PROLOG

.

Hujan turun membasahi bumi ketika Mileena dengan susah payah berlari menghindari terjangan panah yang terus melesat dari arah belakang. Dengan nafas tersengal, ia terus berlari sekuat tenaga sambil menahan sakit ketika sebuah anak panah berhasil menancap di punggungnya, menambah jumlah luka dan anak panah yang telah bersarang pada tubuh wanita itu sejak pertempuran berawal. Tinggalkan semakin banyak jejak darah pada tanah meskipun keberadaannya tersamar oleh hujan dan bayangan gelap pepohonan hutan ditengah malam.

"Di sana !" Teriak seorang pria sebelum diikuti lemparan sebuah pisau terbang yang berhasil melukai tangan Mileena dengan cukup parah hingga membuatnya mengerang. Rasa sakitnya memaksa wanita itu menjatuhkan sainya karena kesakitan tetapi ia sadar jika dirinya harus terus berlari dan menyelamatkan diri agar tidak mati maupun tertangkap. Kedua matanya terus melihat kedepan. Langkah kakinya sudah tidak beraturan. Mileena sadar betul dirinya sudah kehabisan tenaga.

Beberapa anak panah kembali menerjang entah dari mana asalnya.

Tapi ia sadar bentuk dan siapa penggunanya.

Istana Sun Do diserang.

Bukan dari kelompok pemberontak, tetapi pengkhianatan.

Kudeta berdarah saat ini tengah pecah. Pelakunya adalah Arbal, seorang jenderal angkatan darat yang terkenal akan ketenagan dan kesetiaannya terhadap kekaisaran. Namun, ketenangan perilaku serta kemampuannya menyembunyikan ambisi membuat dirinya seringkali hanya dipandang sebagai peninggalan masa lampau yang sudah usang. Sisakan sosok Shao sebagai jenderal muda paling menjanjikan karena karir cemerlangnya di peperangan – setidaknya hingga ia dan kelompoknya melakukan pemberontakan beberapa tahun silam.

Sebuah tombak melesat menghantam pohon tua. Bagian tajamnya menancap dalam menandakan bagaimana benda dilempar dengan sepenuh tenaga tetapi gagal mengenai sasaran yang terus berlari walaupun sudah kepayahan.

"Kejar! Jangan sampai dia lolos!"

Seorang tentara kembali berteriak ketika sebuah tombak kembali dilemparkan ke arah Mileena yang terus berlari dengan langkah tidak beraturan di kejauhan. Kegelapan agaknya mempersulit pandangan seorang centaur yang menjadi pelaku pelemparan karena tombak tersebut hanya mendarat di semak-semak meskipun berhasil menyerempet pipi sasaran. Tinggalkan luka dan menyobek masker sang kaisar untuk mengekspos bentuk mulutnya yang mengerikan. Tanda virus tarkata kembali menyerang tetapi entah sejak kapan.

Apakah hanya sampai disini? Tanya Mileena dalam hati ketika telinganya mendengar suara langkah beberapa pasukan centaur yang semakin dekat dari belakang. Kesadarannya samar-samar mendengar suara tali diayunkan, tanda mereka mulai berusaha melakukan penangkapan. Dipaksa kedua kakinya berlari lebih kencang ketika ujung mata wanita itu mulai melihat dari kejauhan, beberapa tentara ras shokan berancang-ancang melemparkan banyak tombak sekaligus kearahnya.

"Sialan!" Maki wanita pengidap virus tarkat itu, frutasi karena untuk kali pertama dalam hidupnya ia terpojok, sendirian, terpisah dari keluarga, teman serta orang-orangnya. Hatinya kecewa, kesal, serta marah karena kembali merasakan pengkhianatan. Merasa bodoh karena mempercayai orang yang salah. Padahal tidak hanya Kitana, Tanya, Li Mei, bahkan Syzoth dan Khameleon pun sudah mengingatkan adanya perilaku mencurigakan Arbal sejak kematian Sindel tersebar di seluruh kekaisaran.

Hujan turun semakin deras.

Panah terus berdatangan dari belakang.

Jujur. Mileena saat ini sudah merasa buntu. Ia sadar kalau dirinya mungkin tidak akan selamat. Kalaupun tertangkap, mungkin tinggal menunggu waktu setelah sang pemenang puas mempermalukannya. Ingin rasanya terus berlari tetapi betapa pun dirinya sadar jika tubuhnya sudah mencapai batas. Ia pun sudah tidak tahu ada dimana lokasinya berada sekarang. Namun, dari suara derasnya aliran air beberapa meter dikejauhan, ia tahu tujuannya tidak lama lagi akan dicapainya.

Tinggal sedikit lagi.

Mileena terus berlari ketika delapan buah tombak dilesatkan oleh dua orang tentara shokan dari kejauhan. Pandangannya mulai melihat wujud dari tujuan di depan. Tapi sayang tampilan yang ada tidak sesuai dengan bayangan.

Kerasnya suara aliran air memang mengindikasikan adanya sungai besar. Akan tetapi, sungai itu bukan sekedar sungai, melainkan air terjun yang mengarah kedalam jurang setinggi beberapa meter dibawahnya. Seperti apa kondisi di bawah sana tidak jelas karena derasnya hujan dan gelapnya malam menghalangi jarak pandangan.

Pada akhirnya, telinga, mata dan insting Mileena pun ikut membohongi tuannya. Ia kini hanya bisa berdiri memandang sekitar untuk sesaat sebelum salah satu tombak yang diayunkan oleh para prajurit shokan mengenai kakinya, membuat sang kaisar wanita terjatuh di dekat jurang. Seakan pertanda ajal sudah semakin dekat. Entah tertangkap atau mati ditempat.

Apakah ini kematian yang hina? Entahlah.

Baginya saat ini waktu mulai berjalan pelan seiring kesadarannya kian memudar. Tubuhnya kini menghadap para pengejar. Kedua mata kuningnya samar-samar melihat beberapa panah berdatangan kearahnya. Satu panah menembus pundak sebelah kanan. Panah yang lain menancap perutnya sebelah kiri tanpa perlawanan.

Tentara-tentara pengejar semakin mendekat. Para centaur telah mengambil tali penjerat. Ia jelas akan segera ditangkap.

Lalu apa?

Ingin rasanya Mileena berteriak. Namun, disadarinya betul bahwa untuk saat ini, itu adalah suatu kemewahan.

Sebuah panah kembali melesat, menembus telapak tangannya satu-satunya yang masih memegang senjata. Jelas, Mileena sudah sulit menentukan pilihan. Bunuh diri telah mustahil dilakukan. Kedua matanya samar-samar melihat sosok Haros, seorang komandan bawahan Arbal berjalan mendekat. Langkahnya tenang, tanpa ekspresi namun tangannya menunjukkan kekejaman. Sebelah kiri memegang lima kepala umgadi yang ia penggal selama mengejar sang kaisar. Tangan kanannya menggenggam sebuah liu ye dao bergagang hitam dan berornamen mewah yang masih berlumuran darah.

Haruskah Mileena pasrah?

Hujan masih turun dengan sedemikian parah.

Sungai dan air terjun masih mengalir deras tidak berubah.

Dunia kiranya sedang bersedekap menutup mata.

Hidup mati seorang kaisar, negara, dan semesta seakan tidak bermakna.

Semua masih berjalan seperti biasa.

Bagi Mileena hanya ada satu-satunya jalan keluar. Oleh karena itu, dengan tenaga yang tersisa ia menjatuhkan dirinya kedalam jurang. Biarkan dirinya tersamar dalam air terjun yang terus mengalir kebawah untuk kemudian menghilang. Sisakan para pengejar dengan tatapan mereka kepada kegelapan malam.

-o0o-