Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
.
.
Shotout buat Seseorang yang udah support author di Trakteer, makasih banyak ya dukungannya~ semoga suka sama karya-karya author. Enjoy~ ^^
.
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
Megumi terbangun keesokan hari saat matahari belum muncul. Mungkin jam biologis nya lah yang membangunkan karena ia memang sudah terbiasa bangun jam segitu. Saat ia bergerak pelan, ia merasakan sesuatu di pinggangnya. Ia menoleh ke samping, dan baru menyadari kalau ia kini tengah tidur di kamar Gojo. Wajah Megumi sedikit memerah menatap jujutsushi itu lelap di sampingnya dengan tangan melingkar di pinggang Megumi. Wajahnya manis sekali saat tertidur.
Deg…deg…deg…
Boleh kan? Boleh kan? Batin Megumi deg deg an. Dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya dan mengecup pelan pipi Gojo.
Megumi memundurkan wajahnya perlahan, menatap wajah lelap Gojo. Semoga Gojo tak bangun, batinnya. Ia masih berbaring di sana menatap Gojo, memikirkan perasaannya. Ya, ia yakin ia juga menyukai jujutsushi itu. Megumi merasa berdebar tiap kali berada di samping Gojo, ia juga menganggap Gojo manis, dan ia…ingin memeluk serta mencium Gojo. Megumi rasa itu definisi dari suka.
Wajah Megumi kembali memanas. Ia memilih segera bangun daripada salah tingkah sendirian di sana. Dengan hati-hati ia melepas pelukan Gojo lalu turun dari ranjang, ia menyelimutkan kembali selimutnya sampai ke pundak Gojo karena mereka berdua masih sama-sama topless. Megumi meraih kaos serta jacket nya lalu menuju kamar mandi utama unit itu.
Ia menuju wastafel masih sambil menguap, ia keretakkan lehernya yang pegal. Celananya terasa tak nyaman karena sempat basah gara-gara kegiatan semalam, tapi mau bagaimana lagi. Toh nanti dia akan segera kembali ke unit nya untuk ganti. Wajah Megumi kembali memerah mengingat aktivitas malam nya bersama Gojo.
"Hiisshh…sudahlah," ia menepuk pipi nya sendiri lalu menatap bayangannya di cermin. Wajahnya merah sekali. "Gila, apa wajahku begini kalau sedang bersama Gojo-san? Memalukan," gerutunya.
Alis Megumi bertaut saat melihat sesuatu di lehernya, noda merah seperti lebam. Megumi mendekat ke kaca, mengusap noda itu yang tak mau hilang, berarti bukan tinta. Ia menekannya sedikit, tidak sakit, berarti bukan lebam.
"Digigit serangga kah? Atau terkena kuku ku sendiri?" Megumi mencoba menggaruk tempat itu meski tak merasa gatal.
"Ah, sudahlah," ia pun tak menghiraukan noda merah itu lagi dan memakai kaos nya. Noda merah itu tetap terlihat karena ada di bagian leher. Megumi menggosok gigi lalu mencuci muka supaya segar. Saat itulah ia mendengar suara Gojo dari luar.
"Senseii…" panggilnya terdengar seperti merengek.
"Ya, aku di sini," balas Megumi.
Tak berapa lama pintu kamar mandi terbuka, Gojo muncul di sana masih dalam posisi shirtless, bahkan celananya tak disletingkan, membuat boxer nya terlihat.
"Senseii…" panggil Gojo lagi dan memeluk Megumi dari belakang, merilekskan kepalanya di pundak Megumi. Matanya masih setengah terpejam, dan kini terpejam total begitu memeluk Megumi. Rambutnya berantakan, helaiannya tak beraturan seperti sarang burung.
'Kawaii…!' Megumi berusaha menahan jeritannya. Ia menatap kepala Gojo di sampingnya, ia tepuk pelan kepala Gojo, dan membuat jujutsushi itu mengusap-usapkan kepalanya ke Megumi seperti kucing. 'Aaaaaa–...' batin Megumi. Ia pun mengusap kembali rambut Gojo dengan lembut, ia bisa melihat Gojo tersenyum. Manis sekali.
'Ugh…jantungku…' batin Megumi. Ia ingin seperti itu terus, tapi ia rasa jantungnya yang akan meledak kalau terus dibiarkan.
"Gojo-san, ohayou. Waktunya bangun, kau biasa workout atau tidak?" ucap Megumi.
"Mnym mn…" Gojo masih menggumam tak jelas, matanya masih terpejam.
"Gojo-san," panggil Megumi sekali lagi. "Ayo workout lalu bersiap, hari ini kita pergi misi loh."
Dengan perlahan Gojo membuka mata, ia seolah baru mengumpulkan kesadarannya secara penuh. Ia menoleh, mendapati wajah Megumi di jarak yang sangat dekat. Ia juga merasakan tubuhnya memeluk Megumi.
Gasp…!
Seketika Gojo melepaskan pelukan, wajahnya memerah. Ia mundur beberapa langkah sambil menutupi wajahnya dengan punggung tangan.
"A-ah, gomen–..." ucap Gojo terbata. Ia menatap tubuhnya sendiri yang topless, dan bahkan celananya yang tidak disletingkan. Gojo buru-buru menyletingkan celana itu. "A-ah, umm, y-ya, kau pakai saja kamar mandi nya. Aku pakai kamar mandi yang di kamar," ucap Gojo kikuk lalu bergegas meninggalkan kamar mandi.
Megumi masih terdiam di sana sepeninggal Gojo, mematung. Lalu berjongkok sambil menutupi wajahnya yang memerah total.
"Kkkhh…kawaii," gumamnya. Kalau dia betulan pacaran dengan Gojo, apa Gojo akan semanja itu padanya? Jujutsushi yang selalu terlihat garang dan menyeramkan itu…berubah menjadi kucing manja di pelukan Megumi. "Moe sugiru," ucap Megumi.
Tapi saat itulah Megumi baru menyadari sesuatu. Ia memang sudah mengakui perasaannya pada Gojo, tapi…dia belum mengatakan itu padanya.
"Eh…" seketika Megumi menatap mati. Menyatakan cinta itu…bagaimana?
Seketika Megumi sweatdrop. Ya, semalam ia bisa mengatakan suka karena obrolannya sedang mengalir ke sana. Sayangnya Gojo sudah tertidur jadi tak mendengar. Jadi…jika Megumi yang ingin menyatakan suka, harusnya ia yang membawa obrolan mengarah ke sana kan supaya ia bisa bilang.
"Ku–...so…" ucapnya lirih sambil mengacak rambutnya sendiri.
Megumi menghela nafas lelah, sudahlah, ia pikirkan nanti. Ia pun memberesi peralatannya dari kamar mandi Gojo. Ia lap dengan tissue supaya tak basah dan ia masukkan ke dalam tas. Setelah itu ia keluar dari kamar mandi menenteng jaket dan tas nya, berniat pamit.
Gojo baru saja keluar kamar saat Megumi tiba di ruang tengah.
"Sensei…" panggil Gojo. "Kau sudah mau pergi?"
"Iya, soalnya nanti kita misi kan? Aku harus bersiap. Oh, aku juga mau workout dulu sih, mungkin ke gym. Kau mau ikut?"
"Boleh…" balas Gojo. "Umm…" tapi seperti masih ada yang ingin ia bicarakan, jadi Megumi belum beranjak. "Ano sa…Sensei," Gojo mengusap tengkuknya. "...kalau kau merasa terganggu, kau boleh marah padaku atau mendorongku pergi."
"...eh…?"
"Seperti tadi pagi. Aku seenaknya memelukmu. Aku tahu aku bilang aku menyukaimu, tapi aku juga sudah berjanji tak akan memaksamu, Sensei. Aku akan menunggu. Jadi…kalau sampai aku kelewatan seperti tadi, dan kau merasa tak nyaman, sebaiknya kau dorong aku menjauh. Aku tidak akan marah atau apa," Gojo mendekat, meraih tangan Megumi. "Mungkin kau merasa sungkan hanya karena aku pasien mu, atau karena status ku, tapi bagiku…kau adalah orang yang kusukai, Sensei. Aku ingin kau memperlakukanku seperti orang biasa. Kalau kau tak suka kau bisa memarahiku, atau melakukan sesuatu yang mungkin bagimu kasar. Aku tidak masalah dengan itu."
"Itu…" ucapan Megumi tertahan. Apa ini saat yang tepat untuk mengatakan kalau dia juga balas menyukai Gojo? Tapi kenapa rasanya tidak pas saja. Kalau mengatakan sekarang pasti dikira Megumi mengatakan itu demi Gojo supaya tak merasa sungkan saja.
"Iya, tenang saja. Aku tak keberatan kok. Kalau aku merasa memang sudah keterlaluan, aku yang akan mendorongmu. Jadi kalau tidak kulakukan, berarti aku tak masalah dengan itu," akhirnya Megumi hanya bisa mengatakan itu.
"Begitu, syukurlah," Gojo pun tersenyum.
"Y-ya sudah, aku kembali ke unit ku dulu. Nanti kita ketemu di gym, oke?"
Gojo mengangguk. Megumi pun pamit dan kembali menaiki cart menuju paviliunnya. Megumi menghela nafas lelah selama menyetir, ia menekan dahinya sendiri dengan kepalan tangan. "Menyatakan cinta itu sulit juga ya…" gumamnya.
Toji sudah berada di depan paviliun Megumi saat Megumi tiba. Keduanya sama-sama menampakkan wajah terkejut.
"Kau menginap?!" tanya Toji. "Kupikir kau belum bangun atau apa."
"Dan kau kenapa juga pagi-pagi sudah di sini," balas Megumi. Ia mengeluarkan kartu akses nya untuk membuka pintu unit. Ia masuk diikuti Toji yang masih mewawancarainya.
"Hey, memangnya heal nya selama itu sampai kau harus menginap?" omel Toji.
"Geez, memangnya kenapa sih. Masih di area HQ juga," balas Megumi. "Dan ada apa kau pagi-pagi sudah ke sini?"
"Kudengar dari seseorang kau pernah sampai sakit gara-gara ikut misi," Toji melipat tangannya di depan dada.
Glek…!
"Itu…" Megumi sweatdrop. "Ya itu karena aku belum terbiasa dengan kutukan. Makanya sekarang aku diikutkan misi dari yang terendah sampai ke tertinggi supaya aku lebih terbiasa."
"Tapi tetap saja, berarti misi memang membahayakan dirimu meski kau dilindungi oleh tokyuu itu," Toji mendekat. "Daripada kau yang eksperimen sampai harus membiasakan diri dulu, kenapa bukan healer lain saja yang sudah terbiasa."
"Mana ada healer energy yang terbiasa dengan kutukan, ditambah, yang bisa melakukan heal pada Gojo-san cuma aku."
"Tapi kalau eksperimen nya berhasil bukankah bukan hanya kau saja yang diharapkan untuk bisa melakukan heal saat seorang jujutsushi dalam misi? Kalau begitu ganti orang lain saja yang melakukan eksperimen nya," Toji masih tak terima.
"Geez, iya sih. Tapi ini sudah terlanjur diberikan padaku. Kalau ganti healer lain, harus mulai dari awal lagi. Semua alat-alat, juga data penelitian yang sudah pernah kuberikan, semua harus reset ke semula."
"Ya itu urusan mereka kan. Yang penting bukan kau."
"Memangnya kenapa sih? Aku melakukan ini bukan karena terpaksa. HQ melakukan eksperimen ini atas persetujuanku, ada tandatangan kontrak juga. Aku menandatanganinya dengan tanganku sendiri sebagai bentuk persetujuan. Kalau sekarang aku tiba-tiba mau berhenti, apalagi dengan alasan tak jelas begini, mana bisa. Ditambah, sejauh ini tidak ada halangan sedikitpun. Aku tidak terluka, atau mengalami kecelakaan kerja, atau apapun itu. Tidak ada alasan sama sekali untuk berhenti."
Toji tetap merengut meski mendengar penjelasan itu.
"Kalau kau masih mau keras kepala…ah, atau kita membuat perjanjian saja? Aku berhenti dengan eksperimen ini, tapi kau juga turunkan levelmu ke level 4," Megumi ganti melipat tangan di depan dada.
"HAH? Level 4?! Yang benar saja. Level 4 bahkan untuk bocah SMU kelas 1."
"Iya, dan resiko nya nyaris 0 kan. Sama seperti aku yang bekerja sebagai healer di kantor saja, resiko nya juga nyaris 0. Jadi kurasa ini deal yang setara. Bagaimana? Mau?"
"..." Toji bungkam, tapi terlihat sekali ia keberatan.
"Kalau begitu ya sudah. Aku sudah membiarkanmu tetap di level itu dan menjalankan misi level 1, sekarang biarkan aku bekerja juga sesuai kemampuan dan kemauanku," Megumi menutup argumen nya. "Kau sekhawatir ini karena belum pernah melihat Gojo-san selama misi kan? Dia itu benar-benar kuat. Bahkan para kutukan tidak bisa menyentuhnya sama sekali. Jadi tenang saja, aku percaya saat dia bilang akan melindungiku."
Toji makin cemberut. Ia sudah lihat sih bagaimana kemampuan Gojo saat membantu misi nya kemarin. Tapi tetap saja, ia mengkhawatirkan Megumi. Kondisi misi bisa berubah setiap waktu, hal yang bisa diprediksi kadang juga berubah menjadi sesuatu tak terduga. Dan masalahnya Megumi tak memiliki kemampuan bertarung sama sekali, ia akan benar-benar bergantung pada Gojo di luar sana. Jadi kalau sedikit saja Gojo lengah, dan Megumi terpisah darinya…
Alis Toji bertaut. Ia tak ingin membayangkan itu.
"Sudahlah, jangan sekhawatir itu. Lagipula ini misi kelas D, misi yang bagimu mainan anak kecil," ucap Megumi sambil melepas jaket nya. "Aku mau bersih-bersih dulu terus ke gym, kau mau ikut?"
"Tch," Toji tak menjawab, hanya mengacak rambutnya. "Yeah, biar kuambil baju olah–..." ucapan Toji terhenti saat melihat sesuatu di leher Megumi. Ia mendekat, memastikan apa yang ia lihat. "Hey, apa ini?" ia menyentuh leher Megumi dengan tatapan terbelalak.
"Ah, itu. Entah, aku juga tidak tahu. Tadi pagi saat aku berkaca sudah ada, mungkin digigit serangga saat aku tidur," balas Megumi.
Tatapan Toji berubah tajam. "Serangga? Saat kau tidur?" ucapnya dengan nada berat.
"Iya, mungkin. Soalnya ini tidak sakit atau apa. Jadi kurasa serang–...oi, jangan bilang kau mengkhawatirkanku sampai level gigitan serangga membuatmu panik juga? Yang benar saja. Aku tidak selemah itu!"
Wajah Toji masih menghitam dengan tatapan membunuh. Ia melirik tajam ke arah lain, seolah menerawang jauh.
"Kurasa aku betulan harus membunuh tokyuu bangsat itu," ucap Toji penuh amarah.
"Yamero, di unit ku juga mungkin ada serangga juga kan. Kenapa kau menyalahkan ada serangga di unit orang, bukan berarti tempatnya kotor atau apa, kau sendiri sudah kesana semalam."
Toji tak menjawab, hanya memutar tubuhnya dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi Megumi segera menahannya, perasaan Megumi tak enak melihat ekspresi Toji.
"Kau mau kemana?" omel Megumi sambil memegangi lengan ayahnya.
"Membunuh serangga," ucap Toji mengerikan.
"Geez, kau–...jangan konyol. Hanya serangga membuatmu semarah ini?!" Megumi menarik tubuh Toji ke dalam meski Toji rasanya tetap mau melangkah ke pintu keluar. "Kita mau ke gym kan, sudahlah, jangan macam-macam. Aku mau ganti pakaian dulu, kalau sampai kau tidak ada saat aku selesai, awas saja!" ancam Megumi.
Megumi menyeret Toji ke ruang tengah, menyuruhnya duduk di sofa. Ekspresinya masih mengerikan, tapi setidaknya dia sudah mau diam. Megumi pun kembali ke kamarnya, ia membasuh tubuhnya di kamar mandi lalu berganti pakaian ke pakaian olahraga. Dia berpikir, sepertinya akan kacau kalau ia membawa Toji dan Gojo ikut juga. Akhirnya Megumi meraih ponsel untuk menghubungi Gojo.
'Tou-san ku ikut ke gym, sebaiknya kau tidak jadi ikut. Mood nya sedang buruk. Maaf ya,' ia mengirim chat itu pada Gojo.
Tak berapa lama ada pesan balasan. 'Yah…sayang sekali, padahal ingin workout dengan Sensei. Ya sudahlah. Sensei ke gym yang mana? Biar aku ke gym yang lain supaya tidak bertemu.'
Megumi menghela nafas lega, syukurlah Gojo tak keberatan. Ia pun menyebutkan ia ke gym yang mana supaya Gojo ke gym yang lain. Ia bersyukur karena fasilitas HQ begitu banyak. Setelah selesai chat dengan Gojo, Megumi pun keluar kamar. Untung saja Toji masih di sana.
"Ya sudah, ayo ke gym," ajak Megumi.
"Kau duluan saja. Tou-san mau ambil baju olahraga dulu di paviliun," balas Toji seraya bangkit.
Megumi sweatdrop, kompleks paviliun Toji kan sama dengan Gojo.
"Aku ikut," ucap Megumi. "Sekalian aku kan belum tahu unit mu yang mana," tambahnya sebelum Toji memberikan kalimat protes.
Setelah itu mereka pun pergi dari paviliun Megumi. Matahari baru mulai terlihat saat mereka berjalan menuju paviliun Toji. Dengan berdebar Megumi berjalan selangkah di belakang Toji, dalam hati ia berharap semoga tidak bertemu Gojo semoga tidak bertemu Gojo, apalagi saat mereka melewati area dekat unit milik Gojo.
Tapi syukurlah mereka tak berpapasan. Toji pun menuju unit nya diikuti Megumi.
"Hee, jadi ini paviliun mu," ucap Megumi basa basi.
"Yeah," ucap Toji sembari membuka pintu.
Megumi mengikuti Toji masuk, dilihatnya isi paviliun itu. Kosong sekali. Ya dia maklum sih Toji baru saja pindah, tapi tempat itu seperti tidak ditinggali. Megumi tak melihat barang-barang Toji di manapun. "Kau nggak bawa apa-apa dari rumah?" tanya Megumi seraya mengikuti Toji ke kamar.
"Ya bawa dong, baju-baju. Senjata buat misi," ucap Toji seraya menghampiri closet. Megumi ikut melongok, barulah ia melihat barang-barang Toji di dalam closet. Di kamar juga hanya ada sedikit. Seolah Toji hanya memakai kamar saja di paviliun itu, baik ruang tengah, dapur, maupun kamar mandi utama seperti tak terjamah.
"Kau seperti ngekos satu kamar doang di sini," komentar Megumi.
"Ya, sejak aku datang aku belum ada waktu untuk istirahat. Pergi misi terus. Belum sempat mencoba fasilitas di unit ini," balas Toji sambil memakai pakaian olahraga. Setelahnya barulah mereka menuju gym.
Meski tak begitu ketara, tapi Megumi sempat melihat Toji melirik ke arah unit Gojo saat mereka lewat daerah sekitar itu. Begitu juga saat tiba di gym, ia seolah-olah mencari seseorang meski secara sembunyi-sembunyi. Tapi tentu saja mereka tak menemukan Gojo, dan memulai workout mereka.
Megumi workout dengan menu rutin dia sendiri, begitu juga dengan Toji. Saat melihat ayahnya angkat beban, Megumi hanya bisa melongo.
"K-kau…Tou-san, bench-press mu memangnya berapa?" tanya Megumi melihat bumper plate yang terpasang untuk Toji angkat, dia tampak mengangkatnya dengan mudah.
Toji berhenti sesaat lalu menatap Megumi dan menyeringai. "Mau coba?"
"Nggak nggak aku cuma ta–..."
"Hey ayolah, coba dulu," Toji menurunkan besi itu lalu bangkit dari kursi nya, ganti mendorong Megumi ke sana.
"Nggaaak, aku nggak mungkin kuaat," keluh Megumi tapi tetap didorong Toji ke kursi dan merebahkan tubuhnya. Toji lalu menggotong besi tersebut dan meletakkannya di atas tangan Megumi.
"Ayo coba, Tou-san pegangi," seringai Toji.
"Ugh, sudah kubilang tidak mungkin," keluh Megumi, meski begitu ia tetap meraih besi itu, mencoba mengangkatnya, sedangkan Toji sedikit demi sedikit melepaskan genggamannya, sampai Megumi berteriak. "Gwaaah muri muri muri, stop," ucap Megumi.
Toji tertawa lalu mengangkat kembali besi itu dan menyingkirkannya dari atas tubuh Megumi. "Lumayan juga, kurasa bench press mu sekitar 75kg."
Sedikit menggembungkan pipi, Megumi duduk di tepian kursi menatap ayahnya. "Bench press mu memangnya berapa?"
"310 masih kuat lah," seringai Toji.
"HAH?!" Megumi hanya bisa melongo sementara Toji kembali terkekeh. "Nggak nggak, itu mustahil kan. Dengan ukuran tubuhmu–..."
"Heh, memangnya kenapa dengan ukuran tubuhku," Toji meng headlock Megumi.
"Hmph…ya…harusnya tidak sebesar itu bench press mu," Megumi menepuk-nepuk lengan berotot Toji yang tengah melingkar di lehernya.
Toji hanya tertawa kecil lalu melepaskan headlock nya. "Sudahlah, kembali workout sana."
"Tapi seriusan, kau bisa sekuat itu pasti ada apa-apanya. Manusia normal tidak mungkin begitu."
"Ya aku memang tidak normal kan. Jujutsushi non-CE level 1 nih," cengir Toji.
Megumi hanya manyun. "Iya iyaaa," balasnya lalu kembali workout. Tp ia lalu tersenyum, setidaknya ia sudah melihat Toji tertawa kembali, bukan merengut terus seperti tadi.
.
Mereka istirahat setelah melakukan workout mereka, duduk di salah satu bangku gym sambil menenggak isotonic. Megumi menyempatkan diri mengecek ponsel, ia sempat melirik Toji sesaat saat mendapati chat dari Gojo. Tidak apa-apa kan, hanya chat saja, pikirnya. Ia pun membuka chat itu.
'Sensei, masih workout? Mau ketemu sebentar? Hehe.'
Megumi mengerutkan sebelah alis. Ketemu untuk apa? Toh lagian mereka nanti bakal misi bersama. Apalagi sekarang Megumi sedang bersama Toji di gym, bisa gawat kalau ketahuan.
Tapi…
Meski semua logika menyangkal untuk bertemu, Megumi tak ingin menolak ajakan itu. Kenapa?
Dengan sedikit gemetar Megumi pun mengetik pesan balasan.
'Ketemu di mana?' tanyanya.
Blush…
Wajah Megumi sedikit memerah. Setelah mengirim chat itu baru ia sadar, mungkinkah itu efek dari rasa suka? Meskipun semua kondisi dan keadaan mengatakan tidak, Megumi tetap merasa ia juga ingin bertemu Gojo. Meski sebentar. Meski nanti juga akan bertemu lagi dalam misi.
Megumi menyletingkan full jaketnya sampai menutupi sebagian wajah untuk menyembunyikan wajahnya yang memanas. Tak berapa lama ada chat masuk dari Gojo yang memberitahu di mana tempat ketemuan mereka. Setelah membaca itu, giliran ia melirik Toji. Harus bilang apa pada ayahnya?
Megumi membenahi ekspresinya lalu bangkit. "Tou-san, aku mau ke toilet dulu," ucap Megumi.
"Ya," balas Toji.
Megumi pun pergi dari tempat itu, lalu keluar gedung. Ia berjalan ke bagian belakang, menuju salah satu sudut gedung dan berbelok sedikit ke kiri. Di sanalah ia melihat Gojo sudah menunggu. Jujutsushi itu menoleh dan melambai begitu melihat Megumi.
Melihat itu dada Megumi berdesir dan jantungnya mulai berdegup lebih cepat. Ia sedikit mempercepat langkah dan menghampiri Gojo. Tempat itu lumayan terlindung, ada pohon besar di depan mereka, lalu bangunan yang berbelok di samping kiri, area itu masih terlindung bayangan belum terjamah matahari pagi yang tingginya belum seberapa.
"Kau workout di gym mana?" tanya Megumi.
"Di atas," tunjuk Gojo.
Megumi sedikit tersipu, berarti Gojo lebih jauh lagi untuk ke tempat ketemuan mereka. Megumi berdiri di samping Gojo, bersandar ke tembok sama sepertinya.
"Kau sudah selesai workout atau sedang istirahat?" tanya Gojo.
"Istirahat, kurasa aku akan melakukan beberapa sesi lagi sebelum menyelesaikan workout ku. Masih ada waktu kan ini," Megumi mulai merasa gerah. "Panas juga ya," ucapnya sembari membuka resleting jaket. Ia masih menyletingkan full jaketnya tadi, pantas saja ia merasa gerah. Ia pun menurunkannya sampai dada.
Gojo melirik Megumi, ia meneguk ludah berat melihat leher Megumi, apalagi tubuhnya yang bermandikan keringat. Seksi sekali, pikirnya. Tapi ia lalu memicingkan mata saat melihat sesuatu di leher Megumi, sebuah noda biru.
"..." loading sesaat, barulah Gojo panik beberapa detik berikutnya. Ia segera meraih tubuh Megumi dan kembali menylettingkan jaket Megumi hingga ke leher.
"Huh?" bingung Megumi.
"I-i-i-itu…" Gojo terdengar panik, wajahnya memerah. "Ano…sebaiknya tetap ditutup, biar…biar badanmu tidak dingin, kan nanti mau workout lagi."
"Ah, souka," balas Megumi santai, sementara Gojo masih kalang kabut, masih memegangi kerah jaket Megumi. Ia baru ingat semalam sempat kelewatan, ia tak ingin meninggalkan jejak, apalagi saat Megumi belum menerima perasaannya, rasanya tak etis saja memberikan tanda kepemilikan pada orang yang belum ia miliki.
Tapi semalam ia terbawa suasana dan tak bisa menahan diri, sekarang barulah ia menyadari apa yang sudah ia lakukan. Sepertinya tadi pagi ia tak sempat melihatnya karena belum sepenuhnya sadar.
Ah, Gojo jadi ingat kalau Megumi bilang ayahnya badmood pagi tadi kan, dan akhirnya melarang Gojo workout bersama. Jangan-jangan Toji melihat noda itu? Aaaah, pantas saja…panik batin Gojo.
"Gojo-san?" bingung Megumi karena Gojo masih terus memegangi kerah jaketnya.
"Ano…apa sejak tadi kau juga membuka jaketmu seperti ini?" tanya Gojo.
"Tidak, aku selalu workout dengan jaket tertutup," balas Megumi. Alisnya bertaut sebelah, kenapa Gojo juga bersikap aneh begini. Rasanya seperti de javu, tadi pagi ayahnya juga bersikap begitu kan. Apa karena…
"Apa karena ini?" tanya Megumi sambil mengetuk lehernya dari luar jaket.
Gojo langsung sweatdrop parah. "I-itu…"
"Ah, aku juga tidak tahu. Pagi tadi tiba-tiba sudah ada. Mungkin tergigit serangga," jelas Megumi. "Hey, tapi aku bukan sedang bilang tempatmu kotor atau apa okay, serangga bisa berada di mana saja," ia mencoba menenangkan.
Sebagai serangga yang dimaksud, Gojo hanya bisa panik dalam hati. Pantas saja Toji ngamuk kalau reaksi Megumi begini. Pasti dikiranya Gojo melakukan itu tanpa concern Megumi kalau sampai Megumi saja tidak tahu.
Tamat sudah, sudah tak ada kemungkinan lagi ia dapat restu dari Toji untuk memacari anaknya.
Megumi hanya menatap heran Gojo yang sedari tadi diam saja, seolah tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri. Ya…ia menatap wajahnya…yang setelah dipikir lagi jarak mereka cukup dekat. Tanpa sadar fokus Megumi teralih ke bibir Gojo, bibir merah muda itu…
Blush…
Seketika Megumi memalingkan pandangan, ia tak ingin berpikiran macam-macam. "Umm…ano…mungkin sudah waktunya kita kembali ke gym," ucap Megumi.
Ucapan Megumi membawa Gojo kembali ke dunia nyata. Pandangannya menunduk untuk menatap wajah Megumi, dan ia terbelalak melihat ekspresi Megumi yang tengah tersipu. Healer itu menggigit bibir bawahnya sedikit, wajahnya bersemu, dan pandangannya teralih.
Daaaammnnn…
Gojo merasa terpanggil untuk mencium bibir Megumi. Kemana tekatnya tadi yang mengatakan harus lebih bisa menahan diri?
"...Gojo-san…?" seolah menunggu respon Gojo, Megumi melirik kembali ke arah Gojo, membuat tatapan mereka bertemu, dan Megumi segera kembali memalingkan pandangan saat itu terjadi. Manis sekali.
Ah, persetan. Runtuh sudah pertahanan Gojo. Detik berikutnya ia pun sedikit membungkukkan badan dan mencium bibir Megumi.
"Mmhh…" Megumi terkejut akan ciuman mendadak itu. Tapi saat merasakan lembut bibir Gojo mengulum bibirnya, Megumi perlahan mulai memejamkan mata dan menikmati ciuman itu.
'Dammit Satoru,' umpat batin Gojo pada diri sendiri. Tapi kalau Megumi responsif begini dan tak menolaknya, bagaimana bisa ia menahan diri?
Gojo semakin memperdalam ciumannya, menekan tubuh Megumi ke tembok, kakinya menyilang di antara kaki Megumi. Lidah Gojo merangsek masuk, meminta ciuman basah. Dan lagi, Megumi tak mendorongnya menjauh, ia menerima ciuman itu. Tangannya bahkan berpegangan ke dada Gojo seolah melarangnya pergi.
Paha Gojo yang berada di antara kaki Megumi sedikit menekan lebih, ia bisa merasakan tonjolan penis Megumi di sana. Rasanya ingin sekali ia meremas benda itu. Tangannya pun bergerak menuju area itu, menyentuhnya.
"Hari ini tidak ada misi kan, ke karaoke yuk."
"Boleh, tapi aku ingin nonton film di jam 2."
"Ya boleh saja, kan masih…bla bla bla…"
Suara obrolan orang lewat menyadarkan mereka berdua bahwa mereka ada di luar. Seketika mereka pun melepas ciuman, nafas mereka terengah, mereka saling menatap dengan bibir basah masing-masing.
"Sebaiknya kita…kembali ke gym," ucap Megumi dengan nafas yang masih tersengal.
"Ya…" balas Gojo yang juga masih berusaha menormalkan nafasnya.
"Umm…ano…" ucap Megumi, kembali memalingkan muka, kali ini menutupi mulutnya dengan punggung tangan, wajahnya semakin memerah. "Bisa…tolong lepaskan tanganmu juga…?"
"...he?" Gojo belum sadar. Tapi ia lalu menatap tangannya yang ternyata masih menyentuh selangkangan Megumi. "Ah, gomen…" Dan karena panik Gojo malah tanpa sengaja meremas benda itu.
"Aaahh…mmph–..." Megumi segera membekap mulutnya saat desahan itu lolos.
Ppssshh…
Wajah keduanya berasap. Gojo hanya bisa tertunduk dengan kedua tangan kini menumpu ke tembok di belakang Megumi. Wajahnya semakin memerah saat melihat kalau selangkangannya kini juga semakin tegak saat melihat penis Megumi yang perlahan juga ereksi.
"S-sepertinya kita belum bisa kembali ke gym dengan keadaan begini," ucap Gojo.
"Y-yeah…" balas Megumi. Keduanya diam dalam keheningan yang awkward. Dalam posisi itu, Gojo bisa melihat leher Megumi dari atas. Leher jenjang itu benar-benar menggodanya, membuatnya meneguk ludah berat.
"Gojo-san…" panggil Megumi.
"Ya…?"
"Apa…mau ke kamar mandi?" ucap Megumi. "Itu terlihat menyakitkan."
"..." Gojo menatap ke arah yang dimaksud Megumi, dan melihat penisnya yang sudah ereksi penuh. Aaaaaaaaah, Gojo rasanya ingin membenamkan wajahnya ke dalam tanah. "I-ini…ini…"
Tangan Megumi bergerak untuk meremas jaket olahraga Gojo. Dengan malu-malu ia mendongak menatap Gojo jujutsushi itu. "Aku juga ingin ke kamar mandi…jadi…" ucap Megumi sengaja menggantung kalimatnya seolah tahu Gojo sudah mengerti kelanjutannya.
Gojo menelan ludah berat, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Megumi, bibir mereka nyaris bersentuhan. "Mau lakukan bersama?" tanya Gojo dengan nafas memburu.
"Mm mmnn," Megumi hanya bisa mengangguk karena detik berikutnya bibirnya sudah dikunci oleh bibir Gojo.
Megumi memejam sesaat, dan saat membuka mata kembali, ia terkejut saat sudah berada di dalam ruangan. Ia mengamati sejenak, itu adalah ruangan di dalam kantor healer nya. Dan mereka ada di depan pintu. Sepertinya Gojo teleport, tapi kenapa tak langsung ke ranjang saja?
Megumi merasakan tangan Gojo melakukan sesuatu di belakang tubuh Megumi, menyentuh sesuatu di sebelah pintu. Setelahnya barulah Gojo membopong tubuh Megumi dan membawanya ke ranjang, membaringkannya di sana tanpa melepas ciuman.
Tangan Gojo bergerak membuka sleting jaket Megumi, karena itulah Megumi juga melakukan hal yang sama, ia juga membuka sleting jaket olahraga Gojo. Tangan Gojo lalu masuk ke balik kaos Megumi, meraba tubuhnya sambil mendorong naik kaos Megumi, setelah itu tubuhnya menunduk untuk menjilat perut Megumi, lalu ke dada, dan mengulum nipple nya.
"Aahh…" desah Megumi. Dadanya membusung naik, tangannya mencengkeram bantal di bawah kepalanya.
Gojo terus menjilat nipple Megumi dengan sensual, menimbulkan decak basah yang menggoda. Dengan tak sabar Gojo lalu membuka jaket Megumi, lalu kaosnya juga. Ia sudah mau mencium Megumi kembali, tapi Megumi menahannya.
"Bajumu…juga," ucapnya dengan nafas terengah.
Gojo tertawa kecil. "Yeah," ucapnya. Ia membuka jaketnya, mata Megumi lekat menatap Gojo. Seksi sekali, padahal hanya membuka jaket saja, batin Megumi. Megumi duduk saat Gojo membuka kaos nya, membuat tubuh indah Gojo terpampang tepat di depan wajahnya.
Tangan Megumi bergerak menyentuh tubuh Gojo, menyusuri setiap lekuknya hingga ke bagian bawah, ditatapnya penis Gojo yang sudah mengeras penuh di balik celana, seperti celana Gojo mau robek saja. Megumi meneguk ludah berat menatap pemandangan itu. Ia lalu meraih celana Gojo dan menurunkannya, memperlihatkan boxer Gojo yang semakin mencetak jelas benda di baliknya. Megumi memijit pelan penis Gojo dari luar boxer.
"Ssshhh…" Gojo mendesis dibuatnya.
Megumi lalu menarik turun boxer Gojo, membuat penis Gojo tegak menjulang. Megumi tersipu menatap benda besar itu, ia lihat berapa kalipun ukurannya tetap begitu besar. Ia meraih penis Gojo dengan kedua tangan, rasanya panas sekali.
"Sudah tegang sekali," ucap Megumi.
"Nnh…ya," Gojo terengah. "Ahh…" Ia mendesah saat Megumi mengusap ujung penisnya, lalu menekan-nekan bagian lubangnya. Ia menatap Megumi yang wajahnya memerah sambil memainkan penisnya, ingin sekali Gojo meminta Megumi untuk menjilat benda itu dan memasukkannya ke mulut, tapi ia rasa masih terlalu cepat untuk itu.
"Sensei…" panggil Gojo dengan suara berat, mencoba menahan diri. Ia kembali mendorong tubuhnya ke depan, membuat Megumi perlahan kembali berbaring. Gojo meraih celana Megumi dan menariknya turun, melepasnya keseluruhan. Penis Megumi juga sudah tegak sempurna.
Gojo mengangkat paha Megumi ke atas paha nya, ia mendorong maju, menyentuhkan penisnya ke lubang Megumi, membuat lubang kenikmatan itu berdenyut.
"Hngghh…" Megumi menggelinjang merasakan sensasi itu.
Gojo tersenyum, ingin sekali ia masuk ke sana. Tapi ia menahan diri. Ia hanya menggoda Megumi, menggesekkan beberapa kali penisnya ke sana, mendorong sedikit meski tak masuk, ia meremas bokong Megumi dan menariknya ke samping, membuat lubang Megumi sedikit terbuka.
"Ugh…" keluh Gojo merasakan darahnya semakin berdesir ke bagian penis, ia kembali mendorong maju, tapi kali ini sedikit mengangkat tubuhnya sehingga penisnya kini bergesek dengan penis Megumi. Kalau terus berada di bawah, ia benar-benar bisa lepas kendali.
Gojo menggerakkan tubuhnya maju mundur, menggesek penis mereka, kedua tangannya bertumpu di samping tubuh Megumi.
"Ahhh…" Megumi yang merasa ingin lebih, kini meraih penisnya dan Gojo dengan kedua tangan, menyatukannya lebih erat seraya Gojo bergerak. "Aahh…nn, mmnh…" ia mendesah di setiap gerakan Gojo. "Faster…" pintanya dengan nafas tertahan. Sepertinya sudah tak tahan lagi.
Gojo menyeringai melihat itu, dan tentu saja dengan senang hati menuruti Megumi. Ia bergerak lebih cepat, dan membuat Megumi mendesah semakin keras.
"Aahhh, mmnn, hosh…aahh, haah…" desahan Megumi benar-benar menggoda di telinga Gojo.
"Ungghh…ikku…hosh…hoshh," Megumi terengah. "Hampir…keluar…"
"Hn…ahh," Gojo pun semakin mempercepat gerakan, memenuhi hasrat Megumi.
"Uwahh…ahhh, aaahhhhh," Megumi juga sambil mengocok penisnya, ia tak tahan lagi dan akhirnya klimaks. Nafasnya tersengal, ia mengatur nafasnya sejenak. Ia menatap penis Gojo yang masih tegak. "Kau…hosh…belum keluar."
Gojo tersenyum. Ia lalu meraih penisnya sendiri, kemudian merangkak di atas tubuh Megumi dan lebih maju ke atas dada. "Sedikit saja, Sensei, haah…" ucapnya sambil mengocok penisnya dengan cepat.
"..." wajah Megumi memerah menatap penis Gojo tepat berada di depan wajahnya. Ia bisa melihatnya dengan jelas, bentuk penis Gojo, ukurannya, lalu lubangnya yang sudah basah oleh precum.
"Hng…ahh…haah," ditambah desahan Gojo yang mengusik telinga Megumi. Megumi meneguk ludah berat, ditatapnya ujung penis Gojo yang mengeluarkan cairan bening, entah kenapa Megumi ingin sekali menjilatnya. Ya, kalo sedikit saja dia menjulurkan lidah, dia sudah bisa menyentuh benda itu.
Perlahan, Megumi pun mengeluarkan lidahnya, dan benar saja, ia bisa menyentuh penis Gojo, merasakan cairan milik Gojo. Ia merasa aneh mencicipi cairan yang baru pertama ia rasai itu. Tanpa sadar ia memutar lidahnya, menjilat kepala penis Gojo dengan lidah basahnya.
"Uwagh, haahhh…aahhh, ahhhhh," Gojo tak tahan melihat pemandangan menggoda itu, ia mengocok penisnya lebih cepat. "Go–men…Sensei…mouu—...ikkku…" tah tahan lagi, Gojo pun mengeluarkan sperma nya di wajah Megumi, membanjiri wajah manis itu, bahkan sampai rambutnya basah oleh tumpahan sperma Gojo.
"Ahh…ngh, ahhh…" Gojo masih mendesah pelan menuntaskan klimaks nya, sperma masih mengalir tipis dari ujung penisnya ke bibir Megumi. Dan…mata Gojo terbelalak saat melihat Megumi menjilat sperma Gojo, lalu memasukkan kembali lidahnya ke dalam mulut seolah mencicipi rasanya.
"Rasanya…aneh, aku belum pernah merasakan yang seperti ini," komentar Megumi.
Gojo langsung berasap menatap pemandangan itu, libido nya meningkat. Ia ingin sekali menghujam masuk ke lubang Megumi, atau ke mulutnya. Hal itu membuat penis Gojo berdenyut tak nyaman.
"Uwah, kau masih tegak. Masih belum puas?" tanya Megumi polos.
'Aaaaaaaahhhh,' Gojo hanya bisa berteriak dalam hati.
"Ti-tidak, ini hanya reaksi sesaat saja kok. Sebaiknya kita kembali, kita sudah pergi terlalu lama," Gojo segera memundurkan tubuhnya dan menaikkan celananya untuk menutupi penisnya yang masih tegak.
"Ah, ya benar juga," balas Megumi. Ia menatap tubuhnya yang belepotan sperma. "Sepertinya setelah ini aku langsung ke paviliun saja untuk mandi, aku lengket semua."
'Uuuunngh,' Gojo sekuat tenaga menahan diri, ia benar-benar ingin menerjang Megumi lagi. Tapi ia hanya bisa meremas penisnya yang tegang supaya sadar bahwa ia tak boleh melakukannya lagi.
"Y-ya sudah, ayo," dengan gugup Gojo turun dari ranjang.
"Ah, boleh minta tolong ambilkan tissue," Megumi mengusap wajahnya. "Ini lengket."
Shiiit…!
Karena gugup Gojo hampir lupa untuk membantu Megumi bersih-bersih. Padahal wajah dan rambut Megumi berantakan juga karena dirinya.
"Iya…" balas Gojo gugup lalu meraih tissue dari atas meja. Setelah itu ia kembali ke ranjang, duduk di tepi, lalu membantu Megumi membersihkan wajahnya.
"Haha biar aku sendiri tak apa," ucap Megumi. Tapi Gojo mana tega, ia pun tetap membersihkan Megumi. Rambutnya susah dibersihkan karena terkena cairan lengket, membuatnya jadi lepek meski sudah ia lap dengan tissue.
Gojo lalu mengelap wajah Megumi, mulai dari dahinya…lalu pipi, hidung, kemudian…bibir. Ia mengingat kembali saat Megumi menjilat tadi, bibir sensual itu…
Gulp…
Gojo menelan ludah. "Aahh!" Saat sedang terpana, ia mendesah sedikit kaget saat merasakan penisnya diremas. Ia menatap ke bawah dan melihat tangan Megumi sedang meremas selangkangannya.
"Kelihatannya kau masih ingin keluar lagi, bukankah menyakitkan kalau ditahan?" ucap Megumi.
"Itu…" ucap Gojo sweatdrop. Sebenarnya dia memang masih sangat ingin. "Tidak apa, nanti juga turun sendi–... Sensei–...!" ucapannya terpotong saat tangan Megumi merogoh masuk ke dalam celananya, menyentuh penis Gojo secara langsung.
"Lihatlah, sudah tegang sekali," ucap Megumi seraya mengocok penis Gojo.
"Ugh…Sen–...ahh, sei…" Gojo mendesah merasakan sentuhan itu. Ia melirik penis Megumi yang juga mulai tegak, ia pun menyentuh penis Megumi, mengocoknya.
"Hey, aku tidak perlu," protes Megumi.
"Tapi Sensei…juga sudah sedikit ereksi…hosh…hosh…"
"Ngh…ta-tapi…kau tak perlu… melakukannya…ahh."
Meksi begitu Gojo tak berhenti memanja penis Megumi. Megumi juga kemudian menarik turun celana Gojo supaya penisnya bebas, ia juga jadi lebih mudah mengocoknya.
"Cium…" pinta Megumi.
Gojo pun menunduk untuk mencium Megumi, lidah mereka saling menjilat dan menaut, tangan mereka memanja milik masing-masing. Satu tangan Gojo yang bebas menyentuh nipple Megumi, lalu memilinnya. Membuat Megumi mengerang di dalam ciuman.
"Mnn nn…" Megumi sebenarnya sudah ingin klimaks lagi, tapi masa ia klimaks duluan, padahal tadi dia yang ingin Gojo klimaks. Jadi ia pun berusaha menahan diri. "Ahh…" ciuman mereka terlepas, Megumi tertunduk di dada Gojo, ia tak kuat lagi. Tangan Gojo yang besar terasa nikmat sekali menyentuh miliknya, juga memilin nipple sensitive nya. Tanpa sadar Megumi memegang lebih erat penis Gojo di tangannya.
"G-Gojo…san…ahh, Gojo-san…" panggil Megumi.
"Hnn…nnh," Megumi bisa rasakan hembusan nafas Gojo di kepalanya, ia membenamkan wajah ke rambut Megumi.
"Ungh…" Megumi melenguh, ia tak tahan lagi, saat itulah ia merasakan penis Gojo di tangannya juga berdenyut tak nyaman, apa dia juga hampir klimaks? Megumi mempercepat gerakan tangannya hingga akhirnya ia tak bisa menahan diri, dia pun klimaks di tangan Gojo, tapi sedetik setelahnya cairan panas juga keluar dari penis Gojo membanjiri tangannya.
"Fuwaah…haah…hahh…" nafas Megumi terengah. Kedua tangannya masih bergerak naik turun di penis Gojo dengan pelan, menuntaskan orgasme nya, tangannya terasa panas dan licin oleh cairan Gojo. Sementara di penisnya Gojo juga melakukan hal yang sama.
Chuu…
Setelah nafas mereka mulai normal, Megumi mendongakkan kepala dan mendapat kecupan lembut di pelipisnya. Entah kenapa dibanding onani tadi, hal kecil itu lebih membuatnya berdebar tak karuan. Apa sebaiknya ia menyatakan perasaannya sekarang? Tapi rasanya tak etis sekali menyatakan di saat seperti ini. Kini Megumi paham maksud Gojo yang dulu mengatakan ingin menyatakan cinta di waktu yang lebih tepat, bukan setelah melakukan hal seperti ini.
"Oke, sekarang beneran sudah," ujar Gojo seraya tertawa kecil.
"Yeah," balas Megumi tertawa kecil juga. Mereka kembali meraih tissue dan mengelap tubuh mereka, lalu setelah cukup barulah memakai baju mereka kembali.
"Sebentar, aku chat ayahku dulu, mau bilang aku langsung ke paviliun saja, aku harus mandi," ucap Megumi seraya meraih ponselnya.
"Mm hm," Gojo hanya mengangguk dan duduk di tepi ranjang menunggu Megumi.
Megumi mengetik pesan itu, tapi ia bingung menambahkan apa.
'Aku tadi terpeleset di kamar mandi dan jaketku basah, jadi ini mau langsung pulang dan mandi,' akhirnya ia mengirimkan chat demikian. Setelahnya ia kembali menyakukan ponselnya.
"Ayo," ajak Megumi. Mereka pun turun dari ranjang, Gojo ada di depan, membuka pintu ruangan. Saat mereka keluar dari ruangan itu, Megumi terkejut melihat Shoko yang sudah ada di sofa healer, masih dengan pakaian tidur dan rambut berantakan, juga kantung mata tentunya. Ia duduk dengan satu kaki di atas kaki lainnya, lalu tangan terlipat di depan dada. Megumi tentu saja shock, tapi melirik Gojo, jujutsushi itu hanya sweatdrop sambil memalingkan muka, seolah ia sudah tahu ini akan terjadi.
"Jangan membuat ribut seluruh HQ hanya karena kau horny, bodoh. Aku juga baru tidur jam 3 tapi harus bangun jam segini cuma karena kehorny an mu?" omel Shoko dengan nada datar tapi tatapan menusuk. Ia terlihat kesal sekali.
'Aaacckkk–...' Megumi hanya bisa speechless. Ia baru ingat tadi Gojo memakai teleport untuk pindah ke sana, dan Gojo kan masih dilarang memakai kekuatannya di area HQ, pasti alarm tanda bahaya kembali menyala tadi.
Tunggu, tapi kok Megumi tidak mendengar apapun? Meski sekarang ia tak membawa tab kerja nya, tapi saat ini ia kan di kantornya, kantor healer, harusnya tanda bahaya itu muncul di meja heal atau di monitor atau di mana pun itu.
Hingga Megumi terkejut saat mengingat ia berada di ruangan tadi, bukankah ruang tidur di kantor healer itu kedap suara? Dan…saat Gojo teleport tadi, dia melakukan sesuatu di belakang tubuh Megumi, mungkinkah ia sedang mematikan alarm dari panel di samping pintu di belakangnya? Setidaknya alarm di ruangan kamar tadi yang mati sehingga Megumi tak perlu tahu apa yang terjadi di luar.
"..." Megumi hanya bisa melongo dengan tubuh memutih. Kini semua masuk akal kenapa Gojo memilih teleport ke ruangan itu, bukan ke kamarnya, bukan ke kamar Megumi.
"Ya makanya, kan sudah kubilang cabut chip itu dari tubuhku. Lagipula sekarang sudah ada healer yang bisa menanganiku, tidak di bawah 20% pun, energy negative ku masih terkendali," Gojo tetap keras kepala tak mau disalahkan. Ia berjalan dengan kedua tangan ia sakukan menuju Shoko meski berdiri di balik sofa yang berhadapan dengan Shoko. Sementara Megumi masih mematung di tempat.
"Yang punya kuasa untuk mencabut chip itu bukan aku, dan Yaga Sensei sudah memberikan syarat 20% supaya chip mu dilepas. Kau mau apa lagi," omel Shoko balik.
"Ya dengan kejadian ini harusnya dia sekarang mau dong. Kau sampaikan padanya deh," Gojo tetap tak mau kalah.
"Geeeehhh…" tatapan Shoko hanya menatap mati dengan pandangan kesal sekali. Tapi ia tak mengatakan apa-apa lagi dan memilih pergi. Sementara Gojo kembali menoleh ke arah Megumi.
"Ayo Sensei," ucapnya yang masih bisa tersenyum, sementara Megumi masih menatap mati.
Mereka berjalan keluar dari kantor healer, kepala Megumi terus tertunduk sepanjang jalan. Rasanya ia ingin sekali teleport saja sampai paviliun, tapi nanti yang ada alarm malah menyala lagi.
"Ugh…" Megumi hanya bisa mengeluh dalam hati. Ia terus menunduk, tak ingin melihat tatapan orang-orang kepadanya.
"Sudahlah Sensei, yang harusnya memikirkan ini kan aku. Kenapa kau jadi ikutan pundung juga," ujar Gojo.
"Ya…tapi…gara-gara aku juga kan…" ucap Megumi setengah berbisik.
"Haha mana ada, aku yang melakukannya," cengir Gojo. Mereka pun keluar dari kantor healer, Megumi berjalan ke arah paviliunnya, Gojo mengikuti. Seketika Megumi menghentikan langkah.
"Ano…kau tidak perlu mengantarku," cegah Megumi.
"Kenapa? Biasanya juga tidak masalah kan?" bingung Gojo.
"Etto…sono…" Megumi hanya memalingkan pandangan.
"Kau marah padaku?" ucap Gojo dengan puppy eyes nya.
'Aaackk,' Megumi menjerit dalam hati.
"Tidak, bukan begitu. Etto…aku khawatir Tou-san ada di paviliun ku," alasan Megumi.
"Begitu ya, baiklah," Gojo manyun.
Megumi menutup wajahnya, di saat beginipun Gojo tetap manis.
"Baiklah, kalau begitu sampai nanti Sensei," pamit Gojo, mereka pun berpisah jalan.
Megumi menghela nafas lelah sebelum melanjutkan langkah. Tadi ia mengatakan soal Toji berada di paviliun nya hanya untuk alasan saja, tapi siapa sangka, saat dia sampai di paviliun, ternyata Toji memang betulan ada di sana.
"Ngh…" Megumi tak tahu harus berkata apa saat melihat ayahnya itu, jadi ia hanya mendekat saja, meraih kartu akses, lalu masuk ke dalam paviliun nya. Toji mengikuti setelah menutup pintu tentunya.
"Megumi," panggil Toji yang membuat Megumi menghentikan langkah di ruang tengah. Ia duduk di lengan sofa dengan kepala tertunduk.
"Apa kau menyukainya," tanya Toji.
"Hah?" Megumi mendongak menatap Toji saat mendapat pertanyaan tak terduga itu.
"Apa kau menyukainya, tokyuu itu," Toji bersandar ke tembok, melipat tangannya di depan dada.
"I-itu…itu…" wajah Megumi memerah, kedua tangannya bertaut, pandangannya tak fokus. Tapi akhirnya ia mengangguk. "Ya…" balasnya kemudian.
"..." tak ada balasan dari Toji, keduanya diam untuk beberapa saat. Toji menghela nafas lelah kemudian. "Kalau kau juga menyukainya kurasa tak masalah."
"Eh…?" Megumi kembali mengangkat wajahnya demi menatap Toji.
Toji mengetuk lehernya sendiri sebagai tanda ia membicarakan tentang leher Megumi. "Itu namanya kissmark, tanda kepemilikan. Bukan gigitan serangga," jelas Toji. "Karena kau bilang tidak tahu kupikir dia melakukannya tanpa persetujuanmu. Tapi jika kau juga ada rasa terhadapnya kurasa ini lain cerita, mungkin kau hanya terlalu polos saja sampai tidak tahu."
"Ugh…" Megumi tak bisa berkata apa-apa, ia hanya memegangi lehernya kini.
"Sekarang jadi masuk akal bagiku kalau dia bilang melindungimu adalah prioritasnya, tak peduli meski yang lain terkena dampak," Toji menghela nafas.
Megumi menggigit bibirnya sesaat sebelum memberanikan bicara. "Jadi…Tou-san tak masalah dengan ini?"
"Kalau kau juga menyukainya aku bisa apa," balas Toji, ia mendekat dan mengusap pipi Megumi dengan sayang. "Tapi jangan memaksakan dirimu saat melakukan heal padanya, aku tidak mau sampai kau tumbang lagi."
Megumi mengangguk. "Iya, tidak akan," balas Megumi.
"Jadi sekarang kau baik-baik saja?"
"He?"
"Alarm tadi. Orang-orang bilang itu alarm tanda bahaya kalau persentase tokyuu itu mendekati 100%. Dan kau juga tak kembali dari toilet untuk waktu yang lama, jadi kupikir karena melakukan heal padanya."
"I-itu…itu…" Megumi gelagapan. Ooh, jadi orang-orang berpikirnya demikian. Iya juga ya, informasi mengenai chip yang ada di tubuh Gojo kan confidential, jadi mengenai larangan penggunaan kekuatan itu ia rasa juga termasuk rahasia, pantas orang tak tahu. Megumi mengumpat dalam hati kenapa dia harus merasa malu begitu tadi sepanjang perjalanan melewati lorong-lorong kantor kalau yang orang tahu mungkin saja malah Megumi lah yang berjasa meredakan persentase Gojo saat alarm tanda bahaya dibunyikan.
Megumi menghela nafas lelah, dan dari itu Toji mengartikannya sebagai jawaban iya.
"Ya sudah, kalau begitu istirahatlah. Mungkin kau tidak jadi misi saja hari ini kalau kondisimu tidak baik," Toji menepuk pundak Megumi.
'He…?' batin Megumi. Aaaah, sepertinya ia mengerti kesalahpahaman ini, tapi biarlah, malah ia tak perlu menjelaskan apa-apa pada Toji.
"Tidak apa-apa, persentase ku masih tinggi, ditambah ini cuma misi level D. Aku rasa tak masalah," balas Megumi.
"Begitu, ya sudah. Hati-hati oke?"
Megumi tersenyum dan mengangguk.
.
.
.
~ To be Continue ~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
