.

Sejak pagi, perasaannya tak enak. Bukan hanya karena perselisihan dengan Kakashi semalam. Tapi ia sudah 'mengabaikan' tugasnya sebagai istri dan membiarkan suaminya itu terlunta-lunta. Tidak makan sekali saja tidak akan membuat Hatake Kakashi meninggal. Lagipula, ada pilihan makan di luar, dan Kakashi juga bisa memasak untuk dirinya sendiri.

Namun, Rin masih gusar. Bagaimana mungkin? Kakashi jelas-jelas menempelkan bibirnya dengan perempuan—yang katanya ialah mata-mata, yang justru membuat suasana hatinya makin buruk. Lalu dia berani menghadap padanya dan berkata bahwa kejadian itu hanya kecelakaan?

Tepat ketika suara keras itu menggema begitu Rin keluar dari ruang operasi, ia tahu inilah puncaknya.

Tapi ia masih pusing. Seragam putihnya kotor oleh bercak darah dan ia belum melepas kaus tangan.

Rin jatuh lemas ke kursi di ruang pribadinya ketika perempuan yang dikenalnya sebagai resepsionis tergopoh-gopoh mendorong pintu.

Oh, ya. Rin mendengarnya juga—tahu Kakashi menjadi gila. Tapi rasanya ia terlalu lelah. Jadi ia meminta tolong agar orang itu menemui Kakashi dan mengatakan uzurnya.

Namun, tak sampai lima menit kemudian orang suruhannya kembali dengan wajah pasrah dan gelengan kepala. Rin memijat keningnya dan menarik napas panjang.

Hatake sudah gila dan Rin harus menemuinya untuk menghentikan kegilaan itu.

Hatake—oh, itu bahkan sudah melekat pada namanya sekarang.

Rin melangkah lebar-lebar. Hentakan sepatunya terdengar cukup keras di sepanjang lorong rumah sakit. Seraya menuju keluar, ia memikirkan arti pernikahan mereka—dan nama Hatake yang sudah disandangnya.

Frasa Nohara sudah lama 'dibuang,' dan kini dengan bangga nama Hatake-lah yang menyertai namanya.

Apakah artinya itu? Perjuangan yang dia kerahkan selama ini hingga memperoleh nama laki-laki itu, akan runtuh oleh sebab kecemburuannya? Lagipula, Kakashi sudah menjelaskan kejadian sebenarnya dan bersumpah bahwa yang tertangkap oleh foto itu tidak disengaja.

Mungkin, sudah cukup hukuman bagi Kakashi semalam, ditambah pagi ini. Sebab kini, Rin melihat lelaki itu bertindak sedikit gila. Ketika Rin menyaksikan sendiri rupa Kakashi yang duduk di atas tower. Kedua tangan menyangga tongkat kayu panjang. Spanduk putih berkibar dengan tulisan norak:

RIN! TOLONG, MAAFKAN AKU!

Pemandangan itu membuat Rin ingin tertawa keras. Namun, ia menahan diri.

Rin mengerjapkan mata dan mendongak ke atas. "Kakashi! Turunlah! Kau mempermalukan dirimu sendiri, copy-nin!"

Sepertinya Rin merasa sudah cukup melancarkan hukuman.

Laki-laki itu bersorak kecil. "Rin! Akhirnya!"

Rin menyaksikan ketika pria itu menggulung spanduknya. Lalu melompat turun.

Kakashi berlari kecil menuju tempat Rin berdiri.

"Baiklah. Cukup!" Rin berseru.

Mata Kakashi membelalak dan tampak terluka.

"Aku sudah memaafkanmu, Kakashi. Jangan bertindak gila lagi."

Dari balik maskernya, Kakashi mengirim senyum yang tampak melalui matanya yang menyipit.

"Terima kasih, Rin! Aku berjanji ini yang terakhir."

Kakashi mengayunkan langkah mendekat. "Tolong, izinkan aku memelukmu."

Jadi, Rin tidak mundur atau menolak. Ia maju satu langkah dan mereka bertemu dalam rengkuhan lengan Kakashi.

"Baiklah," kata Rin. Ia mengangkat tangan dan balas merengkuh laki-laki itu. "Maafkan aku juga sudah mengabaikanmu pagi ini. Pasti harimu terasa buruk."

"Tidak apa-apa." Kakashi menjawab. Kedua mata mereka terpaut. Ia menyatukan dahi mereka dan menangkup wajah cantik yang selalu dikagumi. "Lagipula, berkat ini, aku dapat belajar sesuatu."

"Oh ya? Berkat ini aku jadi tahu, ninja terhebat se-konoha juga bisa menjadi gila karena aku." Rin terkekeh geli, tidak berusaha menyembunyikan tatapan sayangnya.

"Oh, benar. Aku akan melakukan apapun untukmu, Love."

Rin mengangkat tumit dan menempelkan bibir di wajah bermasker itu. Ia sadar penuh akan puluhan pasang mata yang sejak tadi menonton, entah dari jalanan maupun yang melongok dari jendela rumah sakit. Bermacam cerita tentang hari ini pasti akan segera berhamburan dari mulut ke mulut. Berdiri di bawah terik matahari, yang dipedulikan Rin hanya Kakashi yang melambaikan tangan padanya dengan senyum lebar dan janji jemputan nanti sore.