Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I don't own the characters. I just borrowed our beloved characters here. No profit gained from this fanwork.
.
Octoberabble Day 7: Heaven
Domestic fluff - Rin lives AU
(masih satu universe dengan prompt dari judul "like what I've done for you")
.
Mengapa ia harus mengalami jatuh cinta?
Dan mengapa orang itu adalah Kakashi?
Ada kalanya Rin mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri. Suatu saat, dengan Kurenai dan Anko, pada sesi girl talk mereka pernah secara tidak langsung mengangkat topik "apa yang kamu sukai dari si Dia?" yang juga berujung pada pertanyaan itu.
Walaupun akhirnya Rin berhasil menyebutkan beberapa hal yang umum, ia tetap menyimpan sebagian (yang paling indah dan manis) untuk dirinya sendiri.
Tapi bukan itu masalahnya.
Jika ada yang bertanya, mengapa harus Kakashi, ia bisa saja menjawab "apa rasa suka butuh alasan?" Tapi itu hanya akan menunjukkan bahwa dia malas merangkai jawaban.
Bagi Rin, cintanya bahkan lebih dari kata; lebih dari rangkaian puisi acak yang muncul setiap mengingat dia. Cintanya lebih halus dari angin yang terus menerus berhembus meniupkan kehidupan pada dunia. Lebih kuat dari air yang senantiasa mengalir entah dari celah manapun di bumi. Lebih terang dari api yang menerangi kegelapan dan membakar habis dirinya sendiri.
Mungkin, itu bermula di usianya yang ketujuh, melihat Kakashi yang tampil keren saat bertarung di ujian chunin. Saat itu, mungkin ia pernah berpikir ini hanya perasaan kagum yang akan segera pergi.
Tapi siapa yang bisa memilih?
Ia bahkan tidak bisa memilih saat cintanya terus tumbuh dan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.
Mengapa harus Kakashi?
Rin mempertanyakan hal itu kembali saat ia berusia sebelas. Ada jeda singkat pada suatu misi rank C yang mereka kerjakan bersama. Mereka harus beristirahat dan Kakashi mengambil tugas jaga di awal. Rin masih belum bisa tidur dan ia dapat mendengar dengkuran keras dari tempat Obito, bersahutan dengan suara jangkrik.
Rin memikirkan Kakashi. Rasanya pemuda itu semakin menjauh dan sulit digapai. Bagaimana jika Rin melupakannya saja?
Tepat kala itu sosok yang dia pikirkan mendekat padanya. Kakashi berhenti sejenak untuk memeriksanya.
Rin terkejut melihatnya dalam keadaan membuka masker—dia tidak pernah melakukannya sebelumnya. Oh, Rin tahu Kakashi memang rupawan. Jika dengan masker saja ia sudah jatuh cinta, maka melihat wajah Kakashi secara langsung benar-benar membuatnya meleleh tak berbentuk.
Yang terjadi kemudian, Kakashi berisyarat agar hal ini dirahasiakan. Pemuda itu berkata bahwa Rin boleh menceritakan apapun padanya jika ia tidak bisa tidur. Momen itu membuatnya bahagia. Kakashi memberikan perhatian padanya—meski hanya dalam konteks tanggung jawab sebagai kapten. Namun, bagi Rin itu adalah segalanya.
Boleh kan jika Rin berharap sekali lagi?
Tapi mungkin itu karena dia adalah Kakashi. Dan Rin tidak bisa berpaling darinya sama sekali.
Ada momen hari berhujan itu saat usianya hampir empat belas tahun. Rin tertinggal di luar gerbang Konoha, lupa membawa payung. Kakashi datang menjemputnya. Rin teringat akan perasaannya, yang telah disembunyikan selama bertahun-tahun. Mencintai secara diam-diam bukanlah tabiatnya. Jadi, dia ingin agar Kakashi mengetahui perasaannya. Persetan dengan tanggapan setelah itu. Mungkin, Rin akan sedikit beruntung jika perasaannya berbalas. Atau mungkin, ia akan hancur dan tenggelam jika yang terjadi adalah sebaliknya.
Tapi hari itu adalah momen keberuntungannya. Rin ingat warna gerimis kala itu ialah jingga dan ungu. Kebahagiaan tak terduga sebab ia memperoleh hadiah pertama. Begitu mendengar ucapan pengakuan Rin dari mulutnya, Kakashi mendorongnya ke bawah pohon terdekat. Ada payung yang jatuh dan terbalik. Lalu ciuman canggung yang tergesa-gesa.
"Rin …" kata Kakashi setelah itu. Ujung jari menyentuh maskernya yang jatuh di bawah dagu. Wajah tampan berkilau oleh senyum hangat. "Aku menunggu ucapan pengakuanmu selama ini."
Rin merasa pusing, dan panas menjalar di wajahnya. Ia mengira pelangi baru saja terbit. Namun, ternyata pelangi itu baru saja bersemi di hatinya, bersama kepakan sayap kupu-kupu dan bunga-bunga. Oh, Tuhan! Wajahnya! Wajah yang selalu dipuja, menciumnya untuk kali pertama.
Jadi Rin hanya terus jatuh cinta. Dan demikianlah, ia memiliki Kakashi; impiannya dan dunianya.
Lalu pertanyaan itu menjadi tidak penting lagi.
Rin masih memikirkan Kakashi. Semua orang mendambakannya; perempuan maupun laki-laki. Ada saat-saat di mana Rin benci memikirkan bahwa dirinya bersaing dengan begitu banyak orang yang memandang lelaki ini dengan cara sama sepertinya. Tapi lalu ia melihat, bahwa hanya dirinya lah yang diijinkan oleh Kakashi bersisian seraya menggandeng tangannya. Hingga menjadi bagian dari hidupnya. Rin berkedip, memandangi wajah Kakashi yang masih tertidur pulas dengan mata terpejam.
Ini salah satu momen favorit. Memandangi wajah tidur Kakashi. Naik turun napasnya yang tenang. Ia tak pernah cukup memuja dan mengaguminya. Wajah seputih pualam, rahang bersudut yang dipahat, hidung runcing, dan ada tahi lalat kecil di bawah bibir yang tak bisa dihapus dari pikirannya. Lalu sepasang bibir merah itu, yang seperti stroberi favoritnya.
Sinar matahari mulai menyeruak melalui tirai putih di jendela. Ada detak jam alarm di atas nakas. Rin menarik selimut bercorak milik Kakashi yang kini menutupi tubuh mereka hingga naik ke atas bahu. Ia masih belum ingin lepas dari kehangatan ini, dan ketenangan yang selalu ingin didekapnya setiap hari.
Tiba-tiba, Kakashi menggeliat perlahan. Suara gumaman serak meluncur dari tenggorokannya.
"Pagi, Rin." Mata hitam Kakashi tepat membalas tatapan Rin.
Wajah Rin memanas. Bibirnya mengulas senyuman. "Pagi, anata."
"Sedang menatap sesuatu yang indah?"
Rin merasakan kasur di bawahnya tenggelam saat Kakashi bergeser naik dan melingkupi tubuhnya.
"Sedang memikirkan apa?" Wajah Kakashi terkubur di perpotongan lehernya.
Rin mendekap tubuh Kakashi, mengusap punggung lebarnya dengan telapak tangan. "Sedikit memikirkanmu, sebenarnya."
"Apakah memang seperti itu? Bagianku dalam pikiranmu hanya sedikit?"
"Oh, diamlah." Rin terkikik geli. Bibirnya segera dibungkam oleh bibir yang lain.
"Kau tahu bagianmu selalu lebih banyak," kata Rin. "Terlalu banyak hingga membuatku gila."
"Oh, aku senang mendengarnya." Ciuman lagi.
Rin tahu ia akan menukar apapun untuk pria ini.
"Mengapa harus kamu, Kakashi?"
Pria itu berkedip. Tatapannya hangat dan penuh sayang. "Mengapa harus kamu, Rin?"
"Kita memang sudah terjebak satu sama lain kan?"
"Mungkin itu karena rasa bibirku seperti stroberi favoritmu."
Rin tertawa. Ia tidak ingat pernah mengatakan itu. "Sebetulnya lebih dari rasa stroberi manapun."
"Oh ya, aku tahu. Milikku adalah yang terbaik."
Ini pagi yang indah. Hampir seperti surga. Rin memutuskan untuk menarik Kakashi tenggelam dalam kehangatan tubuhnya sekali lagi. Pria itu menyambut ajakannya dengan sepenuh hati.
